Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

34
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II KOROSI Oleh: KELOMPOK 3 DINI NOVILASARI 031010030 55 BILLY TUMANGGOR 031010030 85 MONA MARYAM 031010030 93 LEONARDO ASISTEN: DAVID FALEVI

description

Laporan Pendahuluan Korosi OTK

Transcript of Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Page 1: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II

KOROSI

Oleh:

KELOMPOK 3

DINI NOVILASARI 03101003055

BILLY TUMANGGOR 03101003085

MONA MARYAM 03101003093

LEONARDO

ASISTEN: DAVID FALEVI

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu proses kimia yang alami terjadi pada logam salah satunya adalah

korosi. Dimana pengertian korosi itu sendiri adalah suatu proses yang terjadi

dimana suatu logam dari keadaan bersih menjadi berkarat karena terjadinya proses

oksidasi dan reduksi. Setiap logam pasti mengalami korosi yang tidak dapat

dihindarkan tetapi dapat kita hambat prosesnya. Keragaman dan kompleksitas

proses korosi membuat kita perlu untuk mengetahui gejala, penyebab, pencegahan

dan penanggulangannya. Proteksi untuk melawan korosi bukan hanya masalah

pabrik dan kontraktor tetapi juga masalah tim kerja desainer dan operator.

Pengalaman menunjukkan bahwa degrasi yang terjadi pada system modern

disebabkan oleh kesalahan operasi dan perawatan (maintenance). Misalnya

terhubungnya logam-logam yang sama atau berbeda tanpa pencegahan yang akan

menimbulkan korosi, tidak adanya atau tidak sesuainya water treatment,

kurangnya perawatan proteksi katodik, fermentasi anaerobic dalam saluran

pembuangan dan stagnasi air di dalam pipa.

Pada industri kimia masalah korosi dan pengendaliannya adalah spesifik,

bahkan kadang-kadang unik. Sifat permasalahannya memerlukan pendekatan

secara multi disiplin. Satu hal yang menonjol ialah masalah korosi dan

pengendaliannya terkait erat dengan proses dan operasi pabrik. Penerapan suatu

metode proteksi memerlukan sekaligus penguasaan dan pemahaman yang

mendalam baik aspek proses dan operasi pabrik maupun aspek proteksi itu

sendiri.

Oleh sebab itu pengendalian korosi dalam industri kimia, disamping

memerlukan corrosion engineer yang juga chemical engineer yang memahami

konsep dasar proses korosi., proses dan operasi pabrik serta keterampilan aplikasi

pengendalian korosi, mebutuhkan koordinasi yang baik. Tanpa koordinasi,

efisiensi akan rendah dan ini justru memperbesar corrosion cost.

Struktur kristal logam yang berbeda dan jenis logam akan berpengaruh pada

sifat ketahanan korosinya. Untuk mempercepat terjadinya korosi diperlukan reaksi

Page 3: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

elektrokimia yang mempunyai empat unsur yaitu katoda, anoda, aliran listrik dan

media elektrolit.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan korosi ini antara lain:

1) Untuk mengetahui laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang

telah mengalami perlakuan, yaitu: digores, dipukul, atau tidak mengalami

perlakuan, bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.

2) Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.

3) Untuk mengetahui cara menghitung laju korosi.

4) Mengetahui macam – macam korosi dan pengaruhnya pada industri kimia.

1.3. Permasalahan

Permasalahan yang ditemui dalam percobaan korosi adalah apakah benar

rumus laju korosi secara teori dapat dibuktikan secara prakteknya dan sejauh

mana keakuratannya. Selain itu pengaruh waktu yang ditentukan secara teori tidak

dapat dilaksanakan tepat sepenuhnya pada prakteknya.

1.4. Hipotesa

Untuk sementara kami berhipotesa bahwa laju korosi di pengarhui oleh jenis

logam yang digunakan. Lamanya suatu logam berada pada lingkungan yang

memungkinkan proses korosi terjadi. Juga luas permukaan logam itu sendiri.

Semakin lama logam berada di lingkungan yang asam maka semakin cepat laju

korosinya.

1.5. Manfaat

Percobaan yang dilakukan ini bermanfaat dalam merancang atau memilih

bahan logam hendak dipakai di pabrik. Selain itu pada lingkungan tertentu kita

dapat menentukan logam yang sesuai atau paling tepat untuk lingkungan itu.

Diharapkan juga dengan mengetahui proses terjadinya korosi ini praktikan dapat

mencegah terjadinya korosi pada setiap logam.

Page 4: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Korosi adalah suatu reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat

dilingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.

Contoh korosi adalah perkaratan besi.

Perkaratan besi memerlukan oksigen dengan air. Besi yang terbenam dalam

minyak tidak akan berkarat karena tidak ada oksigen dan air. Besi yang disimpan

dalam ruangan sering lebih lambat berkarat daripada ruangan yang lembab. Faktor

faktor lain yang dapat mempercepat perkaratan ialah pH larutan adanya suatu

garam, kontak dengan logam lain yang memiliki potensial elektroda lebih besar,

dan keadaan logam itu sendiri.

Proses perkaratan besi merupakan suatu sel elektroda kimia. Bagian tertentu

pada permukaan besi itu berlaku sebagai anoda, dimana terjadi rekasi oksidasi:

Fe(s) Fe2+(aq) + 2e Eo = 0,44 volt

Elektron yang dihasilkan dialirkan pada bagian dari besi itu yang berlaku sebagia

katoda. Pada bagian itu oksigen mengalami reduksi:

O2 (g) + 2H2O 4OH- (aq)

atau

O2(g) + 4H+(aq) + 4e 2H2O(l) Eo = 1,23 volt

Jika diperhatikan reaksi tersebut, reaksi katoda dimana ion H+ berperan pada

reduksi oksigen. Maka makin besar konsentrasi H+ (makin asam) reaksi

berlangsung makin cepat. Sebaliknya, makin kecil konsentrasi ion H+ (makin

basa) reaksi berlangsung makin lambat dikarenakan besi tidak akan mengalami

perkaratan pada pH 9.

Ion Fe2+ yang terbentuk pada anoda mengalami oksidasi berlanjut membentuk

Fe3+ yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3.xH2O yang

disebut sebagai karat besi.

Reaksi :

4Fe3+(aq) + O2 (g) + 4H2O(l) + 2xH2O(l) 2Fe2O3.H2O(s) + 8H+

(aq)

Page 5: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Mengenai bagian mana dari besi yang berlaku sebagai anoda dan bagian

mana yang menjadi katoda, tergantung pada berbagai faktor, misalnya adanya

suatu zat pengotor (impurities) tetesan air, keadaan permukaan (kasar atau halus),

dan lain-lain. Katoda adalah bagian yang mendapatkan suplai oksigen dan pada

bagian itulah karat lebih banyak menumpuk. Pengaruh senyawa garam yang

mempercepat korosi dapat dipahami seperti fungsi jembatan garam pada sel volta.

Logam-logam seng, aluminium dan magensium yang mempunyai potensial

elektroda lebih kecil daripada besi (seharusnya) harus lebih cepat berkarat,

mengalami perkaratan yang jauh lebih lambat. Hal ini karena permukaan logam-

logam tersebut terbentuk lapisan oksida (karat) yang melekat kuat pada logam

dibawahnya sehingga melindungi logam tersebut dari perkaratan berlanjut.

Berbeda dengan karat besi yang sangat bervariasi dalam banyaknya jumlah pori,

karat tersebut tidak melindungi besi dari perkaratan berlanjut. Apabila besi

dicampur dengan krom (yang dikenal dengan besi tahan karat atau stainless steel)

lapisan oksida krom akan menjadi pelindung terhadap perkaratan berlanjut.

Korosi secara umum didefinisikan sebagai kerusakan logam yang terjadi

melalui suatu reaksi kimia maupun reaksi elektrokimia saat dikontakkan dengan

medium air (H2O) atau gas (udara). Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi

laju korosi adalah :

1) Stagnasi medium

Saat medium diperbaharui ada suplai elemen yang kontinyu yang

menyebabkan korosi. Sementara stagnansi mengacu pada konsumsi elemen

yang menghasilkan kesetimbangan akhir.

2) Agitasi (kondisi statis medium)

Agitasi membubarkan produk korosi sehingga tidak ada proteksi fisik pada

logam karena lekatnya produk-produk ini. Kondisi statis selain itu

menyokong formasi endapan-endapan protektif.

3) Heterogenasi logam

Heterogenasi logam disini termasuk kondisi permukaan dan komposisi kimia

permukaan jiga mediumnya yaitu pengaruh Ph, tingkat oksigen yag terlarut

dan sebagainya.

Page 6: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

4) Temperatur

Temperatur yang tinggi dapat mempercepat laju korosi.

Laju korosi dapat dievaluasi dengan cara berikut ini:

1) Berat logam yang hilang per unit waktu dan luas permukaan.

2) Penetrasi pitting corrosion (mm/waktu).

3) Teknik elektrokimia.

Termasuk perpindahan electron-elektron yang mengalir: perubahan valensi

dengan bertambahnya atau berkurangnya bilangan oksidasi, serta reaksi reduksi

dan oksidasi yang terjadi secara simultan atau serentak.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam korosi:

1) Konsentrasi sel yang dibentuk saat logam yang sama di kontakkan dengan

elektrolit yang sama pada konsentrasi yang berbeda.

2) Sel-sel yang disebabkan oleh logam yang kontak dengan dua immiscible

liquid (air garam/hidrokarbon).

3) Sel-sel yang dihasilkan dari heterogenitas fisik loigam: matrik/grain

boundary, annealed metal/cold worked metal.

4) Gejala elektrolitik yang dihasilkan dari adanya arus sesaat dari instalasi listrik

(pabrik, sistem transfer listrik, koneksi bumi)

Mekanisme korosi elektrokimia dipergunakan dan dipercepat oleh

mikroorganisme. Kita dapat membedakan 4 model reaksi tersebut:

1) Formasi endapan adherent pada logam.

2) Pelepasan reagent kimia agresif.

3) Aktivasi anodic oleh oksidasi ion logam.

4) Stimulasi atau rangsangan katodik oleh reaksi dehidrogenasi.

Ada bermacam – macam tipe dari korosi. Jenis–jenis korosi adalah:

1) General corrosion

Korosinya menyeluruh:keroposnya logam merata di seluruh permukaan.

2) Local corrosion

a) Uniform corrosion

Terjadi di seluruh permukaan.

b) Galvanic corrosion

Page 7: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Terjadi akibat dua logam dihubungkan dengan aliran listrik.

c) Crevice corrosion

Terjadi bila ada celah walaupun sebesar atom.

d) Pitting corrosion

Korosi terbentuk sedikit demi sedikit berbentuk huruf U yang semakin

lama semakin besar.

e) Intergranular corrosion

Merupakan garis-garis halus yang terlihat pada logam.

f) Selsctive leaching corrosion

Sebagian logam yang terkorosi terlarut dalam logam lain (terjadi leaching

oleh paduan logam).

g) Errossion corrosion

Korosi yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu aliran.

h) Stress corrosion

Korosi terjadi karena adanya tekanan terhadap logam oleh suatu fluida.

Seperti pada dry cell atau batrai ada 5 syarat yang harus dipenuhi sebelum korosi

dapat terjadi:

1) Harus ada potensial listrik antara anoda dan katoda untuk menjalankan reaksi.

2) Harus ada reaksi anodik.

3) Harus ada reaksi katodik yang sama.

4) Harus ada elektrolit untuk arus internal ,yaitu suatu lingkungan yang akan

menghasilkan listrik, misalnya air garam.

5) Harus ada hubungan external atau arus yaitu kontak listrik lngsung antar

elektroda.

Walaupun syarat-syarat diatas dipenuhi, korosi dapat ditahan dengan

polarisasi. Polarisasi adalah perubahan potensial sebagai akibat dari current flow.

Salah satu atau keduanya dari reaksi anodic dan katodik dapat dipolarisasikan,

tetapi reaksi polarisasi katodik lebih umum digunakan, misalnya air. Polarisasi

anodik terjadi saat produk korosi insoluble dalam lingkungan. Korosi tidak dapat

dicegah akan tetapi dapat dihambat, caranya yaitu:

1) Perhatikan bahan-bahan konstruksinya.

Page 8: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

a) Jika lingkungan asam nitrat maka dipakai stainless steel.

b) Jika lingkungan kaustik maka dipakai nikel atau paduannya.

c) Jika lingkungan asam fluorida maka dipakai monel.

d) Jika lingkungan asam klorida maka dipakai hastelloy.

e) Jika lingkungan asam sulfat maka dipakai timah hitam.

f) Jika lingkungan atmosfer maka dipakai alum.

g) Jika lingkungan aquadest maka dipakai timah putih.

h) Jika lingkungan oksidator kuat dan panas maka dipakai

titanium.

i) Jika ketahanan korosi prima maka dipakai tantalum.

2) Pertimbangankan sifat lingkungan sekitar.

a) Letakkan sebuah film rintangan atau pelapis antara bahan dan

lingkungannya.

b) Gunakan potensial elektrokimia pada bahan.

c) Desainlah alat agar terhindar korosi.

Adapun bahan-bahan logam yang dapat terkorosi adalah: Fe, Al, Cu, Ni, Cr,

Pb, Mn dan lainnya.

2.1. Mekanisme Korosi

Oksidasi terjadi didahului dengan reaksi elektrokimia tertentu, yaitu suatu zat

kehilangan electron-elektronnya. Reduksi terjadi saat lingkungan yang sama

seperti pada oksidasi, suatu zat mendapat atau menangkap elektron. Misalnya:

Fe ------------ Fe2+ + 2e- (1)

Contoh diatas menunjukkan bahwa atom besi, Fe telah kehilangan 2 elektron

yag telah dioksidasi, yang menimbulkan sebuah ion Fe2+ (ion ferro). Ion ferro ini

dapat dioksidasi kembali menjadi ion ferri (Fe3+):

Fe2+ ------- Fe3+ + e- (2)

Ion besi dan ferro disini adalah sebagai donor electron lalu selanjutnya:

2H2O + 2e- ---------- 2OH- + H2 (3)

mekanisme reaksi di atas menunjukkan bahwa air menangkap 2 elektron. Air

direduksi dan merupakan akseptor elektron selanjutnya :

2H+ + 2e- -------- H2 (4)

Page 9: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Reaksi diatas menunjukkan bahwa 2 proton (ion-ion H+) menangkap 2

elektron untuk menciptakan 1 molekul gas hidrogen. Reaksi reduksi terjadi, ion

H+ sebagai akseptor elektron. Selanjutnya:

O2 + 2H2O + 4e- ------- 4OH- (5)

Reaksi diatas menunjukan bahwa molekul oksigen dalam air menangkap 4

elektron. Oksigen tereduksi. Oksigen disini sebagai akseptor elektron. Persamaan

(3), (4) dan (5) penting dalam medium aqua. Untuk bahan percobaan kimia

(molekul, atom, ion) untuk melepas satu atau lebih elektron, memerlukan

keberadaan spesies lain yang mampu menangkap elektron-elektron ini. Sehingga

suatu reaksi oksidasi selalu diikuti dengan suatu reaksi reduksi dan sebaliknya.

Jadi umumnya elektrokimia itu terdiri dari 4 unsur yaitu reaksi oksidasi,

reaksi reduksi, transfer elektron, dan medium tempat berlangsungnya keseluruhan

dari reaksi.

2.2. Kinetika dan Termodinamika

Untuk menjelaskan peristiwa korosi terutama korosi dalam larutan

elektrolit, maka kita harus mengetahui terori elektrokimia sebagai dasarnya.

Besarnya perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut:

G = - n F E (1)

Dimana:

G = Perubahan energi bebas

n = Jumlah elektron yang terlihat dalam reaksi

F = Konstanta Faraday

E = Potensial sel

Untuk menghitung harga E dari suatu reaksi eletrokimia digunakan

persamaan Nernst, yaitu:

E = (2)

Persamaan ini diturunkan dari penggabungan persamaan

G = Go + R T ln Kc (3)

dan hubungan antara

Page 10: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Go = - n F Eo (4)

Dan

G = - n F E. (5)

Dimana:

Go = Perubahan energi bebas pada keadaan standar

Eo = Potensial sel standar

R = Konstanta gas ideal

T = Temperatur

Jadi perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia (korosi) dapat

dihitung dari potensial sel reaksi. Harga absolut potensial ini tidak dapat diukur.

Potensial itu dibandingkan terhadap suatu sistem lain sebagai reference. Di dalam

praktek yang digunakan sebagai pembanding tersebut adalah sistem H+/ H2 yang

pada kondisi standar Eo H+/ H2 adalah 0 eV.

Menurut IUPAC, harga potensial elektroda setengah sel M2+/ M adalah e m

f diperoleh dari penggabungan dengan sistem setengah sel hidrogen. Penulisan

pasangan sel tersebut adalah sebagai berikut:

Pt, H2/ H+// M2+/ M

M M2+ + 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda (-)

2H+ + 2e H2 Reaksi Reduksi/ Katoda (+)

Contoh:

Eo Zn2+/ Zn = - 0,76 eV

Eo Cu2+/ Cu = + 0,34 eV

Apabila kedua setengah sel ini dipasangkan sebagai sistem reaksi reduksi

oksidasi dalam asam sulfat, maka penulisannya adalah sebagai berikut:

Pt, Zn/ ZnSO4// CuSO4/ Cu

Atau secara ionik dapat ditulis sebagai berikut:

Pt, Zn/ Zn2+// Cu2+/ Cu

Zn Zn2++ 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda (-)

Cu2+ + 2e Cu Reaksi Reduksi/ Katoda (+)

Secara keseluruhan reaksi sel dapat ditulis sebagai berikut:

Zn + Cu2+ Zn2++ Cu Reaksi Reduksi Oksidasi

Page 11: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

EoSel = + 0.34 eV – (- 0,76 eV)

= 1.10 eV

Reaksi oksidasi (anoda) dari setiap reaksi korosi adalah oksidasi atom logam

menjadi ion yang ditandai oleh naiknya valensi elektron. Sedangkan reaksi

reduksi (katoda) ditandai oleh turunnya valensi elektron. Beberapa reaksi reduksi

(katoda) yang sering ditemui pada korosi logam, yaitu:

2H+ + 2e H2 Pelepasan Hidrogen

O2 + 4H+ + 4 e 2H2O Reduksi oksigen dalam larutan asam

O2 + 2H2O + 4 e 4OH- Reduksi oksigen dalam larutan basa/ netral

M3+ + 1 e M2+ Reduksi ion logam

M+ + 1 e M Pengendapan ion logam

2.3. Satuan Laju Korosi

Laju korosi biasanya dinyatakan dengan 2 (dua) cara, yaitu: berdasarkan

kedalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang. Satuan korosi ini

ditentukan dalm ukuran per tahun.

Beberapa besaran laju korosi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:

1) IPY = Penetrasi dalam satuan in. per year

2) MPY = Penetrasi dalam satuan mil per year

3) IPM = Penetrasi dalam satuan in. per mounth

4) MMPY = Pnentrasi dalam satuan milimeter per year

5) GMD = Gram per meter squere per day

6) MDD = Miligram per desimeter squere per day

Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam

tanpa mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau

yang sudah terlarut.

2.4. Teknik Pengendalian Korosi

Proses korosi pasti terjadi, artinya korosi tidak dapat dihilangkan. Namun

proses korosi ini dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi (anoda)

atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung antara

lingkungan dengan bahan konstruksi logam yang bersangkutan. Pada dasarnya

Page 12: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

kalau di dalam sistem tidak terjadi perpindahan elektron, proses elektrokimia tidak

akan berlangsung.

Bertolak dari kenyataan itu, teknik-teknik pengendalian korosi yang dikenal

dikelompokkan secara sederhana menjadi 5 (lima) kelompok, sebagai berikut:

1) Proteksi Katodik

Pada diagram sistem korosi, terlihat bahwa laju korosi mendekati nol apabila

potensial sistem bergeser ke arah negatif mendekati Eo logam M. Untuk

mencapai keadaan itu, kepada struktur konstruksi yang akan dilindungi harus

disuplai arus tandingan sebesar Iapp dari suatu sumber arus searah. Teknik ini

dikenal dengan teknik arus tandingan atau impressed current. Pada teknik

arus tandingan digunakan rectifier yang merubah arus bolak-balik menjadi

searah, sebagai sumber arus searah.

2) Proteksi Anodik

Proteksi anodik adalah kebalikan dari protensi katodik. Teknik ini hanya bisa

diterapkan pada bahan konstruksi yang mempunyai sifat pasif.

3) Inhibisi

Laju reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain, meskipun

senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah yang kecil. Karena proses korosi

adalah reaksi kimia, maka hal ini berlaku untuk sistem konstruksi logam dan

lingkungannya. Senyawa-senyawa kimia tertentu secara spsifik dapat

teradsopsi di permukaan struktur logam, dimana proses korosi berlangsung

dan berinterferensi baik dengan reaksi anodik maupun reaksi katodik.

Interferensi tersebut menyebabkan reaksi anodik dan katodik terhambat,

sehingga secara keseluruhan proses korosi juga terhambat. Senyawa yang

mempunyai kemampuan seperti ini disebut inhibitor korosi, yang digunakan

sebagai pengedali korosi. Teknik pengendalian seperti ini dikenal sebagai

teknik inhibisi.

4) Pengendalian Lingkungan

Proses korosi dapat dipandang sebagai serangan komponen-komponen

senyawa kimia yang terkandung di dalam lingkungan terhadap konstruksi

logam yang bersangkutan. Oleh sebab itu agresifitas lingkungan berhubungan

Page 13: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

dengan jumlah dan jenis komponen yang terkandung didalamnya. Semakin

banyak komponen agresif, maka semakin tinggi laju korosi atau sebaliknya.

Dengan gambaran seperti itu proses korosi dapat dikenalikan dengan jalan

mengurangi jumlah komponen agresif di dalam lingkungan. Beberapa cara

yang dilakukan, antara lain:

a) Menambahkan bahan yang dapat mengikat komponen agresif ke dalam

sistem.

b) Mengedalikan pH agar berada dalam selang harga yang aman. Teknik ini

disebut teknik pengendalian lingkungan.

5) Pelapisan Permukaan

Pada permukaan konstruksi dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai sifat

kedap terhadap penetrasi senyawa kimia dan mempunyai daya hantar listrik

sangat rendah. Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan pelindung

eksternal beraneka ragam. Namu secara sederhana dapat dikelompokkan

menjadi beberapa macam, yaitu:

a) Lapisan Lindung Logam

b) Polimer atau Plastik

c) Elastomer

d) Lapisan Lindung Organik

Termasuk ke dalam kelompok terakhir adalah berbagai jenis cat dan coatings.

2.5. Korosi yang disebabkan oleh air

Air murni sebenarnya tidak terlalu korosif, terkecuali anoda metal pada

temperatur lebih kurang 200oC (392oF). Sifat korosif yang terjadi biasanya

disebabkan oleh pencampuran gas-gas dan mineral yang dilarutkan dalam air.

Di dalam perhitungan nilai pengorosian oleh air dikenal adanya nilai skala

indeks yaitu modifikasi dari persamaan Ryznars dari Langelier Index. Dimana

terminologinya memiliki hubungan sebagai berikut :

LSI = pH – pHs

Dimana : LSI adalah Index Langelier Satration

Untuk persamaan Ryznar :

Page 14: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

RSI = 2pHs – pH

Dimana RSI merupakan nilai standar untuk Index Ryznar Stability

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Page 15: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

1) Amplas

2) Dryer

3) Neraca analitis

4) Unit peralatan percobaan korosi logam

5) Gelas ukur

6) Martil/kikir

3.2 Bahan

1) Air/aquadest

2) Kepingan Fe, Al, Cu

3) HCl

4) NaOH

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Kasus Beda Potensial Logam yang Direkayasa

1) Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian

celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.

2) Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.

3) Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan baterai yang telah

disiapkan.

4) Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H2SO4 1

N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.

5) Masukkan logam yang telah dirangkai dengan baterai ke dalam cawan

yang berisi larutan.

6) Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang

sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam

yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.

7) Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang

terjadi pada logam.

8) Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.

9) Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan

dicuci dengan aquadest, kemudian keringkan.

Page 16: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

10) Timbang lagi berate benda uji setelah dibersihkan.

3.3.2. Kasus Hubungan Dwi Logam

1) Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian

celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.

2) Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.

3) Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan logam penggandeng

(Tembaga, seng) yang telah disiapkan.

4) Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H2SO4 1

N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.

5) Masukkan logam yang telah dirangkai ke dalam cawan yang berisi larutan.

6) Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang

sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam

yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.

7) Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang

terjadi pada logam.

8) Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.

9) Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan

dicuci dengan aquadest, kemudian keringkan.

10) Timbang lagi berate benda uji setelah dibersihkan.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. Hasil Pengamatan

Page 17: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Jenis bahan logam yang digunakan adalah paku dan seng

Larutan

Dengan Baterai Tanpa Baterai

Berat Awal

(gr)

Berat Akhir

(gr)Wl (gr)

Berat Awal

(gr)

Berat Akhir

(gr)Wl (gr)

NaOH 4.00 3.45 0.55 3.80 3.20 0.60

HCl 4.15 3.00 1.15 4.20 2.10 2.10

H2O 3.95 3.35 0.60 3.80 3.40 0.40

4.2. Perhitungan

Rumus yang digunakan :

Cr = =

Dimana :

Cr = laju korosi (gr/cm2 jam)

Wl = weight loss (gr)

A = luas permukaan (cm2 )

t = waktu (jam)

Diketahui :

A (seng) = P x L

= 3 cm x 3 cm = 9 cm2

t = 2 hari = 48 jam

4.2.1. Larutan NaOH

Dengan baterai:

Cr = 0.55 gr / (9 cm2. 48 jam) = 1.27 x 10-3 gr/cm2 jam

Tanpa baterai:

Cr = 0.60 gr / (9 cm2. 48 jam) = 1.38 x 10-3 gr/cm2 jam

4.2.2. Larutan HCl

Dengan baterai:

Cr = 1.15 gr / (9 cm2. 48 jam) = 2.66 x 10-3 gr/cm2 jam

Page 18: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Tanpa baterai:

Cr = 2.10 gr / (9 cm2. 48 jam) = 4.86 x 10-3 gr/cm2 jam

4.2.3. H2O

Dengan baterai:

Cr = 0.60 gr / (9 cm2. 48 jam) = 1.38 x 10-3 gr/cm2 jam

Tanpa baterai:

Cr = 0.40 gr / (9 cm2. 48 jam) = 0.926 x 10-3 gr/cm2 jam

BAB V

PEMBAHASAN

Page 19: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Pada percobaan korosi yang dilakukan kelompok kami, bahan logam yang

digunakan adalah paku besi dan seng. Paku besi dan seng ini dimasukkan

bersama-sama ke dalam larutan korosif. Larutan korosif yang dipakai adalah

larutan basa kuat NaOH, larutan asam kuat HCl, dan larutan netral H2O. Ketiga

larutan ini dipakai karena merupakan indikator paling efektif untuk memperjelas

seberapa korosifnya suatu logam. H2O merupakan larutan netral yang menjadi

patokan pembanding antara asam kuat dan basa kuat.

Dipilih paku besi dan seng dalam percobaan ini karena selain bahan ini

mudah didapat, dalam deret volta besi dan seng berdekatan dan memiliki potensial

sel standar yang hampir sama. Hal ini dapat memudahkan kita menghitung laju

korosi logam. Pengamplasan pada logam sebelum dicelupkan ke dalam larutan

korosif adalah untuk membuka pori-pori logam. Semakin besar pori-pori logam

yang terbuka, maka laju korosinya akan semakin besar.

Paku dan seng yang dimasukkan ke dalam larutan ini dikondisikan berbeda.

Kondisi pertama, paku dan seng dimasukkan bersamaan ke dalam larutan NaOH,

HCl, dan H2O tanpa dihubungkan dengan kabel dan baterai, sedangkan kondisi

kedua adalah paku dan seng dihubungkan pada baterai dengan menggunakan

kabel kemudian dicelupkan ke dalam larutan NAOH, HCl, dan H2O.

Setelah dimasukkan ke dalam larutan korosif, paku besi dan seng langsung

bereaksi. Reaksi paling hebat terjadi pada paku besi dan seng yang dicelupkan ke

dalam HCl, baik yang dihubungkan dengan baterai maupun yang tidak

dihubungkan dengan baterai. Larutan ini menimbulkan asap dari reaksi.

Sedangkan pada NaOH, larutan cepat menjadi keruh. Air bersifat netral sehingga

cenderung lambat dalam mengkorosifkan logam.

Pada teorinya, larutan yang paling cepat membuat logam besi dan seng korosi

adalah larutan NaOH, namun untuk reaksi awal larutan HCl-lah yang lebih cepat

mengkorosifkan logam besi dan seng. Hal ini bukan menyalahkan teori, namun

membuktikan bahwa waktu sangat mempengaruhi laju korosi suatu bahan logam.

Dalam waktu 2 x 24 jam, dihasilkan dampak korosi yang luar biasa. Untuk

larutan NaOH yang dihubungkan dengan baterai, seng yang dicelupkan terkorosi

sempurna bahkan habis bereaksi dengan larutan, sedangkan paku besi sedikit

Page 20: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

berkarat, kabel yang dihubungkan pun putus dan menjadi lembut seperti benang.

Dalam larutan ini terdapat endapan cokelat. Hal ini membuktikan bahwa larutan

NaOH sangat korosif untuk paku besi dan seng.

Untuk larutan HCl, seng juga habis bereaksi, kabel terputus bahkan sebelum

48 jam, terdapat endapan merah mata yang merupakan produk korosi. Laju korosi

paling besar terjadi pada paku besi dan seng di dalam larutan ini.

Laju korosi pada setiap logam dipengaruhi oleh luas penampang dan waktu.

Dimana untuk waktu yang lebih lama akan menyebabkan logam cepat terkorosi.

Untuk weight loss yang besar juga akan menyebabkan nilai laju korosi akan besar

pula (berbanding lurus). Semakin lama waktu suatu proses korosi, maka akan

semakin banyak pengurangan berat logam akibat korosi. Hal ini disebabkan

karena waktu yang diperlukan logam untuk melepaskan elektron dan menjadi ion

logam semakin banyak, sehingga terjadi pengurangan berat logam.

Percobaan yang dilakukan bisa dikatakan berhasil karena laju korosi terlihat

jelas. Namun, perlu diperhatikan bahwa hasil ini belum tentu akurat karena ada

beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan dalam data. Kesalahan-kesalahan

itu misalnya terletak pada penggerusan, penggerusan pada masing-masing logam

tidak sama karena dilakukan secara manual, hal ini menyebabkan pori-pori logam

yang terbuka tidak merata. Kesalahan lain adalah pada pemotongan lempeng seng.

Pemotongan lempeng seng ini tidak tepat 3 x 3 cm luas penampangnya. Hal ini

berpengaruh besar pada ketepatan hasil laju korosi karena laju korosi dipengaruhi

oleh luas penampang dan lama waktu reaksi.

Apabila alat yang semestinya digunakan dapat berfungsi dengan baik, maka

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pengamatan dapat memberikan

hasil yang maksimal, antara lain: sample harus bersih tanpa kontaminan,

pengeringan logam sekering-keringnya, penentuan volume larutan yang akurat,

dan kecermatan penimbangan berat logam.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Page 21: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

1) Percobaan korosi dilakukan untuk mengetahui laju atau kecepatan

korosi pada setiap logam pada masing-masing perlakuan.

2) Kecepatan korosi sangat dipengaruhi oleh pH, dimana semakin rendah

pH maka semakin tinggi tingkat laju korosi dan semakin tinggi pH

maka laju korosi akan semakin rendah.

3) Korosi adalah suatu proses dimana keadaan logam yang bersih (licin)

menjadi karat karena adanya reaksi oksidasi dengan lingkungan

sekitarnya (adanya oksigen).

6.2. Saran

1. Agar pada saat dilakukan percobaan seharusnya peralatan yang

dibutuhkan tersedia dalam keadaan memadai.

2. Supaya kiranya korps asisten praktikum operasi teknik kimia ini untuk

dapat mengusahakan peralatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Laporan Pendahuluan Korosi OTK II

Kepala Laboratorium Operasi dan Proses Teknik Kimia, Buku Panduan

Praktikum Operasi Teknik Kimia II, Laboratorium Proses dan Proses

Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, Indralaya, 2004.

Fontana, Mars. G, Corrosion Engineering, edisi II, 1978, Mc. Graw Hill Book

Company.

Van Valk, Lawrence H, Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi V, 1985, Michigan

University.