Laporan Pendahuluan Otk (Water Treatment)

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Water treatment adalah bagian dari unit utilitas yang sangat vital, yaitu sebagai unit yang berfungsi dalam pengolahan air yang digunakan untuk mendukung kegiatan dari produksi itu sendiri antara lain untuk kebutuhan make up cooling water, pembuatan air demin dan untuk memenuhi keperluan air bersih dan air minum baik untuk kompleks maupun untuk pabrik itu sendiri. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan: 1. pengolahan secara fisika 2. pengolahan secara kimia 3. pengolahan secara biologi

Transcript of Laporan Pendahuluan Otk (Water Treatment)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Water treatment adalah bagian dari unit utilitas yang sangat vital, yaitu

sebagai unit yang berfungsi dalam pengolahan air yang digunakan untuk

mendukung kegiatan dari produksi itu sendiri antara lain untuk kebutuhan make

up cooling water, pembuatan air demin dan untuk memenuhi keperluan air bersih

dan air minum baik untuk kompleks maupun untuk pabrik itu sendiri.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara

kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik

maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh

masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan

kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. 

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan

polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini.  Teknik-teknik pengolahan

air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3

metode pengolahan:

1.    pengolahan secara fisika

2.    pengolahan secara kimia

3.    pengolahan secara biologi

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut

dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Proses-proses

yang terlibat dalam pengolahan air minum untuk tujuan pemisahan padatan dapat

menggunakan proses fisik seperti pengendapan dan penyaringan , dan proses

kimia seperti desinfeksi dan koagulasi . proses biologis juga digunakan dalam

pengobatan air limbah dan proses ini dapat mencakup, misalnya, laguna aerasi ,

lumpur aktif atau filter pasir lambat .

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses-proses yang terjadi dalam suuatu peralatan

water treatment.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis peralatan dalam pengolahan air.

3. Untuk mengetahui prinsip kerja dan manfaat dalam aplikasi kehidupan

dan dalam lingkungan pabrik

4. Untuk mengetahui bahan Chemical yang dapat dipakai dalam proses

water treatment.

1.3. Permasalahan

1. Bagaimana cara mengolah air ( air rawa dan air got) menjadi air yang

lebih murni dan sesuai dengan yang dibutuhkan.

2. Bagaimana pengaruh proses water treatment yang dipakai terhadap air

yang dihasilkan

1.4. Hipotesa

1. Proses water treatment yang lebih kompleks akan menghasilkan air

yang memiliki spesifikasi yang lebih baik dan sesuai dengan yang

dibutuhkan.

2. Proses water treatment yang baik akan menggunakan bahan chemical

yang sesuai.

3. Proses sedimentasi akan terjadi jika massa jenis flokulan pengotor

lebih besar dari massa jenis air

1.5. Manfaat

1. Mengetahui proses – proses yang dapat dipakai dalam water

treatment

2. Mengetahui teknologi water treatment serta aplikasi dalam pabrik

dan kehidupan sehari – hari.

3. Mengetahui prinsip kerja dan manfaat bahan kimia dalam proses

water treatment.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengolahan Air Buanngan

2.1.1. Pengolahan Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air

buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang

mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.

Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk

menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang

mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. 

Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan

mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang

mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan

berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan

tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)

dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).

Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk

mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan

untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar

tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan

dalam proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk

menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut

lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan

tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk

unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk

menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat

mahal.

2.1.2. Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk

menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-

logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan

bahan kimia tertentu yang diperlukan.  Penyisihan bahan-bahan tersebut pada

prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari

tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik

dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil

reaksi oksidasi. 

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan

membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan

muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga

akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan

dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk

endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit.  Endapan

logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada

pH > 9,5.  Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom

hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan

membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada

konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2),

kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya kita dapat

memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya

pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

2.1.3. Pengolahan secara biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi.

Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai

pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah

berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua

jenis, yaitu:

1.    Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

2.    Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi.  Proses lumpur aktif yang banyak dikenal

berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan

berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch

mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai

85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. 

Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai

kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). 

Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses

absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD

tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga

termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti

Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi

maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen

yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan.  Di dalam lagoon yang diaerasi

cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas

media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya.

Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1.    trickling filter

2.    cakram biologi

3.    filter terendam

4.    reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD

sekitar 80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses

penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1.        Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;

2.        Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih

dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000

mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Pada umumnya kebutuhan pabrik akan air sangat banyak dan perlu

sehingga lokasi pabrik dipilih dekat dengan sumber air. Sebagai contoh untuk

skala Pabrik sumber air baku untuk pembuatan airnya diambil dari air sungai.

Secara singkat pengolahan air dari sungai tersebut mengalami beberapa tahapan,

adapun peralatan yang digunakan dalam unit water treatment adalah sebagai

berikut :

1. Filter ( saringan)

2. Pompa

3. Flocculator

4. Clarifier

5. Clear well

6. Sand Filter

7. Filtered Water Storage Tank

2.2. Filter

Yang dimaksud dengan filter disini adalah alat penyaringan air yang

memiliki kerapatan yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu untuk

menyaring benda padat kasar yang terapung disekitar pompa air, sehingga

kerusakan pompa dapat terhindar akibat tersumbat. Prinsip kerja yaitu hanya

menerima air yang didistribusikan oleh pompa dan pada filter terjadi pemisahan

antara benda padat kasar dan air.

2.3. Pompa

Disini pompa berfungsi untuk mendistribusikan air (air sungai) dan akan

kemudian di olah kembali. Prinsip kerja mendistribusikan air dari sumber air dan

kemudian diolah kembali oleh alat-alat selanjutnya.

2.4. Flocculator

Flocculator adalah bagian yang berupa tangki dengan diameter, tinggi dan

kapasitas tertentu sesuai dengan keperluan. Prinsip Kerja menampung air yang

didistribusikan oleh pompa kemudian koloid-koloid yang terdapat bersama-

sama dengan air di koagulasi karena pengaruh beberapa bahan kimia yang

diberikan selanjutnya koloid yang berbentuk flock ini tertinggal di flocculator

kemudian airnya diproses pada alat selanjutnya. Air sungai yang dipompakan,

sebelum masuk kedalam flocculator maka diinjeksikan

dengan berbagai macam bahan kimia, antara lain:

a. Larutan alum ( Al2SO4)

Larutan ini berfungsi untuk memperbesar ukuran partikel-partikel koloid

sehingga akan lebih mudah terbentuk floc-floc dan mengendap. Suspensi koloid

terdiri dari ion-ion bermuatan negatif sehingga akan terjadi peristiwa tolak-

menolak antar ion. Apabila ion –ion yang bermuatan positif yang terdapat dalam

zat pengendap (coagulant chemicals) bersentuhan dengan ion-ion negatif maka

akan terbentuk gumpalan berupa gelatin. Dengan demikian ukuran partikel akan

bertambah besar sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan.

b. Coagulant Aid

Berfungsi untuk memperbesar partikel koloid dan membentuk floc tank,

sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat dan sempurna.

c. Gas Klorin

Merupkan zat pembunuh bakteri, jamur, mikroorganisme yang terdapat

didalam air. Dosis yang digunakan adalah 5 ppm. Sebelumnya digunakan kaporit

(CaOCl2), kaporit lebih baik dari pada klorin karena dapat dengan cepat

mengendapkan lumpur sehingga air akan lebih bersih.

d. Caustic Soda (NaOH)

Berfungsi untuk mengatur pH air sungai karena pada sistem pembentukan

floc dibutuhkan kondisi dengan pH 5,5 s.d 6,2. Dosis yang digunakan adalah 2 s.d

5 ppm. Kondisi pH harus dijaga lebih dari 5,5 agar floc terbentuk dan pH harus

kecil dari 6,2 agar floc yang terbentuk tadi tidak akan pecah lagi. Flocculator juga

dilengkapi dengan pengaduk yang berfungsi menghomogenkan air sungai dan

bahan kimia yang telah diinjeksikan tersebut.

2.5. Clarifier

Clarifier terbuat dari beton yang berdiameter dan dilengkapi dengan

pengaduk. Pada clarifier air terdiri dari flocculator dipisahkan floc-floc nya

dengan cara pengendapan yang disertai dengan pengadukan berputaran rendah.

Hal ini berfungsi untuk membentuk floc (gumpalan) dari partikel yang berukuran

kecil.

Selama proses clarification, dihilangkan juga water hardness ( air keras)

yaitu garam kalsium dan magnesium yang larut dalam air. Hardness dapat

dikurangi dengan jalan mereaksikan zat- zat kimia yang akan mengendapkan

hardness tersebut. Air bersih hasil pengendapan dipisahkan melalui over flow di

bibir clarifier dan endapannya dibuang ( blowdown) melalui bagian bawah

clarifier. Kualitas air pada clarifier dapat dikontrol di outlet clarifier dengan

parameter pH antara 5,5 s.d 6,2 kadar chlorine 0,3 s.d 1,5 ppm dan turbidity

kurang dari 5 ppm.

2.6. Clear well

Clear well terbuat dari baja yang berdiameter dan mempunyai tinggi

tertentu. Air yang keluar dari clarifier dikirim ke clear well yang berfungsi

sebagai penampung air dalam jumlah banyak sebelum di pompakan ke unit sand

filter. Di clear well air dijaga pH nya dengan menyuntikkan NaOH (caustic soda).

2.7. Sand Filter

Dari clear well, air disaring di sand filter yang bertujuan memisahkan

kotoran halus yang terdapat dalam air bersih dan mengurangi ion nitrat ataupun

nitrit yang tidak terendapkan pada flocculator. Untuk melihat indikasi sand filter

telah menurun dapat dimonitoring dengan pressure drop. Untuk mengeluarkan

kotoran yang tertahan pada saat operasi maka dilakukan backwash. Air yang

keluar dari sand filter diharapkan mempunyai turbidity maksimum 1 ppm.

2.8. Filtered Water Storage Tank

Air hasil proses di sand filter ditampung di filtered water storage tank

kualitas yang diharapkan ada pada air hasil pengolahan.

2.9. Proses Water treatment

2.9.1. Proses secara umum

Water treatment merupakan unit yang berguna dalam pembersihan air dari

air kotor menjadi air bersih, yaitu dengan cara proses klarifikasi yaitu proses

penghilangan suspended solid. Proses tersebut dapat berjalan dengan 3 proses

yaitu :

2.9.1.1. Proses koagulasi

Yaitu partikel koloid yang bermuatan sama dinetralisir melalui koagulan.

Reaksi :

Al2SO4 + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4

Tahap – tahap koagulasi:

a. Rapid mixing , yaitu adanya tumbukan menjadi netralisasi sempurna

distribusi koagulan merata.

b. Netralisasi muatan

c. Tumbukan partikel

2.9.1.2. Proses flokulasi

Yaitu suatu mekanisme dimana flok kecil yang sudah terbentuk dalam

proses koagulasi tadi melalui suatu media flokulan digabungkan menjadi flok

yang lebih besar sehingga cukup berat untuk bisa mengendap. Di dalamnya juga

terdapat rantai yang panjang dan banyak cabangnya yang berguna sebagai

jembatan penghubung. Hal yang dapat menyebabkan putusnya rantai tersebut

adalah pengadukan yang cepat (rapid mixing). Faktor lain yang dapat

mengganggu adalah kondisi tingkat keasaman lingkungan sekitarnya sehingga

perlu menginjeksikan chemical’s NaOH sebagai pH adjuster.

2.9.1.3 Sedimentasi

Dasar teori yang dipakai untuk proses sedimentasi adalah hukum stoke,

yaitu floks yang besar tersebut mengalami pengendapan.

Faktor yang mempengaruhinya adalah :

a. Dosis koagulan dan flokulan.

b. Mixing, pH, temperatur, warna air baku

c. Level interface dan blowndown lumpur di klarifier.

Air baku kotor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua,yaitu :

1. Tak larut (suspended)

Contohnya adalah yang mengandung O2, CO2 dan H15 .Hal tersebut dapat

diatasi dengan cara :

a. klarifikasi,yaitu dengan mixer dengan kecepatan tinggi.

b. filtrasi

2. Terlarut (disolved)

a. solftenery

b. demineralisasi

2.9.2. Proses secara khusus :

1. Air baku yang berasal dari sungai disebut dengan raw water intake yang

dipompa melalui unit RPA untuk diproses lebih lanjut ke unit operasi water

treating plant.

2. Raw water intake masuk melalui bagian bawah clarifier.

3. Setelah itu air melalui wilayah yang disebut dengan sand filter untuk

mendapatkan perlakuan penyaringan atau filtrasi dengan menggunakan pasir

(sand), koral (gravel) dan antrasit yang berfungsi untuk menghilangkan atau

mereduksi zat tersuspensi yang terikut didalam air umpan. Secara periodik

(24 jam) saringan harus di backwash untuk menghilangkan flok yang

tertangkap selama filtrasi di permukaan filter.

4. Air yang keluar (yang merupakan air bersih) dari sand filter kemudian

dipompakan ke tanki pengumpul (storage tank).

5. Untuk menjaga agar pH air bersih tersebut on specification (7,5 – 8,5) maka

diinjeksikan NaOH liquid.

6. Didalam storage tank terdapat juga kation exchanger (H2SO4), anion

exchanger (NaOH), dan mix bed (H2SO4 + NaOH).

7. Kemudian didapatkanlah treat water atau air bersih yang telah dapat untuk

didistribusikan.

2.10. Karbon Aktif

Karbon aktif adalah karbon yang di proses sedemikian rupa sehingga pori

– porinya terbuka, dan dengan demikian akan mempunyai daya serap yang tinggi.

Karbon aktif merupakkan karbon yang bebas serta memiliki permukaan dalam

(internal surface), sehingga mempunyai daya serap yang baik. Keaktifan daya

menyerap dari karbon aktif ini tergantung dari jumlah senyawa kabonnya yang

berkisar antara 85 % sampai 95% karbon bebas.

Karbon aktif yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak terasa dan

mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kabon aktif

yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas,

yaitu memiliki luas antara 300 sampai 2000 m/gram. Karbon aktif ini mempunyai

dua bentuk sesuai ukuran butirannya, yaitu karbon aktif bubuk dan karbon aktif

granular (butiran). Karbon aktif bubuk ukuran diameter butirannya kurang dari

atau sama dengan 325 mesh. Sedangkan karbon aktif granular ukuran diameter

butirannya lebih besar dari 325 mesh.

Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi

dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-

porinya terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi lebih tinggi

terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif mengandung 5 sampai 15 persen air, 2

sampai 3 persen abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon aktif berbentuk amorf

terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara

kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap

sudutnya. Pelat-pelat tersebut bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk

kristal-kristal dengan sisa hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang

tertinggal pada permukaannya.

Bahan baku karbon aktif dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya

dan bahan hewani. Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung kelapa

mempunyai daya serap tinggi, karena arang ini berpori-pori dengan diameter yang

kecil, sehingga mempunyai internal yang luas. Luas permukaan arang adalah 2 x

104 cm2 per gram, tetapi sesudah pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai

luas sebesar 5 x 106 sampai 15 x 107cm2 per gram . Ada 2 tahap utama proses

pembuatan karbon aktif yakni proses karbonasi dan proses aktifasi. Dijelaskan

bahwa secara umum proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku

tanpa adanya udara sampai temperatur yang cukup tinggi untuk mengeringkan dan

menguapkan senyawa dalam karbon. Pada proses ini terjadi dekomposisi termal

dari bahan yang mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non karbonnya.

Proses aktifasi bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter

pori setelah mengalami proses karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan.

Pada umumnya karbon aktif dapat di aktifasi dengan 2 (dua) cara, yaitu

dengan cara aktifasi kimia dan aktifasi fisika.

 1. Aktifasi kimia

Arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi sebelum

dipanaskan. Pada proses aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi

selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 – 9000C selama 1 – 2

jam. 

2. Aktifasi fisika

Yaitu proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap air atau CO2 yang

dialirkan pada arang hasil karbonisasi. Proses ini biasanya berlangsung pada

temperatur 800 – 11000C.

  Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak

dengan karbon tersebut. Karbon Aktif digunakan untuk menjernihkan air,

pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator, dan berbagai macam

penggunaan lain. Selain di bidang pengolahan air, karbon aktif dapat digunakan di

berbagai industri seperti pengolahan/tambang emas dengan berbagai ukuran mesh

maupun iondine number. Juga digunakan untuk dinding partisi, penyegar kulkas,

vas bunga, dan ornamen meja.

Di balik legamnya, barang gosong itu ternyata sangat kaya manfaat.

Karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas, penyerap

logam, menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik maupun anorganik,

detergen, bau, senyawa phenol dan lain sebagainya. Pada saringan arang aktif ini

terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat - zat yang akan dihilangkan

oleh permukaan arang aktif, termasuk CaCO3 yang menyebabkan kesadahan.

Apabila seluruh permukaan arang aktif sudah jenuh, atau sudah tidak mampu lagi

menyerap maka kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi, sehingga arang

aktif harus diganti dengan arang aktif yang baru. 

Untuk mengurangi kesadahan (Hardness) pada air dapat digunakan filtrasi

(penyaringan) dengan media karbon aktif yang memiliki sifat kimia dan fisika, di

antaranya mampu menyerap zat organik maupun anorganik, dapat berlaku sebagai

penukar kation, dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi. Karbon aktif adalah

sejenis adsorben (penyerap), berwarna hitam, berbentuk granule, bulat, pellet

ataupun bubuk. Jenis karbon aktif tempurung kelapa ini sering digunakan dalam

proses penyerap rasa dan bau dari air, dan juga penghilang senyawa-senyawa

organik dalam air.

Air sadah adalah air yang mengandung ion Kalsium (Ca) dan Magnesium

(Mg). Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat, klorida, dan

hidrogenkarbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan garam karbonat atau

garam asamnya. Kesadahan merupakkan petunjuk kemampuan air untuk

membentuk busa apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan rendah,

air dapat membentuk busa apabila dicampur dengan sabun, sedangkan air yang

berkesadahan tinggi tidak akan membentuk busa.

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

Alat

1. Clifier

2. Sand filter

3. Batang pengaduk

4. pH meter

Bahan

1. Tawas

2. Aluminium Sulfat

3. Air Comberan 4500 ml

4. Air Rawa 4500 ml

3.2 Prosedur Percobaan

1. Persiapkan peralatan water treatment agar dapat digunakan.

2. Persiapkan air yang akan dimasukkan kedalam water treatment.

3. Analisa pH meter serta bagaimana kondisi air.

4. Masukkan air kedalam clarifier dengan pelan sampai zat pengotor dalam

air mengendap.

5. Aduk air dalam clarifier dengan pelan sampai zat pengototr dalam air

mengendap.

6. Uji pH meter pada air clarifier.

7. Masukkan air kedalam sand filter, sebelumnya ditimbang dulu air yang

akan dimasukkan.

8. Setelah air melalui sand filter, analisa bau, warna serta pH air tersebut.

9. Timbang berat air yang telah melalui sand filter.

10. Hitung % yield air tersebut.

11. Buat hasil gambar sebagai pembanding.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai

berkurang seiring dengan kenaikan pemakaian minyak, yaitu sejak tahun 1960.

Akan tetapi sejak terjadi krisis minyak tahun 1973 membuat banyak pihak

menyadari bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi

primer akan menyulitkan dalam pemenuhan pasokan energi yang kontinu.

Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan nilai batubara sebagai alternatif

sumber energi primer.

Dari segi kuantitas batubara jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Tetapi

tidak mungkin batubara dibakar seluruhnya dan diubah menjadi energi listrik,

karena sampah pembakaran yang membahayakan, yaitu melalui polutan CO2,

SO2, NOx dan CxHy. Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih

efektif dan efisien jika diambil hidrokarbon yang terdapat di dalam batubara atau

dikonversi menjadi migas sintetis. Dua cara yang dipakai untuk mengekstrak

hidrokarbon pada batubara adalah likuifikasi dan gasifikasi batubara. Karakteristik

batubara yang umumnya di kenal adalah batubara Eosen umumnya berwarna

hitam dan kilap gelap yaitu jenis batubara dari kelas sub bituminus, bituminus dan

antrasit dengan kadar kalori yang berturut-turut semakin tinggi. Sedangkan

Batubara Miosen sebagian besar berupa lignit atau batubara coklat, sangat lunak,

kadar air tinggi, kadar debu rendah, dan kadar kalori rendah. Dari segi aspek

fisika yang dapat dilihat dari batubara adalah rumus empiris dan juga densitas

relatif seperti tabel berikut.

Tabel. 1 Rumus Empiris Beberapa Jenis Batubara

1.2. Tujuan

1. Dapat mengetahui jenis dan kandungan batubara.

2. dapat mengetahui macam proses pengolahan batubara

3. Mengetahui hasil analisa produk dari proses pengolahan tersbut

1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik dari masing-masing jenis batubara

2. Bagaimana alur proses dari pengolahan batubara

3. bagaimana kualitas hasil dari kedua proses pengolahan tersebut

1.4. Hipotesa

Dari kedua proses pengolahan batubara tersebut, masing-masing proses

memiliki karakteristik produk yang berbeda disesuaikan kebutuhannya.

1.5. Manfaat

1. Dapat mengetahui karakteristik jenis batubara

2. Dapat mengetahui proses pengolahan batubara dan kondisi operasinya.

BAB II

Dasar Teori

2.1. Batubara dan Jenisnya

Batubara adalah batuan sedimen berwarna hitam atau coklat-hitam yang

mudah terbakar, sebagian besar terdiri dari karbon dan hidrokarbon.Batubara

merupakan sumber energi tak terbarukan karena butuh jutaan tahun untuk dapat

terbentuk. Energi dalam batubara berasal dari energi yang disimpan oleh

tumbuhan yang hidup ratusan juta tahun yang lalu, ketika sebagian Bumi ditutupi

oleh hutan rawa.

Gambar 1. Proses Pembentukan Batubara

1. Sebelum masa dinosaurus, banyak tanaman besar yang mati di rawa-rawa.

2. Selama jutaan tahun, tanaman tersebut tertimbun di bawah air dan lumpur.

3. Panas dan tekanan mengubah tanaman tadi menjadi batubara.

Selama jutaan tahun, lapisan tanaman yang mati di dasar rawa-rawa

ditutupi oleh lapisan air dan lumpur, memerangkap energi dari tanaman yang telah

mati tersebut. Panas dan tekanan dari lapisan atas membuat sisa-sisa tanaman tadi

berubah menjadi apa yang sekarang kita sebut sebagai batubara.

Jenis-jenis Batubara

Batubara diklasifikasikan menjadi empat jenis utama, bersarkan peringkatnya

(antrasit, bitumen, subbitumen, dan lignit), tergantung pada jumlah dan jenis

karbon yang terkandung dan jumlah energi panas yang dapat dihasilkan. Peringkat

deposit batubara tergantung pada tekanan dan panas yang menimpa pada sisa-sisa

tanaman dimana mereka tenggelam semakin dalam selama jutaan tahun. Peringkat

yang lebih tinggi dari batubara mengandung lebih banyak energi panas yang dapat

dihasilkan.

1. Antrasit 

Mengandung karbon 86-97%, dan umumnya memiliki nilai panas sedikit

lebih tinggi daripada batubara bitumen.

2. Bitumen

 Mengandung karbon 45-86%. Bitumen dibentuk di bawah panas dan tekanan

tinggi. Bitumen digunakan untuk menghasilkan listrik dan merupakan bahan

bakar penting dan bahan baku untuk industri baja dan besi.

3. Subbitumen  

Memiliki nilai kalor lebih rendah daripada batubara bitumen. Batubara

Subbitumen pada umumnya mengandung karbon 35-45%.

4. Lignit 

Adalah peringkat terendah dari batubara, dengan kandungan energi terendah.

Cadangan Batubara Lignit cenderung merupakan cadangan batubara yang relatif

muda, yang tidak mengalami panas atau tekanan yang ekstrim dan mengandung

25% - 35% karbon. Lignit terutama dibakar di pembangkit listrik untuk

menghasilkan listrik.

2.2. Proses Pengolahan

a. Likuifikasi Hidrokarbon Pada Batubara

Likuifikasi dilakukan dengan melarutkan zat-zat yang diduga sebagai agen

penyimpan energi yang terdapat pada sampel batubara. Pelarut yang dipilih adalah

mewakili tingkat kepolaran dari masing-masing tingkatan. Jenis kepolarannya

adalah berturut-turut, polar dan semi-polar.

Tabel 2. Ukuran Sampel Batubara untuk Dilikuifaksi

b. Gasifikasi Hidrokarbon Pada Batubara

Gasifikasi dalam penelitian ini adalah metode pemanasan batubara sampai

suatu derajat pemanasan tertentu. ketika proses mulai mengeluarkan berbagai

jenis gas yang terdapat di dalam batubara, gas yang dihasilkan ini kemudian

ditampung dalam wadah yang telah disiapkan. Pengambilan data dari proses

gasifikasi secara umum dikenal dengan sebutan gasifikasi tanpa filtrasi yaitu

proses pemanasan langsung batubara tanpa diawali tahap pencucian batubara.

BAB III

Pembahasan

Teknologi gasifikasi.

Proses gasifikasi didefinisikan sebagai sautu proses untuk mengubah

bahan-bahan non gas, misalnya cairan atau padatan, menjadi gas. Namun proses

gasifikasi di sini lebih diartikan sebagai sebuah proses untuk membentuk gas

sintesis atau syngas, yaitu gas-gas utamanya terdiri dari CO dan H2. Proses

gasifikasi adalah proses yang sangat ramah lingkungan, membentuk polusi yang

sangat minim walaupun untuk mengolah bahan-bahan yang sangat “kotor”

misalnya batubara dengan kandungan sulfur tinggi. Gasifikasi juga mampu

mengurangi sejumlah besar volume padatan, dengan membentuk produk samping

yang ramah lingkungan, sebagai contoh adalah pembentukan slag dari bahan-

bahan anorganik yang terdapat dalam umpan.

Dalam proses gasifikasi batubara untuk menghasilkan syngas, batubara

dipanaskan sampai suhu yang tinggi bersama-sama dengan uap air dan oksigen

murni. Terjadi dua reaksi yaitu oksidasi parsial (persamaan 3) yang bersifat

eksotermis dan menjadi sumber panas yang dibutuhkan untuk rekasi selanjutnya

yaitu reaksi pirolisis (persamaan 4-6) yang bersifat endotermis.

CnHm + (2n) O2 → nCO + (m/2) H2

CO2 + C → 2CO

C + H2O → CO + H2

CO + H2O → CO2 + H2

Di samping produk di atas, ada juga produk lain seperti CH4, HCl, HF,

NH3 dan HCN dalam jumlah yang sedikit. H2S juga terbentuk dengan jumlah

tergantung dari kandungan sulfur dalam batubara.

Ada tiga klasifikasi alat gasifikasi yaitu tipe unggun tetap, unggun

terfluidakan dan entrained flow. Untuk tipe unggun tetap, seperti pada British Gas

Lurgi, bahan baku (batubara) diumpankan ke gasifier melalui bagian atas, sedang

uap air dan oksigen diumpankan melalui bagian bawah. Setelah umpan

dikonsumsi, bahan-bahan anorganik meleleh dan dikeluarkan melalui bagian

bawah, sedang syngas keluar melalui bagian atas. Untuk tipe unggun terfluidakan

(British Coal Gasifier), bahan baku (batubara) diumpankan bersama dengan uap

air dan oksigen melalui bagian bawah gasifier, produk syngas dikeluarkan dari

bagian atas sedang produk samping berupa slag bahan-bahan anorganik

dikeluarkan melalui bagian bawah. Untuk tipe entarined flow ( Texaco dan Shell

gasifier), batubara dibuat dalam bentuk slurry menggunakan air, diumpankan dari

bagian atas gasifier bersama-sama dengan oksigen. Slag dan syngas dikeluarkan

dari bagian bawah gasifier. Dari semua proses di atas, bahan-bahan organik dalam

umpan tergasifikasikan, sedang sisanya berupa bahan-bahan anorganik terlelehkan

menjadi bentuk slag, yang dapat digunakan untuk bahan dasar pengerasan jalan

raya atau untuk bahan bangunan.

Produk syngas melalui proses pemurnian untuk memisahkan gas dari

pengotornya. Misalnya kandungan jelaga dan partikulat, dipisahkan melalui

candle filter (pemisahan kering) atau melalui water scrubber (proses basah)

sebagai slurry. Dengan proses basah, juga akan menghilangkan kandungan klorida

yang mungkin terdapat dalam syngas.

Proses pemurnian selanjutnya adalah untuk menghilangkan kandungan

carbonyl sulfid (COS), yaitu dengan melewatkan syngas melalui reaktor hidrolisis

berkatalis (alumina aktif) unggun tetap yang akan meghidrolisa COS menjadi CO2

dan H2S serta HCN menjadi NH3 dan CO.

Untuk menghilangkan kandungan asam dan senyawa sulfur, digunakan

pelarut Rectisol atau Selexol. Rectisol menghilangkan semua komponen gas

bersifat asam sedangkan selexol lebih selktif pada senyawa sulfur. Cara lainnya

adalah melewatkan syngas melalui unit DGA (diglycolamine). Dalam proses ini,

DGA bereaksi dengan COS sesuai dengan reaksi berikut :

2R-NH2+COS → R-N-C-N-R+H2O+H2S↑

Pada persamaan di atas, R adalah HO-CH2-CH2-O-CH2-CH2- dan R-NH2

adalah DGA. Produk degradasi R-N-C-N-R dikonversikan lagi menjadi DGA

dalam reclaimer yang dioperasikan pada suhu kira-kira 190oC, dengan reaksi

sebagai berikut:

R-N-C-N-R + 2H2O → 2R-NH2 + CO2↑

DGA juga bisa mengurangi kandungan H2S dan CO2 sampai level yang

sangat rendah.

Konsep pengolahan bijih besi menjadi besi melalui teknologi gasifikasi

batubara dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian penghasil gas pereduksi melalui

gasifier dan bagian pereduksi bijih besi melalui tungku pereduksi seperti terlihat

pada gambar 2.

Pada bagian penghasil gas pereduksi, terdapat unit-unit pendukung di

antaranya unit pembersihan dan pengkondisian gas, serta unit pemisah udara.

Pada bagian pereduksi bijih besi terdapat unit-unit di antaranya sistem pemisahan

gas CO2 sebelum diumpankan ke sistem pemanasan gas pereduksi dan tungku

pereduksi sebagai umpan balik (recycle).

Tujuan utama bagian gasifikasi adalah untuk menghasilkan gas pereduksi

yang diinginkan dan sesuai dengan spesifikasi masukan (umpan) tungku

pereduksi bijih besi menggunakan batubara sebagai bahan bakunya. Spesifikasi

umpan tungku pereduksi yang utama adalah kualitas gas pereduksi (rasio reduktan

dengan oksidan) yaitu (%H2 + %CO)/(%H2O + %CO2). Beberapa parameter

penting lainnya adalah rasio H2/CO, kandungan zat inert, kandungan sulfur,

kandungan jelaga/partikulat, serta suhu dan tekanan gas.

Pada tungku pereduksi, bijih besi dikonversikan menjadi DRI sama seperti

yang terjadi menggunakan gas alam. Sisa gas pereduksi yang keluar melalui

bagian atas tungku mengandung sejumah gas di antaranya adalah CO2 dan H2O,

gas inert serta sisa gas H2 dan CO yang tidak bereaksi. Bila gas tersebut

diumpankan balik ke tungku pereduksi maka harus dibersihkan melalui scrubber

dan alat pemisah CO2. Setelah tahap ini, gas yang akan diumpankan balik ini

dicampur dengan gas sintesis yang baru untuk bersama-sama diumpankan ke

tungku pereduksi. Namun sebelum diumpankan, gas harus dipanaskan terlebih

dahulu sampai 900oC, agar efisiensi pereduksian dapat dimaksimalkan.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa teknologi gasifikasi memberikan

alternatif proses pembentukan syngas dari bahan non gas alam sehingga

ketergantungan pabrik baja terhadap gas alam bisa dihindarkan dan juga teknologi

gasifikasi ramah terhadap lingkungan.

Hasil Pembakaran

Gambar 2. Hasil Pembakaran

Sebelum dilakukan penampungan dalam wadah, dilakukan uji bakar terhadap gas

yang dihasilkan dari proses gasifikasi. Tujuan dilakukan uji bakar adalah untuk

melihat tingkat flamebilitas dari gas yang dihasilkan.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Jenis batubara ada bituminus, subbituminus, antrasit dan lignit.

2. Proses pengolahan batubara ada dua yaitu gasifikasi dan likuifaksi.

3. Hasil gasifikasi diperoleh sejumlah gas hidrokarbon yang digunakan oleh

industri dan rumah tangga. Konsentrasi hidrokarbon paling tinggi adalah

metana, diikuti etana, propana, heksana plus, iso butana, iso pentana yang

juga berguna sebagai sumber energi.