OTK rev 1.docx

45
PEMANFAATAN METENAMINA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN SESUAI KONDISI PERTAMBANGAN MINYAK BUMI Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Laboratorium Unit Proses Disusun Oleh: Muhammad Dani 03111003033 Karina Mandasari 03111003036 Naufal Husnan Bakhtiar 03111003063 Aufa Fauzan Hidayat 03111003091 Khairunnas 03111003097 Dwi Sunu Permatahati 03111003098

Transcript of OTK rev 1.docx

Page 1: OTK rev 1.docx

PEMANFAATAN METENAMINA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA

KARBON DALAM LINGKUNGAN SESUAI KONDISI PERTAMBANGAN

MINYAK BUMI

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Laboratorium Unit Proses

Disusun Oleh:

Muhammad Dani 03111003033

Karina Mandasari 03111003036

Naufal Husnan Bakhtiar 03111003063

Aufa Fauzan Hidayat 03111003091

Khairunnas 03111003097

Dwi Sunu Permatahati 03111003098

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

Page 2: OTK rev 1.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kekuatan dan kesempatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah

mengenai “Pemanfaatan Metenamina Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon

Dalam Lingkungan Sesuai Kondisi Pertambangan Minyak Bumi”. Makalah ini

disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan data-data yang mendukung makalah.

Penghargaan dan rasa terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak

yang telah mendukung, membimbing dan membantu pembuatan makalah ini

hingga pada tahap finalisasi. Terkhusus kepada :

1. Kurniahadi selaku koordinator shift yang telah banyak memberikan bimbingan.

2. Rekan satu tim atas kerja sama dan koordinasi yang baik selama proses

penyusunan makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Penulis mengharapkan kritik dan

saran dari para penguji, sebagai bahan acuan untuk menciptakan makalah

selanjutnya yang lebih baik.

Inderalaya, 24 Oktober 2014

Penyusun

i

Page 3: OTK rev 1.docx

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.................................................................................................................. Latar

Belakang.................................................................................................1

1.2.................................................................................................................. Rum

usan Masalah...........................................................................................2

1.3.................................................................................................................. Batas

an Masalah..............................................................................................2

1.4.................................................................................................................. Tujua

n...............................................................................................................2

1.5.................................................................................................................. Manf

aat............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.................................................................................................................. Baja

Karbon....................................................................................................4

2.2.................................................................................................................. Imple

mentasi Korosi Pada Kilang Pengolahan Minyak..................................5

2.3.................................................................................................................. Inhib

itor...........................................................................................................7

2.4.................................................................................................................. Mete

namina.....................................................................................................12

2.5.................................................................................................................. Sifat

Fisik dan Kimia Metenamina..................................................................13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat.........................................................................................................18

3.2. Bahan.....................................................................................................18

3.3. Prosedur Percobaan................................................................................18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN

ii

Page 4: OTK rev 1.docx

4.1. Pengaruh pH Terhadap Kecepatan Korosi.............................................20

4.2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Korosi.........................................22

4.3. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Terhadap Kecepatan Korosi...............23

4.4. Efisiensi Inhibisi....................................................................................24

BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan............................................................................................27

5.2. Saran......................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA iii

iii

Page 5: OTK rev 1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korosi adalah suatu peristiwa degradasi material karena adanya reaksi

elektokimia dan pengaruh lingkungan. Peristiwa ini dapat menurunkan kualitas

dari material tersebut dan pada logam dapat berubah menjadi senyawa yang tidak

diinginkan. Korosi ini banyak terjadi di alat-alat proses dan sistem perpipaan pada

pabrik industri, seperti pada industri dan penambangan migas.

Pada industri dan penambangan migas, sistem yang sangat rentan terkena

korosi yaitu sistem perpipaan transportasi dan sumur produksi minyak mentah

dikarenakan adanya kandungan garam-garam anorganik, asam-asam organik

dengan berat molekul rendah, serta adanya gas CO2 dan H2S yang kadarnya

tergantung pada lokasi sumur minyak mentah.

Korosi yang menyebabkan kerusakan serius pada jaringan pipa baja

karbon yaitu korosi lokal, dan korosi pada bagian langit-langit pipa (top off line

corrosion). Jika penangan korosi ini tidak dilakukan dengan baik maka kerugian

yang harus ditanggung perusahaan saat besar, yaitu terhentinya proses produksi

akan kerusakan instalasi produksi, terjadinya kecelakaan atau terjadinya kebocoran

pada sistem intalasi produksi yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Di

Indonesia, sudah menganggarkan 1-1,5% dari GDP (Gross Domestic Production)

atau hampir triliun rupiah untuk menangani masalah korosi.

Salah cara yang digunakan untuk mengurangi laju korosi, khususnya baja

karbon dengan penambahan inhibitor guna melindungi pipa bagian dalam.

Inhibitor ini dapat menurunkan laju korosi dalam media agresif secara efisien

walau dalam jumlah yang sedikit. Senyawa yang mengandung atom N, P, O, S,

As3+ biasanya yang digunakan untuk inhibitor korosi. Inhibitor korosi salah satu

cara yang paling efisien dan ekonomis untuk penangan korosi pada sistem

perpipaan migas, karena akan membentuk lapisan pasif atau protektif yang akan

melindungi bagian internal pipa. Salah satu senyawa inhibitor korosi yaitu

1

Page 6: OTK rev 1.docx

metenamina. Metenamina adalah senyawa organik yang memiliki empat atom

nitrogen tersier, dan memiliki struktur

2

Page 7: OTK rev 1.docx

3

geometri trisiklo, sehingga senyawa ini diharapkan dapat teradsorpsi pada

permukan baja karbon. Secara ekonomis, harga metenamina relatif lebih murah

dibandingkan senyawa inhibitor yang lain.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana hubungan laju korosi terhadap pH sebelum dan setelah

penambahan metenamina dengan metode tafel?

2) Bagaimana hubungan laju korosi terhadap temperatur dan pH terkorosi

optimum sebelum dan sesudah penambahan metenamina pada metode tafel?

3) Bagaimana hubungan laju korosi pada pH dan temperatur optimum korosi

seiring peningkatan konsentrasi metenamina dengan metode tafel?

4) Bagaimana tingkat efisiensi inhibisi dari penggunaan inhibitor metenamina?

1.3. Batasan MasalahBatasan masalah pada makalah ini adalah pengaruh penambahan inhibitor

metenamina sebanyak 40 ppm terhadap kecepatan laju korosi pada pipa baja

karbon API 5L X65 dengan metode pengukuran tafel serta menghitung tingkat

efisiensi dari penggunaan inhibitor metenamina.

1.4. Tujuan

1) Untuk mengetahui hubungan laju korosi terhadap pH sebelum dan setelah

penambahan metenamina dengan metode tafel.

2) Untuk mengetahui hubungan laju korosi terhadap temperatur dan pH terkorosi

optimum sebelum dan sesudah penambahan metenamina dengan metode tafel.

3) Untuk mengetahui hubungan laju korosi pada pH dan temperatur optimum

korosi seiring peningkatan konsentrasi metenamina dengan metode tafel.

4) Untuk mengetahui tingkat efisiensi inhibisi dari penggunaan inhibitor

metenamina

1.5. Manfaat

1) Dengan memperlajari inhibitor metenamina, penulis mendapat wawasan

mengenai senyawa inhibitor yang dapat mengurangi laju korosi.

Page 8: OTK rev 1.docx

4

2) Dengan mempelajari temperature, pH, dan konsentasi metenamina dalam laju

korosi, penulis dapat mengetahui keefektifan metenamina dalam mengurangi

laju korosi pada baja karbon.

Page 9: OTK rev 1.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antara Fe dan C dengan kadar C sampai

2,14%. Sifat- sifat mekanik baja karbon tergantung dari kadar C yang

dikandungnya. Setiap baja termasuk baja karbon sebenarnya adalah paduan multi

komponen yang disamping Fe selalu mengandung unsur-unsur lain seperti Mn, Si,

S, P, N, H, yang dapat mempengaruhi sifat-sifatnya. Baja karbon dapat

diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut kadar karbon yang dikandungnya,

yaitu baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,25 %, baja karbon

sedang mengandung 0,25 – 0,6 % karbon, dan baja karbon tinggi mengandung 0,6

– 1,4 % karbon.

Dalam pengaplikasiannya baja karbon sering digunakan sebagai bahan

baku untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen mesin, struktur bangunan,

dan lain sebagainya. Menurut pendefenisian ASM handbook vol.1:148, baja

karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia

karbon dalam baja yakni sebagai berikut :

2.1.1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon

dalam sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki

ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan

ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan sebagai bahan

baku untuk pembuatan komponen struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi

mobil, dan lain-lainya.

2.1.2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)

Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kandungan

karbon pada besi sebesar 0,3% C – 0,59% C. Baja karbon ini memiliki kelebihan

bila dibandingkan dengan baja karbon rendah, baja karbon sedang memiliki sifat

mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja

5

Page 10: OTK rev 1.docx

karbon rendah. Besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam besi

memungkinkan baja untuk dapat dikeraskan dengan memberikan perlakuan panas

6

Page 11: OTK rev 1.docx

7

(heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang biasanya digunakan untuk

pembuatan poros, rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan komponen mesin

lainnya.

2.1.3. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon

sebesar 0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas,

kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat tinggi akan tetapi memiliki keuletan

yang lebih rendah sehingga baja karbon ini menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi

ini sulit diberi perlakuan panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya, hal ini

dikarenakan baja karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi

sehingga tidak akan memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses

pengerasan permukaan. Dalam pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak

digunakan dalam pembuatan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan

kikir, pisau cukur, dan sebagainya.

2.2. Implementasi Korosi pada Kilang Pengolahan Minyak

Korosi adalah perusakan logam karena adanya reaksi kimia atau elektro

kimia atara logam dengan lingkungannya. Adapun lingkungan yang dimaksud

adalah dapat berupa larutan asam, air dan uap yang masing masing mempunyai

daya hantar listrik yang berbeda beda. Perusakan logam yang dimaksud adalah

berkurangnya nilai logam baik dari segi ekonomis, maupun teknis.

Masalah korosi di kilang pengolahan minyak menjadi sangat rumit dan

parah karena proses yang rumit dan sangat bervariasi diantara kilang tergantung

pada minyak mentah yang diproses, jenis proses yang digunakan, jenis katalis

yang dipakai dan jenis produk yang diinginkan.

Secara ideal korosi dapat dicegah dengan menghilangkan kondisi korosif,

namun di kilang pengolahan, hal ini tidak mungkin dilakukan sehingga yang dapat

dilakukan adalah memilih material yang tepat dan menggunakan berbagai teknik

pengendalian korosi. Logam yang berbeda memiliki tingkat korosivitas yang

berbeda dan akan terserang korosi dengan bentuk yang berbeda. Serangan dapat

berupa korosi merata yang menyerang seluruh permukaan. Korosi dapat terbentuk

disekitar sambungan dua logam yang berbeda. Logam dapat mengalami serangan

Page 12: OTK rev 1.docx

8

yang sangat terlokalisasi oleh sumuran (pitting). Kekuatan logam dapat dirusak

oleh retak yang disebabkan korosi. Korosi dapat juga terjadi pada celah, di bawah

gasket atau di dalam soket. Korosi dapat juga menyebabkan penghilangan satu

unsur paduan dan menyebabkan penurunan kekuatan paduan tersebut.

2.2.1. Tempat-Tempat terjadinya Korosi pada Produksi Minyak

2.2.1.1. Down Hole Corrosion

High Fluid level pada jenis pompa angguk di sumur minyak dapat

menyebabkan terjadinya stress pada rod bahkan dapat pula terjadi corrosion

fatigue.Pompa harus dapat tahan terhadap sifat-sifat korosi dari fluida yang

diproduksi dan tahan pula terhadap sifat abrasi.

2.2.1.2. Flowing Well

Anulus dapat pula digunakan untuk mengalirkan inhibitor ke dasar tubing

dan memberikan proteksi pada tabung dari kemungkinan bahaya korosi. Pelapisan

dengan plastik dan memberikan inhibitor untuk proteksi tubing dapat pula

digunakan pada internal tubeing surface.

2.2.1.3. Casing Corrosin

Casing yang terdapat di sumur-sumur produksi bervariasi dari yang besar

sampai yang consentric acid. Diperlukan perlindungan katiodik untuk external

casing. Korosi internal casing tergantung dari komposisi annular fluid.

2.2.1.4 Well Heads

Peralatan dari well heads, terutama pada well gas tekanan tinggi, sering

mengalami korosi yang disebabkan oleh kecepatan tinggi dan adanya turbulensi

dari gas.

2.2.2. Pengendalian Korosi Pada Industri Minyak Bumi

Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terdiri dari Karbon

(83-87%), Hidrogen (11-14%), Nitrogen (0,2-0,5%), Sulfur (0-6%), dan Oksigen

(0-3,5%). Proses produksi minyak dari formasi tersebut mempunyai kandungan air

yang sangat besar, bahkan bisa mencapai kadar lebih dari 90%. Selain air, juga

terdapat komponen-komponen lain berupa pasir, garam-garam mineral, aspal, gas

CO2 dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama minyak ini

menimbulkan permasalahan tersendiri pada proses produksi minyak bumi. Air

Page 13: OTK rev 1.docx

9

yang terdapat dalam jumlah besar sebagian dapat menimbulkan emulsi dengan

minyak akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan.

Hal penting lainnya adalah adanya gas CO2 dan H2S yang dapar

menyebabkan korosi dan mengakibatkan kerusakan pada casing, tubing, sistem

perpipaan dan surface fasilitis. Sementara itu, ion-ion yang larut dalam air seperti

kalsium, karbonat, dan sulfat dapat membentuk kerak (scale). Scale dapat

menyebabkan pressure drop karena terjadinya penyempitan pada sistem

perpipaan, tubing, dan casing sehingga dapat menurunkan produksi. Hal ini akan

menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang

lain pada permukaan metal. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu:

1) Korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2

dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air

akan membentuk asam yangmerupakan penyebab korosi.

2) Korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari

sistem perpipaan dan peralatan, baik Metanayang kontak dengan udara

bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara

dari tanah.

2.3. Inhibitor

Inhibitor adalah zat yang menghambat atau menurunkan laju reaksi kimia.

Sifat inhibitor berlawanan dengan katalis, yang mempercepat laju reaksi. Inhibitor

korosi adalah zat yang dapat mencegah atau memperlambat korosi logam.

Inhibitor korosi sendiri didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan

dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi

lingkungan terhadap logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari

satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk

membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa

molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan

yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan

menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang

menghilangkan konstituen yang agresif. Syarat-syarat inhibitor korosi yang baik:

1) harus murah,

Page 14: OTK rev 1.docx

10

2) Tidak beracun,

3) aman bagi lingkungan, dan

4) tersedia di alam

Dewasa ini terdapat 6 jenis inhibitor, yaitu inhibitor yang memberikan

pasivasi anodik, pasivasi katodik, inhibitor ohmik, inhibitor organik, inhibitor

pengendapan, dan inhibitor fasa uap. Pembahasan mengenai kimia dari inhibitor

korosi dapat menyangkut sifat dari inhibitor, interaksi inhibitor dengan berbagai

lingkungan yang agresif serta pengaruhnya terhadap proses korosi.

2.3.1. Mekanisme Kerja Inhibitor Korosi

Suatu inhibitor kimia adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau

memperlambat suatu reaksi kimia. Secara khusus, inhibitor korosi merupakan

suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan tertentu, dapat

menurunkan laju penyerangan lingkungan itu terhadap suatu logam. Pada

prakteknya, jumlah yang di tambahkan adalah sedikit, baik secara kontinu maupun

periodik menurut suatu selang waktu tertentu. Adapun mekanisme kerjanya dapat

dibedakan sebagai berikut:

1) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan

tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak

dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan

lingkungan terhadap logamnya.

2) Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat

mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta

melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak,

sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.

3) Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat

kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi

tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.

4) Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.

Berdasarkan sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor dapat

mempengaruhi polarisasi anodik dan katodik. Bila suatu sel korosi dapat dianggap

terdiri dari empat komponen yaitu: anoda, katoda, elektrolit dan penghantar

Page 15: OTK rev 1.docx

11

elektronik, maka inhibitor korosi memberikan kemungkinan menaikkan polarisasi

anodik, atau menaikkan polasisasi katodik atau menaikkan tahanan listrik dari

rangkaian melalui pembentukan endapan tipis pada permukaan logam.

Mekanisme ini dapat diamati melalui suatu kurva polarisasi yang diperoleh secara

eksperimentil.

2.3.2. Jenis – Jenis Inhibitor

Ada berbagai jenis Inhibitor yang dikenal, dan diklasifikasikan

berdasarkan bahan dasarnya, reaksi yang dihambat, serta mekanisme inhibisinya.

2.3.2.1. Menurut Bahan Dasarnya

1) Inhibitor Organik

Inhibitor ini menghambat korosi dengan cara teradsorpsi kimiawi

pada permukaan logam, melalui ikatan logam-heteroatom. Inhibitor ini

terbuat dari bahan organik. Contohnya adalah: gugus amine, tio, fosfo, dan

eter. Gugus amine biasa dipakai di sistem boiler. Inhibitor organik

tersusun atas unsur-unsur C, H, N, O, P, S.

2) Inhibitor Inorganik

Inhibitor anorganik bersifat sebagai inhibitor anodik karena

inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion negatif, yang berguna untuk

mengurangi korosi. Inhibitor ini bersifat toksik (racun). Contohnya

senyawa fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, tungstat, molibdat dan

arsenat. Senyawa ini juga dikatakan inorganik karena tidak memiliki atom

C dan H pada rumus senyawanya.

2.3.2.2. Menurut Reaksi yang Dihambat

1) Inhibitor katodik

Proses yang dihambat adalah reaksi reduksi. Molekul organik

netral teradsorpsi di permukaan logam, sehingga mengurangi akses ion

hidrogen menuju permukaan elektroda. Inhibitor katodik merupakan

kation yang bermigrasi ke permukaan katodik dan diendapkan secara

kimia atau elektrokimia dan mengisolasi permukaan ini, sehingga

menghalangi pembebasan gas hidrogen di permukaan katodik. Reaksi

katodik di lingkungan netral, adalah:

Page 16: OTK rev 1.docx

12

2H2O + O2 + 4e = 4OH-

Pada reaksi ini, inhibitor bereaksi dengan ion hidroksil menghasilkan

senyawa yang mengendap di permukaan katoda, sehingga menyelimuti

katoda dari elektrolit dan mencegah masuknya oksigen. Inhibitor yang

banyak digunakan untuk tipe ini adalah larutan garam seng dan

magnesium yang membentuk hidroksida tidak larut, kalsium yang

menghasilkan karbonat dan polifosfat. Reaksi katodik di lingkungan asam:

2H+ +2e = H2

Inhibitor katodik dibedakan menjadi:

a) Inhibitor racun

Inihibitor ini bersifat menghambat penggabungan atom-atom Had

menjadi molekul gas H2 di permukaan logam , dapat mengakibatkan

perapuhan hidrogen pada baja kekuatan tinggi, dan bersifat racun bagi

lingkungan dengan kata lain inhibitor jenis ini digunakan dengan hati-

hati. Contohnya: As2O3, Sb2O3.

b) Inhibitor presipitasi katodik

Inihibitor ini mengendapkan CaCO3, MgCO3, CaSO4, MgSO4 dari

dalam air. Contoh: ZnSO4 + dispersan.

c) Oxygen scavenger

Inihibitor ini mengikat O2 terlarut. Contohnya adalah

N2H4 (Hydrazine) + O2 → N2 + 2 H2O

2) Inhibitor Anodik

Inhibitor anodik adalah suatu anion bermigrasi ke permukaan

anodik dan membantu proses pasivasi selanjutnya dengan oksigen terlarut.

Inhibitor anodik dapat merupakan inhibitor anorganik seperti ortofosfat,

silikat, nitrit, kromat, dan benzoate. Inhibitor anorganik ini dapat

dibedakan menjadi:

a) inhibitor oksidator, seperti kromat dan nitrit

b) inhibitor non oksidator, seperti boraks, fosfat dan silikat

Page 17: OTK rev 1.docx

13

c) Inhibitor campuran, senyawa nitrit dan benzoate untuk radiator

automobile, senyawa kromat dan polifosfat sebagai inhibitor anodik dan

katodik.

2.3.2.3. Menurut Mekanisme (Cara Kerja) Inhibisi

1) Inhibitor Pasivator

Inhibitor ini menghambat korosi dengan cara menghambat reaksi

anodik melalui pembentukan lapisan pasif, sehingga merupakan inhibitor

berbahaya, bila jumlah yang ditambahkan tidak mencukupi. Inhibitor

Pasivator terdiri dari :

a) Inhibitor Pasivator Oksidator, misalnya: Cr2O72-, , CrO4

2-, ClO3-, ClO4

-.

b) Inhibitor Pasivator non oksidator, contohnya : ion metalat (vanadat,

ortovanadat, metavanadat), NO2-. Inhibitor vanadium dipakai di Unit

CO2 Removal Pabrik Ammonia, karena larutan Benfield yang bersifat

korosif.

c) Pembentuk senyawa tak larut misalnya: NaOH, Na3PO4, Na2HPO4,

Na2CO3, NaBO3.

2) Inhibitor Presipitasi

Inhibitor ini membentuk kompleks tak larut dengan logam atau

lingkungan sehingga menutup permukaan logam dan menghambat reaksi

anodik dan katodik. Contoh: Na3PO4, Na2HPO4.

3) Inhibitor Adsorpsi

Inhibitor yang teradsorpsi sehingga harus ada gugus aktif (gugus

heteroatom). Gugus ini akan teradsorpsi di permukaan logam. Contoh :

Senyawa asetilen, senyawa sulfur, senyawa amine dan senyawa aldehid.

2.3.2.4. Inhibitor Aman dan Inhibitor Berbahaya

1) Inhibitor aman (tidak berbahaya)

Inhibitor aman adalah inhibitor yang bila ditambahkan dalam

jumlah yang kurang (terlalu sedikit) dari konsentrasi kritisnya, tetap akan

mengurangi laju korosi. Inhibitor aman ini umumnya adalah inhibitor

katodik, contohnya adalah garam-garam seng dan magnesium, calcium,

dan polifosfat.

Page 18: OTK rev 1.docx

14

2) Inhibitor berbahaya

Inhibitor berbahaya adalah inhibitor yang apabila ditambahkan di

bawah harga kritis akan mengurangi daerah anodik, namun luas daerah

katodik tidak terpengaruh. Sehingga kebutuhan arus dari anoda yang masih

aktif bertambah hingga mencapai harga maksimum sedikit di bawah

konsentrasi kritis. Laju korosi di anoda-anoda yang aktif itu meningkat dan

memperhebat serangan korosi sumuran. Yang termasuk inhibitor

berbahaya adalah inhibitor anodik, contohnya adalah molibdat, silikat,

fosfat, borat, kromat, nitrit, dan nitrat.

2.4 Metenamina

Senyawa metenamina adalah senyawa organik yang memiliki empat atom

nitrogen tersier, dan memiliki struktur geometri trisiklo, sehingga dapat senyawa

ini dapat teradsorpsi pada permnukaan baja karbon secara fisisorpsi ataupun

kemisorpsi dan dapat melindungi logam dari proses korosi. Secara Ekonomis,

harga metenamina relative lebih murah dibandingkan dengan senyawa inhibitor

komersial yang telah ada. Studi mengenai daya inhibis senyawa metenamina

sangat jaran dipublikasi oleh para peniliti. Nama lain dari Metenamina ini adalah

Heksamina atau Hexamine. Berikut proses pembentukan struktur senyawa

heksamina:

Gambar 2.1. Pembentukan Heksamina

Heksametilena-Tetramine, lebih dikenal sebagai Heksamin, memiliki berbagai

aplikasi untuk berbagai industri. heksamina dapat berupa, kristal material serbuk,

padat, yang diproduksi mulai dari formaldehid dan amonia.

Heksamin banyak digunakan juga dalam berbagai bidang antara lain:

bidang kedokteran (bahan baku antiseptik), industri plastik (hardening), industri

karet (accelerator yaitu agar karet menjadi elastis), industri tekstil (shrink-

Page 19: OTK rev 1.docx

15

proofing agent dan untuk memperindah warna), foam manufacturing, industri serat

selulosa (menambah elastisitas), dan pada industri buah digunakan sebagai

fungisida pada tanaman jeruk untuk menjaga tanaman dari serangan jamur.

Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba. Bakteri Gram negatif dapat

dihambat dengan metenamin, kecuali Proteus. Kebutuhan heksamin terus

meningkat dari tahun ke tahun. Menurut BPS (2004 - 2010), impor heksamin

Indonesia seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Impor Heksamin di Indonesia

Tahun Impor (Ton)

2007 349.123

2008 278.901

2009 183.391

2010 356.987

2011 546.645

(Sumber: BPS, 2004-2010)

2.5. Sifat Fisik dan Kimia Heksamina

Nama Resmi : Hexaminum

Nama Lain : Heksamina, Metenamina

Nama Trivial : Heksametilen-Tetramin

Rumus Molekul : C6H12N4

Berat Molekul : 140.19

Fase ; Padat

Bentuk : Kristal

Specific Gravity : 1,270 (25o)

Warna : Putih dan berkilauan

Titik Didih : 285-295 oC

Kelarutan :46.5 gr/100 gr air (25oC) ; 43,4 gr/100 gr air (70oC)

Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 125 ml etanol (95%) dan

dalam lebih kurang 10 bagian kloroform

Kemurnian : 99.93%

Impuritis : 0.07

Page 20: OTK rev 1.docx

16

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,

tidak berbau, rasa membakar, jika dipanaskan dalam suhu ±

260o menyubilm

Kondisi : Dalam suasana asam, metenamin terurai dan membebaskan

formaldehid yang bekerja, bekerja dengan baik pada pH

yang rendah

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Antiseptikum

Page 21: OTK rev 1.docx

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat yang digunakan

1) Sel elektrokimia

2) PGZ 301

3) Software VoltaLab4

4) Elektroda kalamel jenuh

3.2. Bahan-bahan yang digunakan

1) Baja karbon API 5L X65

2) Larutan buffer asetat

3) NaCl

4) Kerosin

5) Akuades

6) Aseton

7) Resin dan pengerasnya

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Tahap Preparasi Material

1) Baja karbon API 5L X65 sebagai elektroda kerja terlebih dahulu dipotong

dari pipa induk, kemudian dibubut secara silindris dengan panjang ± 4 cm

dan diameter 1,4 cm.

2) Baja karbon tersebut dibor dan kabel dimasukkan pada lubang yang telah

dibor.

3) Bungkus elektroda tersebut dengan mantel yang terbua dari resin sehingga

kontak dengan larutan uji hanya permukaan depannya dengan luas

paparan 1.5 cm2.

4) Sebelum digunakan sebagai elektroda kerja, sampel baja karbon diamplas

hingga halus.

5) Bilas baja karbon yang telah diamplas dengan air bidestilasi.

6) Bersihkan dengan aseton dan dikeringkan.

17

Page 22: OTK rev 1.docx

18

3.3.2. Tahap Pengujian

1) Elektroda kerja (WE) dipasang pada sel elektrokimia berhadapan dengan

elektroda bantu Pt dengan jarak ± 2.5 cm, sedangkan elektroda

pembanding pada posisi sembarang.

2) Masukkan larutan buffer asetat ke dalam sel elektrokimia.

3) Tambahkan 5 gram NaCl ke dalam sel elektrokimia lalu aduk dengan

stirrer pada putaran sedang.

4) Masukkan elektroda kalomel jenuh (SCE) sebagai elektroda pembanding

ke dalam sel dan larutan dijenuhkan dengan gas CO2 secara bubbling.

5) Masukkan sebanyak 50 ml kerosin yang telah dijenuhkan dengan gas CO2

ke dalam sel elektrokimia, sehingg dalam sel elektrokimia terdapat

campuran larutan elektrolit dan kerosin dengan perbandingan persen

volum 80:20.

6) Nyalakan potensiostat, lalu ukur polarisasi baja karbon dengan metode

polarisasi.

7) Olah data polarisasi dengan software Voltamaster hingga muncul

hubungan potensial sel terhadap arus di setiap saat pada layar monitor.

8) Lakukan pengukuran polarisasi sebanyak tiga kali.

9) Setelah pengujian selesai, bersihkan elektroda kerja dan haluskan kembali

dengan amplas.

10) Bilas dengan air bidestilasi dan bersihkan dengan aseton.

11) Setelah kering, masukkan kembali ke dalam sel elektrokimia untuk

dilakukan pengukuran dengan adanya inhibitor di dalam media.

Page 23: OTK rev 1.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil eksperimen yang telah dilakukan didapat data

sebagai berikut:

4.1. Pengaruh pH Terhadap Kecepatan Korosi

Gambar 4.1. Hubungan Ecorr terhadap peningkatan pH

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa semakin tinggi pH maka nilai dari Ecorr

akan semakin kearah negatif. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya arus oksidasi

pada permukaan baja karbon yang berdampak pada peningkatan reaksi oksidasi

besi pada proses anodik. Dengan meningkatnya arus oksidasi, aliran elektron dari

permukaan logam menuju larutan semakin cepat dan pada antarmuka terjadi reaksi

reduksi ion-ion H+ yang terdapat dalam larutan membentuk gas H2 pada proses

katodik. Adanya ion-ion asetat, CH3COO- dalam larutan memicu reaksi pelarutan

besi pada daerah anodik, sehinggaproses korosi baja karbon meningkat seiringan

dengan peningkatan pH dan mencapai maksimum pada pH sekitar 4.55. Di atas pH

4.55, potensial korosi menurun. Spesi-spesi yang terdapat dalam larutan uji adalah

CH3COOH, CH3COO-, Na+, H+ dan Cl-. Gas CO2 yang terlarut dalam media akan

bereaksi dengan air membentuk ion HCO3-. Pada pH rendah spesi yang dominan

adalah ion CH3COO- yang berasal dari garam dan asam lemahnya. Ion-ion tersebut

memiliki afinitas lebih kuat terhadap proton dibandingkan dengan ion HCO3-, atau

19

Page 24: OTK rev 1.docx

dengan kata lain, ion CH3COO- lebih reaktif dibandingakan ion HCO3- pada saat

kondisi pH rendah. Pada pH > 5 jumlah asam asetat lebih sedikit dibandingakan

20

Page 25: OTK rev 1.docx

21

dengan HCO3-. Akibatnya, peluang ion HCO3

- yang dapat bereaksi dengan ion-ion

Fe2+ membentuk FeCO3 di permukaan baja karbon semakin besar. Disamping itu,

produk reaksi ini tidak larut dalam air tetapi menempel pada permukaan baja

karbon membentuk lapisan pasif dan melindungi logam dari korosi lebih lanjut.

Pada pH < 5 laju korosi baja karbin dikendalikan oleh ion-ion CH3COO-. Hal ini

disebabkan ion asetat lebih mudah bereaksi dengan ion-ion Fe2+ pada permukaan

baja karbon yang akan membentuk Fe(CH3COO)2 yang larut dalam larutan uji, dan

produk ini tidak membentuk lapisan pelindung pada permukaan baja karbon

sehingga korosi baja karbon akan berlangsung sampai semua ion asetat habis

bereaksi.

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa penambahan metenamina

ke dalam larutan uji akan mengakibatkan berkurangnya laju korosi baja karbon.

Gambar 4.2. Hubungan laju korosi dan pH media dengan adanya penambahan metenamina 40

ppm

Pada pH 4.55 laju korosi baja karbon tanpa metenamina 40 ppm laju

korosi berkurang secara signifikan. Selain itu, juga potensial korosi bergeser ke

arah positif kemudian ke arah negatif dari sebelumnya. Pergeseran nilai potensial

tersebut disebabkan oleh adanya aktifitas metenamina. Jika dilihat dari

kecenderungan potensial korosi yang bererak kea rah positif lalu ke arah negatif,

maka reaksi yang dihambat adalah reaksi oksidasi besi pada situs katodik,

akibatnya arus korosi dari permukaan baja karbon ke dalam larutan makin kecil

yang berdampak menurunnya rekasi reduksi ion-ion H+ pada proses katodik. Nilai

potensial yang positif menunjukan bahwa transfer electron dari permukaan

elektroda ke larutan mengalami penghambatan.

Page 26: OTK rev 1.docx

22

4.2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Korosi

Untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon

dilakukan pada tekanan atmosfir dan pH tetap, yakni pada pH dengan tingkat

korosi maksimum sebesar 4.55. Komposisi media uji yang digunakan tidak

berbeda dengan pengukuran sebelumnya. Rentang suhu yang diuji adalah 299K

sampai 339K dengan selang 10 derajat. Pada pengujian ini lama paparan baja

karbon dalam media uji 30 menit.

Gambar 4.3. Pengaruh Suhu terhadap Laju Korosi Baja Karbon

Pada gambar 4.3 tampak bahwa laju korosi naik sejalan dengan

meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan oleh mobilitas ion-ion dalam larutan

makin tinggi yang berdampak pada serangan terhadap permukaan baja karbon

makin luas. Makin tinggi suhu media mengakibatkan kelarutan gas CO2 makin

rendah yang berdampak pada pembentukan ion HCO3- menurun, sehingga

pembentukan kerak Fe2CO3 yang dapat menutupi permukaan baja karbon

berkurang. Selain itu peningkatan suhu menyebabkan laju reaksi pada situs anoda

dan katoda meningkat. Di katoda laju reaksi H+ meningkat sejalan dengan

meningkatnya suhu, hal ini tentu dapat meningkatkan laju oksidasi logam di

anodik. Kenaikan suhu dapat juga mengakibatkan lapisan difusi Nerst berubah.

Lapisan Nerst adalah lapisan paling luar dari sistem antar muka logam-larutan.

Lapisan Nerst ini sangat labi terhadap perubahan suhu. Peningkatan suhu juga

menggeser potensial kearah lebih negatif. Nilai potensial korosi yang makin

negatif menunjukan meningkatnya aktifitas katodik atau meningkatnya reduksi

ion-ion H+ menjadi H2 yang berdampak pada peningkatan laju oksidasi atom-atom

Page 27: OTK rev 1.docx

23

besi di anodic, sehingga Fe2+ dalam larutan meningkan dan pembentukan

Fe(CH3COO)2 lebih dominan. Laju korosi berkurang dengan adaya metenamina 40

ppm dalam larutan uji.

Gambar 4.4. Pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon dengan dan tanpa adanya

metenamina

Penambahan metenamina ke dalam larutan uji berpengaruh terhadap

harga potensial korosi yang bergeser ke arah lebih negatif. Hal ini menunjukan

bahwa reaksi pada anodic mengalami hambatan dengan adanya metenamina,

sehingga laju pembentukan gas H2 dipermukaan logam atau pada situs katodik

tehambat. Laju korosi baja karbin dengan adanya inhibitor pada suhu yang

meningkat relatif beragam. Hal ini menunjukan kemampuan inhibisi metenamina

pada korosi baja karbin pada suhu tidak stabil. Peningkatan suhu menyebabkan

tingkat energi molekul pada permukaan logam mengalami persaingan antara gaya

adsorpsi dengan gaya desorpsi dari logam.

4.3. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada Kecepatan Korosi

Untuk mempelajari pengaruh konsentrasi metenamina terhadap laju

korosi baja karbon dilakukan dengan konsentrasi metenamina berturut-turut: 0, 20,

40, 60, 80, dan 100 (dalam ppm). Pengukuran dilakukan pada pH dan suhu dnegan

tingkat korosi maksimum yaitu pada pH 4.55 dan suhu 339K, durasi paparan

selama 30 menit.

Tabel 4.1. Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan korosi

MECORR

(mV)

Icorr

(mA/cm2)Ba(mV) Bc(mV) Vcorr(mm/thn)

0 -686,6 1,35593 55,2 114,0 15,86

Page 28: OTK rev 1.docx

24

MECORR

(mV)

Icorr

(mA/cm2)Ba(mV) Bc(mV) Vcorr(mm/thn)

20 -684,2 1,10351 45,3 87,4 12,91

40 -698,1 0,73980 60,4 98,2 8,65

60 -685,3 0,71633 40,7 74,7 8,38

80 -684,7 0,50044 45,0 82,0 5,85

100 -695,1 0,38576 51,4 65,1 4,51

Pada tabel 4.1 memperlihatkan penurunan laju korosi seiring dengan penambahan

konsentrasi metenamina. Nilai Icorr juga mengalami penurunan dengan

meningkatnya konsentrasi metenamina. Nilai potensial korosi yang bergerak ke

arah negatif dan positif menunjukan bahwa metenamina dapat menghambat reaksi

yang terjadi pada situs anodic maupun katodik. Nilai potensial korosi yang

semakin positif menunjukan bahwa metenamina dapat menginhibisi transfer

muatan dari baja karbon ke dalam larutan sehingga reaksi evolusi hidrogen pada

proses katodik dapat ditekan.

4.4. Efisiensi Inhibisi

Pada variasi pH dan suhu, konsentrasi metenamina yang ditambahkan

sebanyak 40 ppm, mengacu pada standar NACE. Menurut NACE, suatu inhibitor

dapat dinyatakan efektif jika penambahan inhibitor sebanyak 40 ppm dapat

menginhibisi korosi logam hingga 90% atau penambahan 80 ppm dengan tingkat

inhibisi korosi hingga 95%.

4.4.1. Hubungan efisiensi inhibisi dan pH

Nilai efisiensi inhibisi metenamina pada pH media yang divariasikan

disajikan dalam tabel 4.2. Nilai efisiensi inhibisi metenamina pada korosi baja

karbon mengalami penurunan dengan meningkatnya pH media. Dengan kata lain,

Page 29: OTK rev 1.docx

25

metenamina lebih berperan dalam menginhibisi korosi baja karbon paad pH

rendah.

Tabel 4.2. Hubungan pH dan Efisiensi inhibisi metenamina 40 ppm pada suhu kamar

pH Icorr blanko Icorr met 40 ppm %IE

3.06 0.169 0.053 68.59

3.50 0.175 0.059 66.29

3.94 0.215 0.094 56.48

4.55 0.292 0.136 53.34

5.03 0.240 0.154 36.07

Peningkatan pH media menurunkan kemampuan inhibisi korosi

metenamina pada baja karbon. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ion-ion

asetat, CH3COO- yang bereaksi dengan atom-atom besi membentuk senyawa

Fe(CH3COO)2. Reaksi ini akan berlangsung selama ion-ion asetat tersedia dalam

media, disamping itu produk reaksi larut dalam media sehingga proses korosi akan

berjalan terus. Selain itu, adanya ion-ion Cl- dalam media dapat mempercepat laju

korosi karena ion tersebut berperan sebagai katalis. Efisiensi inhibisi maksimum

yang dapat dicapai oleh metenamina adalah 68.59% pada pH 3.06. Dengan

demikian, metenamina memiliki potensi sebagai inhibitor korosi pada pH rendah

walaupun kurang efektif.

4.4.2. Hubungan efisiensi inhibisi dan suhu

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan laju korosi

disebabkan oleh meningkatnya kinetika ion-ion dalam larutan.

Tabel 4.3. Hubungan suhu dengan efisiensi metenamina pada pH 4.55 dan konsentrasi metenamina

40 ppm

T Icorr Blanko Icorr met 40 ppm %IE

299 0.295 0.138 53.22

Page 30: OTK rev 1.docx

26

309 0.211 0.122 42.07

T Icorr Blanko Icorr met 40 ppm %IE

319 0.242 0.149 38.23

329 0.941 0.552 41.41

339 1.222 0.648 46.95

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa efisiensi inhibisi maksimum yang

dapat dicapai oleh metenamina adalah 53.22% pada suhu 299K dan minimumnya

38.23% pada suhu 319K. Hal ini disebabkan meningkatnya energi molecular yang

menimbulkan lapisan inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan baja karbon

terlepas sehingga korosi baja karbon kurang dapat dikendalikan.

4.4.3. Hubungan efisiensi inhibisi dan konsentrasi metenamina

Tabel 4.4. Hubungan konsesntrasi dengan efisiensi inhibisi metenamina pada pH 4.55 dan suhu

339K

T Icorr %IE

0 1.356 -

20 1.103 18.62

40 0.739 45.44

60 0.716 47.17

80 0.500 63.09

100 0.385 71.55

Berdasarkan pengukuran, nilai efisiensi inhibisi maksimum yang dapat dicapai

oleh metenamina sebesar 71.55% untuk konsentrasi metenamina 100 ppm. Secara

umum nilai efisiensi inhibisi meningkat seriring dengan meningkatnya konsentrasi

inhibitor yang ditambahkan ke dalam media uji. Adanya ketidaksamaan nilai

Page 31: OTK rev 1.docx

27

efisiensi inhibisi pada kedua metode disebabkan oleh banyak faktor seperti

penyiapan permukaan baja karbon yang tidak seragam.

Page 32: OTK rev 1.docx

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Tingkat korosi yang maksimum terjadi pada saat kondisi pH 4.55 dan

penambahan inhibitor metenamina dapat menurunkan laju korosi pada baja

karbon API 5L X65.

2. Semakin tinggi suhu media uji semakin tinggi juga kecepatan korosi pada baja

karbon dan penambahan inhibitor metenamina dapat menurunkan laju korosi

pada baja karbon API 5L X65.

3. Semakin banyak jumlah metenamina yang ditambahkan maka semakin rendah

laju korosi dari baja karbon API 5L X65.

4. Tingkat efisiensi inhibisi metenamina adalah 71.55% yang berarti penggunaan

metenamina masih belum bisa dikatakan layak untuk digunakan secara

komersial.

5.2. Saran

Diharapkan ada kelanjutan dari riset ini mengenai kondisi paling optimum dalam penggunaan inhibitor metenamina pada perpipaan kilang minyak supaya penggunaan inhibitor metenamina dapat dikomersialkan.

28

Page 33: OTK rev 1.docx

DAFTAR PUSTAKA

Chodijah,Siti. 2008. Efektifitas Penggunaan Pelapis. [Online]

http://lib.ui.ac.id/file-?file=digital/124983-R040856Efektifitas%20penggu-

naan-Literatur.pdf (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Delimunther, IS. 2004. Kimia Dari Inhibitor Korosi.

http://repository.usu.ac-.id/bitstream/123456789/1345/1/tkimia-indra3.pdf

(Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Fujanita, Desi. 2010. Inhibitor. [Online]

https://www.scribd.com/doc/44932135-/Inhibitor (Diakses pada tanggal 21

Oktober 2014)

Rizki, Elva. 2013. Inhibitor Korosi. [Online] https://www.scribd.com/doc/14430-

4434/Inhibitor-Korosi (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Sukma, JA. Baja Karbon. [Online] http://eprints.undip.ac.id/41534/4/BAB_II.pdf

(Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Tyas. 2012. Daster Inhibitor Korosi. [Online]https://www.scribd.com/doc/11475-

5146/Daster-Inhibitor-Korosi (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)

Wahyuningsih A, Sunarya Y, dan Aisyah S. (2010). Metanamina Sebagai

Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Sesuai Kondisi

pertambangan Minyak Bumi. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. Volume 1.

iii