Laporan Pendahuluan Hiv
-
Upload
arifullah-tuwo -
Category
Documents
-
view
37 -
download
2
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Hiv
LAPORAN PENDAHULUAN
HIV/AIDS
A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
a. HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel – sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk limfosit yang disebut sel T-4 atau disebut juga sel CD-4.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa
dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang
mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu.
Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh
dan dapat menularkan orang lain.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau
aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melaluihubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah,jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selamakehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah
RNA (asam ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang
sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini
perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan
ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang
akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan
kemudian akan membentuk virus-virus baru.
Daur Hidup Hiv
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat
pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan
protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA
menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang
membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik
yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi
DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA
menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu,
pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat.
Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase
tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam
tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses
pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat
menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang
adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang
berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya
akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru.
Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk
yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang
dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah
peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat
tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya
akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk
protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein
fungsional yang berperan sebagai enzim.
b. AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan
virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan
waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat
berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau
menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena
sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini.
HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem
pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang
menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya
dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif
mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana
seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam
jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang
akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri
yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena
rusaknya sistem imun tubuh.
Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan
untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya.
Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim
yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk
berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan
inhibitor yang nantinya akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut
dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.
c. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini
pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis
pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984
mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada
tahun 1986 nama firusdirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA.
Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target
virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus
dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup
lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus
dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat
dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris
tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce
transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas
lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan
dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus
sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti
eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif
resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah
mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit,
makrotag dan sel glia jaringan otak.
1. Masa Inkubasi Aids
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan
gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama
dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi
penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV.
Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan
sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow
periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi
untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai
cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi
yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-
gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi
pada fase inkubasi ini.
2. Cara Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada
penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang
membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan
tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV
sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum
yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan
kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh
yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau
servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus
HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui
adalah melalui :
a) Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual
maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV
yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan
semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan
dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan
seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada
penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan
seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang
yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi
virus HIV.
(1) Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur
antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual
dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi
mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari
seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan
mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali
mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
(2) Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama
melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan
penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif
baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.
b) Transmisi Non Seksual
(1) Transmisi parentral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya
pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama.
Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih
dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang
dari 1%. Transmisi melalui transfusi atau produk darah
terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985.
Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara
barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat
trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
(2) Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan
dengan resiko rendah.
Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita
HIV+ :
1. Air liur / air ludah / saliva
2. Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
3. Air mata
4. Air keringat
5. Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
d. Patofisiologi
HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa
genetic dalam RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA
( Deoxiribonukleat acid). Virions HIV( partikel virus yang
lengkap dibungkus oleh selubung pelindung ) mengandung RNA
dalam inti bentuk peluru yang terpancing dimana P24 merupakan
komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol lewat
dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41.
bagian yang secara selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + )
adalah gp 120 dari HIV. Sel Cd4 mencakup monosit, makrofag dan
limfosit T4 helper ( yang dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan
infeksi HIV), limfosit T4 helper merupakan sel terbanyak, sesudah
terikat dengan membrane sel T4 helper HIV akan menginjeksikan dua
utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan
pemograman ulang materi genetic sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-strandet DNA ( DNA utas gonad. DNA akan
disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi
permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel
yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan
antigen, mitogen sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk
gen virus seperti : cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus,
Herpes simplek atau hepatic, akibatnya sel T4 yang terinfeksi
diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4 dapt
dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan
menginfeksi sel Cd4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung
persisiten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna,
tetapi sel ini menjadi reservoir HIV sehingga virus dapat bersembunyi
dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh lewat system ini
dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini
mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada infeksi HIV
lebih aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan
sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan populasi sel
Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn over) tiap 15 hari
sekali.
Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang
yang terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang
terperangi melawan infeksi HIV lain, reproduksi HIV akan
alambat. Reproduksi HIV akan dipercepat kalau penderita sedang
menghadapi infeksi lain/ system imun terstimulasi. Reaksi ini dapat
menjelaskan periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita yang
terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon
imun, limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody, menstimulasi
limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan tubuh terhadap
infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit
akan berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit seirus.
Injeksi dan melignasi timbul akibat gangguan system imun (infeksi
oportunistik).
e. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang
ditemui pada penderita AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati,
karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di
Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau
tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada
seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang
mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda
penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer
akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti
flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan,
diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy,
pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum
adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis,
kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa
seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit
kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan
bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan
gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh
selama lebih dari 3 bulan.
f. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan
untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a) Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor
pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi
imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human Immunodeficiency
Virus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV
mungkin positif
2. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3. Tes Lainnya
1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
5) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru
4. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi
virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan
di Afrikayang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan
persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu,
hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi
fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS,
menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka
ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.
[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah
yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus
selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan
pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV
pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urinpasien.
Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya
antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa
dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahu serokonversi dan
hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi
antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode
tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV,
tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
g. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah
terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan
dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin
dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan
seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang
tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka terpinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian
infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS
yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosine
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
- Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun.
2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan
sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
h. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam,
paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi
sistemik, dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan
Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan
dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi,
obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
6. Sensori
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek
kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus pengkajian
Pengkajian umum pasien AIDS
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernafasan.
b. Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama
pada cedera.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume
nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas ego
Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
d. Eliminasi
Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa
disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare
pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
e. Makanan/cairan
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan
berat badan yang progresif.
Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya
bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
adanya selaput puih dan perubahan warna, edema.
f. Hygiene
Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih.
Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas
perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan
pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau
mental sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid,
ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis.Hemoragi retina dan eksudat.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit
kepala, nyeri dada pleuritis.
Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri
tekan. Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang,
gerak otot melindungi yang sakit.
i. Pernapasan
Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif.
Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif
sputum. Bendungan atau sesak pada dada.
Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
j. Keamanan
Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan, luka yang lambat
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau
berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap
lanjut. Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu
intermitetn/memuncak; berkeringat malam.
Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola
warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul,
pelebaran kelenjar linfe pada dua area tubuh/lebih (leher, ketiak,
paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan otot, perubahan pada
gaya berjalan.
k. Seksualitas
Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan
seksual mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks
anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seks.penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil
pencegah kehamilan.
Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia :
manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes)
l. Interaksi social
Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis.
Kehilangan karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut
untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang
terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.
m. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan
perilaku beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan
IV). Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok,
penyalahgunaan alcohol.
Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan
keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka,
peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ;
perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll.
2. Diagnosa
a. RESTI infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang
( Immuno supresi).
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan
penularan HIV.
c. Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses
penularan penyakit.
3. Intervensi
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan respon
imunitas yang
berkurang
( Immuno supresi).
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan, infeksi
bisa pada klien bisa
diatasi dengan
kriteria hasil :
- Tidak ada demam
dan bebas dari
pengeluaran /
sekresi purulen
dan tanda-tanda
lain dari kondisi
infeksi.
- Bisa mencapai
masa
penyembuhan
luka / lesi.
- Pantau adanya
infeksi ( demam,
menggigil,
diaporesis, batuk,
nafas pendek, nyeri
oral atau nyeri
menelan , bercak
berwarna crem
dirongga oral, sering
berkemih, disuria,
kemerahan, bengkak,
drainase dari lkua,
lesi vesicular
diwajah, bibir, area
perianal ).
- Pantau keluhan nyeri
ulu hati, disfagia,
sakit retrosternal
- Deteksi dini
terhadap infeksi
penting untuk
melakukan
tindakan segera .
infeksi lama dan
berulang
memperberat
kelemahan pasien .
- Esofagitis mungkin
terjadi sekunder
akibat kandidiasis
pada waktu menelan,
peningkatan kejang
abdominal, diare
hebat.
- Periksa adanya luka
atau lokasi alat
invasif, perhatikan
tanda-tanda
inflamasi/infeksi
lokal.
- Ajarkan pasien
ataupemberi perawat
an tentang perlunya
melaporkan
kemungkinan infeksi
.
oral atapun herpes.
Kriptosporidiosis
adalah infeksi
parasit yang
menyebabkan diare
encer (seringkali
lebih besar dari 15
lt/hari.
- Identifikasi atau
perawatan awal
dari infeksi
sekunder dapat
mencegah
terjadinya sepsis.
- berikan deteksi dini
terhsadap infeksi.
2 Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan cara
pencegahan
penularan HIV, dan
kebutuhan
pengobatan.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan. Klien
diharapkan bisa
mengetahui
bagaimana
pencegahan
penularan HIV, dan
juga pasien bisa
memulai perubahan
- Instruksikan pasien,
keluarga, teman,
tentang rute
penularan HIV.
- Berikan informasi
penatalaksanaan
- Pngetahuan tentang
penularan penyakit
membantu
mencegah
penyabaran
penyakit, dan
mencegah rasa
takut.
- Memberikan pasien
peningkatan
gaya hidup yang
perlu, dan ikut serta
dalam aturan
perawatan.
gejala yang
melengkapi aturan
medis, misal pada
diare intermiten
gunakan lomotil
sebelum pergi
kekegiatan sosial.
- Dorong aktivitas
atau latihan pada
tingkat yang dapat
ditoleransi pasien.
- Tekankan perlunya
melanjutkan
perawatan kesehatan
dan evaluasi.
- Tekankan
pentingnya istirahat
yang adekuat
kontrol, atau
mengurangi risiko
rasa malu dan
meningkatkan
kenyamanan.
- Merangsang
pelepasan endorfin
pada otak,
meningkatkan rasa
sejahtera
- Memberi
kesempatan untuk
mengubah aturan
untuk memenuhi
kebutuhan
perubahan
individual.
- Mencegah atau
mengurangi
kepenatan,
meningkatkan
kemampuan
3 Isolasi social
berhubungan
dengan mudahnya
transmisi atau
proses penularan
penyakit.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan Klien
bisa menunjukkan
peningkatan perasaan
harga diri dan
berpartisifasi dalam
aktivitas atau
- Kaji pola interaksi
social yang lazim.
- Dorong adanya
hubungan yang aktif
dengan orang
terdekat
- menetapkan dasar
untuk intervensi
individual.
- Membantu
memamntapkan
partisifasi pada
hubungan
sosial.Dapat
program pada tingkat
kemampuan/hasrat.
- Waspadai gejala-
gejala
verbal/nonverbal,
misalnya menarik
diri, putus asa,
perasaan kesepian.
Tanyakan kepada
klien apakah pernah
berfikir untuk bunuh
diri.
mengurangi
kemungkinan
upaya bunuh diri.
- Indikasi bahwa
putus asa dan ide
untuk bunuh diri
sering muncul ;
ketika tanda-tanda
ini diketahui oleh
pemberi perawatan,
pasien umumnya
ingin bicara
mengenai perasaan
ingin bunuh diri,
terisolasi dan putus
asa.