135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

21
LAPORAN PENDAHULUAN HIV AIDS DENGAN TOXOPLASMA 1. Definisi AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik maupun asimtomatik. Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi oportunistik atau neoplasma. Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.

Transcript of 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

Page 1: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV AIDS DENGAN TOXOPLASMA

1. Definisi

AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit

keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan

syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut

dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem

kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang

disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat

alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala

simtomatik maupun asimtomatik.

Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS

pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi

oportunistik atau neoplasma.

Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi

oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul

pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit

Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat

ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah

atau kurang matang.

Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem

kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga mencegah

penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi

pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat,

masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan

kepribadian.

Page 2: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

2. Etiologi

Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa

oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh

tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk

ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada

orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah

terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan

kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien

mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba

yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga

dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu

dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.

Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia

dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan

mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

3. Daur Hidup Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst (yang

mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir

dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing

merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada

pejamu perantara (termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst

diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara

berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoite, organisme ini menyebar ke

seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik.

Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer.

Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada

otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.

Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai

67oC, didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial

dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan

daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan

Page 3: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi

(pembentukan spora). Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi

biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih

dari 1 tahun.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau

kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat

transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang

imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang

rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya

infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan

invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan

focus nekrosis.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi

prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200

sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi

yangmungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis

carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. Avium

Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan

candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

4. Patofisiologi

a. Patofisiologi HIV/AIDS

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas

kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang

mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4

adalah sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan

sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus

kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan

meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem

kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat

mengakibatkan kelainan pada saraf.

Page 4: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam

keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan

terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)

mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,

benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper

menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak berdaya; bahkan

HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.

Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu

sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T

helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya

sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV

akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV

akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk

membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam

nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,

genom dari HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel

T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan

biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena

infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan

menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah

lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit

lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma kegagalan kekebalan.

b. Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada

penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang

membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.

Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma

gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana

mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel

Page 5: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

kekebalan terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan

kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti

toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel

dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-

gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap

Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan

toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus

HIV dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang

subakut. Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%),

nyeri kepala (55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi

didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada

75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus,

demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan

gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan,

gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan

menifestasi neuropsikiatri.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi

prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien

dengan CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

5. Manifestasi Klinis

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon

terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang

meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan

perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.

Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan

ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi

toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya

kekebalan pada penderita-penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan

Page 6: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan

mengalami kejang dan penurunan kesadaran

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Serologi

Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat

dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked

immunosorbentassay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah

terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan

elevasi protein.

c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain

Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan

bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis

yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak  berarti

terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah

infeksi akut.

d. CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya

ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema

vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan

lesi tunggal atau tanpa lesi.

e. Biopsi otak 

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak 

7. Penatalaksanaan

a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua

obat ini dapat melalui sawar-darah otak. 

b. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin

menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin

menghambat penggunaannya.

Page 7: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

c. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan

sulfadiazin1-2 g tiap 6 jam.

d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100

mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.

e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.

f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin

1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6

jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala

klinis.

g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi

HIVdengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit

totalkurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.

Page 8: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas,

kelelahan.

b. Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon

fisiologi terhadap aktifitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan

lama bila cedera

b. Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung,

anemis, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun,

pengisian kapiler memanjang.

3. Integritas ego

a. Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan

kontrol diri, dan depresi.

b. Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah,

menangis, kontak mata kurang.

4. Eliminasi

a. Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.

b. Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan

abdominal, lesi pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.

5. Makanan/cairan

a. Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.

b. Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor

kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna

mukosa mulut

6. Hygiene

Page 9: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

a. Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan

yang tidak rapi.

7. Neurosensorik

a. Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.

b. Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan

sensasi, kelemahan  otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada

ekstrimitas.

8. Nyeri/kenyamanan

a. Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan,

sakit kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.

b. Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan,

penurunan ROM, pincang.

9. Pernapasan

a. Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk

produktif/non, sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum

kuning.

10. Keamanan

a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses

penyembuhan.

b. Tanda : demam berulang

11. Seksualitas

a. Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido,

penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.

12. Interaksi social

a. Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas

yang tidak terorganisir

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma,

yaitu IgG, IgM dan IgG affinity.

Page 10: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi

infeksi toksoplasma.

IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap

seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.

IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme

penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang

hamil atau akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan

pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi,

apakah sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum

kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada

saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada trimester I.

Bila IgG (-) dan IgM (+). Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan

awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah

IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang

bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma.

Bila IgG (-) dan IgM (-). Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk

terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa

kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda).

Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.

Bila IgG (+) dan IgM (+). Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau

mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi. Oleh sebab itu

perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk

memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah

hamil.

Bila IgG (+) dan IgM (-). Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan

dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama

(sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya

tidak perlu diperiksa lagi.

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan

elevasi protein.

c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Page 11: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain

Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan

bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis

yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak  berarti

terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah

infeksi akut.

d. CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya

ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema

vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan

lesi tunggal atau tanpa lesi.

e. Biopsi otak 

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil

c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan

makanan dan cairan.

4. Perencanaan keperawatan

a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat

berkurang, pasien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik

Kriteria Hasil:

·  Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan hilang dan terkontrol

·  Klien tidak menyeringai kesakitan

·  TTV dalam batasan normal

·  Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)

·  Klien menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat

Intervensi

Page 12: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

INTERVENSI RASIONAL

1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan

lokasi, itensitas nyeri, dan skala

2. Anjurkan pasien untuk melaporkan

nyeri segera saat mulai

3. Pantau tanda-tanda vital

4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri

pada klien serta keluarganya

5. Anjurkan istirahat selama fase akut

6. Anjurkan teknik distruksi dan

relaksasi

7. Tingkatkan tirah baring, bantulah

kebutuhan perawatan diri

8. Berikan situasi lingkungan yang

kondusif

9. Berikan latihan rentang gerak

aktif/pasif secara tepat dan masase

otot daerah leher/bahu

10. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian tindakan

1. Nyeri insisi bermakna pada pasca

operasi awal diperberat oleh

gerakan

2. Intervensi dini pada kontrol nyeri

memudahkan pemulihan otot

dengan menurunkan tegangan otot

3. Respon autonomik meliputi,

perubahan pada TD, nadi, RR,

yang berhubungan dengan

penghilangan nyeri

4. Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi

dalam perawatan untuk mengurangi

nyeri

5. Mengurangi nyeri yang diperberat

oleh gerakan

6. Menurunkan tegangan otot,

meningkatkan relaksasi, dan

meningkatkan rasa kontrol dan

kemampuan koping

7. Menurunkan gerakan yang dapat

meningkatkan nyeri

8. Memberikan dukungan (fisik,

emosional, meningkatkan rasa

kontrol, dan kemampuan koping)

9. Dapat membantu merelaksasikan

ketegangan otot yang

meningkatkan reduksi nyeri/rasa

tidak nyaman tersebut

10. Menghilangkan atau mengurangi

keluhan nyeri klien

Page 13: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh

dapat dipertahankan dalam batas normal.

Kriteria Hasil:

·  Suhu antara 36o-37o c

·  RR dan nadi dalam batas normal

·  Membran mukosa lembab

·  Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.

·  Pakaian dan tempat tidur pasien kering

intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Monitor tanda-tanda infeksi.

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3. Berikan suhu lingkungan yang

nyaman bagi pasien. Kenakan

pakaian tipis pada pasien.

4. Kompres hangat, hindari

penggunaan alcohol

5. Berikan cairan iv sesuai order atau

anjurkan intake cairan yang adekuat.

6. Berikan antipiretik, jangan berikan

aspirin.

1. Infeksi pada umumnya menyebabkan

peningkatan suhu tubuh

2. Deteksi resiko peningkatan suhu

tubuh yang ekstrem, pola yang

dihubungkan dengan patogen

tertentu, menurun dihubungkan

dengan resolusi infeksi.

3. Kehilangan panas tubuh melalui

konveksi dan evaporasi

4. Dapat membantu mengurangi

demam, penggunaan air es atau

alkohol dapat menyebabkan

peningkatan suhu secara actual

5. Menggantikan cairan yang hilang

lewat keringat.

6. Aspirin bersiko terjadi perdarahan GI

Page 14: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

7. Monitor komplikasi neurologis

akibat demam.

yang menetap.

7. Febril dan enselopati bisa terjadi bila

suhu tubuh yang meningkat.

c.Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dan

cairan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, asupan cairan adekuat

Kriteria hasil:

·  Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

·  Tanda-tanda vita, dalam batas normal

·  Membran mukosa lembab

·  Nadi perifer teraba

·  Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.

·  Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tanda-tanda dehidrasi.

2. Pantau Tanda-tanda vital, status

membran mukosa dan turgor kulit

3. Pantau tekanan darah atau denyut

jantung

4. Palpasi denyut perifer

5. Berikan minum per oral sesuai

toleransi.

6. Atur pemberian cairan infus sesuai

order.

7. Ukur semua cairan output (muntah,

urine, diare).

8. Ukur semua intake cairan.

1. Intervensi lebih dini

2. Sebagai indikator ke adekuatan

sirkulasi

3. Pengurangan dalam sirkulasi volume

cairan dapat mengurangi tekanan

darah.

4. Denyut yang lemah dan mudah hilang

dapat menyebabkan hipovolemia.

5. Mempertahankan intake yang

adekuat

6. Melakukan rehidrasi

7. Mengatur keseimbangan antara

intake dan output

8. Mengetahui status nutrisi pasien,

Page 15: 135787093 Laporan Pendahuluan Hiv Aids Toxoplasma Doc

Mengetahui keseimbangan nutrisi

pasien

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Keoikteran EGC,

Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

http://id.scribd.com/doc/97328423/Asuhan-Keperawatan-HIV. diakses tanggal 7 april 2013

jam 3.13

http://id.scribd.com/doc/22745321/Hiv-Aids. diakses tanggal 7 april 2013 jam 3.13

http://id.scribd.com/doc/51505153/makalah-HIV-aids. diakses tanggal 7 april 2013 jam

3.15