Laporan Pendahuluan Decompensasi Cordis

35
LAPORAN PENDAHULUAN DECOMPENSASI CORDIS A. DEFINISI Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr. Ahmad Ramali, 1994). Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri (Noer,1996) . Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer,2001). B. ETIOLOGI Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat

Transcript of Laporan Pendahuluan Decompensasi Cordis

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS

A. DEFINISI

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan

peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr. Ahmad Ramali, 1994).

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan

fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998;

Price ,1995).

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung

berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri

(Noer,1996) .

Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan

nutrisi (Smeltzer,2001).

B. ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,

dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis

aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard

atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah

gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian

dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung).

Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap

kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,

atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :

a. Stroke volume isi sekuncup

b. Kontraksi kardiak

c. Preload dan afterload

Meliputi :

a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark

myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular.

b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle.

1. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri

pulmonal, hipertensi pulmonary.

2. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular.

3. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang

tinggi,tamponade, mitral stenosis.

4. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek

seftum ventricular.

Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :

a. Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana

terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).

b. Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi

pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).

c. Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot

jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung) rematik

(setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)

d. Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui

jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada

peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat

disertai kelainan pada retina,ginjal dan kelainan serebal).

e. Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis)

meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen dalam

darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal

elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.

C. PATOFISIOLOGI

Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2001), yaitu mekanisme yang

mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang

menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung

berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan

perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri

untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah

kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor

yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga factor tersebut terganggu

maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti

jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena

ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru

menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,

takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.

Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai

akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya

yaitu Oedema dependen, hepatomegali, pertambahan berat badan, asites, distensi vena

jugularis.

Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini

hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat dan

terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung

semakin turun.

Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk

mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga

meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis

kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah

filtrasi.

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995) adalah sebagai

berikut:

a. Gagal jantung kiri

Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun.

Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke

belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi

bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan

di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan

kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban

vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema.

Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung

sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.

b. Gagal jantung kanan

Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun

ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel

meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan

bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum,

vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer

terutama kaki.   

D. PATHWAY

E. KLASIFIKASI

Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan dan gagal

jantung kiri (Tambayong, 2000).

a. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir

sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga

pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol

semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi

peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan

diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler

di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam

jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru

akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari

pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi

transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi

terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang

yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di

kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran

limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg)

sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan

menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru

disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak

cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi

menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat

kematian.

Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang

mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:

1. Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort

(sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring

dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural

paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)

2. Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang

bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,

3. Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses

aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel.

b. Decompensasi cordis kanan / gagal jantung kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan

yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam

sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan

keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat

jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan

optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan

tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak

nyata penurunan tekanan darah yang cepat. Hal ini akibat vetrikel kanan pada saat

sisitol tidak mampu memompa darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir

diastolik ventrikel kanan makin meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan

dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena

kava inferior serta seluruh sistem vena. Tampak gejala klinis adalah terjadinya

bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis

(splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada vena-vena perifer. Dan apabila

tekanan hidristik di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma

maka terjadinya edema perifer.

F. MANISFESTASI KLINIS

Adapun tanda dan gejala decompensasi cordis menurut Chung (1995) adalah sebagai

berikut:

a. Kelelahan/ kelemahan.

b. Dispnea.

c. Ortopne.

d. Dispne nokturia paroksimal.

e. Batuk.

f. Nokturia.

g. Anoreksia.

h. Nyeri kuadran kanan atas.

i. Takikardia.

j. Pernapasan cheyne-stokes.

k. Sianosis.

l. Ronkhi basah

m. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.

n. Hepatosplenomegali.

o. Asites.

p. Edema perifer

Menurut Tambayong (2000), gagal jantung (decompensasi cordis) dimanifestasikan

sesuai klasifikasinya:

a. Gagal jantung kiri, ditandai :

1. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)

2. Dispnea (sesak nafas)

3. Wheezing (mengi’jawa)

4. Mudah lelah

5. Ansietas (perasaan cemas)

b. Gagal jantung kanan, ditandai :

1. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)

2. Hepatomegali (pembesaran hati)

3. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)

4. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan

pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen

ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya

aneurime ventricular.

b. Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA), tindakan penyuntikan fraksi dan

memperkirakan pergerakan dinding.

c. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau

insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam

ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas

(Wilson Lorraine M, 2003).

d. Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan

dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah mencerminkan peningkatan

tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma

ventrikel.

e. Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.

f. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil

hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.

g. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan

akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.

h. Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan

fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi gagal

ginjal.

i. Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau

penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

j. Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan

kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin meningkat

mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status infeksi lain.

k. Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid

sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.

l. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

m. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi

fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk

menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially

curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :

a. Non medikamentosa.

Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja

jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah

baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak

gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya

berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.

Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan

diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.

b. Medikamentosa

Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun

parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai

edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin

Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis

optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan

ACE-inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT

lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan

kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang

memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada

pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan

mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.

Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide

(Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac

Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-

Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat

iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup,

namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala

dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti

miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.

c. Operatif

Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

1. Revaskularisasi (perkutan, bedah).

2. Operasi katup mitral.

3. Aneurismektomi.

4. Kardiomioplasti.

5. External cardiac support.

6. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.

7. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).

8. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

9. Ultrafiltrasi, hemodialisis

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:

a. shock kardiogenik

Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.

Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada fungsi jaringan dan penhantaran

oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock

kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan

oleh kehilangan 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di

seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan persendian

oksigen miokardium

b. Edema paru-paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian

tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-

paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. (Ardiansyah, 2012: 30).

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

Menurut Doenges (2002), hal-hal yang perlu dikaji pada penderita

decompensasi cordis antara lain :

1. Aktivitas atau istirahat

Gejala

Keletihan atau kelelahan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas dispnea

pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.

Tanda

Gelisah perubahan status mental (misal : letargi), tanda vital berubah

pada aktivitas.

2. Sirkulasi

Gejala

Riyawat hipertensi infark miokartd akut, episode gagal jantung kanan

sebelumnya, penyakit katup jantung, endokarditis siskemik lupus eritema

tosus, anemia, syok septik, bengkak pada telapak kaki, abdomen.

Tanda

Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan),normal (gagal

jantung kanan ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan).

Tekanan nadi : mungkin sempit menunjukkan penurunan volume

sekuncup. Frekuensi jantung takikardi (gagal jantung kiri). Irama

jantung: disritmia (misal: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel premature

atau takikardi, blok jantung). Nadi apikal penyakit miokard infark

mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi

jantung : S3 (galiop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 melemah murmur

sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau

insufisiensi : nadi perifer berkurang perubahan dalam kekuatan dapat

terjadi, nadi sentral mungkin kuat (misal nadi jugularis, karotis,

abdominalis). Warna kulit : sianosis, pucat, abuabu, kebiruan. Punggung

kuku: pucat sianotik dan pengisian kapiler lambat. Hepar membesar.

Bunyi nafas : krekels, ronkhi, edem mungkin depend, edem piting,

khususnya ekstremitas,distensi vena jugularis.

3. Integritas Ego

Gejala

Ansietas, kuatir, takut, stress, berhubungan dengan finansial atau

penyakit.

Tanda

Berbagai manifestasi perilaku, (misal: ansietas, marah, ketakutan mudah

tersinggung).

4. Makanan atau cairan

Gejala

Kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat badan

signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas kbawah, pakaian atau sepatu

terasa sesak, diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses lemak,

gula dan garam, kafein, penggunaan diuretik.

Tanda

Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen(asites), edem (umum,

dependen, tekanan, pitting).

5. Hygiene

Gejala

Keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.

Tanda

Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

6. Neurosensori

Gejala

Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda

Latergi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.

7. Nyerti atau kenyamanan

Gejala

Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit

pada otot.

Tanda

Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku

melindungi diri.

8. Pernafasan

Gejala

Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,

batuk dengan tanpa pembentukan sputum, riwayatpenyakit paru kronis,

penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau medikasi.

Tanda

Pernafasan; takipnea, nafas dangkal, penggunaan otot aksesoris

pernafasan. Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin

batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum. Bunyi nafas : mungkin

tidak terdengar krekels, mengi. Fungsi mental mungkin menurun, letargi,

kegelisahan. Warna kulit pucat atau sianosis.

9. Keamanan

Gejala

Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot,

kulit lecet.

10. Interaksi

Gejala

Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

11. Pengajaran

Gejala

Lupa menggunakan obat-obat jantung.

Tanda

Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkat.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan

inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural

(misal : kelainan katup, aneurisme ventrikular)

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi antidiuretik

hormone dan retensi natrium atau air.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2

kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko

perubahan membran kapiler alveolus.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah

baring lama, oedema, penurunan defusi.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah

Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b/d gangguan

irama jantung, stroke volume, pre load dan

afterload, kontraktilitas jantung.

DO/DS:

- Aritmia, takikardia, bradikardia

- Palpitasi, oedem

- Kelelahan

- Peningkatan/penurunan JVP

- Distensi vena jugularis

- Kulit dingin dan lembab

- Penurunan denyut nadi perifer

- Oliguria, kaplari refill lambat

- Nafas pendek/ sesak nafas

- Perubahan warna kulit

- Batuk, bunyi jantung S3/S4

- Kecemasan

NOC :

Cardiac Pump effectiveness

Circulation Status

Vital Sign Status

Tissue perfusion: perifer

Setelah dilakukan asuhan

selama………penurunan kardiak

output klien teratasi dengan

kriteria hasil:

Tanda Vital dalam rentang

normal (Tekanan darah, Nadi,

respirasi)

Dapat mentoleransi aktivitas,

tidak ada kelelahan

Tidak ada edema paru, perifer,

dan tidak ada asites

Tidak ada penurunan

kesadaran

AGD dalam batas normal

Tidak ada distensi vena leher

NIC :

Evaluasi adanya nyeri dada

Catat adanya disritmia jantung

Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput

Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung

Monitor balance cairan

Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan

antiaritmia

Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari

kelelahan

Monitor toleransi aktivitas pasien

Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu

Anjurkan untuk menurunkan stress

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung

Monitor frekuensi dan irama pernapasan

Monitor pola pernapasan abnormal

Warna kulit normal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen

Sediakan informasi untuk mengurangi stress

Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin

dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas

jantung

Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus

perifer

Minimalkan stress lingkungan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah

Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kelebihan Volume Cairan

Berhubungan dengan :

- Mekanisme pengaturan melemah

- Asupan cairan berlebihan

DO/DS :

- Berat badan meningkat pada waktu

yang singkat

- Asupan berlebihan dibanding

output

- Distensi vena jugularis

- Perubahan pada pola nafas,

dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe,

suara nafas abnormal (Rales atau

crakles), , pleural effusion

- Oliguria, azotemia

- Perubahan status mental,

kegelisahan, kecemasan

NOC :

Electrolit and acid base

balance

Fluid balance

Hydration

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ….

Kelebihan volume cairan teratasi

dengan kriteria:

Terbebas dari edema, efusi,

anaskara

Bunyi nafas bersih, tidak ada

dyspneu/ortopneu

Terbebas dari distensi vena

jugularis,

Memelihara tekanan vena

sentral, tekanan kapiler paru,

output jantung dan vital sign

DBN

Terbebas dari kelelahan,

NIC :

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Pasang urin kateter jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN

, Hmt , osmolalitas urin )

Monitor vital sign

Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,

edema, distensi vena leher, asites)

Kaji lokasi dan luas edema

Monitor masukan makanan / cairan

Monitor status nutrisi

Berikan diuretik sesuai interuksi

Kolaborasi pemberian obat:

....................................

Monitor berat badan

Monitor elektrolit

Monitor tanda dan gejala dari odema

kecemasan atau bingung

Diagnosa Keperawatan/ Masalah

Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas

Berhubungan dengan :

Tirah Baring atau imobilisasi

Kelemahan menyeluruh

Ketidakseimbangan antara suplei

oksigen dengan kebutuhan

Gaya hidup yang dipertahankan.

DS:

Melaporkan secara verbal adanya

kelelahan atau kelemahan.

Adanya dyspneu atau

ketidaknyamanan saat beraktivitas.

DO :

Respon abnormal dari tekanan darah

atau nadi terhadap aktifitas

Perubahan ECG : aritmia, iskemia

NOC :

Self Care : ADLs

Toleransi aktivitas

Konservasi energi

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …. Pasien

bertoleransi terhadap aktivitas

dengan Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas

fisik tanpa disertai

peningkatan tekanan darah,

nadi dan RR

Mampu melakukan aktivitas

sehari hari (ADLs) secara

mandiri

Keseimbangan aktivitas dan

istirahat

NIC :

Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan

aktivitas

Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan

Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,

perubahan hemodinamik)

Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi yang tepat.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai

dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti

kursi roda, krek

Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan

penguatan

Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

Diagnosa Keperawatan/ Masalah

Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas

Berhubungan dengan :

- ketidakseimbangan perfusi ventilasi

- perubahan membran kapiler-alveolar

DS:

- sakit kepala ketika bangun

- Dyspnoe

- Gangguan penglihatan

DO:

- Penurunan CO2

- Takikardi

- Hiperkapnia

- Keletihan

- Iritabilitas

- Hypoxia

- kebingungan

- sianosis

- warna kulit abnormal (pucat,

kehitaman)

- Hipoksemia

NOC:

Respiratory Status : Gas

exchange

Keseimbangan asam Basa,

Elektrolit

Respiratory Status : ventilation

Vital Sign Status

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ….

Gangguan pertukaran pasien

teratasi dengan kriteria hasi:

Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat

Memelihara kebersihan paru

paru dan bebas dari tanda tanda

distress pernafasan

Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan

NIC :

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator ;

-………………….

-………………….

Barikan pelembab udara

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot

tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

Monitor suara nafas, seperti dengkur

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

hiperventilasi, cheyne stokes, biot

Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya

ventilasi dan suara tambahan

Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

Observasi sianosis khususnya membran mukosa

- hiperkarbia

- AGD abnormal

- pH arteri abnormal

- frekuensi dan kedalaman nafas

abnormal

dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak

ada pursed lips)

Tanda tanda vital dalam

rentang normal

AGD dalam batas normal

Status neurologis dalam batas

normal

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan

tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,

Suction, Inhalasi)

Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung

Diagnosa Keperawatan/ Masalah

Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan :

Eksternal :

- Hipertermia atau hipotermia

- Substansi kimia

- Kelembaban

- Faktor mekanik (misalnya : alat yang

dapat menimbulkan luka, tekanan,

restraint)

- Immobilitas fisik

- Radiasi

- Usia yang ekstrim

- Kelembaban kulit

- Obat-obatan

Internal :

- Perubahan status metabolik

- Tonjolan tulang

- Defisit imunologi

- Berhubungan dengan dengan

perkembangan

- Perubahan sensasi

NOC :

Tissue Integrity : Skin and

Mucous Membranes

Wound Healing : primer dan

sekunder

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama…..

kerusakan integritas kulit pasien

teratasi dengan kriteria hasil:

Integritas kulit yang baik bisa

dipertahankan (sensasi,

elastisitas, temperatur,

hidrasi, pigmentasi)

Tidak ada luka/lesi pada kulit

Perfusi jaringan baik

Menunjukkan pemahaman

dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah terjadinya

sedera berulang

Mampu melindungi kulit dan

NIC : Pressure Management

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang

longgar

Hindari kerutan pada tempat tidur

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam

sekali

Monitor kulit akan adanya kemerahan

Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang

tertekan

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Monitor status nutrisi pasien

Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan

Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,

karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus

Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka

Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin

Cegah kontaminasi feses dan urin

Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

- Perubahan status nutrisi (obesitas,

kekurusan)

- Perubahan status cairan

- Perubahan pigmentasi

- Perubahan sirkulasi

- Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:

- Gangguan pada bagian tubuh

- Kerusakan lapisa kulit (dermis)

- Gangguan permukaan kulit (epidermis)

mempertahankan kelembaban

kulit dan perawatan alami

Menunjukkan terjadinya

proses penyembuhan luka

Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E .(2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.

Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Price Sylvia A .(1995).Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2

Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tabrani.(1998). Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. 73-75, Jakarta : Widya Medika.