Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

22
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN DECOMPENSASI CORDIS I. LANDASAN TEORI A. Definisi Decompensasi Cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994) Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Decompensasi Cordis adalah suatu keadan patologis, adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompah darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian ventrikel kiri. (Soeparman, 1998 : 975) Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau 1

Transcript of Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

Page 1: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

DECOMPENSASI CORDIS

I. LANDASAN TEORI

A. Definisi

Decompensasi Cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk

mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad

ramali.1994)

Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi

pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995).

Decompensasi Cordis adalah suatu keadan patologis, adanya kelainan

fungsi jantung berakibat jantung gagal memompah darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian ventrikel kiri. (Soeparman, 1998 : 975)

Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu

keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat

yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas),

fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan

oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.

Decompensasi  Cordis adalah ketidakmampuan jantung memompakan

darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kebutuhan oksigen

jaringan (Doenges, 2000: 48).

Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan jantung tidak mampu lagi

memompa darah yang cukup memenuhi kebutuhan metabolisme jarngan akan

oksigen dan nutrisi. (Brunner,2001).

Decompensasi Cordis adalah keadaan abnormal dimana terdapat

gangguan fungsi jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan jantung

1

Page 2: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

dalam memompa darah keluara untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh

waktu istirahat maupun aktivitas normal.(Arita Murwani,S.Kep,2008: 58).

Decompensasi Cordis adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),

ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang

disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.(Marulam

M.Panggabean,Buku Ilmu Penyakit Dalam,2009: 1583).

B. Penyebab/Etiologi

Penyebab dekompensasi kordis bagian kiri :

a. Kelainan Kardial :

1. Hipertensi arteri karena jantung kiri harus memompa lebih kuat.

2. Arteria Sklerose dari arteri koronaria sehingga otot jantung kurang O2.

3. Kelainan Katup aorta (aorta insufisiensi tidak menutup dengan baik).

4. Kelainan katup dari mitral stenosis (terjadi bendungan pada serambi kiri

akibatnya darah kembali lagi ke paru-paru).

b. Kelainan yang extra kardial :

1. Penyakit beri-beri

2. Basedow

3. Anemia yang berat

4. Pada anak-anak disebabkan karena bawaan misalnya, penyempitan

pada aorta

5. Penyakit perikarditis (radang jantung) seluruhnya disebabkan rematik

6. Penyakit infeksi yang lain, syphylis, diftheri.

Penyebab dekompensasi kordis bagian kanan :

1. Kelanjutan dekompensasi kordis kiri.

2. Akibat dari penyakit paru-paru kronis antara lain TBC Paru, Astma

Bronchiale bronchiectase, emphysema, kista paru

3. Pericarditis konstriktifa sebagai akibat dari pericarditis sehingga

jantung tidak dapat berkembang

4. Penyakit jantung bawaan

2

Page 3: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

ASD : Atrium Septum Defect

VSD : Ventrikel Septum Defect

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi

kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir

atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang

meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum

ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta

atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan

jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis

katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel

(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab

tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi

tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam

sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia

A, 1995)

C. Faktor Pencetus

Faktor-faktor pencetus decompensasi cordis adalah infeksi pada paru-

paru,  anemia akut atau menahun, tidak teratur minum obat jantung atau obat

diuretic, terjadi infark jantung yang berulang, melakukan pekerjaan berat apa

lagi mendadak (lari, naik tangga), stress emosional, hipertensi yang tidak

terkontrol (Noer,1996).

Faktor - faktor penyebab decompensasi cordis diantaranya adalah

kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi, kolestrol, kelebihan berat badan

hingga stress. Ada tiga faktor lainnya yang tidak bisa dihindari oleh manusia

yakni faktor keturunan dan latar belakang keluarga, faktor usia dan jenis

kelamin yang banyak ditemui pada kasus kegagalan jantung (Brunner &

Suddart, 2002)

3

Page 4: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

D. Epidemiologi

Gagal jantung merupakan masalah epidemik kesehatan masyarakat di

Amerika. Sekitar 5 juta warga Amerika mengalami gagal jantung dengan

penambahan 550.000 kasus didiagnosis setiap tahunnya (Dipiro et al, 2008).

Hanya 3 tahun pasien yang baru didiagnosa gagal jantung dapat bertahan

hidup rata-rata 5 tahun (Goodman and Gilman, 2007).

Gagal jantung adalah sindrom yang umum muncul dengan tingkat

kejadian dan sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta

orang di AS mengalami gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang

muncul tiap tahun. Ini penyakit yang bekaitan dengan usia, 75% kasus

mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian gagal

jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia

diatas 80 tahun. Gagal jantung diastolik lebih sering pada wanita. Pada Asia

dan Afrika seringkali disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Pada Eropa

dan Amerika Utara sering karena aterosklerosis.

Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai

penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang.

Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari

l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan

10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika

penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita

gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium

akhir meninggal dalam kurun waktu 1 Tahun, di Indonesia prevalensi gagal

jantung secara nasional belum ada sebagai gambaran di Rumah Sakit Cipto

Mangun Kusumo Jakarta, pada tahun 2006 diruang rawat jalan dan inap

didapat 3,23% kasus gagal jantung dari total 11,711 pasien, sedangkan di

Amerika pada tahun 1999 terdapat kenaikan kasus gagal jantung dari 577.000

pasien menjadi 871.000 pasien. Gagal jantung merupakan penyebab kematian

kardiovaskuler, dan kondisi seperti ini juga menurunkan kualitas hidup,

4

Page 5: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

karena itu peburukan akut pada gagal jantung kronik harus di cegah secara

dini, pada lansia diperkirakan 10% pasien di atas 75 Tahun menderita gagal

jantung, angka kematian pada gagal jantung kronik mencapai 50% dalam 5

tahun setelah pertama kali penyakit itu terdiagnosis, (Kompas, 9 juni 2007).

Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun,

tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Prevalensi gagal jantung kronik

diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit

hipertensi, diabetes melitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut.

Makin tua populasi dan makin berhasilnya pengobatan infark miokard akut

membuat prevalensi gagal jantung kronik makin meningkat. Insiden penyakit

gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan

hidup penduduk. Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk

yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85

tahun ke atas.1,3,4,5 Saat ini diperkirakan hampir 5 juta penduduk di AS

menderita gagal jantung, dengan 550.000 jumlah kasus baru terdiagnosis

setiap tahunnya. Di samping itu gagal jantung kronis juga menjadi penyebab

300.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 milyar USD dibutuhkan

setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis ini.

Bahkan di Eropa diperkirakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran

belanja kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai

dengan usia, berkisardari <1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada usia 50-

70 tahun dan 10% pada usia >70 tahun.1,3,4,5

E. Patofisiologi

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1994: 583)

adalah sebagai berikut:

1.      Gagal jantung kiri

Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung

menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan.

Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir

5

Page 6: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian

terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan

rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri

meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis,

kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat

terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis

dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.

2.      Gagal jantung kanan

Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru

menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir

diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang

mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka

aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya timbul

hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.  

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium:

Darah Lengkap ( DL )

Urine Lengkap ( UL )

Feses Lengkap ( FL )

Pemeriksaan elektrolit (mungkin ada perubahan akibat perpindahan

cairan, penurunan fungsi ginjal dan therapy diuretic)

Kimia darah ( bun, creatine, dan fungsi hati sgot, bilirubin alkhalin

phosphat)

Pemeriksaan khusus:

1. Foto thorak

Terdapat hubungan yang lemah antara ukuran jantung pada foto thoraks

dengan fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat

kardiomegali. Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung

khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas.

6

Page 7: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang,

cefalisasi arteria pulmonalis.

Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan

pembesaran ventrikel kanan.

2. EKG

Pasien gagal jantung jarang dengan EKG normal, dan bila terdapat EKG

normal dianjurkan untuk meneliti diagnosis gagal jantung tersebut. EKG

sangat penting dalam menentukan irama jantung. Irama sinus atau atrium

fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua

serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium

fibrilasi.

3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi

Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat

distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal.

Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta

gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup

mitral.

4. Hematologi

Peningkatan hematokrit menunjukkan bahwa sesak nafas mungkin

disebabkan oleh penyakit paru, penyakit jantung kongenital, atau

malformasi arteri vena. Kadar urem dan kreatinin penting untuk diagnosis

differential penyakit ginjal. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor

mortalitas

7

Page 8: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

5. Ekokardiografi

Harus dilakukan secara ruitn untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam

menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran ruang

jantung, hipertrofi dan abnormalitas gerakan.

G. Penatalaksaan

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban

kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari

fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari :

1) beban awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.

Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :

1. Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan

konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.

2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,

dan aritmia.

Penatalaksanaan Medis

a) Digitalisasi ;

1. Dosis digitalis :

Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5–2 mg dalam 4-6 dosis

selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari

Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.

2. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk

pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

3. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg

4. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut

yang berat :

8

Page 9: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan

Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.

5. Menurunkan beban jantung

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan

vasodilator.

Diet rendah garam

Pada gagak jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan

diuretic,digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme

(ACE),diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.Untuk

gagal jantung kelas II dan III diberikan :

1) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)

2) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus

3) Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara

penghambat ACE yang lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan

memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada

pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya

iskemia yang menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus

dititrasi secara bertahap.

Diuretik

Digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20

mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai

garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang

dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren,

amilorid, dan asam etakrinat. Dampak diuretic yang mengurangi beban

awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan, tapi

merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan

pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat

9

Page 10: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

ACE bersama diuretic hemat kalium harus berhati hati karena

memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

Vasodilator

Adapun obat-obatan yang diberikan seperti :

1. Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit

iv.

2. Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv

3. Prazosin per oral 2-5 mg

4. Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.

10

Page 11: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

Pathway Decompensasi Cordis

11

Page 12: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a.    Aktivitas dan IstirahatData Subjektif : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar. Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).Data Objektif : Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.

b.    SirkulasiData Subjektif : Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.Data Objektif : Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

c.    Integritas EgoData Subjektif : Pasien mengatakan takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,Data Objektif : Pasien menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar.

d.   Makanan/CairanData Subjektif : Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.Data Objektif : Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.

e.    NeurosensorisData Subjektif : Mengeluh kesemutan, pusingData Objektif : Kelemahan

f.     PernafasanData Subjektif : Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.Data Objektif : Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.

g.    KeamananData Subjektif : Proses infeksi/sepsis, riwayat operasiData Objektif : Kelemahan tubuh

h.    Penyuluhan/pembelajaran

12

Page 13: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

Data Subjektif : Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.Data Objektif : Menunjukan kurang informasi.

2. Diagnosa Keperawatan1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane

kapiler-alveoli2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai

oksigen sekunder penurunan cardiac output3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,

penurunan metabolism energy sekunder penurunan suplay oksigen

3. Intervensi Keperawatan

No Dx

Tujuan dan Keriteria Hasil Intervensi

I Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas efektif dengan kriteria hasil :

          RR : 16-24 x/menit          SaO2 : 95-100 %          Tidak ada retraksi dada          Tidak ada nafas dangkal          I:E = 2:1

Berikan posisi semifowler

Berikan terapi O2 sesuai indikasi

Pantau frekuensi pernafasan, upaya bernafas

Kaji bunyi nafas, warna kulit, status mental

Pantau AGD Pantau oksimetri nadi

untuk status oksigenasi

II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik dengan kriteria hasil:

          Tidak ada sianosis          Tidak ada odema          CRT < 3 detik          Turgor kulit elastis

Pantau status neurologis Pantau fungsi

haemodinamik Kaji oksigenasi dengan

oksimetri Pantau hasil laboratorium

bilirubin, BUN, kreatinin Kaji warna

kulit,suhu,adanya diaferosis

13

Page 14: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

 Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi

III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan terjadi keseimbangan cairan dengan kriteria hasil :

          Mukosa lembab          Turgor kulit baik          Balance cairan          Oedem berkurang/tidak ada

Batasi pemberian cairan Pantau laporan hasil

laboratorium Pantau kelembaban kulit

dan turgor Pantau masukan dan

haluaran Pantau tekanan darah dan

nadi Berikan posisi

trendelenberg Berikan obat sesuai

indikasi

IV Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas dengan keriteria hasil :

Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri

         Pasien nyaman dan rileks

Evaluasi keadaan dan tingkat kesadaran pasien

Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien

Anjurkan kepada pasien untuk memperbanyak tirah baring

Batasi pengunjung dan atau kunjungan pasien

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman

Anjurkan pada pasien untuk jangan mengedan defekasi

Bantu pasien dalam memenuhi ADL

Latih ROM aktif dan gerak aktif

14

Page 15: Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gangguan Decompensasi Cordis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011.Makalah Decompensasi Cordis (dalam http://elias-

sayang.blogspot.com/2011/10/makalah-decompensasi-cordis.html) diakses tanggal 9

September 2013 pukul 12.00 WITA.

Anonim.2013.Askep Decompensasi Cordis (dalam

http://dwiekeke.blogspot.com/2013/04/askep-decompensasi-cordis.html) diakses

tanggal pukul 11.00 WITA.

Anonim.2011.Decompensasi Cordis (dalam

http://wwwdagul88.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo_15.html)

diakses tanggal 10 September 2013 pukul 16.00 WITA

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.Edisi 3 EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzzane C. & Brennda G Bare. 2002. Keperawatan edikal bedah. Jakarta: EGC

15