Laporan Pendahuluan Cancer Prostat

42
LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN KEPERAWATAN CA PROSTAT A. PENGERTIAN Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat, tumbuhsecara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya dan merupakanyang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pada pria. Tumor ini menyerang pasien yangberumur di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usialebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun Kanker prostate adalah kanker yang paling umum pada pria (selain kanker kulit nonmelanoma) dan merupakan penyebab kedua kematian yang paling umum akibat kanker pada pria Amerika yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker prostate adalah kanker yang paling prevalen secara keseluruhan insidennya hampir dua kali lipat dari populasi umum dan angka kematian sekitar tiga kali lebih tinggi.

description

Asuhan keperawatan dan landasan teori

Transcript of Laporan Pendahuluan Cancer Prostat

LAPORAN PENDAHULUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN CA PROSTAT 

A. PENGERTIAN

Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar

prostat, tumbuhsecara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak

jaringan sekitarnya dan merupakanyang terbanyak diantara keganasan sistem

urogenitalia pada pria. Tumor ini menyerang pasien yangberumur di atas 50 tahun,

diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usialebih dari 80

tahun. Kanker ini jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun

Kanker prostate adalah kanker yang paling umum pada pria (selain kanker kulit

nonmelanoma) dan merupakan penyebab kedua kematian yang paling umum akibat

kanker pada pria Amerika yang berusia lebih dari 55 tahun.

Kanker prostate adalah kanker yang paling prevalen secara keseluruhan

insidennya hampir dua kali lipat dari populasi umum dan angka kematian sekitar tiga

kali lebih tinggi.

B. ETIOLOGI

Penyebab kanker prostate tidak diketahui, walaupun faktor genetik dan

lingkungan keduanya diperkirakan berperan. Risiko kanker prostate meningkat pada

pria yang keluarga dekatnya (first-degree elatives) mengidap penyakit ini, pada pria

Amerika keturunan Afrika dan pada pria yang terpajan ke toksin-toksin okupasional

atau lingkungan tertentu, misalnya kadmium. Kanker prostate tampaknya berkaitan

dengan kadar testoteron yang menetap seumur hidup. Kanker prostate bersifat

dependen testoteron sampai pada tahap akhir perjalanan penyakit.

C. MANIFESTASI KLINIK

Kanker prostate pada tahap awalnya jarang menimbulkan gejala. Gejala yang

terjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada tahap lanjut. Jika

neoplasma cukup besar untuk menyumbat kolum kandung kemih, maka gejala dan

tanda obstruksi urinarius terjadi, seperti kesulitan dan sering berkemih, retensi urin,

dan penurunan ukuran serta kekuatan aliran urin. Gejala-gejala yang berhubungan

dengan metastasis mencakup sakit pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada

perineal dan rektal, anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual dan oliguria

(penurunan keluaran urin). Hematuria dapat terjadi akibat kanker yang menyerang

uretra atau kandung kemih atau keduanya. Sayangnya, hal ini mungkin menjadi

indikasi pertama yang jelas dari kanker prostate.

1. Mengalami kesulitan dalam buang air kecil

2. Buang air kecil lebih sering ,terutama kalau pada malam hari.

3. Mengalami kesulitan memulai pancaran air seni .

4. Mengalami kesulitan juga dalam mengakhiri aliran air seni

5. Pancaran aliran air seni lemah

6. Merasa kandung kencing tidak kosong sempurna

7. Jika disertai infeksi timbul keluhan nyeri waktu buang air kecil,atau waktu

mengeluarkan air mani selesai bersetubuh.

8. Kadang-kadang,aliran air seni berhenti sendiri.

9. Makin ada darah di dalam air seni atau air mani

10. Pada kanker prostat,selain keluhan tersebut diatas juga disertai :

11. Perasaan nyeri pada daerah bawah pinggang.

12. Mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan ereksi penis.

13. Keluhan nyeri pada pangkal paha dan daerah tulang pinggul.

14. Mungkin air seni berdarah.

D. GAMBARAN  KLINIK

Penderita  kanker prostat gejala bervariasi,tetapi prinsipnya ada :

1. Blader out flow obstruktion(BOO) seperti : frekuensi, hesistensi, pancaran lemah.

2. ekstensi lokal dari tumor.

Gambaran klinis sesuai dengan stadium dari Ca prostat :

1. Ca prostat yang masih terlokalisr :

a. asimptomatic

b. peningkatan PSA

c. pancaran lemah

d. sensasi sisa urin

e. frekunsi

f. urgensi

2. Ca prostat lokal lanjut

a. Hematuri

b. Disuri

c. Nyeri suprapubik dan perineal

d. Impotence

e. Incontinence

f. gejala gagal ginjal

g. haemospermia.

3. Ca prostat yang sudah metastasis

a. Nyeri tulang atau isialgia

b. paraplegi

c. pembesaran limfonodi

d. anuri

e. letargi (anemia,uremia)

f. berat badan turun dan caceksia

g. perdarahan pada usus dan kulit

E. PATOFISIOLOGI

Penyebab Ca Prostat hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa

hipotesa menyatakan bahwa Ca Prostat erat hubungannya dengan hipotesis yang disuga

sebagai penyebab timbulnya Ca Mammae adalah adanya perubahan keseimbangan antara

hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut, hal ini akan mengganggu proses

diferensiasidan proliferasi sel. Difsreniasi sel yang terganggu ini menyebabkan sel kanker,

penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang stroma yang berlebihan serta

meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan prolife sehingga

menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan

sehingga terjadi Ca Prostat (Price, 1995)

Kanker akan menyebakan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan

menghambat aliran urin,. Keadaan ini menybabkan penekanan intraavesikal, untuk dapat

mengeluarkan urinbuli-buli harus dapat berkontraksi kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divetikel buli-buli. Fase

penebalan ototdetrusor ini disebut fase kompensasi (Purnomo,2000)

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary track symptom (LUTS) yang dahulu

dikenal dengan gejal-gejal prostatismus, dengan semakin meningkatnya retensi uretra, otot

detrusor masuk ke dalam fase dekompensaasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk

berkontraksisehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravsikal yang semakin tinggi akan

diteruskan ke seluruh bagian buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesico-ureter. Keadaan

ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,bahkan akhirnya

akan dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Price, 1995).

Berkemgangnya tumor yang terus menerus dapat terjadi perluasan langsung ke

uretra, leher kandung kemih dan vesika semmininalis. Ca Prostat dapat juga menyebar

melalui jalur hematogen yaitu tulang –tulang pelvis vertebra lumbalis, femur dan kosta.

Metastasis organ adalah pada hati dan paru (Purnomo,2000)

Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin diantara

otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Selain tu terdapat degenerasi sel

syaraf yang mempersarafi otot polos. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya

hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan

input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Karena fungsi otot vesika tidak normal,

maka terjadi peningkatan residu urin yang menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi

saluran kemih atas. (Purnomo,2000)

F. DETEKSI DINI

Jika kanker prostate dideteksi pada tahap dini, kemungkinan sembuhnya

tinggi. Setiap pria yang berusia di atas 40 tahun harus menjalani pemeriksaan rectal

digital (DRE) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan tahunannya. Palpasi rectal

berulang yang rutin pada kelenjar prostate (lebih baik oleh pemeriksa yang sama)

adalah penting karena kanker dini mungkin teraba sebagai nodul di dalam substansi

kelenjar atau sebagai suatu pengemusan yang meluas dalam lobus posterior. Lesi yang

lebih lanjut adalah sekeras batu dan terikat. Pemeriksaan rectal digital juga

memberikan informasi klinik yang penting tentang rectum, sfingter ani dan kualitas

feses.

G. PENATALAKSANAAN

1. Pemeriksaan diagnostik

a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli

penuh / kosong )

b. Palpasi  buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin

kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan

“Ballottement”.

c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.

2. Colok dubur.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa

rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan

melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat

jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris  adakah nodul pada prostat , apa batas

atas dapat diraba . Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :

a. Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.

b. Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.

c. Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.

3. Laboratorium.

a. Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum  penderita .

b. Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit

diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli

(buli-buli nerogen).

c. Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan

adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .

d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi

atau inflamasi pada saluran kemih .

e. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang

menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap

beberapa anti mikroba yang diujikan.

4. Flowmetri :

Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik.

Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan

sesudah terapi.

Penilaian :

a. Fmak <10ml/detik ——–àobstruktif

b. Fmak 10-15 ml/detik—–àborderline

c. Fmak  >15 ml/detik——-ànonobstruktif

5. Radiologi.

a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran

ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat

menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda

dari suatu retensi urine.

b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis,

dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula

) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect

divesikula.

6. Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal

(trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat <

pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan

keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur

besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat

pula dilakukan dengan USG suprapubik.

7. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop.

Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih

atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu

radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi

besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan

prostat kedalam uretra.

8. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi

sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi baik dengan menggunakan

radiasimaupun pembedahan berupa :- Gangguan ereksi (impotensi)- Perdarahan post

operasi- Anastomosi striktur pada perineal prostatectomy- Urocutaneus fistula

(perineal prostatectomy)- Hernia perineal (Perineal prostatectomy).dll

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA PROSTAT

A. PENGKAJIAN

Pengkajian  merupakan tahap awal dan landasan  proses keperawatan. pengumpulan data

yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola

pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan

diagnosis keperawatan.

Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan

penkajian post operasi prostatektomi

1. Pengkajian pre operasi prostatektomi

Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,

urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,

hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi

retensio urine.

c. Riwayat penyakit dahulu .

Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,  misalnya ISK

(Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. 

Operasi yang pernah di jalani kecelakaan  yang pernah dialami  adanya riwayat

penyakit DM  dan hipertensi.

d. Riwayat penyakit keluarga.

Adanya riwayat keturunan  dari salah satu anggota keluarga yang menderita

penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.

e. Riwayat psikososial

1) Intra personal

Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan.

Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan.

Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang

sakitnya.

2) Inter personal

Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.

f. Pola fungsi kesehatan

g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan

obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam

mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan

yang adekuat

h. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah

minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau  keadaan yang

mengganggu nutrisi seperti  nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola

ini umumnya tidak mengalami gangguan  atau masalah.

i. Pola eliminasi

Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,  ragu ragu, menetes

– netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan

system perkemihan. Klien juga ditanya apakah  mengedan untuk mulai atau

mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada

kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

j. Pola tidur dan istirahat

Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi

miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal

atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi

kesulitan tidur.

k. Pola aktifitas.

Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,

kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.

Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami  gangguan, dimana

klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.

l. Pola hubungan dan peran

Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain,

perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat

berperan sebagai mana seharusnya.

m. Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien

sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara

operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.

Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa

tidak berdaya.

n. Pola sensori dan kognitif

Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari

klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan

waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.

o. Pola reproduksi seksual

Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya

tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang,

masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi )

dan pola perilaku seksual.

p.      Pola penanggulangan stress

Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme

penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya

dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor

positif atau negatif.

q.      Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.

Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.

2. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan

darah, suhu tubuh, nadi.

b. Kulit

Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi,

bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.

c. Kepala

Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau

trauma pada kepala.

d. Muka

Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya,

begitu pula bagaimana otot mukanya.

e. Mata

Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak.  Pada konjungtiva

terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.

f. Telinga

Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya,

apa ada gangguan pendengaran.

h. Hidung

Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip,

apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.

i. Mulut dan faring

Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus.

Lidah tremor ,parese atau tidak.  Adakah pembesaran tonsil.

j. Leher

Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.

k. Thoraks

Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.

l. Paru

Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan

bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi ,

wheezing atau egofoni.

m. Jantung

Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau

getarannya.

n. Abdomen

Bagaimana bentuk  abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi  umumnya ada

penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya

bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal

teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.

o. Genitalia dan anus

Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat

rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,

Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.

p. Ekstrimitas dan tulang belakang

Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada

infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi

seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.

3. Pemeriksaan diagnostik

Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.

Pengkajian post operasi prostatektomi

Pengkajian ini dilakukan setelah klien  menjalani operasi, yang meliputi:

a.       Keluhan utama

Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain.

Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi adalah

keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya

bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan

ungkapan dari klien sendiri.

b.      Keadaan umum

Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.

c.       Sistem respirasi

Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu

dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau

tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut.

Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.

d.      Sistem sirkulasi

Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor

jantung ( EKG ).

e.       Sistem gastrointestinal

Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana

dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.

f.       Sistem neurology

Hal yang dikaji : keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.

g.      Sistem muskuloskleletal

Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi

kebutuhannya. Apakah terpasang infus  dan dibagian mana dipasang serta keadaan

disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.

h.      Sistem eliminasi

Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik,  kandung kemih penuh . Masih ada

gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi.

Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi

urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.

i.        Terapi yang diberikan setelah operasi

Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung

kemih.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa sebelum operasi

a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi,

nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi

mekanik : pembesaran prostat.

b. prostat. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder

terhadap pelebaran

c. Gangguan tidur dan  istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder

terhadap kerusakan eliminasi: retensi  disuria, frekuensi, nokturia.

2. Diagnosa setelah operasi

a. Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada

prostatektomi

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari

prostatektomi bekuan darah odema .

c. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan,

kateter, irigasi kandung kemih sering.

d. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi .

e. Gangguan tidur dan  istirahat berhubungan dengan nyeri.

N

ODIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Perubahan

eliminasi urine:

frekuensi,

urgensi,

hesistancy,

inkontinensi,

retensi, nokturia

atau perasaan

tidak puas

setelah miksi

berhubungan

dengan

obstruksi

mekanik :

pembesaran

prostat.

Tujuan: Pola

eliminasi normal .

Kriteria hasil :

        Klien dapat

berkemih dalam

jumlah normal,

tidak teraba

distensi kandung

kemih

        Residu pasca

berkemih kurang

dari 50 ml

        Klien dapat

berkemih volunter

        Urinalisa dan

kultur hasilnya

negatif

        Hasil

laboratorium fungsi

ginjal normal

      Jelaskan pada klien

tentang perubahan

dari pola eliminasi.

      Dorong klien untuk

berkemih tiap 2 – 4

jam dan bila dirasakan

.

      Anjurkan klien

minum sampai 3000

ml sehari, dalam

toleransi jantung bila

diindikasikan

      Perkusi  /  palpasi

area supra pubik.

      Observasi aliran dan

kekuatan urine, ukur

residu urine pasca

berkemih. Jika

      Meningkatkan

pengetahuan klien  sehingga

klien kooperatif dalam

tindakan keperawatan.

      Meminimalkan retensi

urine, distensi yang

berlebihan pada kandung

kemih

      Peningkatan aliran cairan,

mempertahankan perfusi

ginjal dan membersihkan

ginjal dan kandung kemih

dari pertumbuhan bakteri.

      Distensi kandung kemih 

dapat dirasakan di area

supra pubik.

      Observasi aliran dan

kekuatan  urine untuk

mengevaluasi     adanya

volume residu urine

lebih besar dari 100 cc

maka jadwalkan

program kateterisasi

intermiten.

obstruksi

2. prostat. Nyeri

berhubungan

dengan

penyumbatan

saluran kencing

sekunder

terhadap

pelebaran

Tujuan : Klien

menunjukan  bebas

dari

ketidaknyamanan

Kriteria hasil :

-  Klien

melaporkan nyeri

hilang / terkontrol

-  Ekspresi wajah

klien rileks

-  Klien mampu

untuk istirahat

dengan cukup

-  Tanda-tanda vital

dalam batas normal

      Kaji nyeri,

perhatikan lokasi,

intensitas ( skala 1-

10 ), dan lamanya.

      Beri tindakan

kenyamanan, contoh:

membantu klien

melakukan posisi

yang nyaman,

mendorong

penggunaan

relaksasi / latihan

nafas dalam.

      Beri kateter jika

diinstruksikan untuk

retensi urine yang

akut : mengeluh ingin

kencing tapi tidak

bisa.

      Observasi tanda –

      Memberi informasi untuk

membantu dalam

menentukan pilihan    

Intervensi

      Meningkatkan relaksasi,

memfokuskan kembali

perhatian dan dapat

meningkatkan kemampuan

koping.

      Retensi urine

menyebabkan infeksi

saluran kemih, hidro ureter

dan hidro nefrosis

      Mengetahui

tanda vital.

      Kolaborasi dengan

dokter untuk memberi

obat sesuai indikasi,

contoh: eperidin

( Dumerol )

perkembangan lebih lanjut

      Untuk menghilangkan

nyeri hebat / berat,

memberikan relaksasi

mental dan fisik.

3. Gangguan tidur

dan  istirahat

berhubungan

dengan sering

terbangun

sekunder

terhadap

kerusakan

eliminasi:

retensi  disuria,

frekuensi,

nokturia.

Tujuan: Kebutuhan

tidur dan istirahat

terpenuhi.

Kriteria hasil:

        Klien mampu

istirahat / tidur

dengan waktu yang

cukup.

        Klien

mengungkapkan

sudah bisa tidur.

        Klien mampu

menjelaskan faktor

penghambat tidur.

      Jelaskan pada klien

dan keluarga

penyebab gangguan

tidur / istirahat dan

kemungkinan cara

untuk

menghindarinya.

      Ciptakan suasana

yang mendukung

dengan mengurangi

kebisingan.

      Batasi masukan

minuman yang

mengandung kafein.

      Meningkatkan

pengetahuan klien sehingga

klien mau kooperatif

terhadap tindakan 

keperawatan.

      Suasana yang tenang akan

mendukung istirahat klien.

      Menentukan rencana

untuk mengatasi gangguan.

4. Nyeri

berhubungan

dengan spasme

kandung kemih

dan insisi

Tujuan: Nyeri

berkurang atau

hilang.

Kriteria hasil :

        Klien

      Jelaskan pada klien

tentang gejala dini

spasmus kandung

kemih.

      Pemantauan klien

      Kien dapat mendeteksi

gajala dini spasmus

kandung kemih.

 

      sehingga obat – obatan

sekunder pada

prostatektomi

mengatakan nyeri

berkurang / hilang.

        Ekspresi wajah

klien tenang.

        Klien akan

menunjukkan

ketrampilan 

relaksasi.

        Klien akan

tidur / istirahat

dengan tepat.

        Tanda – tanda

vital dalam batas

normal.

        Keluarnya urine

melalui sekitar

kateter sedikit.

pada interval yang

teratur selama 48 jam,

untuk mengenal gejala

– gejala dini dari

spasmus kandung

kemih.

      Jelaskan pada klien

bahwa intensitas dan

frekuensi akan

berkurang dalam 24

sampai 48 jam.

      Beri penyuluhan

pada klien agar tidak

berkemih ke seputar

kateter.

      Anjurkan pada klien

untuk tidak duduk

dalam waktu yang

lama sesudah tindakan

TUR-P.

      Ajarkan penggunaan

teknik relaksasi,

termasuk latihan nafas

dalam, visualisasi.

      Jagalah selang

bisa diberikan.

      klien bahwa

ketidaknyamanan hanya

temporer

      Mengurang kemungkinan

spasmus.

      Mengurangi tekanan pada

luka insisi

      Menurunkan tegangan

otot, memfokuskan kembali

perhatian dan dapat

meningkatkan kemampuan

koping.

drainase urine tetap

aman dipaha untuk

mencegah

peningkatan tekanan

pada kandung kemih.

Irigasi kateter jika

terlihat bekuan pada

selang.

      Observasi tanda –

tanda vital.

      Kolaborasi dengan

dokter untuk memberi

obat – obatan

( analgesik atau anti

spasmodik )

      Sumbatan pada selang

kateter oleh bekuan darah

dapat menyebabkan distensi

kandung kemih dengan

peningkatan spasme.

      Mengetahui

perkembangan lebih lanjut

      nyeri dan mencegah 

spasmus kandung kemih.

5. Perubahan

eliminasi urine

berhubungan

dengan

obstruksi

sekunder dari

prostatektomi

bekuan darah

odema .

Tujuan: Eliminasi

urine normal dan

tidak terjadi retensi

urine.

Kriteria hasil:

        Klien akan

berkemih dalam

jumlah normal

tanpa retensi.

        Klien akan

      Pertahankan irigasi

kandung kemih yang

konstan selama 24

jam  pertama

      Pertahankan posisi

dower kateter dan

irigasi kateter.

      Anjurkan intake

cairan 2500-3000 ml

sesuai toleransi.

      Mencegah retensi pada

saat dini.

      dapat menghambat aliran

urine.

      Mencegah bekuan darah

menyumbat aliran urine.

menunjukan

perilaku yang

meningkatkan

kontrol kandung

kemih.

        Tidak terdapat

bekuan darah

sehingga urine

lancar lewat

kateter.

      Setalah kateter

diangkat, pantau

waktu, jumlah urine

dan ukuran aliran.

Perhatikan keluhan

rasa penuh kandung

kemih,

ketidakmampuan

berkemih, urgensi

atau gejala – gejala

retensi.

      Melancarkan aliran urine.

6. Potensial infeksi

berhubungan

dengan prosedur

invasif : alat

selama

pembedahan,

kateter, irigasi

kandung kemih

sering.

Tujuan: Klien tidak

menunjukkan tanda

– tanda infeksi .

Kriteria hasil:

        Klien tidak

mengalami infeksi.

        Dapat mencapai

waktu

penyembuhan.

        Tanda – tanda

vital dalam batas

normal dan tidak

ada tanda – tanda

shock.

      Pertahankan sistem

kateter steril, berikan

perawatan kateter

dengan steril.

      Anjurkan intake

cairan yang cukup

( 2500 – 3000 )

sehingga dapat

menurunkan potensial

infeksi.

      Pertahankan posisi

urobag dibawah.

      Mencegah pemasukan

bakteri dan infeksi.

      Meningkatkan output

urine sehingga resiko terjadi

ISK dikurangi dan

mempertahankan fungsi

ginjal.

      Menghindari refleks balik

urine yang dapat

memasukkan bakteri ke

kandung kemih.

      Observasi tanda –

tanda vital, laporkan

tanda – tanda shock

dan demam.

      Observasi urine:

warna, jumlah, bau.

      Kolaborasi dengan

dokter untuk memberi

obat antibiotik.

      Mencegah sebelum terjadi

shock.

      Mengidentifikasi adanya

infeksi.

      Untuk mencegah infeksi

dan membantu proses

penyembuhan

7. Kurang

pengetahuan:

tentang

prostatektomi

sehubungan

dengan kurang

informasi .

Tujuan: Klien

dapat menguraikan

pantangan kegiatan

serta kebutuhan

berobat lanjutan .

Kriteria hasil:

        Klien akan

melakukan

perubahan perilaku.

        Klien

berpartisipasi

dalam program

pengobatan.

        Klien akan

mengatakan

pemahaman pada

      Beri penjelasan

untuk mencegah

aktifitas berat selama

3-4 minggu .

      Pemasukan cairan

sekurang–kurangnya

2500-3000 ml/hari.

      Kosongkan kandung

kemih apabila

kandung kemih sudah

penuh .

      Dapat menimbulkan

perdarahan .

      Mengedan bisa

menimbulkan perdarahan,

pelunak tinja bisa

mengurangi kebutuhan

mengedan pada waktu BAB

      Mengurangi potensial

infeksi dan gumpalan

darah .

pantangan kegiatan

dan kebutuhan

berobat lanjutan .

8. Gangguan tidur

dan  istirahat

berhubungan

dengan nyeri.

Tujuan: Kebutuhan

tidur dan istirahat

terpenuhi.

Kriteria hasil:

-  Klien mampu

beristirahat / tidur

dalam waktu yang

cukup.

-  Klien

mengungkapan

sudah bisa tidur .

-  Klien mampu

menjelaskan faktor

penghambat tidur .

      Jelaskan pada klien

dan keluarga

penyebab gangguan

tidur dan

kemungkinan cara

untuk menghindari.

      Ciptakan suasana

yang mendukung,

suasana tenang

dengan mengurangi

kebisingan .

      Beri kesempatan

klien untuk

mengungkapkan

penyebab gangguan

tidur.

      Kolaborasi dengan

dokter untuk

pemberian obat yang

dapat mengurangi

nyeri ( analgesik ).

      meningkatkan

pengetahuan klien sehingga

mau kooperatif dalam

tindakan perawatan .

      Suasana tenang akan

mendukung istirahat .

 

      Menentukan rencana

mengatasi gangguan .

      Mengurangi nyeri

sehingga klien bisa istirahat

dengan cukup .

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit

buku kedokteran, EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa

Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,volume 3. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran, EGC.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses

keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas

Kedokteran Airlangga.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI.

Price, S. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV    Infomedika.

Sjamsuhidayat, R (et.al). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Smelzer, C Susanne. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth; alih bahasa, Agung

Waluyo; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. edisi VIII, Volume 3, Jakarta: EGC, 2002.