Laporan kasus VBAC
description
Transcript of Laporan kasus VBAC
LAPORAN KASUS OBSTETRI
VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN-SECTION (VBAC)
Risky Septiana
H1A 008 004
PEMBIMBING :
dr. Edi P. Wibowo, SpOG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan kasus yang berjudul “
Vaginal Birth After Cesarean-Section (VBAC)” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Edi Prasetyo Wibowo, selaku pembimbing laporan kasus ini, dan selaku
supervisor.
2. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan Kandungan
RSUP NTB, dan selaku supervisor.
3. dr. H. Doddy A.K, SpOG (K) selaku supervisor.
4. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku supervisor.
5. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 14 April 2014
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu
kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik
dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC
aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah
melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.” Juga banyak para ahli yang berpendapat
bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi
keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat peningkatan
angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service, melalui Consensus
Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa
VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman
dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000
menjadi 15% (Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen, yang
menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang
telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang aman
sebagai pengganti seksio sesarea ulangan (O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001).
Walau bagaimanapun, mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang
dan menyumbang kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
Berbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi penyumbang kepada
penurunan jumlah percobaan partus pevaginam ini. Faktor-faktor ini sebenarnya masih belum
difahami dengan jelas. Salah satu faktor yang paling sering dikemukan para ahli adalah resiko
ruptur uteri. Pada tindakan percobaan partus pervaginal yang gagal, yaitu pada maternal yang
harus melakukan seksio sesarea ulang didapati resiko komplikasi lebih tinggi berbanding
VBAC dan partus secara seksio sesarea elektif. Faktor nonmedis termasuklah restriksi
terhadap akses percobaan partus pervaginal. (NIH Consensus Development Conference
Statement, 2010). Berikut adalah salah satu contoh kasus proses melahirkan normal setelah
pernah melakukan section sesarea.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN-SECTION (VBAC)
A. Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea.
B. Indikasi VBAC
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan
pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
C. Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
4
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan
pervaginal
D. Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1999 dan
2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran
seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian
dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi
dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut
jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pada kebanyakan center merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang melakukan
VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi dalam waktu
20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics
N, 2000).
E. Faktor yang berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea kembali
atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat persalinan pervaginal terpenuhi
atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta
resiko masing-masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan
mana yang terbaik untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2000).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama bertahun-
tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan
pervaginal pada bekas seksio (Caughey AB, Mann S, 2001).
- Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan
salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi ini
mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio
sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang
lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.
(Toth PP, Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2001). Menurut American College of
5
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan
perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.
- Jumlah sectio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada
kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut
diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm
BL, 1997).
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali
adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko
ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali (Caughey AB, 1999,
Cunningham FG, 2001).
Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang lebih satu
kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi. Menurut Jamelle (1996)
menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi
beliau setuju dengan pernyataan bahwa setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio
sesarea pada kehamilan berikutnya , dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak
lebih tinggi.
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari pasien yang
pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan persalinan pervaginal dan
berhasil dengan luaran bayi yang baik. Menurut Cunningham (2001), American College of
Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan
bekas seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang
ketat.
Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2 kali lebih
sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih. Pada penelitian ini,
jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1 kali adalah 83% manakala 2 kali atau lebih
adalah 17 %.
- Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan
horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal.
Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh
kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di
6
tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus
seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan
sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang
dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada
uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi
sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya (Hill AD, 2002).
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur uteri
mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea sebelumnya atau
jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui
ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) 4,5 mm pada
usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak
sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG
pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan
bekas seksio sesarea. (Cheung V, 2004).
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka seksio
sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.
Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan
histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi
yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada
waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan bahwa kekuatan sikatrik
pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat dari miometrium itu
sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan
dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata
pada regangan maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada
jaringan miometrium dikedua sisi sikatrik.
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang mengalami
ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan sikatriknya utuh. Yang
7
mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik yang terbentuk relatif lebih kuat dari
jaringan miometrium itu sendiri (Srinivas S. 2007).
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga
menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka yang terlalu
kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan penyebab timbulnya
gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun technical
error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan sikatrik pada
penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang penyebab-penyebab yang
dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea, menjadi panduan
apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea dapat dilaksanakan atau tidak
(Srinivas, 2007).
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi uterus.
Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan multipara tanpa
seksio sesarea yang menjalani persalinan pervaginal (Chua S, Arulkumaran S, 1997).
- Indikasi operasi pada seksio sesarea sebelumnya
Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC.
Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginal sebesar 60
– 65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 – 73% (Caughey AB,
Mann S, 2001).
Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu
dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu
dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6
sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio
sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II (Cunningham FG, 2001).
- Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari
penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio
8
sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio
sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih besar tiga kali dari
pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun (Caughey AB, Mann S, 2001).
Menurut Weinstein (1996) dan Landon (2004) mendapatkan pada penelitian mereka
bahwa faktor umur tidak bermakna secara statistik dalam mempengaruhi keberhasilan
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
- Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa
dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi uterus tidak
pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya
sama dengan insisi pada seksio sesarea klasik (Salzmann B, 1994).
- Riwayat persalinan pervaginal
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea
mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC (Cunningham FG, 2001).
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal
memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien tanpa persalinan pervaginal (Caughey AB, Mann S, 2001).
Menurut Benedetti TJ (1982) dalam Toth PP (1996), pada pasien bekas seksio sesarea
yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan pervaginal, makin berkurang
kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan yang akan datang.
Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun
persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan
ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginal
(Toth PP, 1996).
- Keadaan seviks pad saat partus
Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC (Flamm BL,
1997). Menurut Guleria dan Dhall (1997) menyatakan bahwa laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea
segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan pervaginal sedangkan sisanya
adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea
yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25
cm/jam. Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal
pada fase late rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42 cm/jam.
9
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada
maternal dengan bekas seksio sesarea (Plaut MM, et al, 1999). Dijumpai adanya 1 kasus
ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama dilakukan
pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan
(Scott, 1997).
- Keadaan selaput ketuban
Menurut Carrol (1990) dalam Miller (1994) melaporkan pasien dengan ketuban pecah
dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses
persalinannya dapat pervaginal dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat
angka keberhasilan yang tinggi yaitu 91 % dengan menghindari pemberian induksi
persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini
sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.
F. INDUKSI VBAC
Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas seksio sesarea
satu kali memberi kesimpulkan bahwa induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan
kejadian ruptur uteri pada wanita hamil dengan bekas seksio sesarea satu kali
dibandingkan dengan partus spontan tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan
peningkatan yang bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip akselerasi pada
pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara ketat (Zelop CM, 1999).
Menurut Scott (1997) tingkat keberhasilan pemberian oksitosin pada persalinan bekas
seksio sesarea cukup tinggi yaitu 70% pada induksi persalinan dan 100% pada akselerasi
persalinan.
G.RESIKO TERHADAP MATERNAL
Menurut Kirt EP (1990) dan Goldberg (2000) menyatakan resiko terhadap ibu yang
melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan elektif pada
bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang berhasil
dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea insiden
demam lebih tinggi
10
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal dibanding
dengan seksio sesarea elektif.
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali dari
seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal sangat
rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan
insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden demam paska
persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif
H.RESIKO TERHADAP ANAK
Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan
pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah
2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika berat badan janin < 750
gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal
dari persalinan pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan
elektif (Kirk, 1990).
Menurut Flamm BL (1997) melaporkan angka kematian perinatal adalah 7 per 1.000
kelahiran hidup pada persalinan pervaginal, angka ini tidak berbeda secara bermakna dari
angka kematian perinatal dari rumah sakit yang ditelitinya yaitu 10 per 1.000 kelahiran
hidup.
Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir
pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Menurut
McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC
dibanding seksio sesarea ulangan elektif. Menurut Flamm BL (1997) juga melaporkan
morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak
berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.
I. KOMPLIKASI VBAC
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan pervaginal
adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan
tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999). Dilaporkan bahwa kejadian ruptur
uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8
11
%). Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio sesarea
korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College of Obstetricans and
Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 – 9 %. Kejadian ruptur uteri selama partus
percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ,
2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar dari
robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan
histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan
dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik
terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill
DA, 2002).
Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin tak normal
dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat, bradiakardia, dan
denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri
abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan persalinan
pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan perinatal 5-10 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim (Chua S,
Arunkumaran S, 1997).
12
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal/jam masuk RSUP NTB : 2 April 2014/ pk. 11.03 WITA
IDENTITAS:
Nama : Ny. L
Usia : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Sandik, Lombok Barat
ANAMNESA:
Keluhan Utama: Nyeri perut menjalar ke pinggang
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke VK IGD RSUP NTB dengan keluhan nyeri
perut menjalar ke pinggang sejak pukul 17.00 (01/04/2014). Keluar air dari jalan lahir (-).
Keluar lendir dan darah (+). Pergerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), riwayat penyakit
jantung (-), riwayat operasi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), riwayat penyakit
jantung (-)
HPHT : 21/06/2013
HTP : 28/03/2014
Riwayat ANC : 9x di puskesmas, terakhir tanggal 21/03/2014. Hasil letak kepala, TD
110/70, umur kehamilan 39 minggu.
Riwayat USG : -
13
Riwayat KB : IUD
Renacana KB : IUD
Riwayat Obstetri:
1. Aterm, laki-laki, lahir di RSUP, VE, BB 3800 gr, meninggal 2 hari post partum.
2. Aterm, laki-laki, lahir di RSUP, SC ec CPD, BB 3900 gr, hidup, 7 tahun
3. Ini
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : An (-/-), Ikterus (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : scar (+), striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+)
STATUS OBSTETRI
a. Leopold I : bokong
- TFU : 33 cm
- TBJ : 3410 gram
b.Leopold II : punggung disebelah kiri
c. Leopold III : kepala
d.Leopold IV : kepala sudah masuk PAP (4/5)
- His : 2x10’~30”
- DJJ : 11.12.11 (136x/menit)
- VT : ø 2 cm, eff. 25%, ketuban (+), denominator belum jelas, teraba kepala ↓ HI,
tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat.
14
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium (04/12/2011)
HGB : 12,1 g/dL
RBC : 4,64 x 10^6/μL
WBC : 11,48 x 10^3/μL
PLT : 387 x 10^3/μL
HbsAg : -
DIAGNOSIS:
G3P2A0H1 40-41 minggu T/H/IU letak kepala dengan kala 1 fase laten + riwayat SC 7
tahun yang lalu.
RENCANA TINDAKAN:
Observasi kesra ibu dan janin
Observasi kemajuan persalinan. Jika tidak ada kemajuan persalinan, pro SC.
BAYI
Lahir tgl, jam : 2 April 2014, pukul 19.25 wita
Jenis Kelamin : Laki-laki
Macam Persalinan : Spontan B
Lahir : hidup
Berat : 3300 gr
Panjang : 49 cm
A-S : 7-9
Anus : +
Kelainan kongenital : -
PLACENTA
Lahir tgl / jam : 2 April 2014 / 19.25, spontan.
Air Ketuban : jernih
Berat : ± 500 gram
Panjang tl.pusat : 50 cm
Lengkap : Ya
KEADAAN IBU 2 JAM POST PARTUM
15
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6° C
Kontraksi Uterus : (+) baik
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan aktif : -
BAB IV
PEMBAHASAN
16
Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetric
pada Ny. L, 37 tahun dengan kehamilan riwayat section sesarea sebelumnya. Pasien datang
ke VK IRD mengeluh nyeri perut menjalar ke pinggang sejak pukul 17.00 (01/04/2014).
Keluar air dari jalan lahir (-). Keluar lendir dan darah (+). Pergerakan janin masih dirasakan.
Dari HPHT didapatkan umur kehamilan saat ini adalah 40-41 minggu. Ini adalah kehamilan
pasien yang ke-3 dimana pasien memiliki riwayat seksio pada kehamilan ke-2 7 tahun yang
lalu. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan letak kepala dengan TFU 33 cm dan TBJ 3410
gram, his 2 x 10‘~30“ dan pada pemeriksaan VT ditemukan ø 2 cm, eff. 25%, ketuban (+),
denominator belum jelas, teraba kepala ↓ HI, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian dokter muda melapor ke
dokter umum pro observasi, dan kemudian dokter umum melaporkan ke supervisor. Saran
supervisor untuk kasus ini adalah observasi kemajuan persalinan.
Dalam kasus ini diterapkan teori VBAC dimana VBAC adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea. Pada pasien ini sudah memenuhi criteria seleksi
untuk VBAC yakni :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.
Pada pasien ini juga tidak terdapat kontraindikasi VBAC seperti panggul sempit. Selain
itu, pertimbangannya d sini adalah bahwa pada kehamilan yang pertama, pasien melahirkan
bayi dengan berat badan 3800, sedangkan perkiraan berat badan bayi pada kehamilan ini
adalah 3410, berat badan bayi saat ini lebih kecil dari persalinan pervaginal sebelumnya, jadi
diharapakan bayi akan dapat lahir secara pervaginal.
Dalam perjalanannya, pada kasus ini terdapat kemajuan persalinan sehingga pada
akhirnya bayi dapat dilahirkan pervaginal.
DAFTAR PUSTAKA
17
American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) Practice Bulletin, 2004. Vaginal
Birth after Previous Cesarean Delivery. Clinical Management Guidelines for
Obstetrician Gynecologists, No.54
Caughey, A.B., dan Mann, S., 2001. Vaginal Birth After Cesarean, E- Medicine Journal.
Available from: http//www.emedicine.com/med/topic3434.html. [Accessed 5 April
2014]
Coassolo, K., 2005. Safety and Efficacy of Vaginal Birth After Cesarean Attempts at or
Beyond 40 Weeks of Gestation. Journal of Obstetrics and Gynecology
Cunningham, F.G., Gant, N.F., dan Leveno, K.J., 2001. Cesarean Section and Peripartum
Hysterectomy. In: Williams Obstetrics. 21st ed. USA: Mc Graw-Hill Companies:
Depp R., 2001. Cesarean Delivery. In: Obstetrics Normal & Problem Pregnancies. 4th
Edition. USA: Churchill Livingstone
Dunn, E.A., dan O‟Herlihy., 2005. Comparison of maternal satisfaction following vaginal
delivery after caesarean section and caesarean section after previous vaginal delivery .
European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology
Flamm B.L., dan Geiger A.M., 1997. Vaginal Birth After Cesarean: An Admission Scoring
System. American Journal Obstetrics and Gynecology
Kirk, E. P., dan Doyle, A. K., Leight, J., 1990. Vaginal Birth After Cesarean of Repeat
Cesarean Section. American Journal Obstetrics and Gynecology
Golberg, B., 2000. Vaginal Birth After Cesarean. Obgyn.net Pub. Available from :
http://www.obgyn.net/displayarticle.asp?page=/pb/articles/vbac. [Accessed 6 April
2014]
Martel, M. J., dan MacKinnon, C. J., 2005. Guidelines for Vaginal Birth after Previous
Cesarean Birth. Journal of Obstetricians and Gynecologists of Canada
Miller, D. A., Diaz, F. G., dan Paul, R. H., 1999. Vaginal Birth After Cesarean : A 10-Year
Experience. Journal Obstetrics and Gynecology
Miltas, Z., 2001. Partus Pervaginam Pasca Seksio Sesarea : Analisis Faktor yang
Berpengaruh. Departemen Kesehatan Indonesia. Available from :
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2000-zainuri-662-
sesarea [Accessed 6 April 2014].
National Institutes Of Health (NIH), 2010. Vaginal Birth After Cesarean: New Insights. NIH
Consensus Development Conference, Draft Statement, USA. Available from :
http://consensus.nih.gov/2010/vbac.html [Accessed 15 April 2014].
18
Pradjatmo, H., 2004. Analisis faktor risiko kegagalan persalinan pervaginam pada ibu-ibu
hamil dengan riwayat seksio sesarea kehamilan sebelumnya. Berkala llmu Kedokteran
19