LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

29
1 LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec metastatic bone disease tumor mammae Oleh dr. I Gede Hendra Sucipta Pembimbing Prof.Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU BEDAH UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019

Transcript of LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

Page 1: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

1

LAPORAN KASUS

Pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec metastatic bone disease

tumor mammae

Oleh

dr. I Gede Hendra Sucipta

Pembimbing

Prof.Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

Page 2: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya, penulis dapat

menyelesaikan Laporan Kasus yang merupakan salah satu tugas dalam Program

Pendidikan Dokter Spesialis Bedah FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. Laporan

Kasus ini membahas tentang Pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec

metastatic bone disease tumor mammae.

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memperdalam

wawasan tentang pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec metastatic bone

disease tumor mammae serta melatih kemampuan membuat tulisan ilmiah dan

prasyarat dalam mengikuti pendidikan bedah lanjut II di Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana-Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-

dalamnya kepada

1. dr. I Ketut Wiargitha, Sp.B(K) Trauma sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Bedah FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan motivasinya.

2. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT sebagai pembimbing yang telah

dengan tulus memberikan saran dan masukan baik akademik maupun moril

sampai laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu

dengan segala keredahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan

laporan kasus ini

Denpasar, 04 April 2019

I Gede Hendra Sucipta

Page 3: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

3

BAB I

PENDAHULUAN

Metastatic bone disease lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan

tumor primer tulang. MBD di Amerika Serikat terjadi 1,2 juta kasus tumor ganas per

tahun dan 300.000 kasus mengalami metastase ke tulang. MBD berasal dari tumor

primer kanker payudara dan prostat (70%), thyroid (40%), ginjal (35%), paru (35 %),

rectal (10%). Skeletal sistem merupakan tempat metastase ketiga terbanyak setelah

paru-paru, dan liver. Jika dilihat dari umur sering terjadi pada umur dewasa dan

orang tua, 75% terjadi pada umur lebih dari 50 tahun. Tempat metastase pada tulang

adalah red marrow, seperti vertebrae (50-70%), costae, sternum, pelvis, dan proximal

femur.

Gejala dan tanda klinis yang sering terjadi pada pasien MBD adalah nyeri,

fraktur patologis, hipercalcemia, dan keluhan neurologis terutama metastase di

daerah tulang belakang. Diagnostik pada MBD dikerjakan dengan anamnesa,

pemeriksaan fisik, laboratorium dan imaging yang baik. Bila ditemukan tanda-tanda

khas MBD, seperti riwayat tumor primer (karsinoma ), umur dewasa atau tua (lebih

dari 50 tahun), lesi tulang multiple, diagnosis dapat mudah ditegakkan, tetapi jika

hanya ditemukan keluhan dan tanda yang tidak spesifik, maka perlu dilakukan

pemeriksaan sitologi atau histopatologi. Deferensial diagnosis dari MBD adalah lesi

pada tulang seperti : Stress fracture, metabolic disease, tumor primer tulang, dan

miositis ossifikan. Terapi pada MBD sebagian besar dilakukan tanpa pembedahan,

tetapi tindakan pembedahan diperlukan jika gagal dengan terapi medikamentosa,

terjadi impending fraktur patologi, dan penekanan pada saraf.

Page 4: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

4

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Ni Ketut Putriasih

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 06 Mei 1977

Umur : 41 tahun

CM : 19013984

Alamat : Warukulon RT 02, Pucuk, Lamongan, Jawa Timur

MRS : 31/04/2019

Ruangan : Angsoka 3

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Nyeri pada paha kanan

Riwayat Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan sejak 3 hari yang lalu setelah

mengangkat barang. Nyeri dirasakan semakin memberat sehingga pasien tidak bisa

berjalan. Selain itu pasien juga mengeluhkan timbul benjolan pada payudara kanan

sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil seperti kelereng, namun

semakin lama semakin membesar seukuran telur ayam dan saat ini benjolan tersebut

terdapat luka. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sanjiwani Gianyar dengan

diagnosa pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec suspect MBD tumor

mamma dextra. Riwayat trauma (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mempunyai benjolan pada payudara kanan sejak bulan Agustus 2017, sempat

berobat ke RS Ganesha, namun menolak pengobatan lebih lanjut karena alasan biaya.

Riwayat pengobatan alternatif (+). Riwayat kemoterapi (-)

Page 5: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

5

2.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

TD : 110/70 mmHg

N : 76x/ menit

Tx : 36,5 C

RR : 18 x / menit

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)

THT : Kesan tenang

Maksillofacial : Dalam batas normal

Thorax : Insp : simetris,

Palp : nyeri,krepitasi (-/-)

Perc : Sonor/sonor

Aus : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), Po: Ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen: Insp : distensi (-)

Aus : BU (+)

Palp : defans (-)

Per : timpani

Ekstremitas : hangat ~ sesuai status lokalis

Anogenital : Anus (+), Genital (+) normal

Status Lokalis

Regio mama Dextra:

Massa ukuran 6x3 cm di quadran lateral atas dengan konsistensi padat keras, terfiksir

didasar. Ulkus (+), perdarahan (-), pus (+).

Regio Femur Dextra

L : Swelling (+), bruise (-), deformitas (+) external rotasi, Shortening (+) 2 cm

F : Tenderness (+), arteri dorsalis pedis teraba, CRT < 2 detik, sensoris normal

M : Active ROM knee terbatas karena nyeri

Page 6: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

6

Active ROM ankle 25/45

Active ROM MTP-IP 0/90

Foto Klinis

Gambar 1. Regio Mammae Dextra:

Gambar 2. Regio Femur Dextra

Page 7: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

7

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (29/03/2019)

Radiologi

Gambar 3. Pelvis AP

(29/03/2019)

Fraktur 1/3 proximal os

femur dextra, disertai soft

tissue swelling

Gambar 4. Femur Dextra AP/Lateral (29/03/2019)

Fraktur 1/3 proximal os femur dextra, disertai soft

tissue swelling

Page 8: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

8

Gambar 5. Thorax AP (29/03/2019)

Susp pneumonia dd/ pneumonic type lung metastase

Gambar 6. Bone Survey (01/04/2019) Pneumonia, suspek pneumonic type pulmonary metastase. Suspek bone process

metastase pada os calvaria, os humerus dextra 1/3 tengah, dan pelvis dengan

fraktur patologis pada os femur dextra 1/3 proximal

Page 9: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

9

2.5 Diagnosis

- Pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec MBD

- Tumor mamma dextra (T4CN0M1)

2.6 Penatalaksanaan

TS Orthopaedi

- Immobilization with skin traction 5 Kg

- Cephalomedullary nailing

TS Onkologi

- Work up diagnosis:

Open Biopsi

Gambar 7. USG Liver (04/04/2019)

Hepar dan GB tak tampak kelainan. Saat ini tak tampak nodul metastase

pada hepar dan paraaorta

Page 10: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Metastatic bone disease merupakan stadium akhir dari perjalanan tumor

primer.

3.2 Epidemiologi dan Etiologi

Sekitar 1,2 juta pasien menderita kanker setiap tahunnya di Amerika Serikat,

dari jumlah tersebut sekitar 300.000 orang mengalami metastasis ke tulang. Sebagai

perbandingan, hanya sekitar 2.700 pasien menderita sarcoma tulang setiap tahun.

Kisaran usia pasien dangan sarcoma berbeda dengan pasien yang menderita

metastasis kanker ke tulang. Kebanyakan pasien dengan metastasis ke tulang berusia

diatas 50 tahun, sementara kebanyakan penderita sarcoma merupakan orang dewasa

muda dengan usia dibawah 30 tahun.

Metastasis ke tulang yang paling sering adalah berasal dari karsinoma

payudara, selanjutnya secara berurutan karsinoma prostat, ginjal, paru-paru, tiroid,

buli dan traktus gastrointestinal. Sekitar 10% dari kasus metastasis tersebut tidak

ditemukan adanya tumor primer.

Lokasi yang paling sering terjadinya metastasis tulang adalah pada vertebra,

pelvis, femur proksimal, dan humerus. Penyebaran biasanya melalui aliran darah,

tetapi kadang-kadang tumor visceral menyebar secara langsung ke tulang yang

berdekatan (misalnya pelvis atau costa). Metastasis biasanya osteolitik, dan sering

terjadi fraktur patologis. Resorbsi tulang terjadi karena efek langsung dari sel-sel

tumor atau dari tumor-derived faktor yang menstimulasi aktivitas osteoklastik. Lesi

osteoblastik jarang terjadi, biasanya terjadi pada carcinoma prostat.

Page 11: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

11

Primary tumor Incidence of bone metastases (%)

Breast 73

Prostate 68

Thyroid 42

Kidney 35

Lung 35

Gastrointestinal tract 5-10

Tabel 1. Insidensi metastasis ke tulang dari berbagai macam kanker

3.3 Mekanisme terjadinya MBD

Tipe dari MBD

Metastasis ke tulang memiliki dua macam karakteristik yakni osteolytic dan

osteoblastic. Klasifikasi tersebut menggambarkan suatu keadaan dimana terjadinya

disregulasi dari proses remodeling tulang yang normal. Pasien dapat mengalami baik

metastasis osteolytic dan osteoblastic atau lesi campuran yang mengandung kedua

elemen tersebut. Kebanyakan pasien dengan kanker payudara akan mengalami

metastasis tipe osteolytic, walaupun sedikitnya sekitar 15-20% diantaranya akan

mengalami metastasis tipe osteoblastic. Sebagai tambahan, pembentukan tulang

sekunder terjadi sebagai respon dari adanya proses destruksi tulang. Proses reaktif

tersebut sangat mudah untuk dideteksi dengan menggunakan scanning tulang, yang

mengidentifikasi tempat terjadinya pembentukan tulang secara aktif. Hanya pada

multiple myeloma terjadi proses tulang lytic secara murni. Lesi yang terjadi pada

metastasis kanker prostat secara dominan merupakan lesi osteoblastik.

Beberapa faktor mempengaruhi frekuensi terjadinya metastasis ke tulang.

Aliran darah yang sangat tinggi pada daerah sumsum tulang, menjadi predileksi

terjadinya metastasis pada tempat tersebut. lebih jauh lagi, sel tumor memproduksi

molekul adhesive yang mengikat secara erat ke sel stromal dari sumsum tulang dan

matriks tulang. Interaksi tersebut menyebabkan sel tumor meningkatkan produksi

factor angiogenesis dan bone-resorpsing yang lebih lanjut lagi akan meningkatkan

pertumbuhannya di tulang. Tulang juga merupakan tempat bagi beberapa faktor

pertumbuhan, termasuk didalamnya transforming growth factor, insulin-like growth

factor I dan II, fibroblast growth factor, platelet-derived growth factor, bone

Page 12: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

12

morphogenetic proteins, dan kalsium. Factor-faktor pertumbuhan tersebut, yang

dilepaskan dan teraktivasi selama proses resorpsi tulang, menyediakan tempat yang

subur bagi pertumbuhan sel tumor. Hipotesis “seed and soil” tersebut pertama kali

diungkapkan oleh Stephen Paget pada tahun 1889.

Remodelling Tulang Normal

Tulang manusia secara berkelanjutan mengalami pergantian dan remodeling

melalui aktivitas yang melibatkan osteoklas dan osteoblas pada permukaan trabekular

dan system haversian. Pada tulang yang normal, terdapat keseimbangan dari

rangkaian proses remodelling tersebut yakni: resorpsi tulang oleh osteoklas, dan

kemudian pembentukan tulang oleh osteoblas.

Osteoklas

Osteoklas berasal dari sel-sel precursor monosit dan makrofag yang

berdiferensiasi menjadi osteoklas inaktif. Osteoklas yang teraktivasi meresorbsi

tulang dan mengalami apoptosis. Kedua sel tersebut memproduksi sitokin dan

hormone sistemik yang meregulasi pembentukan dan aktivasi osteoklas. Lingkungan

mikro dari tulang memainkan peranan penting dalam pembentukan osteoklas melalui

produksi macrofag colony stimulating factor dan reseptor activator of nuclear faktork

B (RANK) ligand (RANKL) oleh sel-sel atau osteoblas. RANKL, bagian dari tumor

necrosis factor, diekspresikan dipermukaan osteoblas dan sel-sel stromal dan

dilepaskan oleh sel-sel T teraktivasi. Faktor-faktor yang bersifat osteopenic, seperti

hormone paratiroid, 1,25-dihydroxyvitamin D dan prostaglandin menginduksi

pembentukan dari osteoklas dengan meningkatkan ekspresi dari RANKL pada sel-sel

stromal sumsum tulang dan osteoblas daripada secara langsung bekerja pada

precursor osteoklas. RANKL mengikat reseptor RANK pada precursor osteoklas dan

menginduksi pembentukan osteoklas melalui sinyal pada nuclear factor kB dan jalur

Jun N-terminal kinase. Bentuk terlarut dari RANKL diproduksi oleh sel T teraktivasi

dapat dideteksi pada cairan sendi hewan dengan arthritis. Pentingnya peran RANKL

pada pembentukan osteoklas digambarkan secara jelas melalui tehnik rekombinasi

homolog dimana RANKL atau gen RANK pada tikus yang telah dihapus. Pada hewan

coba tersebut mengalami penurunan osteoklas dan sebagai hasilnya terjadinya

Page 13: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

13

osteopetrosis. Sebagai tambahan, perkembangan dari sel B dan sel T mengalami

penurunan pada hewan coba tersebut. Reseptor untuk RANK, osteoprotegerin, secara

normal berada pada sumsum tulang. Osteoprotegerin, bagian dari keluarga reseptor

tumor nerosis factor, menghambat terjadinya diferensiasi dan resorpsi osteoklas

secara in vitro dan in vivo. Rasio RANKL terhadap osteoprotegerin mengatur

pembentukan dan aktivitas dari osteoklas. Produksi yang berlebihan dari

osteoprotegerin terbukti menyebabkan osteoporosis pada hewan coba, dimana

kurangnya kadar osteoprotegerin menyebabkan osteopenia. Peran dari RANKL yang

penting pada destruksi tulang menyebabkan pengembangan rekombinan

osteoprotegerin dan antibody terhadap RANKL sebagai pengobatan potensial untuk

metastasis tulang. Osteoklas meresorbsi tulang dengan mensekresi protease yang

menguraikan matriks tulang dan memproduksi asam yang melepaskan mineral tulang

ke ruang ekstraselular dibawah dari perbatasan plasma membrane osteoklas, yang

menghadap ke tulang dan merupakan organela yang meresorbsi dari sel. Perlekatan

osteoklas ke permukaan tulang penting untuk proses resorbsi tulang, karena adanya

zat yang mempengaruhi perlekatan osteoklas yang memblok resorpsi dari tulang.

Agen yang mempengaruhi perlekatan osteoklas ke tulang atau menghambat protease

yang diproduksi oleh osteoklas, seperti cathepsin K, dalam penelitian dan mungkin

berguna untuk terapi metastasis tulang.

Osteoblas

Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang. Osteoblas berasal dari sel-sel

mesenkimal, yang membentuk osteoblas, adiposit, dan sel-sel otot. Faktor transkripsi

yang penting untuk diferensiasi osteoblas adalah Runx-2, atau core-binding factor a1

(CBFA1). CBFA1 mengatur ekspresi semua gen yang berhubungan dengan

diferensiasi osteoblas. Pada hewan coba tikus, yang mengalami kekurangan gen

CBFA1 tulang tidak terbentuk. Diferensiasi osteoblas kurang begitu dipahami

daripada diferensiasi osteoklas. Terdapat precursor awal osteoblas yang memproduksi

alkaline phosphatase dan precursor yang lebih terdiferensiasi yang memproduksi

sejumlah osteokalsin dan matriks yang terkalsifikasi. Osteoblas kemudian menjadi

osteosit . Bone Morphometric proteins merupakan faktor yang penting yang

menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi dari osteoblas. Seperti ditunjukan pada

Page 14: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

14

gambar 2B, banyak faktor dapat mengubah pertumbuhan dan diferensiasi osteoblas,

termasuk platelet-derived growth factor, fibroblast, faktor pertumbuhan, dan

transforming growth factor b.

Metastasis Osteolitik

Pada metastasis osteolitik, destruksi dari tulang lebih dimediasi oleh osteoklas

daripada oleh sel tumor itu sendiri. Akan tetapi, faktor-faktor yang bertanggung jawab

terhadap aktivasi osteoklas sangat bervariasi tergantung dari jenis tumornya. Pada

Multiple Myeloma, osteoklas terakumulasi hanya pada permukaan tulang yang

teresorbsi berdekatan dengan sel-sel dari myeloma tersebut, tidak didapatkan

osteoklas di area lain dari tulang yang terbebas dari tumor tersebut. Sebagai tambahan

dari meningkatnya resorbsi tulang, proses pembentukan tulang mengalami supresi

sehingga lesi tulang pada pasien dengan myeloma hanya bersifat litik. Beberapa

faktor osteoklastogenik berhubungan dengan meningkatnya aktivitas osteoklas pada

myeloma. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah interleukin-1, interleukin-6,

macrophage inflammatory protein, dan RANKL. Interleukin-1 merupakan stimulan

Page 15: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

15

poten pada pembentukan osteoklas, tetapi kadar interleukin-1 yang diproduksi oleh

sel myeloma sangatlah rendah. Beberapa penelitian tidak mendeteksi tingkat dari

interleukin-1 pada beberapa tumor myeloma, menunjukan bahwa interleukin-1

mungkin bukan merupakan mediator utama dari myeoloma bone disease. Interleukin-

6 merupakan faktor pertumbuhan atau paling tidak merupakan faktor yang

menghambat terjadinya apoptosis pada sel myeloma. Faktor tersebut terdapat pada

sampel plasma sumsum tulang dari pasien dengan myeloma. Interleukin-6 merupakan

stimulator potensial pada pembentukan osteoklas dan dapat mengubah pengaruh dari

peptide terkait hormone paratiroid pada pembantukan osteoklas secara in vivo.

Tingkat interleukin-6 pada sumsum tulang tidak secara konsisten berhubungan

dengan adanya lesi tulang. Akan tetapi, ketika sel myeloma menempel pada sel

stromal dari sumsum tulang, produksi dari interleukin-6 oleh sel stromal sumsum

tulang meningkat. Interleukin-6 nampaknya memiliki peran yang penting dalam

mengubah pertumbuhan atau memperpanjang survival sel myeloma, tetapi perannya

dalam myeloma bone disease masih belum jelas. RANKL adalah mediator utama pada

myeloma bone disease. Beberapa penelitian menunjukan bahwa sel myeloma

memproduksi RANKL, tetapi tidak jelas jumlah dari RANKL yang diproduksi oleh

sel myeloma cukup untuk menginduksi pembentukan osteoklas. Sebaliknya, RANKL

mencegah terjadinya apoptosis dari osteoklas. RANKL diproduksi oleh sel-sel stroma

sumsum tulang pada myeloma. Pada kondisi mikro dari tulang pada myeloma,

produksi RANKL meningkat dan produksi osteoprotegerin secara nyata menurun.

Penghambatan terhadap pengikatan RANKL ke reseptor RANK dengan bentuk

soluble dari reseptor RANK atau osteoprotegerin menghambat destruksi tulang pada

tikus dengan myeloma. Semua data tersebut menunjukkan bahwa RANKL adalah

mediator utama pada myeloma bone disease. Macrophage inflammatory protein 1a

juga nampaknya merupakan regulator kunci dari destruksi tulang pada myeloma.

Macrophage inflammatory protein 1a merupakan induktor poten pembentukan

osteoklas secara in vitro, secara independen dari RANKL, dan mengubah

pembentukan osteoklas yang terstimulasi oleh RANKL dan interleukin-6. Pada sekitar

70% pasien, sel myeloma memproduksi Macrophage inflammatory protein 1a dan

kadar dari protein tersebut meningkat pada plasma dari sumsum tulang. Kadar

Macrophage inflammatory protein 1a berkorelasi secara kuat dengan adanya lesi

Page 16: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

16

osteolitik, lebih lanjut lagi microanalisis DNA dari sel-sel myeloma menunjukan

bahwa ekspresi dari gen Macrophage inflammatory protein 1a secara nyata

meningkat dan berhubungan dengan bone disease. Lebih jauh lagi, penghambatan

ekspresi dari gen Macrophage inflammatory protein 1a atau aktivitas dari

Macrophage inflammatory protein 1a pada hewan coba dengan myeloma akan

menurunkan terjadinya destruksi tulang maupun beban dari tumor myeloma.

Macrophage inflammatory protein 1a juga mungubah interaksi adhesive antara sel-sel

myeloma dengan sel-sel stromal secara up-regulating ekspresi dari b1 integrin pada

sel-sel myeloma. Interaksi adhesive antara sel-sel stromal susmsum tulang dan sel-sel

myeloma meningkatkan produksi dari interleukin-6, RANKL, dan Macrophage

inflammatory protein 1a yang lebih jauh lagi akan meningkatkan destruksi tulang.

3.4 Gambaran Klinis

Nyeri

Pasien biasanya berusia 50-70 tahun, sehingga jika terdapat lesi destruksi pada

tulang pada kelompok usia ini diferensial diagnosis metastasis harus disertakan. Nyeri

tulang belakang merupakan keluhan yang paling sering, bahkan tidak jarang menjadi

satu-satunya keluhan. Nyeri tulang belakang dan nyeri paha pada orang tua (terutama

seseorang yang diketahui telah pernah mendapat pengobatan untuk karsinoma) harus

selalu dicurigai.

Kejadian metastasis tulang dapat diketahui melalui pencatatan riwayat

penyakit yang akurat, melakukan pemeriksaan fisik secara rinci, dan pemeriksaan

radilogis yang sesuai. Riwayat nyeri harus menyertakan keterangan tentang nyeri

yang harus dinilai oleh dokter, seperti: onsetnya, radiasi, faktor pemicu dan yang

meringankan nyeri, laporan pasien akan intensitas nyerinya,. Terdapat beberapa

metode untuk menggambarkan intensitas nyeri, diantaranya: Numerical Rating Scale

(yang paling umum digunakan), Visual Analog Scale , Iowa Pain Termometer Scale

dan Face Pain Scale. Beberapa faktor dapat menjadi petunjuk yaitu:

1. Nyeri pada MBD onsetnya bertahap, secara progresif menjadi semakin hebat,

dan biasanya nyeri bersifat lokal dan sering muncul di malam hari dan/atau

saat weight-bearing.

Page 17: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

17

2. MBD mayoritas berasal dari kanker payudara, paru-paru, prostat, tiroid dan

ginjal.

3. Lokasi penyebaran pada skeletal yang paling umum diantaranya vertebra,

pelvis, kosta, tengkorak, humerus dan femur.

4. Meskipun sekitar 80% dari metastasis mengenai multilevel vertebral, tetapi

cenderung lebih sering ditemui pada regio torakal, diikuti oleh lumbosacral

dan cervikal.

5. Nyeri yang berlokasi di daerah occipital atau nuchae menjalar ke posterior

tengkorak dan mengalami eksaserbasi saat leher dalam keadaan fleksi, dapat

berhubungan dengan destruksi atlas (C1).

6. Nyeri yang mengarah pada regio interscapular dapat berhubungan dengan

sindrom C7-T1 akibat invasi tumor dari vertebra.

7. Nyeri di crista iliaka atau sacroiliac joint bisa berasal dari level T12 atau L1,

sedangkan rasa nyeri di daerah bokong atau paha belakang yang bertambah

ketika berbaring dan pulih ketika berdiri mungkin merupakan nyeri alih

segmen sakral.

8. Rasa nyeri yang meningkat dengan cepat dan menjalar pada band-like fashion

di sekitar dada atau perut bisa menunjukkan kompresi epidural yang

merupakan suatu keadaan emergensi oncologic / neorologis. Kompresi spinal

cord biasanya disertai oleh kehilangan sensorik, reflek abnormal reflek,

kelemahan, dan disfungsi otonom.

9. Nyeri pada pangkal paha atau lutut bisa berasal dari sendi paha .

Karakteristik nyeri pada MBD dapat somatik (muskuloskeletal), neuropatik

(dengan protopathicand atau fitur epicritic, disebabkan oleh iritasi atau kerusakan

saraf akibat serangan tumor) atau nyeri campuran yang lebih sering terjadi.

Beberapa deposit secara klinis tidak memberikan gejala dan ditemukan secara

kebetulan pada saat pemeriksaan x-ray atau bone scanning, atau setelah fraktur

patologis. Jika tidak ada riwayat dan petunjuk klinis yang mengarah pada karsinoma

primer, biopsi pada daerah fraktur sangat penting. Gejala hypercalcaemia dapat

terjadi (dan sering luput) pada pasien dengan skeletal metastasis. Diantaranya

anoreksia, mual, haus, polyuria, nyeri perut, lemah dan depresi. Pada anak-anak umur

dibawah 6 tahun,, lesi metastasis yang paling sering dari adrenal neuroblastoma.

Page 18: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

18

Metastatis ke tulang merupakan penyebab morbiditas yang paling sering pada pasien

dengan kanker stadium lanjut. Frekuensi komplikasi ke tulang (juga dikenal dengan

kejadian terkait tulang) pada beberapa tipe tumor yang mendapat terapi sistemik

standar tanpa bifosfonat. Rata-rata pasien dengan metastasi akan mengalami kejadian

terkait tulang setiap 3-6 bulan. Akan tetapi kejadian dari peristiwa morbiditas

tersebut tidak sering, dengan kejadian terpisah pada sekitar periode dari progresi dan

menjadi lebih sering ketika progresivitas dari penyakitnya menjadi lebih ekstensif

dan pilihan pengobatannya menjadi terbatas.

Hiperkalsemia

Hiperkalsemia paling sering terjadi pada pasien dengan kanker paru sel

squamosa, kanker payudara, dan kanker ginjal, dan pada beberapa keganasan

hematologis khususnya myeloma dan limfoma. Pada kebanyakan kasus,

hiperkalsemia merupakan hasil dari destruksi tulang, dan metastasis yang bersifat

osteolitik terdapat pada 80% kasus. Pada kanker payudara, terdapat hubungan antara

hiperkalsemia dan terdapatnya metastasis ke hepar. Kaitan tersebut mungkin

menggambarkan hubungan anatara keterlibatan hepar dan produksi atau penurunan

metabolisme dari factor-faktor humoral yang berefek ke tulang seperti peptide terkait

hormon paratiroid atau activator dari reseptor nuclear factor-κB ligand. Sekresi dari

factor humoral dan parakrin oleh sel tumor akan menstimulasi aktivitas dan

proliferasi osteoklas, dan disana terdapat peningkatan nyata terjadinya turnover

tulang. Beberapa penelitian menetapkan peran dari hormon paratiroid terhadap

kejadian hiperkalsemia. Kadar dari hormon paratiroid meningkat pada dua per tiga

pasien dengan metastasis ke tulang dan pada semua pasien dengan hiperkalsemia

humoral. Ginjal juga memilii peran terhadap terjadinya hiperkalsemia malignan;

sebagai hasil dari penurunan volume dan hormone paratiroid, reabsorbsi kalsium dari

tubulus ginjal meningkat, yang lebih jauh lagi akan meningkatkan kadar kalsium

serum. Tanda dan gejala hiperkalsemia tidak spesifik, dan klinisi seharusnya

memiliki tingkat kecurigaan. Gejala-gejala yang umum termasuk diantaranya lemas,

anoreksia, dan konstipasi. Jika tidak diatasi, peningkatan progresif dari kadar kalsium

serum akan menghasilkan penurunan dari fungsi ginjal dan status mental. Kematian

pada khususnya terjadi sebagai akibat gagal ginjal dan aritmia jantung.

Page 19: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

19

Fraktur Patologis

Destruksi dari tulang yang mengalami metastasis akan menurunkan

kemampuan menahan beban dari tulang dan akan menghasilkan mikro fraktur, yang

akan menyebabkan nyeri. Fraktur terjadi paling sering di tulang-tulang costae dan

vertebra. Fraktur yang terjadi pada tulang panjang atau perluasan epidural tumor ke

tulang belakang yang paling sering menyebabkan disabilitas. Kejadian fraktur tulang

panjang memiliki efek yang menentukan terhadap kualitas hidup pasien dengan

kanker stadium lanjut, beberapa usaha sudah dilakukan untuk memprediksikan lokasi

dari fraktur dan untuk mencegah terjadinya fraktur dengan pembedahan profilaksis.

Fraktur paling sering terjadi pada tulang dengan lesi litik yang digunakan untuk

menahan beban. Kerusakan baik pada tulang kortikal maupun tulang trabekular

secaras truktural menjadi penting. Beberapa gambaran radiologis telah diidentifikasi

yang mungkin dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fraktur, fraktur terjadi

jika lesi yang ada besar dan bersifat litik, dan mengerosi korteks. System scoring

diperkenalkan oleh Mirels berdasarkan lokasi, asal, ukuran dan gejala dari deposit

metastasis. Dengan menggunakan system tersebut, lesi yang memiliki nilai >7 secara

umum akan memerlukan intervensi pembedahan, nilai >10 memiliki resiko terjadinya

fraktur sekitar 50%.

Kompresi dari saraf spinal atau cauda equine.

Kompresi dari saraf spinal merupakan kegawatan, dan kasus-kasus terduga

memerlukan evaluasi dan penaganan. Nyeri terjadi hamper pada semua pasien,

bersifat local pada area dibawah dari tumor, dan sering mengalami perburukan dengan

aktivitas yang meningkatkan tekanan intradural seperti batuk, bersin,dll. Nyeri sering

menjadi lebih buruk pada malam hari, yang mana menrupakan pola yang berlawanan

dengan nyeri akibat penyakit degenerasi. Mungkin juga akan terdapat nyeri radikular

yang menjalar ke anggota tubuh atau sekitar dada dan perut. Nyeri lokal biasanya

mendahului nyeri radikular dan mungkin akan mendahului munculnya tanda

neurologis lainnya. Kebanyakan pasien dengan kompresi saraf spinal akan mengalami

Page 20: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

20

kelemahan dan paralisis. Perubahan sensoris seperti kesemutan dan kebas pada distal

dari lesi. Retensi urin, inkontinensia, dan impotensi biasanya merupakan manifestasi

akhir dari kompresi saraf spinal. Akan tetapi, lesi pada tingkat conus medularis dapat

muncul dengan terjadinya disfungsi autonomic dari kandung kemih, rectum, dan

genitalia.

3.5 Pemeriksaan Penunjang

X-rays

Umumnya skeletal deposit berupa osteolytic dan muncul sebagai rarified area

di daerah medula atau moth-eaten appearance pada korteks. Kadang–kadang dapat

menjadi penanda destruksi tulang, dengan atau tanpa fraktur patologis. Deposito

osteoblastik dicurigai sebagai karsinoma prostat; pelvis dapat menunjukkan

peningkatan densitas yang harus dibedakan dengan Paget’s disease atau limfoma.

Radioscintigraphy

Scanning tulang dengan radionukleotida, biasanya yang digunakan 99m

Tc-

methylen diphosponate (99m

Tc-MDP). Distribusi radioaktifitasnya direkam dengan

menggunakan kamera gamma. Radionukleotida diabsorbsi ke dalam kalsium

hidroksiapatit yang dipengaruhi oleh peningkatan aliran darah lokal dan aktiftas

osteoblastik. Merupakan metode yang paling sensitif (95%) untuk mendeteksi deposit

metastasis pada tulang, namun spesifisitasnya kurang. Perubahan degenerative,

infeksi, dan fraktur dapat menjadi positif palsu. Oleh karena itu diperlukan pencitraan

lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa. Pada pemeriksaan awal dilakukan

pemeriksaan foto plain, jika hasilnya terlihat normal namun kecurigaan terhadap

metastasis masih ada, pemeriksaan CT atau MRI dianjurkan. Pada metastasis yang

osteolitik murni dan berkembang secara cepat, bone turnover labil, atau lokasinya

avaskuler (cold spot), mungkin diagnosa terhadap lesi tersebut tidak dapat ditegakkan

dengan radioscintigraphy.

Page 21: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

21

Gambar 8. Bone scintigraphy

PET Scan

PET scan dapat dilakukan sebelum pengobatan untuk membantu dokter menentukan

pengobatan yang paling tepat , dan setelah pengobatan untuk membantu menentukan

efektivitas pengobatan , gambar respon tumor terhadap terapi dan untuk mendeteksi

kekambuhan pada lesi diobati

Gambar 9. PET scan breast cancer metastases bone

Pemeriksaan Khusus

Konsentrasi serum alkali fosfatase sering meningkat, dan pada karsinoma

prostat acid fosfatase juga meningkat. Pasien dengan kanker payudara dapat

diskrening dengan pemeriksaan tumor marker associated antigen. Tumor marker

pada kanker payudara yang dianjurkan American Society of Clinical Oncology adalah

carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA) 15-3 dan CA 27.29.

Pemeriksaan genetika BRCA-1 dan BRCA-2 dianjurkan pada pasien dengan keluarga

tingkat pertama menderita kanker payudara atau ovarium.

3.6 Penatalaksanaan MBD

Manajemen umum vertebral dan nonvertebral MBD

Page 22: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

22

Manajemen MBD dan interfensi biasanya bersifat individual. Pada algoritma

berikut dijelaskan mengenai manajemen MBD pada vertebral dan non vertebral.

Kebanyakan pasien ditangani secara paliatif, dan tujuan dari penaganan adalah untuk

mengurangi nyeri, meningkatkan fungsi, dan mencegah komplikasi seperti kompresi

spinal cord dan fraktur patologis. Kombinasi pemberian analgetik/manajemen nyeri,

penanganan sistemik, radioterapi, dan penanganan operatif dengan pendekatan

multidisiplin dapat memberikan peluang untuk tercapainya tujuan dari penanganan

pada masing-masing pasien. Terapi medis termasuk penggunaan bisphosponat dan

RANKL inhibitor. Manajemen nyeri dipertimbangkan penggunaannya sesuai

kebutuhan akan analgetik (NSAIDs, opioid, kortikosteroid).

Page 23: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

23

Gambar 10. Algoritma penanganan vertebral bone metastasis (A), dan nonvertebral

metastasis (B).

External-beam radiation therapy (EBRT) merupakan terapi paliatif yang paling sering

digunakan dan merupakan pilihan yang tepat untuk pasien dengan gejala lokal

metastasis skeletal. Radioterapi dapat mengurangi nyeri dengan menghancurkan sel

tumor dan membantu proses osifikasi pada lesi litik. Sementara stereotactic body

radiation therapy (SBRT) merupakan alat yang digunakan untuk penanganan pasien

dengan vertebral metastasis dan secara khusus dapat membantu seting reirradiation.

Teknologi ini dapat memberikan dosis radiasi high ablation melalui penggunaan

radiasi pada target yang tepat dengan dosis minimal pada spinal cord melalui teknik

penyesuaian yang tinggi.

Penatalaksanaan khusus

Kadang-kadang, pengobatan radikal (kombinasi kemoterapi, radioterapi dan

pembedahan) yang diberikan pada deposit sekunder soliter, juga memberi manfaat

bagi lesi primer dan dianggap sebagai terapi kuratif. Hal ini terutama untuk renal cell

carcinoma soliter, metastasis tumor payudara dan tiroid; Tapi pada sebagian besar

kasus, dan pada kasus sekunder multipel, sepenuhnya diberikan pengobatan

simtomatik. Untuk alasan itu, pencarian tumor primer secara teliti dapat dihindari,

Page 24: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

24

meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang memerlukan manipulasi

hormonal.

1. Terapi Paliatif

Meskipun prognosisnya buruk, pasien tetap harus dilakukan dengan nyaman,

dapat menikmati sisa hidupnya. Penanganan secara aktif metastasis skeletal

manfaatnya tidak terlalu besar. Selain itu, pasien memerlukan konselling simpatik dan

bantuan praktis dalam aktifitasnya.

A. Kontrol nyeri dan aktifitas metastasis

Kebanyakan pasien memerlukan analgesik, tetapi analgetik narkotika yang

kuat perlu diberikan pada nyeri yang hebat. Radioterapi digunakan untuk mengontrol

rasa sakit dan mengurangi perkembangan proses metastasis, kecuali jika ada

kontraindikasi secara khusus. Radioterapi sering dikombinasikan dengan

penanganan lain (misalnya: internal fiksasi). Sekunder deposit dari payudara atau

prostat dapat dikontrol dengan terapi hormon: stilboestrol dan obat-obatan androgenic

untuk sekunder dari prostat atau oestrogens untuk karsinoma payudara. Penyebaran

sekunder dari karsinoma payudara kadang-kadang dilakukan oophorectomy

dikombinasikan dengan adrenalectomy atau ablasi hypophyseal.

Penggunaan analgetik menurut World Helath Organization (WHO) paling

banyak digunakan untuk pengobatan nyeri pada kanker, dimana terdapat langkah

berdasarkan pada tingkat keparahan dari nyeri. Langkah 1 terdiri dari analgetik

nonopioid pada nyeri yang ringan. Anti inflamasi non steroid (NSAID) dan COX-2

inhibitor, asetaminofen, ajuvan dan senyawa analgesik topikal termasuk dalam

kelompok ini. Banyak kontroversi mengenai pengguanaan NSAID disarankan

penggunaannya harus hati-hati, terutama pada orang tua.

Langkah 2 dengan penggunaan opiod lemah seperti hidrokodon, kodein, dan

oxykodon dosis rendah pada nyeri ringan sampai sedang.Obat lainnya agonis μ

reseptor dengan mekanisme aksi ganda seperti tramadol dan tapentadol. Obat ini

mengurangi banyak efek samping dari opioid murni dan telah menambah efek pada

nyeri neuropatik. Propoxyphene (Darvocet Darvon) telah ditarik dari pasaran karena

efek aritmia jantung

Langkah 3 terdiri dari opioid kuat seperti morfin, hydromorphone, fentanyl,

oxycodone dosis tinggi, meperidine, dan methadone. Pada pasien dengan nyeri kanker

Page 25: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

25

kronis, kombinasi short-acting dan long-acting opioid dianjurkan. Long-acting

opioid, baik secara farmakologi long-acting (seperti metadon atau levorphanol) atau

sediaan long-acting (sistem slow release seperti morfin, oxycodone, oxymorphone

atau hydromorphone), digunakan untuk terapi dasar nyeri kanker kronis. Opioid short-

acting opioid memerlukan dosis berulang, yang digunakan untuk penanganan nyeri

akut.

B. Penanganan Hiperkalsemia

Dapat mempunyai konsekuensi yang serius, termasuk renal asidosis,

nephrocalcinosis penurunan kesadaran dan koma. Penanganan harus dengan

memastikan hidrasi yang adekuat, mengurangi asupan kalsium dan, jika perlu

diberikan bifosfonat

2. Penanganan pada fraktur

Pada fraktur diafisis harus selalu harus dilakukan internal fiksasi dan (jika

diperlukan) dilapisi dengan semen methylmethacrylate. Jika terdapat multipel fraktur

harus di fiksasi pada waktu yang sama, walaupun harus dipikirkan juga bahwa dengan

multipel intra medullary nailing risiko fat emboli meningkat.

Dalam kebanyakan kasus, intramedullary nailing adalah metode yang paling

efektif; pada fraktur dekat sendi (misalnya distal femur atau proksimal tibia). Kadang

memerlukan fiksasi dengan plate, dan kadang-kadang penggunaan endoprosthesis.

Penanganan fraktur collum femur paling baik dengan replacement prosthetic:

hemiarthroplasty jika pelvis intak, atau total joint replacement jika acetabulum

terlibat. Jika dinding pelvis hancur, dapat direkonstruksi dengan large bone graft,

kandang rekonstruksi dengan prosthesis custom made. Penyinaran pasca operasi

sangat penting untuk mencegah perluasan metastasis yang lebih lanjut.

Page 26: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

26

Tabel 2. Sistem Skoring Mirel’s pada MBD

Daerah diafisis kerusakan kortek tulang lebih 50 %

Daerah Metafisis kerusakan kortek tulang 50-75% (> 2,5 cm)

Lesi permeative pada daerah subtrochanter femur

Nyeri persisten setelah radiasi

Tabel 3. Kriteria Harington’s

3.7 Prognosis

Bauer (1995) telah membuat kriteria yang berguna untuk menilai prognosis :

Tabel 4. Kriteria positif Bauer’s untuk survival

Kemampuan survival pada 1 tahun adalah sebagai berikut :

1. Pasien dengan 4 atau 5 kriteria bauer’s, 50 persen masih hidup.

2. Pasien dengan 2 atau 3 kriteria bauer’s, 25 persen masih hidup.

3. Pasien dengan hanya 1 atau tidak ada kriteria, mayoritas bertahan selama kurang

dari 6 bulan dan tidak ada yang hidup setelah 1 tahun.

Page 27: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

27

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Aspek Diagnosis

Pasien perempuan usia 41 tahun rujukan dari RS Sanjiwani Gianyar dengan

diagnosis pathological fracture femur dextra 1/3 proximal ec suspect MBD tumor

mamma dextra. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan sejak 3 hari

yang lalu setelah mengangkat barang. Nyeri dirasakan semakin memberat sehingga

pasien tidak bisa berjalan. Selain itu pasien juga mengeluhkan timbul benjolan pada

payudara kanan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil seperti

kelereng, namun semakin lama semakin membesar seukuran telur ayam dan saat ini

benjolan tersebut terdapat luka. Pada pemeriksaan fisik regio mammae kanan

didapatkan massa ukuran 6x3 cm di quadran lateral atas dengan konsistensi padat

keras, terfiksir didasar, ulkus (+). Regio femur kanan didapatkan swelling (+),

deformitas (+) external rotasi, shortening (+) 2 cm, tenderness (+), active ROM knee

terbatas karena nyeri.

Dari pemeriksaan foto polos femur dextra AP/Lateral didapatkan gambaran

fraktur 1/3 proximal os femur dextra, disertai soft tissue swelling. Foto polos thorax

didapatkan gambaran suspek pneumonia dd/ pneumonic type lung metastase. Pada

pemeriksaan bone survey didapatkan pneumonia, suspek pneumonic type pulmonary

metastase, suspek bone process metastase pada os calvaria, os humerus dextra 1/3

tengah, dan pelvis dengan fraktur patologis pada os femur dextra 1/3 proximal. Pada

pemeriksaan tumor marker CEA sebesar 36.25 (Tinggi) dan CA 15-3 sebesar 207.20

(Tinggi). Pasien didiagnosis dengan pathological fracture femur dextra 1/3 proximal

ec metastatic bone disease tumor mammae dextra berdasarkan temuan klinis dan

penunjang tersebut diatas.

4.2 Aspek Penatalaksanaan

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dilakukan imobilisasi

dengan skin traksi dan selanjutnya akan dilakukan operasi cephalomedullary

nailing untuk mengurangi nyeri dan mobilisasi segera. Sedangkan dari Bedah

Onkologi akan dilakukan work up diagnosis yaitu open biopsi (Histopatologi)

Page 28: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

28

dari tumor payudara untuk menegakkan diagnosa dan persiapan terapi

selanjutnya.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

MBD sering berasal dari tumor primer payudara, thyroid, paru-paru dan

prostat. Masalah yang sering ditemukan pada MBD adalah: nyeri, impending fracture

/fraktur patologis, hiperkalsemia, gangguan neurologis. Terapi pada MBD dapat

berupa terapi medikamentosa (kemoterapi, hormonal, dan immuno terapi),

pembedahan dan radiasi. Indikasi terapi pembedahan pada MBD adalah: harapan

hidup lebih dari 3 bulan, nyeri hebat yang tidak bisa diterapi dengan kemoterapi dan

radiasi, nyeri atau defisit neurologis. Tujuan terapi pembedahan pada MBD adalah

mengurangi atau menghilangkan nyeri, mempertahankan fungsi ekstremitas,

memberikan konstruksi yang kuat pada tulang sehingga pasien dapat mobilisasi

dengan cepat.

Page 29: LAPORAN KASUS Pathological fracture femur dextra 1/3 ...

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Sybil Biermann, Ginger E, Valerae O., Herbert S. Schwart, J. Yaszemski.

Metastatic Bone Disease : Diagnosis, Evaluation, Treatment. J Bone Joint

Surg (Am)2009:91:1518-30

2. Kristy L. Weber, Lor Randall, Reth Grossman, Javad Parviz. Management of

Lower Extremity Metastasis. J Bone Joint Surg (Am)2006:88:supp 4

3. Vaiyapuri P, Lee Jeys, Nienke L. Metastatic Tumours of Bone. Elsivier.

2011:30:80-85

4. Aston. W, Timothy B, Louis S. Tumours. In : Louis S, Selvadurai N, David

W, editors Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.

Boca Raton : Taylor and Francis Group, LLC ; 2010. P. 216-218

5. Buga S, dan Sarria JE, The Management of Pain in Metastatic Bone Disease,

Cancer Control, 2012, vol 19, No 2, hal: 156-166.

6. Plunkett TA dan Rubens RD. 2005. Textbook of bone Metastases. Clinical

Features and Prognosis of Bone Metastases. John Wiley and Sons. West

Sussex. Hal:65-75

7. Capanna R dan Campanacci DA. 2005. Textbook of bone Metastases.

Indications for the Surgical treatment of Long Bone Metastases. John Wiley

and Sons. West Sussex. Hal:135-145

8. Coleman RE, Clinical Features of Metastatic Bone Disease and Risk of

Skeletal Morbidity, Clinical Cancer Research, 2006;12:6243s-6249s. 135-146.

9. Cumming D, dkk. Metastatic bone disease: the requirement for improvement

in amultidisciplinary approach,International Orthipaedics (SICOT),

2009:33:493-496.

10. Lipton A, Patophysiologi of Bone Meastases: How This Konowledge May

Lead to Therapeutic Intervention. Journal of Supportive Oncology,

2004;2:205-220.

11. Rajarubendra N dan Lawrentschuk N. 2010. Bone Cancer progression and

Therapeutic Approaches, Imaging of Bone Metastases. Edisi 1. Elsevier. San

Diego, hal: 269-281.

12. Schirrmeister H dan Arslandemier C. 2010. Bone cancer Progression and

Therapeutic Approach.Edisi 1.Diagnosis of Skeletal Metastases in Malignant

Extraskeletal Cancers. Springer. Leipzig. Hal:283-293.

13. Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures,

Metastatic Bone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218

14. Yu HHM, dkk, Overview of Diagnosis and Management Of Metastatic

Disease to Bone, Cancer Control, 2012, vol 19, No2, hal : 84-91.