Laporan kasus paru

34
Laporan Kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Oleh : Anjari Agnesia Wibowo 0908113646 Pembimbing: dr. Rohani Lasmaria, SpP KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PULMONOLOGI & KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

description

paru

Transcript of Laporan kasus paru

Laporan Kasus

Penyakit Paru Obstruktif Kronis(PPOK)

Oleh :Anjari Agnesia Wibowo0908113646

Pembimbing:dr. Rohani Lasmaria, SpP

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN PULMONOLOGI & KEDOKTERAN RESPIRASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAUPEKANBARU2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu kelompok penyakit yang tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor penjamu yang diduga berhubungan dengan PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.1Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian ke empat di seluruh dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga diseluruh dunia.2 PPOK merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa angaka kejadian PPOK adalah sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru pertahun.3 Di Asia, penderita PPOK sedang sampai berat pada tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalensi 6,3%.Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 berdasarkan survey di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiPenyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang irreversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya.3 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema.3,4

2.2Etiologi dan Faktor RisikoTerdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.3,52.2.1GenetikFaktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1 antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok.3,5,6 2.2.2Paparan Partikel InhalasiDari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor.3,5,62.2.3Stress OksidatifPaparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru.3,5,6 2.2.4Jenis KelaminJenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir sama.3,5,62.2.5InfeksiInfeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi.3,5,6 2.2.6Status Sosioekonomi dan NutrisiMeskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut berhubungan erat dengan status sisioekonomi.3,5,62.2.7KomorbiditasAsma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.3,5,6

2.3KlasifikasiKlasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO adalah sebagai berikut:2 Stadium 0Derajat berisiko PPOK : Siprometri normal Kelainan kronik (batuk, sputum produktif) Stadium IPPOK ringan : VEP1 / KVP < 75% VEP1 > 80% prediksiDengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif) Stadium IIPPOK sedang : VEP1 / KVP < 75% 30% < VEP1< 80% prediksi(IIA : 50% < VEP1< 80% prediksi)(IIB : 30% < VEP1< 50% prediksi)Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produkrtif) Stadium III PPOK berat : VEP1 / KVP < 75% VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas.2.4PatofisiologiPada bronkitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas.5,6,7Menurut Hipotesis Elastase Anti Elastase, di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru. Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau oleh adanya defisiensi alfa- 1 antitripsin.4,6Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.5,6

Gambar 1 Perbandingan jalan nafas normal dan PPOKProses pernafasan PPOK dibanding normal terlihat pada gambar 2. Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak didalamnya akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.3,5,7

Ekspirasi NormalPPOKEkspirasi dengan mudah karena elastic recoilKesulitan ekspirasi karenaalveolus normal dan bronkus normalpenurunan elastic recoil alveolus dan penyempitan bronkus

Gambar 2 Proses pernapasan normal dan PPOK2.5Diagnosis2.5.1AnamnesisPPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis. Dari anamnesis dapat ditemukan :6- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengiSkala SesakKeluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

0Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat

2Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

4Sesak bila mandi atau berpakaian

2.5.2Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut.6 Inspeksi -Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) -Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup) -Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas Palpasi -Sela iga melebar Perkusi - Hipersonor Auskultasi -Fremitus melemah -Suara nafas vesikuler melemah atau normal -Ekspirasi memanjang -Bunyi jantung menjauh -Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

2.5.3Pemeriksaan PenunjangPasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.6,7,Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1 adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh.6,7Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-paru. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau polisitemia. Hal ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan oksigen tambahan.6,72.6Diagnosis Banding PPOK Asma SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.6,7,8Tabel perbedaan Asma dan PPOK6AsmaPPOK

Timbul pada usia muda++-

Sakit mendadak++-

Riwayat merokok+/-+++

Riwayat atopi+++

Sesak dan mengi berulang++++

Batuk kronik berdahak+++

Hiperaktivitas bronkus++++

Reversibility obstruksi++-

Variability harian+++

Eosinofil sputum +-

Neutrofil sputum-+

Makrofag +-

Tes Diagnostik

SpirometriObstruksi dapat reversibel sepenuhnyaObstruksi tidak reversibel sepenuhnya

RadiologiBiasanya normalHiperinflasi hanya pada eksaserbasi, namun normal di luar seranganBerkurang (dengan emphysema)Hiperinflasi cenderung lebih persisten. Penyakit bullous dapat ditemukan

InflamasiSel Mast dan eosinophils mendominasiLimfosit CD4+Makrofag dan neutrofil mendominasi Limfosit CD8+

2.6Penatalaksanaan2.6.1Penatalaksanaan Umum PPOK6Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala -Mencegah eksaserbasi berulang-Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru -Meningkatkan kualitas hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 1. Edukasi 2. Obat - obatan 3. Terapi oksigen 4. Ventilasi mekanik 5. Nutrisi 6. Rehabilitasi

1. Edukasi6Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :a. Pengetahuan dasar tentang PPOK b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya c. Cara pencegahan perburukan penyakit d. Menghindari pencetus (berhenti merokok) e. Penyesuaian aktiviti 2.Obat-obatan6 BronkodilatorMacam - macam bronkodilator : Agonis -2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir.Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut KortokosteroidGunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama bagi penderita dengan uji steroid positif. EkspektoranGunakan obat batuk hitam (OBH) MukolitikGliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid AntitusifKodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu

3.Terapi Oksigen6 Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen : - Mengurangi sesak - Memperbaiki aktiviti - Mengurangi hipertensi pulmonal - Mengurangi vasokonstriksi - Mengurangi hematokrit - Memperbaiki fungsi neuropsikiatri - Meningkatkan kualiti hidup

4.Ventilasi6Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.5.Nutrisi6Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.6.Rehabilitasi6Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : - Simptom pernapasan berat -Beberapa kali masuk ruang gawat darurat -Kualiti hidup yang menurun

2.6.2Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi AkutEksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi antara lain sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan terdapat perubahan warna sputum.6,7a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah :6,7,8,9 Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas (termasuk S. pneumonia, H. influenzae, M. catarrhalis)b.Penatalaksanaan di Poliklinik Rawat Jalan6,7Indikasi : - Eksaserbasi ringan sampai sedang-Gagal napas kronik -Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik-Sebagai evaluasi rutin meliputi : a. Pemberian obat-obatan yang optimal b. Evaluasi progresifiti penyakit c. Edukasic.Penatalaksanaan di Ruang Rawat Inap6,7Indikasi rawat : - Eksaserbasi sedang dan berat - Terdapat komplikasi seperti infeksi saluran napas berat, gagal napas akut pada gagal napas kronik, gagal jantung kananSelama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : 1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat 2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat 3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser 4. Perhatikan keseimbangan asam basa 5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang 6. Rehabilitasi awal 7. Edukasi untuk pasca rawat

d.Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di ruang gawat darurat :6,71. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya - Infeksi saluran napas - Gangguan keseimbangan asam basa - Gawat napas 2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik) 1. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser 2. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat 3. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas 4. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

2.6.3Penatalaksanaan PPOK stabilKriteria PPOK stabil adalah : - Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik - Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg - Dahak jernih tidak berwarna - Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) - Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan - Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil : - Mempertahankan fungsi paru - Meningkatkan kualiti hidup - Mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.6,7Penalaksanaan PPOK Stabil

2.7Prognosis6,7,8Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.

BAB IIILAPORAN KASUS

Identitas PasienNama:Tn. HEJenis Kelamin : Laki-LakiUsia: 46 tahunTanggal MRS : 31 Januari 2015Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2015

AnamnesisAutoanamnesis

Keluhan UtamaSesak napas sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas tersebut hilang timbul. Sesak bertambah berat saat pasien sedang melakukan aktivitas fisik dan sedikit berkurang jika istirahat.. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih dan berbusa. Batuk darah (-), demam (-), keringat pada malam hari (-). Pasien mengaku sesak tidak pernah muncul tiba-tiba saat malam hari ataupun cuaca dingin. Pasien tidak berobat ke dokter, namun hanya memakan obat batuk yang dibelinya di apotik. Setelah 4 hari memakan obat, keluhan pasien hilang. 2 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas saat beraktivitas. Sesak napas disertai dengan batuk berdahak, berwarna putih, darah (-). Sesak napas bertambah berat saat pasien batuk. Sesak tidak berkurang meski dibawa istirahat. Pasien juga mengeluhkan demam pada malam hari dan tidak bisa tidur dalam posisi terlentang karena terasa semakin sesak. Keringat malam hari (-), nyeri dada (-), penurunan nafsu makan (+). Lalu pasien memakan obat yang dibelinya di apotik dan keluhan batuk berkurang.1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas semakin hebat terutama saat berjalan dan batuk. Sesak napas tidak berkurang meski dalam posisi duduk. Demam (+), keringat dingin (-), nyeri dada (-). Lalu pasien memakan obat lagi namun sesak dan batuknya dirasakan semakin parah sehingga pasien dibawa ke Puskesmas Minas. Di Puskesmas, pasien diberikan nebuliser dengan Ventolin namun sesak tidak berkurang sehingga pasien dirujuk ke RSUD AA. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat minum obat 9 bulan (+) 10 tahun yang lalu Riwayat asma (-) Riwayat alergi (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat hipertensi (-)Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat Asma (-) Riwayat keluarga dengan TB (-)Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan Pasien bekerja sebagai pendodos sawit Memiliki kebiasaan merokok >10 tahun, dalam sehari dapat menghabiskan 1 bungkus rokok (12 batang), namun sudah berhenti merokok sejak 10 tahun yang lalu Kebiasaan konsumsi alkohol (-) Pasien tidak memiliki hewan peliharaan seperti anjing atau kucing

Pemeriksaan UmumKesadaran : CMKeadaan Umum : Tampak sakit sedangKeadaan Gizi : BaikVital Sign TD : 100/80 mmHg HR : 80x/menit RR : 30x/menit Suhu : 38,70C

Pemeriksaan FisikKepala dan LeherMata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Mulut : mukosa tidak keringLeher : pembesaran KGB (-)

ThoraxParu Inspeksi : bentuk dan gerakan dinding dada simetris Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri Perkusi : hipersonor (+/+) Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis tidak teraba Perkusi : batas jantung kiri SIK V linea midklavikula sinistra, batas jantung kanan SIK V linea parasternalis dekstra Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : datar, scar (-) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) Perkusi : timpani pada seluruh lapangan perut Auskultasi : BU (+)

Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronki dan wheezing, serta hipersonor pada kedua lapangan paru. Ronki dapat disebabkan karena adanya sekret yang memenuhi alveolus. Sedangkan wheezing disebabkan karena terjadinya bronkokonstriksi sehingga udara keluar melalui celah yang sempit. Dari foto thorak didapatkan gambaran hiperlusen, sela iga melebar dan diafragma mendatar. Hal tersebut disebabkan oleh terperangkapnya udara di alveolus karena hilangnya kemampuan elastic recoil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. 2008. Pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi kronik. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1022/MENKES/SK/20082. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease (GOLD). Barcelona: GOLD Inc; 2011.p.2-90.3. Agustin H, Yunus F. Proses metabolisme pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). J Respir Indo Vol.28, No.3. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia, 2008.p.155-160.4. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001.5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. EGC. Jakarta. 2005.6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, 2010.7. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran napas akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI;2006. 984-5.8. Rumende CM. Naskah lengkap penyakit dalam: pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009.p.232-237.9. Dahesia M. Pathogenesis of COPD. Clin Applied Immunol Rev 2005;5:339-51.4