LAPORAN KASUS paru after care.docx

download LAPORAN KASUS paru after care.docx

of 37

description

after care laporan

Transcript of LAPORAN KASUS paru after care.docx

LAPORAN AFTER CARERST. Dr. Soedjono MagelangPeriode Mei 2014 Juli 2014

Pembimbing :dr. Noerjanto, Sp. PD

Disusun Oleh:

Rr. Karlina Hadriyanti1310 2210 66

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERANSMF ILMU PENYAKIT DALAMRST. DR SOEDJONOMAGELANG

2014

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui laporan after care :Pasien Asma Bronkhiale dengan Bronkhitisdi RST Dr. Soedjono Magelang Periode Mei 2014 Juli 2014Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Penyakit Dalam RST. Dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Rr. Karlina Hadriyanti1310 2210 66

Magelang, Juni 2014

Mengetahui,Dokter Pembimbing,

dr. Noerjanto, Sp. PD

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan presentasi after care ini. Presentasi kasus yang berjudul Asma Bronkhiale dengan Bronkhitis ini merupakan salah satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Penyakit Dalam RST. Dr. Soedjono MagelangUcapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Noerjanto, Sp. PD sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan presentasi kasus ini.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Magelang, Juni 2014

Penulis

BAB ILAPORAN KASUS

1.1. Identitas PasienNama: Ny. Ela HaryatiUmur: 46 tahunJenis kelamin: PerempuanAgama: IslamAlamat: Gunung Unjil, RT 1, RW 1, Kebun sari, Borobudur Magelang, Jawa TengahStatus perkawinan: MenikahPekerjaan: Ibu rumah tanggaNo. rekam medik: 05-31-68Tanggal masuk: 6 Mei 2014Tanggal anamnesis: 6 Mei 2014

1.2. AnamnesisAutoanamnesis dilakukan pada tanggal 6 Mei 2014

1.2.1. Keluhan UtamaTerdapat sesak dengan suara mengi

1.2.2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RST. Soedjono pukul 05.20 dengan keluhan sesak seperti ingin tenggelam sejak 1 bulan yang lalu dan makin memburuk jika beraktivitas dan merasa lebih baik jika beristirahat. Keluhan disertai dengan suara mengik yang keluar saat sesak kambuh, batuk yang berlendir berwarna bening dan rasa pegal yang menyebar sampai ke punggung. Keluhan ini juga disertai dengan nyeri pada bagian ulu hati seperti terbakar dan nyeri kepala yang dirasakan berat tidak berdenyut yang timbul saat sesak dan hilang saat tidak sesak.1.2.3. Riwayat Penyakit DahuluPasien merupakan korban gunung merapi yang pada 3 tahun yang lalu terpapar hujan abu merapi. Riwayat mondok setiap tahun dengan keluhan yang sama dengan diagnosis asma. Mengaku sebelumnya tidak ada riwayat alergi1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya: di akui2. Riwayat kencing manis: disangkal3. Riwayat penyakit jantung: disangkal4. Riwayat penyakit hipertensi: disangkal

1.2.4. Riwayat Penyakit KeluargaAdik pasien memiliki keluhan yang sama.

1.2.5. Riwayat PengobatanPenggunaan obat asma dan maag untuk mengatasi nyeri lambung.

1.2.6. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan KebiasaanPasien saat ini sebagai ibu rumah tangga yang memiliki usaha sampingan toko, pasien sudah menikah, pembiayaan pasien dengan BPJS. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, memelihara unggas, maupun menggunakan narkoba.

1.3. Pemeriksaan Fisik 1.3.1. Status GeneralisKesadaran: Compos mentisKeadaan umum: Tampak sakit sedangTanda VitalTD: 130/90 mmHgNadi: 64 kali/menit, regular, isi cukupSuhu: 36,3oCNafas: 24 kali/menitKepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut.Mata : konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-)Telinga : Simetris, discharge (-)Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemisLeher: JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesarParuInspeksi: simetris statis dan dinamisPalpasi: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisPerkusi: sonor pada lapang paru kiri dan kananAuskultasi: lapang paru kiri dan kanan vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing terdapat pada seluruh lapang paruJantungInspeksi: iktus kordis tidak terlihatPalpasi: iktus kordis tidak kuat angkatPerkusi: batas-batas jantung dalam batas normalAuskultasi: S1>S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak adaAbdomenInspeksi: DatarPalpasi: Supel, nyeri tekan pada region epigastrium, defans muskular tidak ada hepar dan limpa tidak terabaPerkusi: shifting dullness tidak adaAuskultasi: bising usus (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema tidak ada, capillary refill time < 2 detik, tidak ada edema1.3.2Terapi1. IVFD RL20 tpm2. Vicilin 2 x 1 gr3. Salbutamol 3 x 2 gr4. OBH 3 x 1 sdm5. Metil prednisolone 3 x 1 tab6. Ro. Thorax7. Lab lengkap

1.4. FOLLOW UP RUANGAN1.4.1Tanggal 7 Mei 2014 HP 21.4.1.1Pemeriksaan fisikS: nyeri kepala terasa seperti berat, sesak, batuk pada malam hariO : Kesadaran: Compos mentisKeadaan umum: Tampak sakit sedangTanda VitalTD: 120/80 mmHgNadi: 72 kali/menit, regular, isi cukupSuhu: 37oCRR: 24 kali/menitKepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut.Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)Telinga : simetris, discharge (-)Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemisLeher: JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesarParuInspeksi: simetris statis dan dinamisPalpasi: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisPerkusi: sonor pada lapang paru kiri dan kananAuskultasi: lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki halus dan wheezing pada seluruh lapang paruJantungInspeksi: iktus kordis tidak terlihatPalpasi: iktus kordis tidak kuat angkatPerkusi: batas-batas jantung dalam batas normalAuskultasi: S1>S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak adaAbdomenInspeksi: datarPalpasi: Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada, hepar dan limpa tidak terabaPerkusi: shifting dullness tidak adaAuskultasi: bising usus (+) normalEkstremitas: akral hangat, capilary refill S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak adaAbdomenInspeksi: datarPalpasi: Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada, hepar dan limpa tidak terabaPerkusi: shifting dullness tidak adaAuskultasi: bising usus (+) normalEkstremitas: akral hangat, capilary refill 20% dipertimbangkan sebagai asma.

APE malam - APE pagi

Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).

Contoh : Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan didapatkan APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%. Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai variabiliti.

Diagnosis BandingDiagnosis banding asma antara lain sbb : Dewasa Penyakit Paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru

Klasifikasi Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai

Penatalaksanaan AsmaTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma: 1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma 2. Mencegah eksaserbasi akut 3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin 4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise 5. Menghindari efek samping obat 6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel 7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila : 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam 2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan) 4. Variasi harian APE kurang dari 20% 5. Nilai APE normal atau mendekati normal 6. Efek samping obat minimal (tidak ada) 7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik.

Pengontrol

Glukokortikosteroid inhalasi Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.

Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena iritasi saluran napas atas. Semua efek samping tersebut dapat dicegah dengan penggunaan spacer, atau mencuci mulut dengan berkumur-kumur dan membuang keluar setelah inhalasi. Absorpsi sistemik tidak dapat dielakkan, terjadi melalui absorpsi obat di paru. Risiko terjadi efek samping sistemik bergantung kepada dosis dan potensi obat yang berkaitan dengan biovailibiliti, absorpsi di usus, metabolisme di hati (first-pass metabolism), waktu paruh berkaitan dengan absorpsi di paru dan usus; sehingga masing-masing obat steroid inhalasi berbeda kemungkinannya untuk menimbulkan efek sistemik. Penelitian menunjukkan budesonid dan flutikason propionate mempunyai efek sistemik yang rendah dibandingkan beklometason dipropionat dan triamsinolon. Risiko efek sistemik juga bergantung sistem penghantaran. Penggunaan spacer dapat menurunkan bioavailabiliti sistemik dan mengurangi efek samping sistemik untuk semua glukokortikosteroid inhalasi. Tidak ada data yang menunjukkan terjadi tuberkulosis paru pada penderita asma malnutrisi dengan steroid inhalasi, atau terjadi gangguan metabolisme kalsium dan densiti tulang.

Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Jangka panjang lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan misalnya pada keadaan asma persisten berat yang dalam terapi maksimal belum terkontrol (walau telah menggunakan paduan pengoabatn sesuai berat asma), maka dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu. Hal itu terjadi juga pada steroid dependen. Di Indonesia, steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, maka dianjurkan pemberiannya mempertimbangkan berbagai hal di bawah ini untuk mengurangi efek samping sistemik. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberi steroid oral : gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot minimal bentuk oral, bukan parenteral penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral/ parenteral jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesiti, penipisan kulit, striae dan kelemahan otot. Perhatian dan supervisi ketat dianjurkan pada pemberian steroid oral pada penderita asma dengan penyakit lain seperti tuberkulosis paru, infeksi parasit, osteoporosis, glaukoma, diabetes, depresi berat dan tukak lambung. Glukokortikosteroid oral juga meningkatkan risiko infeksi herpes zoster. Pada keadaan infeksi virus herpes atau varisela, maka glukokortikosteroid sistemik harus dihentikan.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Mekanisme yang pasti dari sodium kromoglikat dan nedokromil sodium belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung kepada dosis dan seleksi serta supresi sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit); selain kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Studi klinis menunjukkan pemberian sodium kromoglikat dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan hiperesponsif jalan napas walau tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi (bukti B). Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat melakukan inhalasiMetilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Efek bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang dapat terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek antiinflamasi melalui mekanisme yang belum jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang sangat rendah efek antiinflamasinya minim pada inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi menunjukkan metilsantiin sebagai terapi tambahan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau tinggi adalah efektif mengontrol asma (bukti B), walau disadari peran sebagai terapi tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama inhalasi (bukti A), tetapi merupakan suatu pilihan karena harga yang jauh lebih murah. Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( 10 mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu dapat dicegah dengan pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat. Gejala gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardia, aritmia dan kadangkala merangsang pusat napas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian. Di Indonesia, sering digunakan kombinasi oral teofilin/aminofilin dengan agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator; maka diingatkan sebaiknya tidak memberikan teofilin/aminofilin baik tunggal ataupun dalam kombinasi sebagai pelega/bronkodilator bila penderita dalam terapi teofilin/ aminofilin lepas lambat sebagai pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar teofilin/aminofilin serum penderita dalam pengobatan jangka panjang. Umumnya efek toksik serius tidak terjadi bila kadar dalam serum < 15 ug/ml, walau terdapat variasi individual tetapi umumnya dalam pengobatan jangka panjang kadar teoflin serum 5-15 ug/ml (28-85uM) adalah efektif dan tidak menimbulkan efek samping.. Perhatikan berbagai keadaan yang dapat mengubah metabolisme teofilin antara lain. demam, hamil, penyakit hati, gagal jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis pemberian teofilin/aminofilin. Selain itu perlu diketahui seringnya interaksi dengan obat lain yang mempengaruhi dosis pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan makrolid.Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama, menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral. Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan glukokortikosteroid inhalasi dibuktikan oleh berbagai penelitian, inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan ketika dosis standar glukokortikosteroid inhalasi gagal mengontrol dan, sebelum meningkatkan dosis glukokortikosteroid inhalasi tersebut (bukti A). Karena pengobatan jangka lama dengan agonis beta-2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti A). Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma (bukti A). Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi (salmeterol atau formoterol) pada asma yang tidak terkontrol dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau tinggi, akan memperbaiki faal paru dan gejala serta mengontrol asma lebih baik daripada meningkatkan dosis glukokortikosteroid inhalasi 2 kali lipat (bukti A). Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa memberikan glukokortikosteroid kombinasi dengan agonis beta-2 kerja lama dalam satu kemasan inhalasi adalah sama efektifnya dengan memberikan keduanya dalam kemasan inhalasi yang terpisah (bukti B); hanya kombinasi dalam satu kemasan (fixed combination) inhaler lebih nyaman untuk penderita, dosis yang diberikan masing-masing lebih kecil, meningkatkan kepatuhan, dan harganya lebih murah daripada diberikan dosis yang ditentukan masing-masing lebih kecil dalam 2 kemasan obat yang terpisah.Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan leukotriene modifiers dapat menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat, mengontrol asma pada penderita dengan asma yang tidak terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti B). Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene modifiers tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama (bukti B). Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Penderita dengan aspirin induced asthma menunjukkan respons yang baik dengan pengobatan leukotriene modifiers. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Efek samping jarang ditemukan. Zileuton dihubungkan dengan toksik hati, sehingga monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.Pelega Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/ tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma. Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah petanda dibutuhkannya glukokortikosteroid oral.. Efek sampingnya adalah rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada oral. Dianjurkan pemberian inhalasi, kecuali pada penderita yang tidak dapat/mungkin menggunakan terapi inhalasi.Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. Aminofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala walau disadari onsetnya lebih lama daripada agonis beta-2 kerja singkat (bukti A). Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernapasan dan mempertahankan respons terhadap agonis beta-2 kerja singkat di antara pemberian satu dengan berikutnya. Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping sebagaimana metilsantin, tetapi dapat dicegah dengan dosis yang sesuai dan dilakukan pemantauan. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang sedang dalam terapi teofilin lepas lambat kecuali diketahui dan dipantau ketat kadar teofilin dalam serum .Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis beta-2 kerja singkat, onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Tidak mempengaruhi reaksi alergi tipe cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap inflamasi. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Analisis meta penelitian menunjukkan ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit secara bermakna (bukti B). Oleh karena disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agnonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons dengan agonis beta-2 saja, sehingga dicapai efek bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang, dianjurkan sebagai alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan efek samping dengan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi seperti takikardia, aritmia dan tremor. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit. Tidak ada bukti mengenai efeknya pada sekresi mukus. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis beta-2 kerja singkat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

BAB IIIPEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosa asma bronchial kronis eksaserbasi akut dengan bronchitis disertai gastritis. Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang terdapat sesak dengan suara mengi. Keluan seperti ini dirasa seperti tenggelam dan sejak 1 bulan yang lalu dan makin memburuk jika beraktivitas dan merasa lebih baik jika beristirahat. Mengi keluar hanya saat sesak kambuh, terdapat batuk yang berlendir, warna bening dan rasa pegal yang menyebar sampai ke punggung keluhan disertai nyeri pada bagian ulu hati seperti terbakar dan nyeri kepala yang dirasakan tidak berdenyut yang hanya timbul saat sesak. Pasien merupakan korban gunung merapi yang terpapar hujan abu merapi. Riwayat mondok tiap tahun dengan diagnosis asma dan tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya. Adik pasien juga memiliki keluhan yang sama. Pasien menggunakan obat asma dari dokter sebelumnya yaitu salbutamol dan maag untuk mengatasi nyeri lambungTanda VitalTD: 120/80 mmHgNadi: 72 kali/menit, regular, isi cukupSuhu: 35,1oCNafas: 24 kali/menitParuInspeksi: simetris statis dan dinamisPalpasi: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetrisPerkusi: sonor pada lapang paru kiri dan kananAuskultasi: lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki halus dan wheezing pada seluruh lapang paruDari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : asma bronchial sedang.Hasil pemeriksaan Pada pemeriksaan rontgen thorak ap lateral ditemukan corakan vaskularisasi paru yang meningkat, sela iga yang melebar. Gambaran ini merupakan gambaran bronchitis dengan kondisi sesak yang pada hasil ditunjukan dengan gambaran sela iga yang melebar. Pada pemeriksaan laborat darah lengkap ditemukan gambaran peningkatan sel darah putih dan platelet yang merupakan suatu tanda inflamasi sistemik dan peningkatan granulosit yang merupakan gambaran dari reaksi alergi. Pada pemeriksaan spirometri menunjukan bahwa terdapat gambaran obstruksi ringan dari pemeriksaan flow metri dan perbandingan fvc dengan ivc menunjukan terdapat obstruksi ringan dari pasien.Pasien ini mendapatkan terapi 1. Salbutamol 3x2 mgMekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. 2. Vicilin 2x1 grMerupakan antibiotik dari golongan penisilin yang merupakan antibiotik spectrum luas yang bersifat bakterisid. Secara klinis efektif terhadap kuman gram positif yang peka terhadap penisilin g seperti s. pneumonia, enterokokus, h. influenza dan lain lain.3. OBH 3x1 cthMerupakan ekspektoran sebagai mukolitik yang berfungsi untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret 4. Metil Prednison 3x1 tabMerupakan anti inflamasi steroid yang berfungsi untuk menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.5. AmbroxolMerupakan sekretolitik yang digunakan untuk mengatasi lender yang berlebihan. Bekerja sebagai secremotorik yang memulihkan mekanisme fisiologis clereance saluan pernafasan.6. AmitripilinMerupakan obat antidepresan untuk mengurangi nyeri kepala yang timbul saat sesak.Pada 2 hari perawatan di bangsal, dengan kondisi yang membaik maka pasien dipulangkan dengan syarat :

Penderita dirawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau VEP1 /APE < 40% nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal diberikan Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila VEP1/APE 40-60% nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak lanjut adekuat dan kepatuhan berobat. Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan VEP1/APE > 60% nilai terbaik/ prediksi, umumnya dapat dipulangkan

BAB IVAFTER CARE

IV.1. Definisi After Care Patient (ACP)After Care Patient (ACP) adalah pelayanan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi secara fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien agar dapat belajar hidup sehat.

IV.2. Tujuan After Care Patient (ACP)Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan pasien dan kesembuhan pasien. Peneliti bertujuan untuk memberikan edukasi pada pasien ini berupa :1. Mengedukasi pasien agar menghindari faktor pencetus.2. Mengedukasi pasien agar menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.3. Mengedukasi pasien agar pasien untuk menghindari stres.4. Mengedukasi pasien agar pasien melakukan kontrol rutin.

IV.3. Permasalahan PasienIV.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga a. Fungsi Biologis dan ReproduksiDari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota keluarga pasien dalam keadaan sehat kecuali setelah sembuh dari sakit. Pasien adalah seorang wanita berusia 45 tahun. Saat ini pasien tinggal bersama kedua orang anaknya seorang suami dan seorang adik wanitanya yang tinggal serumah dengan adik iparnya serta satu anak laki - lakinya. b. Fungsi PsikologisPasien tinggal bersama suami serta dua anaknya dan adik pasien yang membantu usaha toko serta suami adiknya yang bekerja sebagai supir.

c. Fungsi PendidikanPendidikan terakhir pasien adalah SMAd. Fungsi SosialPasien tinggal di kawasan perkampungan yang padat penduduk. Pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah dan hubungan sosial dengan warga cukup erat. Pasien cukup dikenal dilingkungan rumahnya serta sekolahannya dan sering berinteraksi dengan tetangga disekitar rumahnya.e. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan KebutuhanSumber penghasilan didapatkan dari penghasilan suaminya. Penghasilan per bulan pasien tidak menentu, rata-rata sekitar Rp 4.500.000 - Rp 6.000.000 per bulan. Penghasilan tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder pasien beserta dengan kebutuhan orang tua yang tinggal bersama dengannya. Untuk pengaturan penghasilan keluarga dilakukan oleh orang tua pasien. Biaya pelayanan kesehatan untuk keluarga pasien dapatkan dari BPJS PBI.f. Fungsi ReligiusAgama yang dianut pasien adalah Islam. Kegiatan ibadah seluruh anggota keluarga rutin dilakukan setiap hari, ajaran ilmu agama kepada seluruh keluarga pasien terlihat baik. IV.3.2. Pola Konsumsi Makan Pasien dan KeluargaFrekuensi makan pasien dan keluarga biasanya 3x sehari dengan jadwal yang teratur. Pasien mengaku jarang jajan diluar, sering makan-makanan yang dimasak dirumah, lauk pauknya ikan dan daging, dan pasien mengaku sering mengkonsumsi gorengan dan mie. IV.3.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan a. Faktor PerilakuPasien kurang menyadari tentang perilaku hidup sehat serta tidak mengetahui apapun tentang penyakit yang dideritanya sebelum mendapat penjelasan dari dokter maupun tenaga kesehatan lain yang ikut serta merawat pasien. Pasien jarang sekali melakukan olahraga secara rutin. Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dengan gizi tidak seimbang. Pasien jarang sekali melakukan olahraga secara rutin. Jika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga lebih sering beli obat warung terlebih dahulu lalu ke dokter.b. Faktor Non PerilakuSarana kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Rumah sakit dapat ditempuh dengan angkutan umum. IV.3.4. Identifikasi Lingkungan RumahPasien tinggal di kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat penduduk. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang kakaknya. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan perkampungan biasa. Rumah pasien terbuat dari batako dengan lantai keramik dan atap genteng. Memiliki 4 kamar tidur, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Di rumah pasien tersebut, Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah kurang sehat, karena tidak memenuhi sebagian besar indikator rumah sehat. Pencahayaan dan ventilasi relatif kurang karena sebagian besar ruangan tidak memiliki jendela dan ventilasi untuk sirkulasi udara sehingga rumah terasa lembab. Kebersihan dan kerapian rumah cukup dijaga. Banyak peralatan rumah tangga yang diletakkan dan ditumpuk pada satu tempat sehingga memungkinkan tempat untuk sarang nyamuk.Sumber air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air sumur timba. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan bak mandi. Bak mandi terlihat bersih akan tetapi lantai agak licin. Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir, air dan kotoran dari jamban ditampung di septic tank. IV.3.5. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluargaa. Fungsi Biologis Pasien wanita berusia 45 tahun menderita asma bronkhial dengan bronkhitis.b. Fungsi PsikologisHubungan pasien dengan keluarga dengan adik kandung serta adik ipar dan tetangga serta cukup baik.c. Fungsi sosial dan budayaDapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.d. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhanPerekonomian pasien kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.e. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasiMasalah yang berhubungan dalam keluarga dibicarakan dengan secara musyawarah.f. Faktor perilaku1. Pasien memiliki kebiasaan kurang memperhatikan kebersihan rumah.2. Setiap harinya aktivitas pasien lebih banyak di toko pinggir jalan yang dilewati debu dan polusi udara.3. Pasien memiliki beban hidup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya serta keluarga adiknya.

g. Faktor nonperilakuSarana pelayanan kesehatan dekat dari rumah.

IV.6. Diagram Realita yang Ada Pada KeluargaLingkunganLingkungan rumah yang kurang bersih Terpapar debu dan polusi udara di lingkungan

Derajat kesehatan Ny. E 45 thRiwayat asma bronkhial dengan bronkhitisGenetik- - YankesPelayanan kesehatan terjangkau

Perilaku Kurangnya kesadaran phbs di rumah Bertanggung jawab untuk memanajemen keuanngan rumah.

BAB VKESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien bernama Ny. Ela Haryati berumur 46 tahun datang dengan keluhan sesak dengan suara mengi yang dirasa sejak 1 bulan yang lalu, sesak dirasa seperti tenggelam dan memburuk jika berativitas. Keluhan disertai dengan batuk berlendir berwarna bening, pasien juga merasakan pegal yang menyebar sampai ke punggung. Pada 3 tahun yang lalu pasien merupakan korban dari letusan gunung merapu yang saat hujan abu, pasien terpapar oleh abunya. Pasien juga memiliki riwayat mondok setiap tahun dengan keluhan yang sama. Pasien mengaku sebelumnya tidak ada riwayat alergi sampai akhirnya terpapar asap gunung merapi. Adik pasien memiliki keluhan yang sama serta pasien menggunakan obat salbutamol. Pada saat ini pasien tidak bekerja dan pasien sudah menikah, tinggal di dekat gunung merapi serta pembiayaan pasien dengan BPJS. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun memelihara unggas serta narkoba. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan respirasi dan ronkhi serta wheezing di lapang paru pasienDari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : asma kronis eksaserbasi akut.Hasil pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran peningkatan corakan vaskularisasi paru serta sela iga yang melebar. Pada pemeriksaan laborat darah lengkap ditemukan peningkatan white blood cell dan htc yang merupakan marker dari infeksi serta inflamasi dan peningkatan granulosit yang merupakan marker dari reaksi alergi.Terapi pada pasien ini bersifat simptomatis dan kausatif dengan mengurangi gejala asma serta mempertahankan faal paru.Setelah dilakukan perwatan di bangsal, dilakukanlah pemantauan aftercare. Hasil dari proses ini didapatkan faktor pencetus asma bronkhial pasien diantaranya terpaparnya debu, polusi udara dan lingkungan rumah yang kurang bersih. Keadaan ini mungkin dipengaruhi oleh faktor stres yang mungkin didapat oleh keluarga adik pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. PDPI. 2. Susanti F, Yunus F, Giriputro S, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Efikasi steroid nebulisasi dibandingkan steroid intravena pada penatalaksanaan asma akut berat. Maj Kedokt Indon 20023. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI. Lokakarya Tahunan, Jakarta 1998.4. Lokakarya Tahunan Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, Jakarta 20005. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI. Lokakarya Tahunan, Jakarta 20016. Fajriwan, Yunus F, Wiyono WH, Wawolumaja C, Jusuf A. Manfaat pemberian antagonis-H1 (loratadin) pada penderita asma alergi persisten ringan yang mendapat pengobatan salbutamol inhaler di RSUP Persahabatan. Maj Kedokt Indon 2001; 51:284-92.7. Yunus F, Anwar J, Fachrurodji H, Wiyono WH, Jusuf A. Pengaruh Senam Asma Indonesia terhadap penderita asma. J Respir Indo 2001; 22:118-25.8. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NIH Publication, 2002.9. Susanti F, Yunus F, Giriputro S, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Efikasi steroid nebulisasi dibandingkan steroid intravena pada penatalaksanaan asma akut berat. Maj Kedokt Indon 2002; 52: 24754.10. Rogayah R, Jusuf A, Nawas A, Kosen S. Pengaruh penyuluhan dan Senam Asma Indonesia terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan gejala klinik penderita asma. J Respir Indo 1999; Suppl.116-24.37