Laporan Kasus MAS
-
Upload
afri-rylai -
Category
Documents
-
view
161 -
download
3
description
Transcript of Laporan Kasus MAS
Laporan Kasus
Bayi Cukup Bulan dengan Infeksi Neonataldisertai Gawat Nafas e.c. Suspek Sindrom Aspirasi Mekonium
Oleh
M. Irawan Afrianto, S.KedNIM. I1A007032
Pembimbing
dr. Puji Andayani, Sp.A
BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM/ BLUD RSU ULIN
BANJARMASINApril 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
mendapatkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000
kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi
per hari. Beberapa penyebab kematian bayi disebabkan berat badan lahir rendah,
asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum.1 Penyebab kematian
neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat badan lahir
rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan
penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1%
(termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.2 Infeksi
neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat intrapartum saat
melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat sumber
infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat melalui
jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah dini.
Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes simplex,
HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang ditularkan
secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk Streptokokus grup B
Gram negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus
dan klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang
terinfeksi secara langsung misalnya ibu yang mendrita tuberkulosis (meskipun
1
dapat ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas
kesehatan lain, atau kuman di lingkungan rumah sakit.3 Infeksi bakterial sistemik
dapat terjadi kurang dari 1%, penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi
neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25% dari bayi yang dirawat di
NICU. Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada
umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan
infeksi awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama
pasca persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.4 Menurut perkiraan WHO,
terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4
juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang berkembang.
Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi akibat paparan dengan kuman dan
sumber dari lingkungan pada saat pasca persalinan.5
Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi
baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor
patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit
kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan
AKK menempati posisi penting sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab
signifikan morbiditas dan mortalitas janin.9 Definisi SAM adalah sindrom atau
kumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonatus
menghirup atau mengaspirasi mekonium. Diagnosis SAM berdasarkan atas
penemuan pemeriksaan radiologis. Penyebab SAM belum jelas mungkin terjadi
intra uterin atau segera sesudah lahir akibat hipoksia janin kronik dan asidosis
serta kejadian kronik intra uterin. Faktor risiko SAM adalah skor Apgar <5 pada
2
menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak
jelas, dan berat lahir.
Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis
anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari
kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya
akan berkembang menjadi SAM (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30%
neonatus dengan SAM akan membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang
menjadi pneumotoraks, dan 4% meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh
kasus hipertensi pulmonal persisten berkaitan dengan SAM.10 Pengeluaran
mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan
hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam
waktu empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.
Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering
mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat janin.11
Sekitar 1,3% dari seluruh populasi bayi lahir hidup mempunyai komplikasi AKK
dan hanya 5% bayi baru lahir dengan AKK berkembang menjadi SAM.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan penulisan pada laporan kasus ini yaitu mengetahui dan
memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup
bulan dengan infeksi neonatal disertai gawat nafas e.c. suspek sindrom aspirasi
mekonium.
1.3. Tujuan Penulisan
3
Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu untuk memahami dan
memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup
bulan dengan infeksi neonatal disertai gawat nafas e.c. suspek sindrom aspirasi
mekonium.
1.4 Manfaat Penulisan
Pada penulisan laporan kasus ini penulis berharap dapat memberikan
pengetahuan pada pembaca mengenai infeksi neonatal, gawat nafas dan
penyebabnya, sindrom aspirasi mekonium, serta permasalahannya secara lebih
mendalam.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Infeksi Neonatal
Penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi
57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.2
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum
akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada
saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban
pecah dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes
simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang
ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk
Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama
Escheria coli), gonokokus dan klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena
kontak dengan ibu yang terinfeksi secara langsung misalnya ibu yang mendrita
tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV),
kontak dengan petugas kesehatan lain, atau kuman di lingkungan rumah sakit.3
Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari 1%, penyakit virus 6%-
8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25% dari
bayi yang dirawat di NICU. Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari
pertama kehidupan pada umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau
5
intrapartum sedangkan infeksi awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan
sering terjadi selama pasca persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.4
Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada
tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98%
terjadi di negara sedang berkembang. Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi
akibat paparan dengan kuman dan sumber dari lingkungan pada saat pasca
persalinan.5
Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan
sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum
yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal. Insidens air ketuban
keruh terjadi pada 6%-25% kelahiran hidup, namun tidak semua neonatus yang
mengalami AKK berkembang menjadi SAM. Neonatus dengan AKK 2%-36%
menghirup mekonium sewaktu di dalam rahim atau saat napas pertama,
sedangkan neonatus yang mempunyai AKK 11% berkembang menjadi SAM
dengan berbagai derajat.6
Fisiologi Dasar Infeksi Neonatal
Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari
flora mikroba ibu oleh 2009membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor
antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu
integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh
vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat
memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan
amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam,
6
bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan
inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat
disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan
neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme
yang paling sering ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri
anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah
genital. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur
utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi
neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum persalinan
(termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walau infeksi lebih mungkin
terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Banyak komplikasi penyakit dan
gangguan kandungan yang terjadi sebelum dan sesudah proses persalinan yang
berkaitan dengan peningkatan risiko infeksi pada neonatus baru lahir. Komplikasi
ini meliputi persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini yang berkepanjangan,
inersia uterin dengan ekstraksi forseps tinggi, dan demam pada ibu. Saat bakteri
mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme
tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga
bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi
dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal
intervensi terapi, menyebabkan respon inflamasi sistemik dari sumber infeksi
berkembang luas.7,8
Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan pemeriksaan penunjang (laboratorium).
7
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai
untuk sepsis awitan lambat
Rasio I:T ( >0,18 )
Trombositopenia (<100,000/mm3)
C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai
prognostic
ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada
dua minggu pertama (nilai normal dihitung pada usia hari
ketiga)
Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay
Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5
neutrophils/LPB) atau ditemukan bakteri
Pemeriksaan fibonektin
Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin
2receptor, interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan
deteksi kuman patogen GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan
8
latex particle agglutination dan countercurrent
immunoelectrophoresis
Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk
mendeteksi DNA bakteri
Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan
dini dan lambat, memberikan hasil yang cukup baik pada
kelompok risiko tinggi
Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan
petanda infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein
dan jumlah leukosit. Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin
sangat berguna untuk membedakan penyakit infeksi bakterial
dari virus pada neonatus dan anak
Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi neonatalKategori A Kategori B Kesulitan bernapas (misalnya, apnea, napas
lebih dari 30 kali per menit, retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral)
Kejang Tidak sadar Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sejak
lahir dan tidak memberi respons terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu normal selama tiga kali atau lebih, menyokong diagnosis sepsis)
Persalinan di lingkungan yang kurang higienis (menyokong kecurigaan sepsis)
Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong kecurigaan sepsis)
Tremor Letargi atau lunglai Mengantuk atau aktivitas berkurang Iritabel atau rewel Muntah (menyokong kecurigaan sepsis) Perut kembung (menyokong kecurigaan
sepsis) Tanda klinis mulai tampak sesudah hari ke
empat (menyokong kecurigaan sepsis) Air ketuban bercampur mekonium Malas minum sebelumnya minum dengan
baik (menyokong kecurigaan sepsis)
Disimpulkan bahwa petanda infeksi atau sepsis neonatal dilakukan melalui
pengukuran serial petanda infeksi untuk meningkatkan sensitivitas diagnosis dan
9
berguna untuk penghentian secara dini terapi antibiotik. Namun tidak ada satupun
uji diagnosis terbaru yang cukup sensitif dan spesifik untuk mempengaruhi
keputusan klinis dan meneruskan terapi antibiotik pada saat awitan dugaan
infeksi.
Oleh karena itu suatu petanda diagnostik yang kompeten juga harus
mempunyai spesifisitas yang tinggi (hasil negatif bila tidak ada infeksi) dan nilai
prediksi positif yang baik (ada infeksi bila hasil positif) yang sebaiknya lebih dari
85%, dalam rangka untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu
pada kasus positif palsu. Sebagai tambahan nilai potong yang optimal harus ditentukan
pada populasi pasien secara spesifik dengan menggunakan kurva ROC (receiver
operating characteristics curve) untuk setiap petanda.
II.2. Sindrom Aspirasi Mekonium
Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi
baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor
patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit
kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan
AKK menempati posisi penting sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab
signifikan morbiditas dan mortalitas janin.
Definisi SAM adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan
radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.
Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses
persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan
napas neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan
10
napas neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan
napas neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan
kesulitan bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium
yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat
bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak
mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran
kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi
pulmonal sering dihubungkan dengan SAM. Tujuan intervensi di kamar bersalin
untuk menurunkan angka insidens dan tingkat keparahan aspirasi mekonium.
Berdasar bukti dari penelitian yang tidak acak, direkomendasikan bahwa semua
neonatus yang lahir dengan mekonium yang kental sebaiknya diintubasi sehingga
dapat dilakukan penghisapan jalan napas dengan sempurna. Pada penelitian yang
sedang berjalan, terjadi perdebatan pertimbangan penghisapan intratrakeal selektif
atau pada semua neonatus dengan pewarnaan mekonium pada air ketuban.
Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis
anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari
kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya
akan berkembang menjadi SAM (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30%
neonatus dengan SAM akan membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang
menjadi pneumotoraks, dan 4% meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh
kasus hipertensi pulmonal persisten berkaitan dengan SAM. 10 Pengeluaran
mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan
hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam
11
waktu empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.
Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering
mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat
janin.11Sekitar 1,3% dari seluruh populasi bayi lahir hidup mempunyai
komplikasi AKK dan hanya 5% bayi baru lahir dengan AKK berkembang
menjadi SAM. Yoder dkk yang dikutip oleh Gelfand SL dkk12 mencatat adanya
penurunan insidens SAM dari 5,8% sampai 1,5% terjadi selama periode 1990
sampai 1997 yang mendukung penurunan insidens kematian 33% pada bayi
dengan umur kehamilan lebih 41 minggu. Mekonium di dalam AK dapat juga
secara sederhana menunjukkan maturasi fungsi saluran cerna janin. Insidensi
pasase mekonium jarang terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu dan akan
meningkatkan sampai usia kehamilan 37 minggu dan lebih meningkat lagi
sesudah 37 minggu.
Kriteria derajat berat SAM dibedakan menjadi, SAM ringan apabila bayi
memerlukan O2 kurang 40% pada umur kurang 48 jam, SAM sedang apabila
memerlukan lebih 40% pada umur lebih 48 jam tanpa kebocoran udara, dan SAM
berat apabila memerlukan ventilator mekanik untuk lebih 48 jam dan sering
dihubungkan dengan hipertensi pulmonal persisten.
Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera
sesudah lahir. Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping
janin yang mempunyai konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Beberapa
bukti dilaporkan bahwa kejadian kronik intrauterin bertanggung jawab untuk
kasus SAM berat yang berbeda dengan kejadian peripartum akut. Berbeda
12
dengan, bayi yang lahir bugar yang menghirup AKK dari nasofaring pada saat
lahir dapat berkembang menjadi SAM ringan sampai berat.
Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi SAM adalah
skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak
teratur atau tidak jelas, dan berat lahir.
Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,
kurang lebih sepertiga bayi dengan SAM memerlukan ventilator mekanik 13,3%.
Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara.
Sulit menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat.
Mekanisme terjadinya SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik
saluran napas, pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan
surfaktan yang inaktif.
Obstruksi mekanik
Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik
total atau parsial. Pada saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran
napas sentral ke perifer. Partikel mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas
bagian distal menyebabkan obstruksi dan atelektasis sehingga terjadi area yang
tidak terjadi ventilasi dan perfusi menyebabkan hipoksemia. Obstruksi parsial
menghasilkan dampak katup–bola atau ball-valve effect yaitu udara yang dihirup
dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari alveoli. Hal ini akan
mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan perfusi yang
dapat mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperekspansi. Risiko
terjadinya pneumotoraks sekitar 15%-33%.
13
Pneumonitis
Mekonium diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang
diperantarai oleh proses inflamasi. Dalam beberapa jam neutrofil dan makrofag
telah berada di dalam alveoli, saluran napas besar dan parenkim paru. Dari
makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNF α, TNF-1b, dan interleukin-8 yang
dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau menyebabkan
kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan perdarahan
paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang
apabila dijumpai dalam air ketuban akan menyebabkan kerusakan langsung
pembuluh darah tali pusat dan kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung
vasokonstriksi pada pembuluh darah umbilical dan plasenta.
Vasokonstruksi pulmonal
Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal
persisten. Pelepasan mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1, dan
prostaglandin E2 (PGE2), sebagai akibat adanya mekonium dalam air ketuban
diduga mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi pulmonal persisten.
Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap
bayi baru lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres
respirasi.
Gambaran pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat
difus dan asimetris. Berhubung berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM
maka temuan gambaran radiologikpun bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi
yang dapat menyebabkan sindrom kebocoran udara seperti pneumotoraks,
14
pneumomediastinum, atau emfisema pulmonum intersisialis. Terdapat hubungan
antara derajat kelainan abnormalitas radiologik dan derajat penyakit SAM dengan
konsolidasi atau atelektasis yang merupakan faktor prognosis yang kurang baik.
Meskipun ada penelitian lain yang tidak mengkonfirmasi hubungan ini.Pasien
dengan gambaran radiologi klasik menunjukkan perbaikan lambat setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi
diperlukan untuk mengevaluasi hipertensi pulmonal dan berguna untuk bayi pada
awal kehidupannya.
Kejadian AKK merupakan tanda yang serius pada janin yang dihubungkan
dengan kenaikan morbiditas perinatal, maka monitor denyut janin merupakan
indikator penting. Dipertimbangkan keadaan kontroversial yang ada saat ini,
berhubungan dengan sebab pasase mekonium intra uterin. Di dalam rahim
hipoksia mengakibatkan relaksasi otot sfingter ani dipertimbangkan sebagai
penyebab pasase mekonium. Sebaliknya lingkungan intra uterin akan
mempengaruhi kesejahteraan janin dan mengakibatkan AKK misalnya infeksi
intra uterin yang mengakibatkan korioamnionitis, perlu diingat AK merupakan
media kultur yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang terinfeksi dan
ditelan janin akan memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat
diterangkan sebagai penyebab AKK.
15
Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi SAMIbu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan selain bayi, balita,
ibu bersalin, dan ibu menyusui sehingga pemerintah mengupayakan pelayanan
kesehatan yang mudah dijangkau oleh mereka. Pelayanan antenatal
(prapersalinan) terhadap ibu hamil meliputi pengukuran tekanan darah,
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian imunisasi Toxoid
tetanus (TT), pemberian tablet besi (Fe), dan pengukuran fundus uteri.8
Pelayanan ini diharapkan minimal diterima ibu hamil sebanyak 4 kali
yaitu sekali pada triwulan pertama dan ke dua serta dua kali pada triwulan ke tiga.
Upaya ini belum sepenuhnya berhasil; secara nasional pelayanan kunjungan baru
ibu hamil mencakup 92,72% dan kunjungan ibu hamil minimal 4 kali 75.66%.
Imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan (TT1 dan TT2) tetapi cakupan
TT1 baru 85,1% sedangkan TT2 lebih rendah lagi yaitu 78,1%. Pemberian tablet
besi kepada ibu hamil ada 2 paket yaitu paket Fe1-30 tablet (1 bungkus) dan paket
Fe3-90 tablet (3 bungkus), dan cakupannya untuk Fe1 sebesar 77,07% sedangkan
Fe3 sebesar 63,45%. Selain itu ibu hamil juga rentan terhadap serangan infeksi
baik infeksi intra uterin maupun perinatal.8
Penyakit TORCH ialah penyakit-penyakit intrauterin atau yang didapat
pada masa perinatal; merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis, O = Other
yaitu penyakit lain misalnya sifilis, HIV-1dan 2, dan Sindrom Imunodefisiensi
16
Didapat (Acquired Immune Deficiency Syndrome/AIDS), dan sebagainya, R =
Rubela (campak Jerman), C = Cytomegalovirus, dan H = Herpes simpleks.8
Tokso merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan
manusia. Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai
masa inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang dimasak
kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila infeksi ini
mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi
toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke
tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan.8
Manifestasi klinis yang mungkin terjadi ialah: hepatosplenomegali,
ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus,
kalsifikasi intra-kranial, miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash
makulopapular. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak
daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan
maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak
tidak tercemar kotoran kucing.8
Sifilis disebabkan infeksi Treponema pallidum; dapat akut maupun kronis
yang mempunyai gambaran khas yaitu lesi, erupsi kulit dan mukosa; jangka
panjang dapat mengakibatkan lesi tulang, sistem pencernaan, sistem saraf pusat,
dan sistem kardiovaskuler. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak
dengan eksudat infeksius yang berasal dari kulit, membran mukosa, cairan dan
sekret tubuh (darah, ludah, cairan vagina). Penyakit ini dapat ditularkan melalui
17
plasenta sepanjang masa kehamilan; biasanya respon janin yang hebat akan terjadi
setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi klinik
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi
tulang. Infeksi yang didapat di akhir kehamilan biasanya tidak menyebabkan
gejala pada bayi baru lahir, baru setelah beberapa minggu/bulan kemudian akan
ditemukan gejala-gejala: snuffles (kotoran hidung mukopurulen), ruam makuler
besar berwarna tembaga, lesi (plak) sekitar mulut dan anus, hepatosplenomegali,
radang periosteum, Hutchinson’s teeth, saddle nose, saber shins, dan lainnya.
Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi berat badan lahir rendah, atau
bahkan kematian janin.8
Pencegahan antara lain dengan cara: promosi kesehatan tentang penyakit
menular seksual, mengontrol prostitusi bekerja sama dengan lembaga sosial,
memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita
yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan eksresi penderita.8
HIV dan AIDS terjadi karena infeksi retrovirus. Pada awalnya infeksi ini
menunjukkan gejala yang tidak spesifik, misalnya limfadenopati, anoreksia, diare
kronis, penurunan berat badan, dan sebagainya. Komplikasi penyakit ini antara
lain ialah Pneumocystis carinii pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis,
disseminated strongyloidiasis, dan sebagainya.8
Penularan terjadi karena kontak seksual antar manusia dengan masa
inkubasi antara 6 bulan hingga 5 tahun; jika lewat transfusi darah masa
inkubasinya rata-rata 2 tahun. Pada janin penularan terjadi secara transplasenta,
tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan.
18
Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukkan gejala pada saat lahir,
sebagian anak akan menunjukkan gejala pada umur 12 bulan pertama dan
sebagian lainnya pada umur yang lebih tua.8
Gejala yang akan terlihat antara lain: gejala non spesifik, penyakit
neurologis progresif (ensefalopati dengan gejala kelambatan perkembangan atau
kemunduran fungsi motorik, kemampuan intelektual,atau perilaku), pneumonitis
interstisial limfoid, infeksi sekunder (infeksi oportunis yaitu Pneumocystis carinii
pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis, disseminated strongyloidiasis, dan
dapat terjadi infeksi bakteri misalnya meningitis, infeksi lainnya misalnya varisela
primer yang mengakibatkan infeksi menyeluruh pada hati, paru, sistem koagulasi,
dan otak), kanker sekunder.8
Pencegahan antara lain dengan cara: menghindari kontak seksual dengan
banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat,
dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati-hati.8
Campak Jerman Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk
famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya
kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin
secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat
tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah, demam ringan, nyeri
kepala, dan iritasi konjungtiva.8
Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya
mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal
(trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi
19
yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada
sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung,
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis,
hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang. Sedangkan infeksi setelah masa itu
dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya khorioretinitis bertahun-tahun
setelah bayi lahir. Pencegahan antara lain dengan cara isolasi penderita guna
mencegah penularan, pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus
dilaporkan ke institusi yang berwenang.8
Sitomegalovirus disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,
sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan
vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada
kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang
didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga
ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang
berat.8
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian
besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak
mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada
masa kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala
klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,
meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,
hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan
20
kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi
psikomotor maupun kehilangan pendengaran.8
Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan
terutama sesudah buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu
seronegatif dengan darah yang berasal dari donor seropositif, dan menghindari
transplantasi organ tubuh dari donor seropositif ke resipien seronegatif.8
Herpes simpleks disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2
tipe HSV yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya
terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif;
sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan
seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi. Masa inkubasi
antara 2 hingga 12 hari. Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali
misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada mata.8
Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama
sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek
untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu
pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-tiga.
Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
khorioretinitis, mikrosefali, dan miokarditis.8
Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan perseorangan
dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan
kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani
lesi infeksius.8
21
BAB III
LAPORAN KASUS
III. Identitas Pasien
A. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Banjarmasin, 31 Maret 2013
Umur : 4 hari
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
RMK : 1-04-12-51
B. Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 4 April 2013
Umur : 4 hari
Berat Badan : 3150 gram
Panjang Badan : 51 cm
Tanda Vital :
Kesadaran : Kompos mentis
Denyut jantung : 170 kali/menit
22
Frekuensi Nafas : 35 kali/menit
Suhu Tubuh : 36,7oC
SD : 4
CRT : 3”
Kulit : kemerahan, sianosis (-), ikterik (+)Kremer IV
Jaringan subkutis : Ada
Kepala : Bentuk : Mesosefali
Sefal Hematom : (+)
Kaput suksadeneum : (-)
Lain-lain : tidak ada kelainan
Rambut : Hitam, merata
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
perdarahan sub konjungtiva (-/-)
Telinga : Simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali.
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), septum deviasi (-)
Mulut : Simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, celah
bibir (-), celah palatal (-)
Leher : Tortikolis (-), kaku kuduk (-)
Toraks : Bentuk simetris, retraksi ringan (+)
Payudara : Teraba sedikit
Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)
Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
23
Abdomen : Supel, H/L/M tak teraba, bising usus (+) normal
Genitalia : Perempuan
Anus : (+), mekonium (+)
Ekstremitas : Atas : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Denyut arteri femoralis : Kanan teraba, Kiri teraba
Tulang belakang : Deformitas (-), spina bifida (-), skoliosis (-)
Tanda-tanda fraktur : Tidak ada
Tanda kelainan bawaan : Tidak ada
III.2. Dari Rekam Medik Didapatkan
Bayi lahir tanggal 31 Maret 2013 pukul 12.00 WITA
Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi lahir tidak menangis, mekonium hijau pekat berbau, riwayat kelahiran
dengan kala II lama dan KPD >12 jam. Bayi dilahirkan dengan cara forcep
setelah sebelumnya dicoba vakum ekstraksi dua kali.
Riwayat Persalinan Kehamilan Sebelumnya
Kehamilan
ke
Tanggal/ tahun
kelahi-ran
Jenis Persali
Nan
JK
BBLHidup/Mati
Penyakit Waktu Hamil
Sebab Kematian
1 (ini)31 Maret/
2013Forcep P 3250 Hidup - -
Riwayat Keadaan Kehamilan
HPHT: 20 Juni 2012 Taksiran partus: 27 Maret 2013
TRIMESTER
24
I II IIIJumlah Konsultasi (di bidan)Berat Badan IbuLingkar Lengan AtasTekanan DarahPenyakit Waktu HamilJumlah tambahan zat besiSuntikan toksin tetanusObat-obatan yang diterimaKebiasaan waktu hamil
- makanan :kwalitatifkwantitatif
- obat- jamu- rokok- lain-lain
1 kaliTidak diukurTidak diukur
110/70 mmHgTidak adaTidak ada Tidak adaTidak adaTidak ada
yang khusus
CukupCukup
(-)(-)(-)(-)
2 kaliTidak diukurTidak diukur
110/70 mmHg Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada
yang khusus
CukupCukup
(-)(-)(-)(-)
3 kaliTidak diukurTidak diukur
110/70 mmHg Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada
yang khusus
CukupCukup
(-)(-)(-)(-)
Faktor Risiko
Mayor
- KPD > 24 jam- Demam Intrapartum > 380C- Khorioamniotis+ Ketuban Berbau- DJJ > 160 x/menit
Minor
+ KPD > 12 jam- Demam Intrapartum > 37,50C+ Nilai Apgar rendah (menit I < 5 dan menit V < 7- BBLSR < 1500 gr- Usia gestasi < 37 minggu- Kehamilan Ganda- Keputihan gatal dan berbau
Laboratorium Ibu:
25
Hb : tidak diketahui
Ht : tidak diketahui
Trombosit : tidak diketahui
Keadaan Persalinan Sekarang
Diagnosis Ibu : G1P0A0 hamil 40-41 minggu
Jenis persalinan : Forcep Dipimpin oleh : dokter residen obgyn
Indikasi : vakum ekstraksi gagal
Waktu persalinan : 31 Maret 2013 jam : 12.00 WITA
Kelahiran : Tunggal
Letak/presentasi bayi : Membujur/ kepala
Kondisi saat lahir : Hidup
Lama persalinan kala I : tidak diketahui
Lama persalinan kala II : >2 jam
Lama ketuban pecah : >12 jam
Kondisi air ketuban : hijau pekat berbau
Volume air ketuban : Tak dilakukan pengukuran
Secondary Arrest : -
Arrest of Descent : -
Protective active phase : + (ibu tidak mau mengedan)
Prolonge latent phase : -
26
Keadaan Bayi Saat Lahir
Penilaian bayi dengan skor Apgar
Tanda 0 1 2Jumlah
nilai1 1 2
Frekuensi Jantung
tidak ada < 100 >1001 1 1
Usaha bernafas
TidakAda
Lambat menangiskuat
0 0 1
Tonus otot
Lumpuh Ekstremitasfleksi sedikit
GerakanAktif
0 0 0
Refleks terhadap rangsangan
TidakBereaksi
GerakanSedikit
ReaksiMelawan 0 0 0
Warna
Biru/Pucat
Tubuhkemerahan,tangan dankaki biru
Kemerah-an
0 0 0
Penilaian 1 menit sesudah lahir lengkap
Penilaian 5 menit sesudah lahir
A. Riwayat Resusitasi
Tindakan/ventilasi :
Perangsangan
Pemberian 02 dengan tekanan tidak langsung
Pemberian 02 dengan tekanan langsung/VTP
Pijat Jantung
Medikasi pada bayi :
Adrenalin (-)
27
Glukose (-)
Injeksi vit K 1 x 1 mg (IM)
Gentamisin salep OD/OS
Plasenta : berat : - Tali pusat : Panjang : -
: Ukuran : - : jumlah : Arteri : 2
Vena : 1
: Kalsifikasi : - : Pewarnaan : -
: lain-lain : - : Lain-lain : -
B. Antropometri
Berat badan lahir : 3250 gram
Panjang badan lahir : 51 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Lingkar dada : 34 cm
RESUME
Nama : By. Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
BB/PB/LK : 3150 gram/ 51 cm/ tidak diukur
TL/JL/CL : 31 Maret 2013/ 12.00 WITA/ Forcep
Faktor Risiko Mayor : Ketuban berbau
Faktor Risiko Minor : KPD >12 jam, nilai Apgar rendah
28
Pemeriksaan Fisik :
SD : 4
Denyut Jantung : 170 kali/ menit
Frekuensi Napas : 35 kali/ menit
Suhu tubuh : 36,70C
CRT : 3 detik
Kulit : ikterik (+) Kremer IV
Kepala : sefal hematom (+)
Rambut : hitam merata
Mata : ikterik (+/+)
Telinga : simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali
Hidung : pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : tortikolis (-), kaku kuduk (-)
Thoraks : simetris, retraksi ringan (+)
Payudara : Sedikit teraba
Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)
Paru : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : supel, Bising Usus (+) normal
Genitalia : perempuan
Anus : ada, mekonium (+)
Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-) parese (-/-)
29
Denyut a.femoralis : teraba
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Tanda fraktur : tidak ada
Tanda kelainan bawaan : tidak ada
Masa gestasi : 40-41 minggu
Diagnosis banding
I II IIIBCB Infeksi neonatal Gawat nafasBLB Kelainan kongenital Sindrom Aspirasi
Mekonium (SAM)
Diagnosis sementara
I. BCB
II. Infeksi neonatal
III. Gawat nafas e.c. suspek SAM
Terapi
I. Rawat inkubator
II. O2 nasal 1-2 liter/menit
III. Kebutuhan cairan
Infus D10% : NaCl (4:1) / 100 cc + 4 cc Ca Gluconas 40% + 2 cc KCl
7,46% → 9,5 cc/jam
Protein AF 3 gr → 8,1 cc/jam
Lipid 2,5 gr → 1,2 cc/jam
Produk darah (-)
30
ASI (diet 10 cc/ kg BB → 8x4 cc)
IV. Obat-obatan
Intra Vena : Ampicillin 2 x 165 mg
Gentamicin 16,5 mg/36 jam
Sibital 2 x 5 mg
V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD
VI. Program : Fisioterapi
USG kepala
Kultur darah
Follow Up Harian :
27-09-2011Siang 12.00 WITAU/P: 40/0
S KU: KurusRPS: Merupakan rujukan Puskesmas Cempaka dengan diagnosis BBLR dan gizi buruk. Selama hamil, ibu pasien sering kontrol ke bidan. Ibu melahirkan ditolong bidan. Saat lahir bayi kecil, diberi ASI, dan beberapa kali diberi gabin. Saat ini ada bisul di pantat bayi.
O BB/PB: 2200 gram/ 47 cmTTV: HR : 102 x/menit RR : 40 x/ menit T : 37,2oC CRT : 2 detikPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normal
31
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : Pasang neoplant, foto thorax, DLO27-09-2011Follow up SiangU/P: 40/0
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 110 x/menit RR : 40 x/ menit T : 36,9oCCRT : 2 detikPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normal
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : Pasang neoplant, foto thorax, DLO28-09-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 110 x/menit RR : 40 x/ menit T : 36,7oCCRT : 2 detik
32
BB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : Pasang neoplant, foto thorax28-09-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 120 x/menit RR : 38 x/ menit T : 36,7oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)
33
Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : Pasang neoplant, foto thorax,29-09-2011 Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 115 x/menit RR : 37 x/ menit T : 36,8oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : -29-09-2011Follow up
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
34
siang O HR : 156 x/menit RR : 44 x/ menit T : 37oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program : Pasang neoplant, foto thorax,30-09-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 151 x/menit RR : 42 x/ menit T : 37oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:
35
Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Neoplant telah terpasang, KIE
30-09-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 148 x/menit RR : 44 x/ menit T : 36,7oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
36
A BBLR +N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Neoplant telah terpasang, KIE01-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 135 x/menit RR : 34 x/ menit T : 36,9oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR + N1P I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Neoplant telah terpasang, KIE01-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 135 x/menit RR : 34 x/ menit
37
T : 37oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Neoplant telah terpasang, KIE02-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 138 x/menit RR : 39 x/ menit T : 37,4oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)
38
Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program (-)02-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 138 x/menit RR : 39 x/ menit T : 37,4oCCRT : 2 detikBB : 2300 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 11 mg/ 24 jamV. Monitor: KU, TV, BB
VI. Program (-)
39
03-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 138 x/menit RR : 32 x/ menit T : 37,1oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 7,5 mg/ 36 jam Gentamisin zalf
V. Monitor: KU, TV, BBVI. Program (-)
03-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 140 x/menit RR : 33 x/ menit T : 37,2oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefali
40
Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLRP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 7,5 mg/ 36 jam Gentamisin zalf Vitamin K1 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, BBVI. Program DL, CRP
04-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 136 x/menit RR : 40 x/ menit T : 37oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses gluteal, venektasi (+)Turgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis
41
P I. Rawat boxII. O2 (-)
III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Injeksi ampisilin 3 x 75 mg
Injeksi gentamisin 7,5 mg/ 36 jam Gentamisin zalf Vitamin K1 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, BBVI. Program cor analisis, DL/ CRP, Bil. T/D/I
04-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 142 x/menit RR : 38 x/ menit T : 36,8oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses gluteal, venektasi (+)Turgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Sanprima 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis
42
05-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 142 x/menit RR : 44 x/ menit T : 36,6oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis
05-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 140 x/menit RR : 40 x/ menit T : 37,1oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses gluteal
43
Turgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis
06-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 144 x/menit RR : 40 x/ menit T : 37oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)
44
Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, co. hepatologi
06-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 140 x/menit RR : 48 x/ menit T : 36,9oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam)
45
Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, co. hepatologi
07-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 136 x/menit RR : 44 x/ menit T : 36,5oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, co. hepatologi
07-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 136 x/menit RR : 42 x/ menit T : 36,9oC
46
CRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, abses glutealTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis/ HipoglikemiP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Gentamisin zalf Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, TORCH
08-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 132 x/menit RR : 38 x/ menit T : 37,1oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir kering
47
Leher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis/ HipoglikemiP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, TORCH
08-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 134 x/menit RR : 38 x/ menit T : 36,7oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis/ HipoglikemiP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oral
48
IV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, TORCH
09-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 142 x/menit RR : 42 x/ menit T : 36,9oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis/ HipoglikemiP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, TORCH
09-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 140 x/menit RR : 40 x/ menit
49
T : 36,2oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ Kolestasis/ HipoglikemiP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TV, hipotermiVI. Program cor analisis, TORCH
10-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 140 x/menit RR : 40 x/ menit T : 36,2oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir kering
50
Leher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI on demand per oralIV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Combi 1 x 1 (malam) Vitamin EKA 1 x 1 mg
V. Monitor: KU, TVVI. Program timbang BB
10-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 142 x/menit RR : 46 x/ menit T : 37,8oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukupTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI + PASI (diet 160 cc/ kg BB)
51
IV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus Supralisin 0,3 cc/ hari Vitamin EKA 1 x 1 bungkus
V. Monitor: KU, TVVI. Program timbang BB
11-10-2011Follow up pagi
S Menangis kuat (+)Gerak Aktif (+)
O HR : 137 x/menit RR : 43 x/ menit T : 37,4oCCRT : 2 detikBB : 2500 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, kendurTurgor: baikKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat box
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI + PASI (diet 160 cc/ kg BB)IV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Vitamin EKA 1 x 1 bungkus
V. Monitor: KU, TVVI. Program cek bilirubin T/I/D, HBsAg
11-10-2011Follow up siang
S Menangis kuat (+)Gerak aktif (+)
O HR : 144 x/menit RR : 44 x/ menit T : 37,4oCCRT : 2 detik
52
BB : 2750 gramPemeriksaan Fisik:Kulit: kelembaban cukup, kendurTurgor: baik cepat kembaliKepala: mesosefaliMata: anemis (-/-), ikterik (-/-)Hidung: PCH (-)Mulut: mukosa bibir keringLeher: tortikolis (-)Thorax: retraksi (-/-)Jantung: S1 dan S2 tunggal, bising (-)Paru: Rh (-/-), Wh (-/-)Abdomen: supel, H/L/M tidak teraba, BU (+) normalEkstremitas: akral hangat, edema (-)
A BBLR/ ISK/ KolestasisP I. Rawat (-)
II. O2 (-)III. Kebutuhan cairan ASI + PASI (diet 160 cc/ kg BB)IV. Obat-obatan: Urdahex 3 x 1 bungkus
Supralisin 0,3 cc/ hari Vitamin EKA 1 x 1 bungkus
V. Monitor: KU, TVVI. Program (-)
Pasien pulang dengan keadaan umum membaik
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 27 September 2011 pukul 13.50 WITA
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV
14,79,65,0547,341617,3
14,0-18,04 – 10,53,9 – 5,540-50150 – 45011,5 – 14,7
g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%
MCVMCH
93,729,1
80,0 – 97,027,0 – 32,0
Flpg
53
MCHC 31 32,0 – 38,0 %Hitung JenisNeutrofil %Limfosit %MID %
29,460,510,1
50 – 7025 – 403,0-9,0
%%%
Kimia DarahGula Darah Sewaktu 79 < 200 mg/dlImunoserologiCRP kualitatif Negativ
e< 6 mg/ml
Hasil pemeriksaan laboratorium urin tanggal 01 Oktober 2011 pukul 15.42 WITA
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
UrinalisaWarnaBJpHKetonProtein/ AlbuminGlukosaBilirubinDarah samarNitritUrobilinogenLeukosit
Kuning jernih1,0056,0NegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatif0,2Negatif
Kuning jernih1,005-1,0305,0-8,5NegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatif0,2-2,0Negatif
Sedimen UrineLeukositEritrositSilinderEpitelBakteriKristalLain-lain
1-2/ LPB0-2/ LPBNegatif1+NegatifNegatifNegatif
0-2/ LPB0-2/ LPBNegatif1+NegatifNegatifNegatif
Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 03 Oktober 2011 pukul 11.15 WITA
54
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV
11,99,34,1839,140116,7
14,0-18,04 – 10,53,9 – 5,540-50150 – 45011,5 – 14,7
g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%
MCVMCHMCHC
93,628,430,4
80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0
Flpg%
Hitung JenisNeutrofil %Limfosit %MID %
37,252,510,3
50 – 7025 – 403,0-9,0
%%%
Kimia DarahBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek
2,892,460,43
0,20-1,200,00-0,500,20-0,60
mg/dlmg/dlmg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium urin tanggal 08 Oktober 2011 pukul 06.12 WITA
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
UrinalisaWarnaBJpHKetonProtein/ AlbuminGlukosaBilirubinDarah samarNitritUrobilinogenLeukosit
Kuning jernih1,0055,0NegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatif0,2Negatif
Kuning jernih1,005-1,0305,0-8,5NegatifNegatifNegatifNegatifNegatifNegatif0,2-2,0Negatif
Sedimen UrineLeukositEritrosit
0-10-1/ LPB
0-2/ LPB0-2/ LPB
55
SilinderEpitelBakteriKristalLain-lain
Negatif1+NegatifNegatifNegatif
Negatif1+NegatifNegatifNegatif
Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 11 Oktober 2011
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia DarahBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirek
2,861,211,65
0,20-1,200,00-0,500,20-0,60
mg/dlmg/dlmg/dl
ImunoserologiHBsAg Ultra (ELISA) 0,00
Hasil pemeriksaan foto thorax AP tanggal 28 September 2011
Cor normal. Pulmo tidak tampak infiltrat/ konsolidasi; sinus tajam
Hasil pemeriksaan USG abdomen tanggal 05 Oktober 2011
Liver 48 mm, sudut tumpul, intensitas homogen berkurang. Lien membesar,
ukuran 8 cm. Kesimpulan hepatitis akut dan mild splenomegali.
Hasil cor analisis tanggal 05 Oktober 2011
Cor normal. Tidak tampak pendesakan esophagus.
Konsultasi unit neonatologi ke unit hepatologi anak tanggal 06 Oktober 2011
Kesan suspek hepatitis neonatal. Saran cek bilirubin T/D/I, HBsAg, USG
abdomen
56
Konsultasi unit perinatologi ke unit gizi anak tanggal 08 Oktober 2011 pukul 11.00 WITA
Saran pemeriksaan bilirubin T/D/I ulang, USG abdomen bila perlu, berikan susu
MCT.
57
BAB IV
DISKUSI KASUS
Dilaporkan seorang bayi yang dilahirkan tanggal 31 Maret 2013 dengan
berat lahir 3250 gram dan panjang badan lahir 51 cm. Kelahiran dilakukan dengan
forcep ditolong oleh dokter residen obgin di BLUD RSU Ulin Banjarmasin. Bayi
dirawat di ruang teratai level III BLUD RSU Ulin Banjarmasin dengan diagnosis
infeksi neonatal serta gawat nafas dengan kecurigaan sindrom aspirasi mekonium.
Bayi didiagnosis infeksi neonatal karena saat lahir dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah didapatkan salah satu indikator infeksi yaitu
leukositosis, dimana kadar leukosit darah bayi >12.000/ul yaitu sebesar 24.500/ul.
Pada bayi ini juga terjadi hiperbilirubinemia. Bayi ini lahir tidak menangis dan
diduga ada campuran mekonium pada air ketubannya karena berwarna hijau pekat
berbau yang menyokong adanya kecurigaan infeksi neonatal.
Infeksi neonatal dapat terjadi intrapartum dimana infeksi intrapartum
dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus
lama dan ketuban pecah dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab
termasuk herpes simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu
virus yang jarang ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman
termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif
(terutama Escheria coli), gonokokus dan klamidia.
58
Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan
sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum
yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.
Faktor risiko infeksi neonatal pada bayi ini ditambah dengan adanya
ketuban pecah dini >12 jam, dimana pada kasus ketuban pecah dini bakteri vagina
dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada
membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh
aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati,
persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering
ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus
kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital.
SAM sendiri adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan
radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.
Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses
persalinan.
Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas
neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas
neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas
neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan
kesulitan bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium
yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat
bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak
mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran
59
kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi
pulmonal sering dihubungkan dengan SAM. Dan pada bayi ini terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang juga menyokong kecurigaan adanya aspirasi
mekonium.
Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi SAM adalah
skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak
teratur atau tidak jelas, dan berat lahir. Dimana pada kelahiran bayi ini didapatkan
mekonium yang kental dan skor Apgarnya <5.
Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,
kurang lebih sepertiga bayi dengan SAM memerlukan ventilator mekanik 13,3%.
Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit
menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme
terjadinya SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas,
pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang
inaktif.
60
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus infeksi neonatal dan gawat nafas e.c.
suspek sindroma aspirasi mekonium pada seorang bayi berusia 4 hari yang
dirawat di ruang Teratai level III BLUD RSU Ulin Banjarmasin. Bayi terdiagnosis
infeksi neonatal berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis gawat nafas e.c. suspek sindroma aspirasi mekonium juga
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan yang dilakukan selama perawatan adalah menangani keadaan
berat lahir rndah pada bayi, pemberian antibiotik dan terapi simtomatik untuk
infeksi saluran kemih, dan pemberian terapi pendukung serta simtomatik pada
kolestasis.
61
DAFTAR PUSTAKA
1. Rochman A. Buku Acuan dalam Pelatihan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. E-book : Departemen Kesehatan RI. 2005
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 1. Edisi 15. Jakarta: EGC, 2000.
3. Taksande A,Vilhekar KY,Chaturvedi P,Gupta S,Deshmukh P. Predictor of low birth weight babies by anthropometry. Journal of Tropical Pediatrics 2007;53(6):420-3.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 3. Edisi 15. Jakarta: EGC, 2000.
5. Arief S. Deteksi dini kolestasis neonatal. Tanpa nama jurnal, 2006; Tanpa
volume: 1-13.
6. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Cetakan kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011.
7. Ahira A. Neonatal hepatitis. Ezinearticles 2010; (online), (http://ezinearticles.com, diakses tanggal 13 Oktober 2011).
8. Muchlastriningsih E. Pengaruh infeksi TORCH terhadap kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran, 2006; Tanpa volume (151): 8-10.
9. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Juli 2006; 12 (3): 110-113.
62