LAPORAN KASUS INFEKSI

download LAPORAN KASUS INFEKSI

of 16

description

medicine

Transcript of LAPORAN KASUS INFEKSI

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS INFEKSIIDENTITAS PASIEN

Nama

: Melani Umur

: 2 tahun

Jenis kelamin

: PerempuanBangsa/suku

: Indonesia/MakassarAgama

: IslamPekerjaan

: -Alamat

: Bontoramba No. 56, Tamalanrea MakassarTanggal Pemeriksaan: 03 November 2009ANAMNESIS

Keluhan utama

: Berak-berakAnamnesis terpimpin: Dialami sejak 1 hari yang lalu, konsistensi encer, tidak ada ampas, lendir, maupun darah. Frekuensi > 10 kali satu hari. Disertai demam juga sejak 1 hari yang lalu bersamaan dengan berak-berak, demam tidak terlalu tinggi, pola demam naik turun. Batuk (-), sesak (-), mual (+), muntah (+), sakit perut; terutama perut bagian bawah (+), perut kembung (+). Sejak berak-berak, pasien merasa lemah dan nafsu makannya menurun. Buang air kecil lancar.

Ibunya menceritakan bahwa pada 1 hari yang lalu pasien baru saja makan bakso yang dibeli di luar rumahnya. Makanan tersebut dimakan bersama-sama teman-temannya. Keesokan harinya, pasien mulai berak encer. Dan menjelang sore teman-temannya juga mengeluh gejala yang sama. Riwayat berobat : -Riwayat penyakit sebelumnya :Riwayat penyakit saluran pencernaan (-)Riwayat asma (-)Riwayat alergi lainnya (-)Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)Riwayat penyakit saluran pencernaan (+), dispepsia.

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)

Riwayat alergi (-)

PEMERIKSAAN FISIS

Tanda vital :

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 78 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: afebrisPemeriksaan fisis

BB : 11 kg

TB : 95 cmKepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: T.a.kThorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II murni, regulerAbdomen: Nyeri tekan (-)

Peristaltik (+) kesan meningkatEkstremitas: T.a.k PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS

Diare akutPENATALAKSANAAN

Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

Cotrimoxazole 480 mg syr 2x1cthPramperon syr 3x1 cth

Curcuma syr 3x1 cth

Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :1. Menjaga kebersihan rumah, serta cara penyediaan makanan dan pembelian makanan dari sumber yang bersih 2. Makan secara teratur, mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bervitamin, dan memperbanyak minum air putih.

3. Minum air yang telah dimasak (dari sumber yang bersih)4. Mengurangi aktivitas yang menyebabkan mudah lelah. 5. Mengontrol kesehatan secara teratur.

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

I. Kunjungan Rumah hari I (05 November 2009)

Keluhan

: Diare dan sakit perut mulai berkurang Pemeriksaan fisis:

Tekanan darah

: 100/70mmHg

Pernapasan: 18 x/mnt

Nadi

: 68 x/mnt

Suhu

: afebris

Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: tidak ada kelainanThorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II murni, regulerAbdomen

: Nyeri tekam (-)

Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas: tak ada kelainan Penatalaksanaan nonfarmakologis yang diberikan berupa saran untuk :

1. Makan secara teratur dan mengonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi serta vitamin, terutama vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.2. Menjaga kebersihan rumah, serta mengkonsumsi atau membeli makanan dari sumber yang bersih.

3. Istirahat yang cukup 4. Mengontrol kesehatan secara teratur.II. Profil KeluargaMelani adalah anak keempat dari 4 bersaudara. Sejak 6 tahun terakhir ini tinggal di Bontoramba No. 56. Status Sosial dan Kesejahteraan KeluargaAyah Melani adalah seorang guru di SMA, sedangkan ibunya adalah seorang guru di SD. Di Makassar, keluarga Melani tinggal di satu rumah batu dengan 4 kamar tidur, 1 buah kamar mandi dan WC, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, dan teras. Kakak pertama Melani masih belum bekerja dan sedang kuliah di Universitas Hasanuddin. Kedua kakak lainnya duduk di bangku SMA dan SMP. Menurut ibunya, kebutuhan sehari-harinya dan keluarganya cukup terpenuhi.III. Riwayat Penyakit Keluarga

Setelah kunjungan rumah diketahui bahwa kedua orang tua Melani tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, maupun alergi. Tetapi kakek dan nenek Melani dari pihak ayah, menderita diabetes mellitus. Sementara riwayat dispepsia terjadi pada ibunya.

IV.Lingkungan Tempat TinggalKarena lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat kerja kedua orang tua Melani maka sejak 6 tahun terakhir ini Melani tinggal di Bontoramba. Di situ, Melani tinggal dengan ibu bapak dan 3 saudaranya. Luas kamarnya didalam rumah itu cukup untuk kebutuhan ruang per orang berdasarkan aktivitas dasar manusia, yaitu minimal 9m2, atau minimal 10m2 menurut standar WHO. Kamar tersebut terisi 1 buah tempat tidur dan 1 buah lemari. Kamar saudara Melani berada di lantai dua dari sebuah bangunan berlantai dua. Di depan kamarnya merupakan lorong yang langsung dibatasi oleh dinding setinggi 1,5 meter yang berjarak kurang 1 meter dari pintu kamar. Dan lebih kurang 2-3 meter dari pintu kamar rumah berdiri sebuah banguan berlantai dua. Jadi dapat dibayangkan bahwa tidak terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang baik pada daerah yang berada di antara kedua bangunan tersebut.

Karena letak kamarnya, ruang dalam kamar tetap tidak terjadi pertukaran udara yang baik dan tidak mendapat cahaya matahari langsung meski persyaratan untuk ventilasi dan pencahayaan sudah memenuhi syarat, yaitu jendela lebih kurang 20% dari luas lantai ruangan dan ventilasi lebih kurang 5% dari luas lantai ruangan. Karena pencahayaan yang kurang baik itulah, pencahayaan pada siang hari mengandalkan penerangan dari lampu. Saudara Melani juga mengaku pada siang hari ruangan terasa panas dan pengap. Sumber air untuk kebutuhan mandi dan mencuci diperoleh dari sumur bor, air PAM untuk memasak, dan air galon untuk minum.Lingkungan tempat tinggal Melani baik di dalam dan di sekitar tempat tinggalnya juga kurang terjaga kebersihannya. Dapur yang walaupun sering dipakai tampak tidak rapi. Di sekitar rumah tidak ada tempat sampah sehingga kotoran dibiarkan begitu saja setelah disapu. Air selokan di depan rumah tidak mengalir karena tersumbat oleh sampah. Tanah di samping rumah yang merupakan lahan kosong menjadi tempat pembuangan sampah akhir. Sampah dibuang begitu saja dan tidak dibakar. Tidak heran bila banyak terlihat lalat jika ada sedikit sisa makanan yang terserak di tepi-tepi rumah.Pada malam hari juga kadang-kadang ada nyamuk dalam kamar pasien. Menurut ceritanya, sudah pernah kakak kandungnya terserang demam berdarah 2 bulan yang lalu. Kakaknya sempat dirawat di rumah sakit.

V. Pola Konsumsi Makanan Ibu Melani mengakui bahwa pola makan Melani sehari-hari tidak teratur dan tidak seimbang. Melani kadang-kadang terlambat makan, terutama jika pergi bermain. Dalam menu makanan sehari-hari juga tidak selalu ada sayur, dan jarang makan buah. Meski demikian, dia juga menyadari bahwa penyediaan dan membeli makanan dari tempat yang tidak terjamin kebersihan dan kesehatannya bisa menyebabkan penyakit termasuk diare yang dideritanya.

VI. Psikologi dalam Hubungan dengan KeluargaHubungan pasien dengan keluarganya sangat dekat dan komunikasi berjalan dengan lancar. Pasien juga selalu melakukan aktivitas bersama keluarga jika ada hari libur.VII. Kunjungan Rumah hari II (08 November 2009)

Pada kunjungan kedua ini, pasien sudah sembuh dari diare dan sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Namun, Ibu pasien tetap disarankan untuk menjaga dan memperhatikan kesehatan Melani karena usianya yang masih berumur 2 tahun, termasuk pola hidup sehat, makan cukup dan istirahat cukup seperti yang disarankan sebelumnya, mengingat kondisi pasien yang baru sembuh dan belum pulih benar.PEMBAHASAN PENYAKITDIARE AKUTA. Defenisi

Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 hari atau 14 hari.B. Etiologi

Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit, dan virus. Penyebab lainnya adalah toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal, atau berbagai kondisi lainnya.C. Patofisiologi

Diare akut infeksi terutama ditularkan secara fekal oral hal ini disebabkan masukan minuman atau makan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, atau bahkan disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi dari orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile), atau melalui aktivitas seksual.

Faktor penentu terjadinya diare adalah faktor agent dan host. Faktor host adalah kemampuan pertahanan tubuh seseorang terhadap mikroorganisme, berupa daya tahan tubuh atau lingkungan lmen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkungan mikroflora usus.

Faktor yang mempengaruhi patogenesis diare antara lain daya penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan agent memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman yang dapat membentuk koloni. Patogenesis diare terbagi dua yaitu :

1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus, namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, natrium, dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini di antaranya adalah enterotoksigenik E. coli (ETEC) dan S. aureus. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan dubur secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut diare sekretorik isotonik voluminal.

2. Bakteri enteroinvasif

Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini di antaranya adalah enteroinvasive E. coli (EIEC), S. paratyphi B, S. enteriditis, Shigella, dan Yersinia.

Penyebab diare lainnya, seperti parasit, menyebabkan kerusakan berupa ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vili yang penting untuk penyerapan air, elektrolit, dan zat makanan (G. lambdia). Sementara mekanisme yang disebabkan oleh virus masih belum jelas. Kemungkinan dengan merusak sel epitel mukosa walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu absorbsi air dan elektrolit. Sel-sel kripti berproliferasi dan menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu, terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa, yang akhirnya memperlama diare.D. Manifestasi KlinisPasien diare akut akibat infeksi sering mengalami mual, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Kekurangan cairan menyebabkan pasien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Asidosis metabolikakan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan Kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (> 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur, pasien geliah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut.

Secara umum, diare karena infeksi akut dibagi menjadi golongan koleriform yaitu diare yang terutama terdiri atas cairan saja, dan golongan disentriform yaitu diare yang didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.

E. PenatalaksanaanPada pasien anak, penatalaksanaan diare akut terdiri atas :

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

Yang paling penting adalah memperhatikan gejalanya, jika diare yang menyebabkan dehidrasi ringan dan sedang, maka berikan cairan per oral seperti oralit (bisa di rumah) kemudian observasi 4 jam untuk menentukan tindakan selaanjutnya. Untuk dehidrasi berat, masuk rumah sakit, beri infus i.v (Ringer laktat, ringer asetat) tergantung umur dan BB.

2. Jenis makanan yang dikonsumsi tetap (lunak keras)3. Terapi medikamentosa (antibiotik) ( hanya diberikan jika diketahui bakteri penyebab : Shigellosis: Kotrimoxazole, 2 x 1, 5-10 mg/kgBB Asam Nalidiksat, 4 x 1, BB x 55 mg

Amoebiasis: Metronidazole, 3 x 1, 30-50 mg/kgBB (lebih baik untuk amoeba jaringan daripada amoeba intestinalis, sehingga dosis untuk intestinalis 50 mg/kgBB.

Kolera: Tetrasiklin

4. Terapi definitif

Pemberian edukasi untuk pencegahan mengenai pola hidup bersih dan sehat, baik diri dan lingkungan tempat tinggal.

Gambar 1. Kondisi dalam rumah Melani

Gambar 2. Kamar mandi

Gambar 3. Sumur di belakang rumahDISKUSI

Pasien atas nama Melani mengalami diare, mual, muntah dan nyeri pada abdomen sejak 1 hari sebelum berobat ke poliklinik. Beliau juga merasa lemah dan demam dengan pola naik turun sejak 2 hari sebelum berobat ke poliklinik, walaupun pada pemeriksaan di poliklinik dan pada kunjungan rumah tidak ditemukan febris. Kemungkinan pasien terinfeksi melalui makanannya sebab sehari setelah pasien mengkonsumsi masakan bakso yang dijajan, pasien mengalami diare. Asumsi ini juga didukung oleh keadaan yang dihadapi oleh semua teman pasien yang mengkonsumsi makanan tersebut bersama pasien, juga mengalami gejala diare.

Dari kondisi rumah setelah dilakukan kunjungan 2 kali, maka dapat diketahui bahwa rumah yang dihuni Melani dapat dikatakan kurang higienis, hal ini tampak dari gambar di atas pakaian dan barang-barang berserakan, serta sampah yang bertumpuk di sekitar rumahnya dan tidak dibakar sehingga mengundang lalat yang bisa saja hinggap di makanan atau minuman yang dikonsumsi Melani dan keluarganya. Hal inilah yang dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya diare yang dialami Melani, di samping makanan jajanan yang tidak jelas kebersihannya. Walaupun demikian, setelah ditanyakan pada orang tua Melani, mereka telah mengetahui mengenai penyakit ini serta faktor-faktor penyebabnya, tetapi terkadang karena kesibukannya, mereka lupa dan tidak sempat memperhatikan kondisi tersebut.Adapun terapi yang diberikan yaitu Cotrimoxazol sebagai antibiotik, Pramperon (Metoclopramid) sebagai obat muntah, dan Curcuma sebagai vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Metoklopramid merupakan salah satu antimuskarinik yang banyak digunakan untuk mengobati atau mencegah mual atau muntah. Walaupun demikian Medicines Evaluation Board (MEB) di Belanda membatasi penggunaan metoklopramid pada anak-anak karena meningkatnya jumlah laporan gejala ekstrapiramidal pada pemakaian metoklopramid pada anakanak. MEB mengatakan metoklopramid hanya digunakan untuk pengobatan mual dan muntah berat yang tidak diketahui penyebabnya, atau jika pengobatan dengan obat lain tidak efektif atau tidak memungkinkan. MEB mengatakan ada alternatif lain yang lebih baik daripada metoklopramid, misalnya, domperidon yang merupakan pilihan dalam mengobati mual muntah setelah operasi pada anak-anak. Domperidon juga merupakan obat pilihan dalam mengobati migrain pada anak-anak (indikasi yang disetujui di Belanda) karena risiko efek ekstrapiramidal lebih rendah dibandingkan dengan Metoklopramid. Mirip dengan itu, antagonis reseptor 5-HT3 (misal:ondansetron) merupakan obat pilihan pertama untuk mual yang disebabkan oleh kemoterapi yang emetogenik karena efikasi yang lebih baik dan kejadian efek samping yang lebih sedikit daripada metoklopramid. Pemberian metoclopramid pada penanganan pasien ini, dikarenakan oleh terbatasnya jenis obat di poli umum tersebut, walaupun demikian tetap memperhatikan dosis yang aman untuk anak-anak.Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemberian probiotik seperti Lacto B. dalam pengobatan diare ternyata sangat efektif dalam mengurangi durasi diare sehingga pasien anak dapat cepat sembuh. Sementara pada penanganan pasien ini tidak diberikan mengingat pada tempat pengobatan pasien yaitu di poli umum tidak ditemukan adanya probiotik ini, selain itu pada saat kunjungan pertama, kondisi pasien sudah mulai membaik. Selain pengobatan farmakologis dibutuhkan upaya nonfarmakologis berupa memberi motivasi kepada pasien untuk tetap sabar dan tidak putus asa dalam diri dari penyakitnya saat ini. Memberikan saran mengenai pola hidup sehat, antara lain makan makanan yang terjamin kebersihan dan kesehatannya, cukup, dan teratur; dan istirahat yang cukup. Di samping itu, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan rumah serta terkait dengan pencegahan demam berdarah, mengingat di rumahnya sudah pernah ada keluarganya yang menderita demam berdarah. Serta senantiasa mengontrol kesehatan secara teratur ke poliklinik atau rumah sakit.Mengingat di tempat tinggal pasien terdapat riwayat penderita DBD, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk mengatasi nyamuk, antara lain :

Tidak membiarkan air tergenang di tempat yang terbuka, menutup semua tangki dan tempat penyimpanan air.

Memperlakukan air buangan dengan benar. Menjaga kebersihan kamar, lingkungan rumah, dan lingkungan sekitar tempat kost.

Memotong daun pisang yang tua secara teratur karena nyamuk suka berkumpul disana.DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, dkk. Diare akut. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, 2000. h. 500-4.

2. Daldiyono. Diare. Dalam : Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: CV. Sagung Seto, 1990.

3. Badan POM. Informasi Efek Samping Obat Pusat MESO Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam : Buletin Berita MESO. Volume 25 No.2 November 2007.4. Supraptini, Gambaran Rumah Sehat di Indonesia Berdasarkan Analisis Data SUSENAS 2001 DAN 2004. Dalam Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 53 No.4 2-2007

5. Kurniawan, A. dkk. Strongyloides Stercoralis sebagai Penyebab Diare pada Penderita AIDS. Dalam Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 55, No. 10, Oktober 2005

6. Buku Catatan Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Diare Akut, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2002

7. Budi, Setia S. Diare Akut pada Anak. Tinjauan Pustaka, dalam Jurnal Medika Nusantara Vol.27 No.2 April-Juni 2006. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. FKUH/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo-Makassar.

8. Gunawan Shirly, Peran Probiotik pada Diare Akut Anak. Dalam Jurnal Ebers Papyrus- Vol.13 No.3 September 2007

9. Budi Santoso, N. dkk, Diare Rotavirus pada Anak Dibawah Usia 3 Tahun yang Dirawat di RSU DR. Saiful Anwar Malang Tahun 2005 (Preliminary Study). Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unibraw/RSU dr.Saiful Anwar Malang, Lab. Mikrobiologi FK Unibraw. Dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.XX No.2, Agustus 2004.10. Hegar, Badriul,dkk. Karakteristik Mikroorganisme Saluran Cerna pada Anak dengan Diare Akut. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dalam Majalah Kedokteran Indonesia Vol.54, No.9, September 2004.KEDOKTERAN KELUARGA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

NOVEMBER 2009LAPORAN KELUARGA SEHAT

OLEH :

FATMASARI RADJAB

C 111 98 157

SULMIAWATI SYAM

C111 05 166

PEMBIMBING :

Dr. JOKO HENDARTO, DAP & E

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

KEDOKTERAN KELUARGA PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

PAGE 14