Laporan Kasus Dr. Dewi

26
LAPORAN KASUS MARET 2015 GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI Nama : Irham No. Stambuk : N 111 14 050 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

description

lapsus

Transcript of Laporan Kasus Dr. Dewi

Page 1: Laporan Kasus Dr. Dewi

LAPORAN KASUS MARET 2015

GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI

Nama : Irham

No. Stambuk : N 111 14 050

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2014

Page 2: Laporan Kasus Dr. Dewi

STATUS PSIKIATRI

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Sudah menikah

Warga Negara : Indonesia

Pendidikan / Sekolah : S1

Alamat / No. Telp. : Jl.Tanggul

Nama, Alamat, dan No. Telp keluarga dekat : -

Di kirim oleh : berobat sendiri

Diagnosis sementara : Gangguan cemas dan depresi

Gejala-gejala utama :

LAPORAN PSIKIATRIK

A. RIWAYAT PENYAKIT

1. Keluhan Utama dan alasan MRSJ/terapi : perasaan cemas

2. Riwayat Gangguan Sekarang, Perhatikan :

a. Keluhan dan gejala

Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan munculnya

perasaan cemas. Perasaan ini timbul awalnya tanggal 29 Januari

2015 dimana pasien selalu merasa cemas. Namun merasa berkurang

semenjak 2 minggu terakhir setelah berkonsultasi dengan psikolog.

Cemas yang dirasakan pasien selalu disertai jantung berdebar-

debar dan nyeri kepala. Kondisi ini dirasakan setiap kali tekanan

darah pasien naik. Nyeri kepala yang dirasakan seperti tertarik

utamanya di bagian belakang dan leher. Serta Pasien juga

mengelukan nyeri ulu hati.

Pasien mengeluhkan merasa cemas dan takut apabila menjelang

tidur dan khawatir tidak akan terbangun lagi keesokan harinya.

Pasien khawatir mengalami kematian serta pasien sering terbangun

2

Page 3: Laporan Kasus Dr. Dewi

tengah malam karena mengalami mimpi buruk. Pasien mengeluhkan

ketika terbangun dari tidur badannya terasa tidak segar.

Awalnya pasien enggan mengungkapkan kondisi pribadinya saat

ini, tetapi setelah anamnesis yang panjang pasien mengungkapkan

kalau ada hal yang terus menerus dipikirkan pasien sejak dua bulan

yang lalu. Adapun permasalahan pasien yaitu pada bidang pekerjaan

dan rumah tangga. Sekarang pasien bekerja di dinas pertanahan kota

palu, dulunya pasien mempunyai seorang atasan yang sangat

menaruh kepercayaan yang besar terhadap pasien. Namun sekarang

atasan pasien tersebut telah di mutasi pindah lokasi kerja di jawa

timur, dan atasannya tersebut berencana memanggil pasien untuk

ikut pindah lokasi kerja yang sama dengan atasannya tersebut dan di

iming-imingi akan di permudah untuk urusan administrasi

permohonan pemindahan lokasi kerja dan pasien berharap segera

dibuatkan SK untuk pemindahannya. Namun hingga saat ini SK

tersebut tidak kunjung ada kejelasannya dan pasien merasa nasibnya

seperti terkatung-katung. Pasien juga telah menjual mobil pribadi

untuk persiapan dana setelah pindah ke jawa timur serta hampir

menjual rumah namun masih dipikirkan kembali oleh pasien.

Pasien juga mengemukakan terdapat masalah pada hubungan

rumah tangga. Pasien sering mengalami cek-cok dengan istrinya

dikarenakan pasien menganggap istrinya tersebut tidak beretika

terhadap orang tua pasien. Setiap kali orang tua pasien datang

kerumahnya untuk menjenguk, istrinya selalu berdiam diri dan tidak

pernah mau berbicara dengan orang tua pasien.

Setiap kali pikiran itu muncul dan pasien menjadi cemas serta

jantung berdebar-debar kembali dirasakan, pasien mengatasinya

dengan berjalan ke pekarangan kantor ataupun rumah. Pasien

mengaku mengalami perubahan sedikit demi sedikit setelah berjalan

ke pekarangan kantor ataupun rumah dan belakangan ini pasien

mengaku kondisi lebih membaik dan rasa takut mulai berkurang.

3

Page 4: Laporan Kasus Dr. Dewi

Sosialisasi dengan masyarakat lain disekitar rumah baik dan tidak

ada masalah dengan tetangga-tetangga.

b. Hendaya/disfungsi

Karena kondisi ini pasien mengaku tidak dapat berkonsentrasi

terhadap pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Faktor stresor psikososial

Pasien dengan masyarakat sekitar memiliki hubungan yang baik

namun jarang bertemu dengan tetangga diakibatkan semua orang

dikompleks rumahnya mempunyai kesibukan kerja masing-masing..

Pasien mengaku tidak memiliki masalah dengan tetangga namun

memiliki masalah keluarga di rumah.

d. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan

psikis sebelumnya

Jantung berdebar-debar dikeluhkan pasien dan sempat berobat

dipoloklinik penyakit dalam RSUD undata palu berulang kali

bersamaan dengan nyeri kepala dan nyeri ulu hati sehingga pasien

diminta untuk konsultasi ke ahli kejiwaan di rumah sakit.

3. Riwayat Kehidupan Sebelumnya

Riwayat psikiatri

Pasien mengaku belum pernah datang dengan keluhan psikiatri

sebelumnya ke dokter di puskesmas ataupun rumah sakit.

Riwayat medis

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.

Riwayat penggunaan zat

Penggunaan zat berbahaya dan psikotropika di sangkal oleh pasien.

4

Page 5: Laporan Kasus Dr. Dewi

4. Riwayat Kehidupan Pribadi

Riwayat kanak-kanak

Dapat ke kamar mandi untuk buang air kecil atau besar. Pasien

menyangkal adanya perilaku menyimpang seperti membentur-benturkan

kepala. Tokoh yang paling dekat dengan pasien adalah ibu. Kondisi

hubungan pasien dengan kedua orang tua serta saudara-saudara baik.

Saat masa kanak-kanak, pasien bisa berteman dan berkomunikasi baik

dengan teman-teman sebaya di sekitar rumahnya.

Riwayat kanak pertengahan

Pasien mengatakan tidak ada gangguan belajar pada pasien

Masa kanak akhir dan remaja

Pasien diusia remaja berteman baik dan bersosialisasi baik dengan orang-

orang di lingkungan sekitarnya, sekolah, dan saudara-saudaranya di

rumah. Pasien tidka pernah tinggal kelas dan menyelesaikan sekolah

mengengah atasnya dengan baik.

Riwayat pekerjaan

Pasien bekerja di dinas pertanahan kota palu sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat perkawinan

Pasien memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak yang masih berusia 3

tahun. Terdapat konflik bermakna dan mengganggu pikiran dalam

keluarga.

Riwayat hukum

Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum.

5. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien mengemukakan terdapat masalah pada hubungan rumah

tangga. Pasien sering mengalami cek-cok dengan istrinya dikarenakan

pasien menganggap istrinya tersebut tidak beretika terhadap orang tua

pasien. Setiap kali orang tua pasien datang kerumahnya untuk

menjenguk, istrinya selalu berdiam diri dan tidak pernah mau berbicara

dengan orang tua pasien.

5

Page 6: Laporan Kasus Dr. Dewi

6. Situasi Sekarang

Pada saat pasien datang kondisi cemas disampaikan pasien sudah mulai

berkurang tetapi saat anamnesis pasien mengatakan meminta obat untuk

mencegah cemasnya dan jantung berdebar-debar kembali lagi. Hal ini

menggambarkan pasien masih memiliki sedikit kecemasan penyakitnya

dan rasa cemasnya akan menyebabkan pasien meninggal.

7. Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupannya

Pasien mempersepsikan dirinya sakit yang diakibatkan oleh

kecemasan sehingga membuat jantungnya terasa berdebar-debar.

B. STATUS MENTAL

1. Deskripsi Umum

a. Penampilan : pasien laki-laki separuh baya,

usia sebanding dengan tampakan wajahnya, berpakaian rapi, tidak ada

gerakan tertentu atau berulang saat wawancara, pasien tenang dalam

bercerita

b. Kesadaran : compos mentis

c. Perilaku dan aktivitas psikomotor: tidak terlihat adanya aktivitas

tanpa tujuan dari pasien.

d. Pembicaraan : suara dapat didengar dan mudah

dipahami isi pembicaraannya.

e. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

2. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati dan Perhatian

a. Mood : cemas

b. Afek : luas

c. Empati : dapat dirasakan

6

Page 7: Laporan Kasus Dr. Dewi

3. Fungsi Intelektual (Kognitif)

a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : normal

b. Daya konsentrasi : dapat mengeja

kata DUNIA dari belakang ke depan dengan baik dan tepat.

c. Orientasi (waktu, tepat dan orang) : baik

d. Daya ingat : baik

e. Pikiran abstrak : baik

f. Bakat kreatif : olahraga

g. Kemampuan menolong diri sendiri : baik

4. Gangguan Persepsi

a. Halusinasi : tidak ada

b. Ilusi : tidak ada

c. Depersonalisasi : tidak ada

d. Derealisasi : tidak ada

5. Proses Pikir

a. Arus pikiran

1) Produktivitas : normal

2) Kontiniuitas : koheren dan relevan

3) Hendaya berbahasa : tidak ada

b. Isi pikiran

1) Preokupasi : tidak ada

2) Gangguan isi pikir : tidak ada

6. Pengendalian Impuls : cukup. Walaupun terkadang rasa

takut masih di dapatkan.

7. Daya Nilai

a. Norma sosial : baik

b. Uji daya nilai : baik

7

Page 8: Laporan Kasus Dr. Dewi

c. Penilaian realitas : baik

8. Tilikan (Insight) : derajat 4 : menyadari dirinya

sakit dan buth bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya

9. Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik :

1. Status internus

Pemeriksaan tanda vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 60 kali/menit

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : -

Pemeriksaan fisik abdomen dan thoraks tidak dilakukan

Pemeriksaan neurologis tidak dilakukan

2. Hal-hal bermakna lainnya yang ditemukan pada pemeriksaan fisik,

pemeriksaan lab

Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan

3. Pemeriksaan penunjang

Tidak dilakukan

D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan munculnya

perasaan cemas

Berlangsung sejak 29 januari 2015 sampai sekarang

Cemas yang dirasakan pasien selalu disertai jantung berdebar-

debar,nyeri kepala serta nyeri ulu hati.

8

Page 9: Laporan Kasus Dr. Dewi

Pasien mengungkapkan setiap kali jantung berdebar-debar, nyeri

kepala dan nyeri ulu hati pasien selalu takut mengalami kematian.

Ada hal yang terus menerus dipikirkan pasien sejak lama. Pasien

memiliki masalah pekerjaan dimana pasien ingin pindah lokasi kerja

dan mempunyai masalah rumah tangga dengan istri.

Pasien mengaku mengalami perubahan sedikit demi sedikit setelah

berkonsultasi dengan psikolog dan belakangan ini pasien mengaku

kondisi lebih membaik dan rasa cemas mulai jarang muncul.

E. EVALUASI MULTIAKSIAL

1. Aksis I :

Merujuk pada kriteria diagnostif dari PPDGJ III, pasien dalam

kasus ini dapat didiagnosa sebagai F41.2 Gangguan campuran cemas dan

depresi

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk

menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala

otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping

rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,

maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya

atau gangguan anxietas fobik

Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk

menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis

tersebut harus dikemukakan, dan didiagnosis gangguan campuran

tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat

dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus

diutamakan. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress

kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F.43.2

gangguan penyesuaian.

9

Page 10: Laporan Kasus Dr. Dewi

2. Aksis II

Berdasarkan hasil wawancara pasien merupakan orang yang suka bergaul,

ramah. Belum ada perubahan kepribadian.

3. Aksis III

Pasien menderita nyeri kepala dan nyeri ulu hati.

4. Aksis IV

Masalah yang terpenuhi dari kondisi pasien saat ini adalah masalah

berkaitan dengan pekerjaan dan rumah tangga.

5. Aksis V

70-61 = Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam

pekerjaan, secara umum masih baik.

F. DAFTAR PROBLEM

1. Organobiologik:

a. gangguan neurotransmiter khususnya norepinefrin, serotonon, dan

GABA.

b. Nyeri ulu hati

2. Psikologik: cemas dan takut akan kematian

3. Sosial: Tidak ada

G. PROGNOSIS

Bonam

Faktor pendukung :

Tidak ada kelainan organobiologik

Tidak ada gangguan jiwa dalam keluarga

Keinginan pasien untuk sembuh dan berobat

Tingkat pendidikan yang cukup tinggi.

H. PEMBAHASAN TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan campuran cemas dan depresi merupakan kondisi gangguan yang

ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak

10

Page 11: Laporan Kasus Dr. Dewi

rasional bahkan terkadang tidka realistik terhadap berbagai peristiwa

kehidupan sehari-hari.(1) Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari.

Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan

gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan

kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan

yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. (2)

Etiologi yang diungkapkan beberapa teori yaitu teori biologi, generik,

psikoanalitik dan kognitif-perilaku. Pada teori biologi menjelaskan adanya

keterlibatan area otak oksipitalis pada timbulnya gangguan cemas. Ganglia

basalis, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada

etiologi timbulnya gangguan cemas. Pada pasien juga ditemukan sistem

serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang berkaitan dengan

gangguan cemas adalah GABA serotonin, norepinefrin, glutamat dan

kolesistokinin. (2)

Pada sebuah studi didapatkan sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama

penderita gangguan cemas juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan

penelitian pada pasangan kembar monozigot didapatkan 50%.(2)

Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah gejala dari

konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling

primitif kecemasan dihubungkan dengan kehilangan objek ccinta. Ansietas

berhubungan dengan fase oedipal. (2)

Pada teori kognitif-perilaku di jabarkan penderita gangguan cemas berespon

secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian

yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan. (2)

Gambaran klinis yang utama adalah kecemasan, ketegangan motorik,

hiperaktivitas autonom dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat

belebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan

11

Page 12: Laporan Kasus Dr. Dewi

motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, sakit kepala.

Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk sesak, berkeringat, palpitasi, dan

disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam

bentuk irritabilitas. (1)

Pasien gangguan cemas biasanya datang ke dokter umum karena keluhan

somatik. Pasien biasnaya memperlihatkan perilaku mencari perhatian.

Beberapa pasien menerima diagnosis gangguan cemas dan terapi yang

adekuat, dan beberapa lainnya meminta konsultasi medik tambahan untuk

masalah-masalah mereka. (2)

gangguan cemas perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum

maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. (1)

  Patogenesis Gangguan Cemas

Teori Psikoanalitik 

Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons,

Symptoms,Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa

suatu doronganyang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan

perwakilan dan pelepasansadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan

menyadarkan ego untuk mengambiltindakan defensif terhadap tekanan dari

dalam. Jika kecemasan naik di atastingkatan rendah intensitas karakter

fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbulsebagai serangan panik. 

Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan

yangspesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya

yangmemperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia

bertemuibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya

dengan wanita.Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang

cemas.

12

Page 13: Laporan Kasus Dr. Dewi

Teori Eksistensi 

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemasyang

bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup

didalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka

terhadap rasakekosongan eksistensi dan arti.Berdasarkan aspek biologis,

didapatkan beberapa teori yang mendasaritimbulnya cemas yang patologis

antara lain:

•Sistem saraf otonom

• Neurotransmiter 

 Neurotransmiter 

1.Norepinephrine

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas

berupa :

Gangguan Cemas, serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic

hyperarousal , merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi

noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan

cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem

noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang

mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada

locusceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada

korteks serebri,sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.

Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah

tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut

tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien

dengan gangguan serangan panik, bila diberikanagonis reseptor β-adrenergik

(Isoproterenol) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan

serangan panik secara lebih sering dan lebih berat.Kebalikannya, clonidine,

agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejalacemas.

13

Page 14: Laporan Kasus Dr. Dewi

2.Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan

pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat

menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks,

nukleus accumbens,amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut

juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti

clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan

obat buspirone juga menunjukkankemungkinan relasi antara serotonin dan

rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memilikireseptor serotonergik ditemukan

dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstemdan menuju pada korteks

serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

3.GABA

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas

obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada

reseptor GABAtipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling

efektif terhadap gejala gangguan Cemas, gangguan cemas menyeluruh,

benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam danclonazepam ditemukan

efektif pada terapi gangguan serangan panik Pada suatu studi struktur dengan

CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran ventrikel otak terkait

dengan lamanya pasien mengkonsumsiobat benzodiazepine. Pada satu studi

MRI, sebuah defek spesifik pada lobustemporal kanan ditemukan pada pasien

dengan gangguan serangan panik. Beberapastudi pencitraan otak lainnya juga

menunjukan adanya penemuan abnormal padahemisfer kanan otak, tapi tidak

ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan

abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguancemas, yang

ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.Pada

gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus

kaudatus.Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada

amygdala

14

Page 15: Laporan Kasus Dr. Dewi

I. RENCANA TERAPI

1) Benzodiazepin

Benzodiazepin pada penggunaan klinis memiliki kapasitas untuk

menguatkan ikatan neurotransmiter inhibitori utama asam gamma-

aminobutirat (GABA) pada reseptor GABAA, sehingga mempercepat

arus ionik terinduksi-GABA melalui saluran ini. Semua efek

benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf pusat (SSP).

Efek-efek ini yang paling dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan

ansietas; relaksasi otot, amnesia anterograde, dan aktivitas

antikonvulsan.(2)

Alprazolam, salah satu obat yang awitan kerjanya cepat,

dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu perlahan-lahan

diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Diberikan secara oral

dengan t1/2 sekitar 12-14 jam. Biasa diberikan dalam sediaan 0,25-0,5

mg 3 kali sehari untuk dosis dewasa. Obat ini mempunyai efek samping

yaitu mengantuk, kelemahan otot, amnesia, ataksia, depresi, kepala

terasa ringan, bingung, halusinasi, dan penglihatan kabur.(3)

2) SSRI

Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja

terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan

kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan

oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali

yang spesifik, sehingga tidak ada lagi neurotransmiter serotonin yang dapat

berikatan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin

bertahan lebih lama di celah sinaps. Penggunaan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku

stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-

hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. (4)

Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake

serotonin yang selektif adalah keamanan terapi. Efek samping yang dapat

15

Page 16: Laporan Kasus Dr. Dewi

terjadi akibat pemberian fluoxetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri

kepala, dan mulut kering. Tolerabilitas SSRI yang relatif baik disebabkan

oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi

dengan reseptor neurotransmiter lainnya. (4)

3) Psikoterapi

Intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif-

perilaku, terapi supportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan. Pendekatan

kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan

pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik

utama yang digunakan pada pendekatan perilaku adalah relaksasi dan

biofeedback. (2)

Terapi supportif dilakukan dengan cara pasien diberikan reassurance

dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak,

didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial

dan pekerjaannya. (2)

Terapi yang berorientasi tilikan mengajak pasien untuk emncapai

penyingkapan konflik bawah sadar, menilik kekuatan ego, relasi objek, serta

keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-kkomponen

tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat

diubah untuk menjadi lebih matur, bila seandainya tidak tecapai, minimal

kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan

pekerjaannya. (2)

J. FOLLOW UP

Tidak dilakukan follow up

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Laporan Kasus Dr. Dewi

1. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.

2. Utama H (ed). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2013

3. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & Gillman Manual

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.

4. Rizaldy Pinzon, Lucas Meliala, Sri Sutarni. Peran serotonin pada Gangguan spektrum Autistik. Jurnal dexa medica No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 diakses 19 maret 2015 melalui http://www.dexa-medica.com/sites/default/files/publication_upload070927905506001190864212Front%20cover.pdf

17