Laporan Kasus Dr Bobin

41
STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : Ny. LW Usia : 34 tahun Alamat : Jl.Semper Barat Jenis Kelamin : Wanita Pekerjaan : Karyawan Tanggal Masuk RS : 25 Juli 2013 ANAMNESIS Keluhan Utama : Os hamil aterem keluar air-air dari jalan lahir sejak pagi tadi sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang: Os kiriman dari bidan, dengan hamil aterm, mules-mules, keluar air-air tadi pagi, hamil ketiga, anak pertama 20 tahun, anak kedua keguguran, gerak janin (+), nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), kejang (-) Riwayat pemeriksaan kehamilan : Sejak usia kehamilan 2 bulan, ibu memeriksakan kehamilan di Rumah bersalin, namun pasien tidak mengetahui sudah berapa kali ia memeriksa kehamilan di Rumah Bersalin tersebut. Penyakit Dahulu : - Riwayat Hipertensi disangkal - Riwayat Diabetes Melitus disangkal - Riwayat Asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat Hipertensi disangkal 1

description

koas

Transcript of Laporan Kasus Dr Bobin

STATUS PASIEN

IDENTITASNama

: Ny. LWUsia

: 34 tahunAlamat

: Jl.Semper BaratJenis Kelamin

: WanitaPekerjaan

: KaryawanTanggal Masuk RS

: 25 Juli 2013ANAMNESISKeluhan Utama :

Os hamil aterem keluar air-air dari jalan lahir sejak pagi tadi sebelum masuk rumah sakit.Riwayat Penyakit Sekarang:

Os kiriman dari bidan, dengan hamil aterm, mules-mules, keluar air-air tadi pagi, hamil ketiga, anak pertama 20 tahun, anak kedua keguguran, gerak janin (+), nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), kejang (-)

Riwayat pemeriksaan kehamilan :

Sejak usia kehamilan 2 bulan, ibu memeriksakan kehamilan di Rumah bersalin, namun pasien tidak mengetahui sudah berapa kali ia memeriksa kehamilan di Rumah Bersalin tersebut.

Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Asma disangkalRiwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Asma disangkal Riwayat Pengobatan :

Selama kehamilan ibu mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh dokter dan bidan. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat diluar anjuran dokter.Riwayat Perkawinan : Ibu masih dalam status pernikahan dengan suami pertama, lama pernikahan antara ibu dan suami adalah selama 23 tahun.Riwayat Haid : Haid pertama kali dirasakan ibu pada saat usia 12 tahun. Haid dirasakan teratur, dengan siklus 21 hari, pasien haid selama 7 hari dan tidak nyeri saat haid. Haid terakhir dirasakan pada tanggal 22 Juni 2012Riwayat Persalinan

Gravida 3, Aterm 1, Prematur 0, Abortus 1, Anak hidup 1, Sectio Cesarea 0

No.Tempat persalinanPenolongTahunJalan persalinanAnak

JKBBPBKeadaan

1.RBBidan 1992Pervaginam Laki-laki3400 kg50 cmBaik

2Abortus-2011-

4Hamil ini

Riwayat Alergi

Ibu menyangkal adanya alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.

Riwayat OperasiOS menyangkal adanya riwayat operasi

Riwayat Kebiasaan OS mengatakan makan teratur selama kehamilan Riwayat merokok disangkal Riwayat meminum alcohol disangkalPEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : BaikKesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda Vital

:

TD

: 140/100 mmHg

Suhu

: 36,0oC

Nadi

: 80 x/menit , Reguler, Isi cukup

Pernapasan: 20 x/ menitSTATUS GENERALIS

Kepala : Normochepal,Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)Leher

: TIdak teraba adanya pembesaran KGB, JVP NormalThorax

:Jantung :

Inspeksi :Ictus Cordis terlihat

Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea parasternal dextra

Batas jantung kiri relative di ICS V linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru :

Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi : Vocal frenitus sama pada kedua lapang paru

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas :

Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

Status ObstetriAbdomen

Inspeksi : Perut cembung, striae rubra (+), Linea Nigra (+)

Palpasi :

Leopold I: Teraba bulat, lunak tidak melenting

Leopold II: Teraba bagian keras memanjang di bagian perut kanan ibu

Leopold III: Teraba bagian keras bulat dan melenting

Leopold IV: Bagian terendah janin belum masuk PAP, konvergen 5/5Auskultasi :

DJJ : 140 x / menit, reguler punctum maximum di perut kanan ibu, berjumlah 1 buah.Tinggi fundus uteri : 26 cmHIS : Setiap 1 x 10 menit selama 10 detik kualitas ringanPemeriksaan dalam :

Tidak dilakukan. PEMERIKSAN LABORATORIUM

Tanggal pemeriksaan : 25 Juli 2013PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Hematologi

Hb13,8g / dl11,7-15,5

Leukosit20.000rb / dl3,6 11,0

Trombosit296rb/dl150 440

Hematokrit39,9%35 47

Pembekuan

Masa Perdarahan200Menit 1-3

Masa Pembekuan400Menit2-6

PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Fungsi Ginjal

Ureum 24mg/ dl20-40

Kreatinin1,2mg / dl0,6-1,2

Imunoserologi

HbSAgNegatifeIU/LNegatif

PEMERIKSAAN CTG

Hasil CTG ( non-reaktif

Kesan : Gawat janin

DIAGNOSA

Ibu : G3P2A1, 34 tahun hamil 32 minggu belum inpartu dengan PEB dan KPDBayi: Bayi tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala dengan gawat janinPROGNOSA

Ibu : Diharapkan baik

Anak: Diharapkan baik

PENATALKASANAAN

Observasi Tanda-tanda vital Observasi CTG

USG

Partus spontan per vaginam

LAPORAN PARTUSTanggal : 25 Juli 201314.48 Lahir bayi laki-laki, 3270 gr, 47 cm, A/S 7/815.00Plasenta lahir kesan lengkap

Perineum Utuh

Instruksi Post Partum

Injeksi MgSO4 40 2/6 4 gr (10 cc) IV pelan

Drips MgSO4 40 2/6 6 gr (15 cc) dalam RL 500cc, 28 tetes/menit (habis dalam 6 jam sampai 24 jam post partu, Rabu 14.48 WIB)

Amoxicillin 3x1

Mufinal 3x1

Folamin genio 1x1

Adolat oros 1x1

Follow Up tanggal 26 Juli 2013S : Os mengeluh anusnya membesar (+) sakit pada saat duduk(+), Perut masih terasa nyeri (+), Perdarahan (-), sakit kepala (-), demam (-), mual (-), muntah (-), ASI sudah keluar, payudara bengkak (-), nyeri di payudara (-), BAB (-), BAK (+), kateter masih terpasangO :Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda tanda vital :

TD :140/90 mmHg ,

RR : 20 x/menit, Nadi : 90 x / menit,

Suhu : 36,2 oC

Status obstetric TFU 3 jari dibawah umbilicus

Perdarahan post partus (-)

A: P2A1 dengan KPD dan PEB hari ke 1P: - Ts/lanjut

- MgSO4 selesai, app kateter

Follow Up tanggal 27 Juli 2013S : Os mengeluh anusnya membesar (+) sakit pada saat duduk(+),Perdarahan (-), sakit kepala (-) , mual (-), muntah (-), ASI (+), payudara tegang (-), nyeri di payudara (-), perdarahan (-), BAB (+), BAK (+), mobilisasi sudah aktif, kateter sudah tidak terpasangO :Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda tanda vital :

TD :140/80 mmHg ,

RR : 20 x/menit,

Nadi : 87x / menit,

Suhu : 36,4 oC

Status obstetric TFU 3 jari dibawah umbilicus

Perdarahan post partum (-)

A: P2A1 dengan KPD dan PEB hari ke 2

P:ts/lanjutFollow Up tanggal 28 Juli 2013S : Perdarahan (-), sakit kepala (-) , mual (-), muntah (-), ASI (+), payudara tegang (-), nyeri di payudara (-), BAB (+), BAK (+), mobilisasi sudah aktif.

O :Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda tanda vital :

TD :150/80 mmHg ,

RR : 18 x/menit,

Nadi : 88 x / menit,

Suhu : 36,0 oC

Status obstetric TFU 3 jari dibawah umbilicus

Perdarahan post partum (-)

A: P2A1 dengan KPD dan PEB hari ke 2

P: Pulang TINJAUAN PUSTAKA

PREEKLAMSIA

DefinisiPreeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005).

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

EpidemiologiInsiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006).

Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, makamemperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

Faktor RisikoWalaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;

1) Riwayat preeclampsia

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida,Karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeclampsia Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.3) Kegemukan4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu.Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis atau lupus.

Etiologi Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya,oleh karena itu disebut penyakit teori; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998).

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

4) Iskemik dari uterus.Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus5) Defisiensi kalsium.Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Drajat koerniawan, ).

Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2005). Berikut ini beberapa teori yang berhubugan dengan kejadian preeklamsi, :

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada hamil normal terjadi invasi trofoblast ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblast memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matrix menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis member dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.AKibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringn matrix sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis rlatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan(disebut juga radikal bebas). Oksidan adalah senyawa penerima electron/atom/molekul yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, makanya dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia. Radikal hidroksl akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga merusak nucleus dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalamkehamilan.

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan, khusunya peroksida lemak meningkat sedangkan antioksidan menurun (seperti vitamin E) sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan beredar di seluruh aliran darah dan merusak membrane sel endotel. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak idak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Disfungsi Endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadilah kerusakan sel endotel yang kerusakanya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membaran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disungsi endotel. Pada waktu terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :

Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah memproduksi prostaglandin yaitu menurunya produksi prostasiklin(PGE2) suatu vasodilator kuat.

Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.

Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi prostasiklin. Pada preeklamsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus

Peningkatan permeabilitas kapiler

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu : endotelin. Kadar NO(vasodilator ) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor ) meningkat.

Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G(HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibutidak menolak hasil konsepsi(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh Natural Killer(NK) Ibu.Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblast ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblast ke dalam jaringan desidua ibu., disamping untuk mengahadapi Natiral killer ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, diaman akan menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjasi pre eklamsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahab vasopresor, sehingga dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor. Pada hipertensi dalam kehamilan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehinga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester pertama. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

5. Teori genetic

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia 26% anak perempuanya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklamsia.

6. Teori defisiensi gizi(diet)

Defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklamsia/eklamsia.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblast masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, sehingga menimbulkan reaksis sistemik yang menimbulkan gejala preeklamsia pada ibu.

Redman menyatakan bahwa, disfungsi endotel pada preeklamsia akibat produksi debris trofoblast palsenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan aktivitas leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.

Sedangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada organ-organ sebagai jalan adaptasi terhadap preeklamsi adalah sebagai berikut :1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeclampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam, 1998).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo, 2005).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam, 1998).

Gambaran KlinisGejala

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,2005).Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu;

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.b. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstearm.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.e. Terdapat edema paru dan sianosisf. Trombositopenig. Gangguan fungsi hatih. Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Penanganan umum.

a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHgb) Pasang infus RLc) Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overloadd) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuriae) Jika jumlah urin < 30 ml perjam: Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam Pantau kemungkinan edema paru

f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janing) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jamh) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravenai) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul bari, 2001).

Antikonvulsan.Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kuntinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu;

a) Berikan dosis bolus 4 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menitb) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravenac) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l)d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intamuskular intermiten:

a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menitb) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan samapi 4 gram perlahan.c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

Reflek patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.e) Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas

Berikan bantuan dengan ventilator

Berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.

Antihipertensi.

a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turunb) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intamuskular setiap 2 jam

c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg intravena (Cunningham, 2003) .

Persalinan.

a) Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.b) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:

Tidak terdapat koagulapati

Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi

c) Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika servik matang, lakukan induksi dengan aksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Definisi

Definisi ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum seragam diantara beberapa penulis. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.

Menurut beberapa penulis, definisi ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput khorioamnion sebelum dimulainya proses persalinan secara spontan. Mereka membedakan antara PROM dan PPROM, dimana definisi PROM ( Premature Rupture of the membrane ) yaitu bila ketuban pecah pada usia kehamilan 37 minggu, sedangkan PPROM ( Preterm Premature Rupture of the membrane ) bila usia kehamilan < 37 minggu.

Pernoll menggunakan istilah preterm rupture of membranes (PTROM) untuk keadaan ketuban pecah pada kehamilan prematur dan prelabor rupture of the membranes (PLROM) bila ketuban pecah yang terjadi pada kehamilan aterm dan bila PTROM terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai prolonged premature rupture of the membranes.

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion dan apoptosis membran janin. Membran janin bereaksi bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin dan protein hormon yang merangsang matrix degrading enzym.Epidemiologi

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.

Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage)

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

Keadaan sosial ekonomi

Faktor lain

a. Faktor golongan darah

Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.

b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

d. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

Diantara berbagai predisposisi yang ada, infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya KPD. Infeksi ini dapat langsung terjadi pada selaput janin ataupun melalui infeksi vagina yang menjalar secara asenden ke selaput janin atau infeksi pada cairan amnion.

Sharra. pada penelitiannya mendapatkan bahwa bakteri yang bekerja lokal pada selaput janin menghasilkan enzim peroksidase yang dapat melemahkan selaput tersebut dan menyebabkan ketuban pecah

Andersen. juga menganggap problem sosial sebagai faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini, yaitu ibu perokok, status sosial ekonomi yang rendah, dan gizi kurang. Menurut Capeless dan Mead. bertambahnya umur kehamilan akan menyebabkan melunaknya selaput janin dan disertai peregangan yang bertambah karena pertumbuhan janin. Hal ini dapat menyebabkan kemungkinan pecahnya ketuban

Garite. melaporkan unsur kolagen berkurang pada kehamilan yang matur dan diketahui adanya faktor enzim yang berpengaruh. Pada kehamilan yang lebih matur terjadi peningkatan aktifitas enzim kolagenase. Enzim ini akan menyebabkan pengurangan komponen kolagen pada selaput janin

Lonky dan Hayashi. berpendapat adanya faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini, akan meningkatkan aktivitas proteolitik atau menurunnya enzim protease inhibitor sehingga melemahkan selaput ketuban Mercer. membagi penyebab ketuban pecah dini menjadi:1. Penyebab pertama adalah melemahnya selaput ketuban. Hal ini dapat diakibatkan berbagai sebab, termasuk kelainan struktur membran ( kolagen tipe III, defisiensi tembaga, defisiensi vitamin C ) atau disebabkan mikroba dan aktivitas enzim antimikroba ( granulosit elastase, faktor peroksida antimikroba ).2. Penyebab kedua adalah meningkatnya tekanan terhadap selaput ketuban, bila ada pembukaan pada serviks ( inkopeten serviks) atau meningkatnya tekanan intrauterin ( hamil ganda, polihidramnion ) Mekanisme

Mekanisme ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor resiko

1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.

2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat perubahan struktur abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. KPD pada kehamilan prematur desebabkan adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkopeten serviks, solusio plasenta.

Diagnosa

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam.

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal, ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya inseden Seksio Sesaria atau gagalnya persalinan normal.

1. Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% kehamilan dalam 24 jam. Pada kehamilan >26 minggu persalinan terjadi dalm 1 minggu.2. Infeksi

Resiko terjadi infeksi pada ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pnemonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering pada aterm. Secara umum, inseden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan periode laten.

3. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga terjadi hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

4. Sindrom deformitas janin

KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonar.Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Jika umur kehamilan tidak diuketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.

Kebanyakan ahli sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubunngan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % krhamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah,(16,17) bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,(1) dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

26