LAPORAN KASUS DBD

79
LAPORAN KASUS “DEMAM BERDARAH DENGUE” Disusun oleh : Andi Fahripa Nur Rahma 2009 730 125 Pembimbing : DR. dr. Effek Alamsyah,SpA MPH STASE ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013 1

description

PEDIATRI

Transcript of LAPORAN KASUS DBD

Page 1: LAPORAN KASUS DBD

LAPORAN KASUS

“DEMAM BERDARAH DENGUE”

Disusun oleh :

Andi Fahripa Nur Rahma 2009 730 125

Pembimbing :

DR. dr. Effek Alamsyah,SpA MPH

STASE ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2013

1

Page 2: LAPORAN KASUS DBD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul

“Demam Berdarah Dengue“ yang merupakan salah satu penyakit tersering pada anak

dengan tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada DR. dr. Effek Alamsyah,SpA

MPH, selaku pembimbing di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSIJ Cempaka Putih dan rekan

- rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak terdapat

kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan

guna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para

pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

2

Page 3: LAPORAN KASUS DBD

STATUS PASIEN

IDENTITAS/BIODATA

Nama : An. E

Tanggal Lahir : 27 Januari 2013

Usia : 5 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Tn. A

Nama Ibu : Ny. L

Agama : Islam

Alamat : Cempaka Putih Barat XIX no. 31

Tangal masuk RS : Masuk UGD : 10 Oktober 2013, Pukul 21.00 WIB

Masuk Bangsal : 10 Oktober 2013, Pukul 23.00 WIB

ANAMNESIS

Alloanamnesis

Keluhan Utama : Demam 3 hari sebelum masuk RS

Keluhan Tambahan : Pusing, nyeri di belakang mata, batuk berdahak, pilek, mual dan

muntah, nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 hari sebelum masuk RS Pasien mengeluh demam sepanjang hari, demam

timbul mendadak, tidak menggigil, tidak kejang, pasien mengeluh sakit

kepala, tidak terdapat benjolan/pembesaran kelenjar (belakang telinga, bawah

dagu, leher, ketiak dan lipat paha) hidung mimisan, dan pilek, telinga tidak

3

Page 4: LAPORAN KASUS DBD

mengeluarkan darah atau cairan, pendengaran tidak terganggu, batuk

berdahak berwarna putih sejak 3 hari sebelum masuk RS, tidak sesak, terasa

panas dibelakang mata, gusi tidak berdarah, bibir kering, tidak ada sariawan,

tidak ada nyeri telan, mulut tidak terasa pahit, pasien juga mengeluh perut

kembung, mual dan muntah > 3x/hari, tidak menyembur, muntah berisi

makanan, tidak ada darah dan lendir, terutama ketika batuk dan setelah makan,

pasien juga mengeluh nyeri perut, BAB lancar dan tidak ada keluhan (tidak

mencret, tidak ada darah ataupun lendir) BAK lancar dan tidak ada keluhan,

warna kuning jernih, tidak pekat, tidak ada darah, tidak sakit saat BAK, pasien

merasa lemas, nyeri tulang dan nyeri otot (pegal-pegal) di seluruh badan,

tidak ada pembengkakan sendi, tidak ada bintik-bintik merah di seluruh badan,

tidak menimbul, tidak gatal, ujung jari tangan dan kaki terasa dingin, tidak ada

kebiruan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit seperti ini di sangkal, belum pernah dirawat

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama

Riwayat Pengobatan : Sudah berobat ke dokter 1 kali selama sakit ini,

mendapat obat paracetamol dan panadol anak

Riwayat Alergi : Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Psikososial : Pola makan teratur, pola minum banyak, di lingkungan

rumah dekat saluran air, ganti pakaian 2x sehari

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Riwayat kehamilan : ANC di bidan 7 kali

Selama kehamilan : Riwayat minum jamu-jamuan, obat-obatan tidak pernah

Hamil : 38 minggu

Riwayat Persalinan : Lahir di Bidan, Normal

BBL : 3900 gram

PB : 50 cm

4

Page 5: LAPORAN KASUS DBD

RIWAYAT MAKANAN

6 bulan = ASI diberikan selama

> 6 bulan - 2 tahun = ASI + MPASI

> 2 tahun = Sufor + Makanan Pokok.

Kesan : Pola makanan sesuai Usia

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Motorik kasar : Melompat, Berjalan

Motorik halus : Menulis, Menggambar

Verbal : Bicara sudah berbentuk kalimat, bermakna, dan jelas

Sosial : Dapat bersosialisasi dengan orang lain

Kesan : Pertumbuhan anak sesuai umur

RIWAYAT IMUNISASI

Hep. B : 1 (baru lahir)

BCG : umur 1 bulan, dilengan kanan, skar ditemukan

DPT : 1 (umur 2 bulan ), 2 (umur 4 bulan), 3 (umur 6 bulan)

Polio : 1 (baru lahir), 2 (umur 1 bulan), 3 (umur 4 bulan),

4 (umur 6 bulan)

Campak : 9 bulan

Kesan : Imunisasi lengkap

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

5

Page 6: LAPORAN KASUS DBD

Kesadaran : Composmentis

GCS : 15 (E4 V6 M5)

Tanda- tanda Vital :

- S : 37,1 °C

- N : 100x/menit, kuat angkat, reguler

- P : 22x/menit

- TD : -

Antropometri :

- BB : 24 kg

- TB : 125 cm

oBB/U : 24/22 x 100 % = 109 % → Gizi Baik

oTB/U : 85/72 x 100 % = 120 % → Baik

oBB/TB: 24/23 x 100 % = 104,3 % → Normal

Kesan : Gizi Baik

STATUS GENERALIS

1. Kepala :

Bentuk : normochepal, ubun-ubun sudah menutup

Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata : visus normal, ptosis -/-, lagoftalmos -/-, hordeolum -/-, udem

palpebra -/-, kunjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, sekret -/-,

refelks cahaya +/+, mata cekung -/-, pupil isokor

Hidung : septum deviasi -, sekret -/-, darah/bekas perdarahan +/+,

pernapasan cuping hidung -/-, edema mukosa -/-, hiperemis mukosa

-/-

Mulut : bibir kering +, lidah kotor -, faring hiperemis -, pseudomembran,

tonsil T1/T1, stomatitis -, lidah tremor -, lidah kotor -, gusi

berdarah –

Telinga : normotia, serumen +/+, membrane tympani intak.

6

Page 7: LAPORAN KASUS DBD

2. Leher : pembesaran KGB -, pembesaran kel tiroid –

3. Torax : Paru : I : simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga -,

pernapasan abdominotorakal, laserasi-, penonjolan -,

pembengkakan -, bintik-bintik merah -

: P : nyeri tekan -, vocal premitus kanan kiri sama, krepitasi-

: P : sonor di kedua lapang paru

: A : vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II normal,

tidak ada bunyi tambahan

4. Abdomen : I : retraksi epigastrium -, cembung, simetris, spider nevi -,

bintik-bintik merah -, distensi -

: A : bising usus + melemah, metallic sound -, bruit -

: P : nyeri tekan epigastrium +, hepatomegali 1 jari

dibawah arcus costa, turgor kulit normal, splenomegali -,

ginjal tidak teraba dan tidak nyeri, pemeriksaan asites

(undulasi) -

: P : tympani pada 4 kuadran abdomen, pemeriksaan asites

(shifting dullness) -, pekak menunjukkan batas hepar 1 jari

dibawah arcus costa kanan.

5. Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-bintik

merah -/-

: bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-

bintik merah -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

7

Tanggal Hb Ht Trombo Leuko LED Ket

10/10/2013 11,0 34 199.000 4900 30 NS1 (+)

11/10/2013 - - - - -

12/10/2013 10,6 32 176.000 4190 -

13/10/2013 13,0 40 104.000 4700 -

14/310/2013 12,6 39 92.000 5390 -

Page 8: LAPORAN KASUS DBD

RESUME

Pasien datang dengan febris mendadak, terus menerus selama 3 hari, nyeri retro orbita dan

tulang, nausea dan vomitus ±3 x/hari, batuk berdahak, nyeri perut, dan mialgia. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan epistaksis, bibir kering, gelisah, dan nyeri tekan epigastrium.

KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis , GCS 15, Status Gizi : Gizi Baik,

Suhu : 37,1 ºc, Nadi : 100x/menit, kuat angkat, reguler, Pernapasan : 22x/menit

ASSESMENT

Dengue Haemorragic Fever

Gastritis Akut

RENCANA TERAPI

Infus Asering 16 tpm ( 24kg ) | 1000+(10x50)= 1500

Ondancentron 2x1 amp

Paracetamol 4x1/2 tab

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

11/10/2013

Demam hari ke-4, pegal di tangan dan kaki, mual (+), muntah (-), Pilek (+), batuk berdahak (+) dan sakit perut

(+), ptekie (-)

Nadi :84x/menit

Suhu :37, 1 0C

Pernapasan: 20x/mnt

- Demam Berdarah

Dengue hari ke-4

Gastritis Akut

- Infus Asering 16 tpm

- Paracetamol 4x1/2 tab

- Ondancetron 1 amp

- cek HHTL 24 jam kemudian

Demam hari ke-5, pegal di tangan dan kaki, mual (+),

muntah (-), Pilek (+) sedikit berkurang dan sakit perut (+),BAB sulit dan BAK

Nadi : 86x/menit

Suhu : 38,7 c

Demam Berdarah

Dengue Hari ke-5

- RL 1600 cc/24 cc2x (12,5)%

8

Page 9: LAPORAN KASUS DBD

12/10/2013 baik Pernapasan : 26x/menit

Gastritis Akut +1600- PCT tab 4x1/2

tab- Starmuno 1x1 cth- Dexametasone

3x1- Cek HHTL 24

jam kemudian

13/3/2013

Demam hari ke-6, demam sudah mulai turun, pegal di

tangan dan kaki sudah mendingan, mual (+),

muntah (-), Pilek (+) dan sakit perut (+),BAB 1 kali

sehari dan BAK baik

Nadi : 84x/menit

Suhu : 35,1 c

Pernapasan : 24x/menit

Demam Berdarah

Dengue Hari ke-6

Gastritis Akut

Lanjutkan Terapi

Cek HHTL/24 jam

14/3/2013

Demam (+), mual (-) dan sakit perut (-), nafsu makan

BAB dan BAK baik

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,5 c

Pernapasan :

20x/menit

Demam Berdarah

Dengue Hari ke-6

Gastritis Akut

Lanjutkan terapi

Os Boleh Pulang

9

Page 10: LAPORAN KASUS DBD

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data

dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World

Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD

tertinggi di Asia Tenggara.1

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili

Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui peran nyamuk Aedes yang terinfeksi

virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue

(DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam grup B Arthropod borne Virus

(Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat jenis

seroptipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2

Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakan

diagnosis. Menurut pakar, “dengue is one disease entity with different clinical

presentations and often with unpredictable clinical evolution and outcome”. Untuk

membantu para klinisi, WHO pada tahun 1997 membuat panduan dalam buku berjudul

“Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control”. Panduan ini

merupakan panduan yang komprehensif yang sampai sekarang tetap digunakan di semua

negara endemis dengue, termasuk Indonesia. Menggunakan panduan WHO tersebut,

negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah menurunkan angka kematian dari 1.18%

pada tahun 1985 menjadi 0.79% di tahun 2009. Namun karena dengue telah menyebar ke

berbagai negara, banyak pihak yang melaporkan sulitnya penggunaan klasifikasi WHO

1997. Beberapa hal yang dipermasalahkan adalah kesulitan memasukan klasifikasi dengue

berat kedalam spektrum klinis, kesulitan menentukan derajat penyakit karena tidak semua

kasus disertai perdarahan, dan keinginan untuk menyaring kasus dengue saat terjadi

kejadian luar biasa. Untuk itu WHO membuat klasifikasi dengue 2009, namun beberapa

10

Page 11: LAPORAN KASUS DBD

negara di Asia Tenggara tidak menyetujui klasifikasi WHO 2009 dan membuat revisi

klasifikasi WHO 2011.3

BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan

oleh virus Dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu

manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue. Manifestasi simptomatik infeksi virus

dengue adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue menurut WHO 2011.4

1. Demam tidak terdiferensiasi. Adalah infeksi dengue primer (yaitu infeksi dengue

pertama kalinya), gejala yang timbul adalah demam sederhana yang tidak dapat

dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai demam

atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai normal. Umumnya disertai

gangguan pencernaan dan pernapasan bagian atas.

2. Demam dengue (DD) paling sering terjadi pada anak-anak, remaja dan orang dewasa.

Hal ini umumnya merupakan penyakit demam akut dan kadang-kadang demam biphasic

dengan sakit kepala parah, mialgia, arthralgia, ruam, leukopenia dan trombositopenia.

Pada DD bisa menjadi penyakit melumpuhkan dengan sakit kepala parah, nyeri otot,

11

Page 12: LAPORAN KASUS DBD

sendi dan tulang, terutama pada orang dewasa. Kadang-kadang terjadi perdarahan yang

tidak biasa seperti pendarahan gastrointestinal, hypermenorrhea dan epistaksis masif.

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan). Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi

pada anak kurang dari 15 tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi

dengue berulang. DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan berhubungan

dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan DD pada fase awal. Ada diatesis

hemoragik umum seperti uji tourniquet positif, petechiae, hematom dan perdarahan

gastrointestinal sering terjadi pada kasus berat. Pada akhir dari fase demam, ada

kecenderungan untuk berkembang menjadi syok hipovolemik (dengue shock syndrome)

akibat kebocoran plasma. Kehadiran tanda-tanda awal sebelumnya seperti muntah terus-

menerus, sakit perut, lesu atau gelisah, atau lekas marah dan oliguria gejala khas untuk

intervensi mencegah syok. Trombositopenia dan meningkatnya hematokrit /

hemokonsentrasi adalah gejala sebelum syok.

4. Expanded dengue syndrome. Manifestasi yang tidak lazim dengan keterlibatan organ

vital seperti hati, otak, ginjal dan atau jantung yang terkait dengan infeksi dengue yang

dapat pula terjadi dengan tidak adanya bukti kebocoran plasma. Kebanyakan pasien

DBD yang memiliki manifestasi tidak lazim adalah hasil dari komplikasi syok yang

berkepanjangan dengan gagal organ atau pasien dengan penyakit penyerta (co-

infection).4

Para pakar mengemukakan beberapa alasan mengapa klasifikasi WHO 1997 harus

direvisi. Pertama, saat ini infeksi telah menyebar ke banyak negara. Kedua infeksi dengue

mempunyai spektrum manifestasi klinis yang luas, kadangkala sulit diramalkan baik secara

klinis maupun prognosisnya. Walaupun infeksi sembuh dengan sendirinya, adanya

perembesan plasma dan perdarahan dapat mengakibatkan akibat berat dan fatal. Para pakar

kesulitan untuk membedakan dengue ringan dan berat. Ketiga diperlukan triase klasifikasi

yang lebih luas dan longgar untuk penegakan diagnosis sedini mungkin dan tatalaksana

saat terjadi KLB. Keempat kesulitan untuk pengelompokan apabila ditemukan dengue

berat karena tidak terdapat dalam klasifikasi WHO 1997. Akhirnya terbentuklah klasifikasi

WHO 2009.

12

Page 13: LAPORAN KASUS DBD

Namun pada klasifikasi spektrum klinis infeksi dengue tidak dibedakan antara kelompok

DBD/DSS dengan kelompok DD. Lalu klasifikasi ini terlalu luas sehingga menyebabkan

overdiagnose, namun diakui perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD, yaitu

expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual

manifestations. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat revisi dengan klasifikasi hampir

sama klasifikasi WHO1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik ditambah dengan

expanded syndrome dengue.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun

terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan

kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) provinsi

dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai

tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus

DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.

13

Page 14: LAPORAN KASUS DBD

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas

penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan

kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih

memerlukan penelitian lebih lanjut.

Gambar 2. AI DBD per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009.

14

Page 15: LAPORAN KASUS DBD

Gambar 3. Lima provinsi tertinggi Angka Kematian DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun

2009

Provinsi dengan angka kematian (AK) tertinggi pada umumnya berbeda dengan

provinsi dengan AI tertinggi (AI). Hal ini berarti provinsi dengan AI tinggi belum tentu

juga menjadi provinsi dengan AK tinggi. Pada Gambar di atas terlihat semua provinsi

dengan AK tertinggi adalah provinsi yang berada di luar pulau Jawa dan Bali sedangkan

provinsi dengan AI tertinggi umumnya dari Pulau Jawa dan Bali. AK rendah di pulau Jawa

dan Bali bila dibandingkan dengan di luar pulau Jawa ini kemungkinan karena pelayanan

medis dan akses ke pelayanan kesehatan lebih baik, serta tingkat pengetahuan masyarakat

tentang DBD di pulau Jawa dan Bali lebih tinggi. Oleh karena itu upaya promosi kesehatan

dan peningkatan akses dan pelayanan medis perlu difokuskan pada daerah di luar pulau

Jawa dan Bali.1

3. ETIOLOGI

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviridae. Terdapat 4 serotipe

virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia

dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi

terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe

lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai

terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat

terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat

ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang

dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Kerentanan manusia

tergantung pada sistem imun dan genetik predisposition.2

4. CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan

beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang

kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di

15

Page 16: LAPORAN KASUS DBD

kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)

sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus

dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission).

Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut

akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus

memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila

nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas

sampai 5 hari setelah demam timbul.2

5. PATOFISIOLOGI

5.1. Demam Dengue

Walaupun Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue ( DBD) disebabkan

oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan

perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada

DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses

imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.5

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya

virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah

lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memrosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain

untuk memfagosit lebih banyak virus. T-Helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang

akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan

melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,

antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.(5)

Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya

gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi

16

Page 17: LAPORAN KASUS DBD

manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,

tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

5.2. DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti

atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer

hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari

berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai

peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh

sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di

dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya

masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk

komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus.

Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses

perkembanganbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki

kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan “cross reaction” atau reaksi

silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara keempat serotipe virus DEN. Infeksi oleh

satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut,

tetapi tidak ada “cross protective” terhadap serotipe virus yang lain. Secara in vitro

antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis

komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody

Dependent Enhancement.

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran)

dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.

Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi

spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam

proses absorbsi pada permukaan sel, (binding receptor), mempunyai fungsi biologis antara

lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan

mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotipe spesifik,

serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan

proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen

virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1

17

Page 18: LAPORAN KASUS DBD

mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara

in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotipe spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus.

b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.

Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD

yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan

infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi

terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas

bila dikemukakan sebagai berikut: Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus

dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

18

Page 19: LAPORAN KASUS DBD

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus

yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan urAIan

berikut: Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi

primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda;

namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

19

Page 20: LAPORAN KASUS DBD

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe

lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan

molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks

tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan

peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel

makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi

sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi

IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Karena antibodi

bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam

makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diurAIkan dalam betuk gambar berikut:

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi

antigen antibody kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding

pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan

kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas,

dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang

terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini

20

Page 21: LAPORAN KASUS DBD

bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok

hipovolemik) dan perdarahan.

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah

terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak

tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang persisten,

sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu

makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan

TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel

endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan

kebocoran plasma dan perdarahan.(6,7,8)

21

Page 22: LAPORAN KASUS DBD

6. GEJALA KLINIS

6.1. Demam berdarah dengue

Setelah masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (kisaran 3-14 hari), berbagai gejala non-

spesifik konstitusional dari sakit kepala, sakit punggung dan malAIse umum dapat

ditemukan. Biasanya, awal DD adalah kenaikan suhu tiba-tiba dan sering dikAItkan

dengan wajah memerah dan sakit kepala. Sesekali, menggigil menyertai kenaikan suhu

yang mendadak. selanjutnya, mungkin ada nyeri retro-orbital pada gerakan mata atau

tekanan mata, fotofobia, sakit punggung, dan nyeri pada otot dan sendi/tulang. Gejala

umum lainnya termasuk anoreksia dan perubahan sensasi rasa, sembelit, nyeri kolik dan

nyeri perut, nyeri di daerah inguinal, sakit tenggorokan. Gejala ini biasanya berlangsung

dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Perlu dicatat bahwa gejala-gejala dan tanda-

tanda DD sangat bervariasi dalam frekuensi dan keparahan.4

Demam: Suhu tubuh biasanya antara 39 ° C dan 40 ° C, dan demam mungkin biphasic, 5-

7 hari.

22

Page 23: LAPORAN KASUS DBD

Ruam: kemerahan difus atau erupsi sekilas dapat diamati pada wajah, leher dan dada

selama dua sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin makulopapular

atau rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau keempat. Menjelang akhir masa

demam atau segera setelah penurunan suhu badan sampai yg normal, ruam umum

memudar dan kelompok lokal petechiae mungkin muncul pada dorsum kaki, di kaki, dan

di tangan dan lengan. petechiae konfluen ditandai dengan kulit terasa gatal.

Manifestasi perdarahan: perdarahan kulit dapat hadir dengan uji tourniquet positif dan /

atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis masif, hypermenorrhea, perdarahan

ginggiva dan perdarahan gastrointestinal jarang terjadi di DD, komplikasi dengan

trombositopenia.

Laboratorium : Di daerah endemik demam berdarah, tes turniket positif dan leukopenia

(WBC ≤ 5000 sel/mm3) membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi dengue dengan

nilai prediksi positif 70% -80%. Temuan Laboratorium selama episode akut penyakit DD

adalah sebagai berikut:

• Jumlah WBC biasanya normal pada awal demam, kemudian berkembang menjadi

leukopenia dengan penurunan neutrofil dan berlangsung selama periode demam.

• Jumlah platelet biasanya normal, seperti juga komponen lain dari mekanisme

pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100. 000-150. 000 sel/mm3) sering

ditemukan, dari rata-rata semua pasien DD memiliki jumlah trombosit di bawah 100.000

sel/mm3, tetapi trombositopenia berat (<50 000 sel/mm3) jarang terjadi.

• Hematokrit meningkat ringan (≈ 10%) dapat ditemukan sebagai konsekuensi dari

dehidrasi yang terkait dengan muntah, demam, anoreksia dan asupan oral yang buruk.

• Biokimia darah biasanya normal tapi enzim hati alanine aminotransferase (ALT) dan

aspartate amino transferase (AST) mungkin meningkat.

Diferensial diagnosis Demam dengue

Arboviruses: Chikungunya virus

Other viral diseases: Measles; rubella dan virus lainnya; Epstein-Barr Virus

(EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A

Bacterial diseases: leptospirosis, typhoid.

Parasitic diseases: Malaria.

23

Page 24: LAPORAN KASUS DBD

6.2. Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue.

Kasus DBD khas ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan,

hepatomegali, dan sering dengan gangguan peredaran darah dan syok. Trombositopenia

sedang yang ditandai bersamaan dengan hemokonsentrasi /peningkatan hematokrit adalah

temuan laboratorium yang khas terlihat. Perubahan patofisiologi utama yang menentukan

tingkat keparahan DBD dan membedakannya dari demam dengue adalah hemostasis

abnormal dan kebocoran plasma selektif dalam rongga pleura dan perut. Perjalanan klinis

DBD dimulai dengan kenaikan suhu yang mendadak disertai wajah kemerahan dan gejala

yang menyerupai demam berdarah, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri otot

atau sendi.

Tes tourniquet positif (~ 10 titik / inci2), bisa diamati pada fase demam awal.

Petechiae halus tersebar pada ekstremitas, aksila, wajah dan langit-langit mulut dapat

dilihat selama fase demam awal. Ruam peteki konfluen dengan daerah seputaran kulit

normal terlihat dalam masa pemulihan, seperti pada demam berdarah. Epistaksis dan

perdarahan gusi kurang umum. Perdarahan gastrointestinal ringan kadang-kadang dapat

tampak, keadaan ini bisa menjadi lebih parah pada pasien yang sudah ada penyakit ulkus

peptikum sebelumnya. Hematuria jarang terjadi. Hepar biasanya teraba di awal fase

demam, hanya teraba 2-4 cm di bawah batas kosta kanan. Ukuran hepar tidak berkorelasi

dengan keparahan penyakit, tetapi hepatomegali lebih sering pada kasus syok.

Fase kritis DBD, yaitu periode kebocoran plasma, dimulai sekitar transisi dari

demam ke fase afebris. Bukti kebocoran plasma, efusi pleura dan ascites mungkin, Namun

tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik pada fase awal kebocoran plasma atau

kasus-kasus ringan DBD. Hematokrit meningkat, misalnya 10% sampai 15% di atas

normal, adalah bukti paling awal kebocoran plasma. Komplikasi yang signifikan dari

kebocoran plasma menyebabkan syok hipovolemik. Bahkan dalam kasus-kasus syok,

sebelum terapi cairan intravena, efusi pleura dan ascites mungkin tidak terdeteksi secara

klinis. USG atau foto thorax untuk membuktikan kebocoran plasma dapat mendahului

deteksi klinis. Rontgen dada kanan dekubitus lateral yang meningkatkan sensitivitas untuk

mendeteksi efusi pleura. Dinding kandung empedu edema dikAItkan dengan kebocoran

plasma dan mungkin mendahului deteksi klinis. Penurunan albumin serum secara

signifikan yaitu > 0,5 gram/dl dari awal adalah bukti tidak langsung plasma leakage.

Dalam kasus-kasus ringan DBD, semua tanda dan gejala mereda setelah demam reda.

Penurunan demam bisa disertai dengan keringat dan perubahan ringan pada denyut nadi

24

Page 25: LAPORAN KASUS DBD

dan tekanan darah. Perubahan ini mencerminkan gangguan peredaran darah ringan dan

sementara sebagai akibat dari kebocoran plasma derajat ringan. Pasien biasanya pulih baik

secara spontan atau setelah terapi cairan dan elektrolit. Dalam kasus sedang sampai parah,

kondisi pasien memburuk beberapa hari setelah timbulnya demam. Ada warning sign

seperti muntah terus-menerus, sakit perut, penolakan asupan oral, lesu atau gelisah atau

lekas marah, oliguria. Mendekati akhir fase demam, pada saat atau segera setelah suhu

turun atau antara 3-7 hari setelah timbulnya demam, ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi:

kulit menjadi dingin, perioral sianosis sering diamati, dan denyut nadi menjadi lemah dan

cepat. Meskipun beberapa pasien mungkin tampak lesu, biasanya mereka menjadi gelisah

dan kemudian dengan cepat masuk ke tahap kritis dari syok. Sakit perut akut adalah

keluhan sering sebelum timbulnya syok. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah

dengan penyempitan tekanan nadi < 20 mmHg dengan tekanan diastolik yang meningkat,

misalnya 100/90 mmHg, atau hipotensi. Tanda-tanda perfusi jaringan berkurang adalah:

waktu pengisian kapiler (> 3 detik), kulit teraba dingin dan gelisah. Pasien shock berada

dalam bahaya kematian jika tidak ada pengobatan yang cepat dan tepat diberikan. Pasien

mungkin masuk ke dalam tahap syok mendalam dengan tekanan darah dan / atau pulsasi

nadi menjadi tak teraba (DBD derajat 4). Perlu dicatat bahwa sebagian besar pasien tetap

sadar hampir ke tahap terminal.

Convalescence pada DBD

Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda-tanda pemulihan dan indikasi

untuk menghentikan penggantian volume. Temuan umum dalam convalescence meliputi

sinus bradikardia atau aritmia dan petechial konfluen seperti yang dijelaskan pada demam

berdarah. Penyembuhan pada pasien dengan atau tanpa syok biasanya singkat dan lancar.

Bahkan dalam kasus dengan syok mendalam, setelah shock diatasi dengan perawatan yang

tepat pada pasien yang bertahan dapat sembuh dalam 2 - 3 hari. Namun, mereka yang

memiliki syok yang berkepanjangan dan kegagalan multiorgan akan memerlukan

pengobatan khusus dan mengalami pemulihan lebih lama. Perlu dicatat bahwa angka

kematian dalam kelompok ini akan tinggi bahkan dengan pengobatan khusus.

Laboratorium

1. Sel darah putih (WBC) count mungkin normal atau dengan neutrofil dominan pada

fase demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah sel darah putih dan neutrofil,

mencapAI titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah total sel putih

25

Page 26: LAPORAN KASUS DBD

(≤ 5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit (neutrofil <limfosit) berguna untuk

memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Temuan ini mendahului

trombositopenia atau hematokrit meningkat. Sebuah limfositosis relatif dengan

limfosit atipikal yang meningkat umumnya diamati pada akhir fase demam dan ke

pemulihan. Perubahan ini juga terlihat pada DF.

2. jumlah trombosit normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat diamati

setelahnya. Penurunan tiba-tiba jumlah trombosit di bawah 100.000 terjadi pada

akhir fase demam sebelum timbulnya shock atau penurunan demam. Tingkat

jumlah trombosit berkorelasi dengan keparahan DBD. Perubahan ini berlangsung

singkat dan kembali normal selama masa pemulihan. Hematokrit normal pada fase

awal demam. sedikit peningkatan mungkin karena demam tinggi, anoreksia dan

muntah. Kenaikan mendadak hematokrit diamati secara bersamaan atau segera

setelah penurunan jumlah trombosit. Haemoconcentration atau hematokrit

meningkat 20% dari awal, bukti obyektif dari kebocoran plasma. Perlu dicatat

bahwa tingkat hematokrit dapat dipengaruhi oleh penggantian volume awal dan

pendarahan.

3. Temuan umum lainnya adalah hypoproteinemia / albuminaemia (sebagai akibat dari

kebocoran plasma), hiponatremia, dan tingkat aspartat aminotransferase serum

sedikit meningkat (≤ 200 U / L) dengan rasio aspartate aminotransferase (AST):

alanine aminotransferase (ALT) > 2.

4. Albuminuria ringan bersifat sementara kadang-kadang dapat timbul.

5. Dalam kebanyakan kasus, tes koagulasi dan faktor fibrinolitik menunjukkan

penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.

Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) ini ditemukan di beberapa kasus. Pada

kasus yang parah ditandai dengan disfungsi hati, faktor pengurangan V, VII, IX dan

X.

6. parsial tromboplastin time dan protrombin time lebih panjang sekitar setengah dan

sepertiga dari kasus DBD. Trombin time juga panjang pada kasus berat.

7. Hiponatremia sering diamati pada DBD dan shock berat.

8. Asidosis metabolik sering ditemukan pada kasus dengan syok berkepanjangan.

Nitrogen urea darah meningkat pada syok berkepanjangan.

26

Page 27: LAPORAN KASUS DBD

Kriteria untuk diagnosis klinis DBD/DSS

1. manifestasi klinis

• Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari dalam

banyak kasus.

• Salah satu manifestasi perdarahan berikut termasuk tes tourniquet positif, petechiae,

purpura (pada situs venepuncture), epistaksis, perdarahan gusi, dan hematemesis dengan

atau tanpa melena.

• Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahapan penyakit pada 90% -98%

anak. Frekuensi bervariasi dengan waktu dan / atau pengamat.

• Syok, dimanifestasikan dengan takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan denyut

nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi dengan akral dingin,

kulit lembab dan / atau gelisah.

2. Temuan laboratorium

• Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang).

• Haemoconcentration; hematokrit meningkat ≥ 20% dari baseline pasien.

Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan haemoconcentration atau

hematokrit meningkat, cukup untuk membuat diagnosis klinis DBD. Kehadiran

pembesaran hati sebagai tambahan dari dua kriteria klinis pertama dapat menandakan DBD

sebelum timbulnya kebocoran plasma.

Kehadiran efusi pleura (X-ray thorax atau USG) adalah bukti yang paling obyektif adanya

kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti pendukung. Hal ini

sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut:

• anemia.

• perdarahan parah.

• di mana tidak ada hematokrit awal.

• peningkatan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena sebelumnya.

Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia mendukung diagnosis

DSS. LED rendah (<10 mm / jam) selama syok membedakan DSS dari syok septik. LED

yang rendah terjadi karena rendahnya tingkat albumin dan fibrinogen.

Deferensial Diagnosis

27

Page 28: LAPORAN KASUS DBD

Pada fase awal demam, deferensial diagnosis mencakup spektrum yang luas dari

infeksi virus, bakteri, dan protozoa yang mirip dengan demam dengue. Adanya

trombositopenia dan hemokonsentrasi secara bersamaan membedakan DBD/DSS dengan

penyakit lainnya.

Tabel 1. Tanda klinis

DD/DBD grade Tanda dan gejala Laboratorium

DD Demam dengan dua hal

berikut:

• Sakit kepala.

• Retro-orbital nyeri.

• mialgia.

• Arthtralgia / nyeri tulang.

• Ruam.

•Dengue manifestasi.

• Tidak ada bukti kebocoran

plasma.

• leukopenia (WBC ≤ 5000)

sel/mm3).

• Trombositopenia (jumlah

trombosit

<150 000 sel/mm3).

• Meningkatnya hematokrit

(5% - 10%).

• Tidak ada bukti kehilangan

plasma

DBD I Demam dan manifestasi

perdarahan (positif tourniquet

test) dan bukti kebocoran

plasma

Trombositopenia <100.000

sel/mm3

Hematokrit ≥20%.

DBD II Seperti di grade I di tambah

dengan perdarahan spontan

Trombositopenia <100.000

sel/mm3

Hematokrit ≥20%.

DBD III Seperti di grade I atau II

ditambah kegagalan sirkulasi

(nadi lemah, tekanan nadi ≤

20 mmHg, hipotensi,

gelisah).

Trombositopenia <100.000

sel/mm3

Hematokrit ≥20%.

DBD IV Seperti di grade III ditambah

syok dengan tekanan darah

yang tidak terditeksi dan nadi

Trombositopenia <100.000

sel/mm3

28

Page 29: LAPORAN KASUS DBD

tidak teraba Hematokrit ≥20%.

Sumber:http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/

#: DBD III dan IV adalah DSS

Komplikasi

Demam dengue

DF dengan perdarahan dapat terjadi dalam hubungan dengan penyakit yang mendasari

seperti tukak lambung, trombositopenia berat dan trauma.

DHF bukan kesinambungan DF.

Demam berdarah dengue

Biasanya terjadi berhubungan dengan syok berat/berkepanjangan yang menyebabkan

asidosis metabolik dan perdarahan hebat dan kegagalan multiorgan seperti hati dan

disfungsi ginjal. Yang lebih penting, pengganti cairan yang berlebihan selama periode

kebocoran plasma yang menyebabkan efusi masif menyebabkan penekanan pernapasan,

kongesti paru akut dan/atau gagal jantung. Terapi cairan Lanjutan setelah periode

kebocoran plasma akan menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung, terutama bila

ada reabsorpsi cairan extravasase. Selain itu, terapi cairan syok mendalam /

berkepanjangan dan tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolisme / elektrolit.

Kelainan metabolik sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia

dan kadang-kadang, hiperglikemia. Gangguan ini dapat menyebabkan manifestasi tidak

biasa misalnya ensefalopati.4

6.3. Expanded dengue syndrome (unusual or atypical manifestations)

Dalam beberapa tahun terakhir dengan penyebaran geografis penyakit demam

berdarah, ada laporan peningkatan DF dan DBD dengan manifestasi yang tidak biasa. Ini

termasuk: saraf, hati, ginjal dan keterlibatan organ lain. Ini dapat dijelaskan sebagai

komplikasi syok berkepanjangan atau berhubungan dengan kondisi host yang mendasari/

koinfeksi.

Manifestasi sistem saraf pusat (SSP) termasuk kejang, spastisitas, perubahan

kesadaran dan paresis transien telah diamati. Penyebab tergantung pada waktu manifestasi

sehubungan dengan kebocoran, viremia plasma atau pemulihan.

Ensefalopati dalam kasus fatal telah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar, India

29

Page 30: LAPORAN KASUS DBD

dan Puerto Rico. Namun, dalam banyak kasus tidak ada otopsi untuk menyingkirkan

perdarahan atau oklusi dari pembuluh darah. Meskipun terbatas, ada beberapa bukti bahwa

pada kesempatan langka virus dengue dapat melewati sawar darah-otak dan menyebabkan

ensefalitis. Tabel 2 rincian manifestasi yang tidak biasa / atipikal demam berdarah.

Disebutkan di atas manifestasi yang tidak biasa mungkin tidak dilaporkan atau

belum diakui atau tidak berhubungan dengan demam berdarah. Namun, sangat penting

bahwa penilaian klinis yang tepat dilakukan untuk pengelolaan yang tepat, dan penelitian

kausal harus dilakukan.4

Faktor host yang berikut ini berkontribusi terhadap penyakit yang lebih berat dan

komplikasinya:

• Bayi dan orang tua,

• Obesitas,

• Wanita hamil,

• Penyakit ulkus peptikum,

• Wanita yang mengalami perdarahan vagina atau menstruasi tidak normal,

• Penyakit hemolitik seperti defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6PD),

thalassemia dan haemoglobinopathies lain,

• Penyakit jantung bawaan,

• penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung iskemik,

gagal ginjal kronis, sirosis hati,

• pasien pada pengobatan steroid atau NSAID, dan

• lain-lain.

Tabel 2. Expanded dengue syndrome

Sistem Organ Unusual atau atypical manifestation

Neurologi Kejang demam pada anak

Ensefalopati

Ensefalitis atau/meningitis aseptic

Perdarahan intracranial

Efusi subdural

30

Page 31: LAPORAN KASUS DBD

Sindrom guilain Barre

Meilitis transversal

Gastrointestinal/hepatic Hepatitis

Pankreatitis akut

Hyperplasia plaque payeri

Parotitis akut

Ginjal Gagal ginjal akut

Hemolytic uremic syndrome

Jantung Miokarditis

Perikarditis

Respirasi Sindrom distress pernapasan akut

Perdarahan paru

Muskuloskeletal Rapdomiolisis

Limforetikuler ITP

Lymph node infaftion

Mata Macular haemorrhage

Gangguan visual acuity

Neuritis optikus

Lain-lain Depresi

Halusinasi

Psikosis

Alopesia

Sumber: Gulati S, Maheshwari A. Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int Health. 2007 Sep.;

12(9):1087 – 95.4

7. Diagnosis Laboratorium

Pengujian laboratorium berikut ini tersedia untuk mendiagnosis demam berdarah dan

DBD:

• Virus isolasi

- Karakterisasi serotypic / genotipik

• Deteksi asam nukleat virus

• deteksi virus antigen

31

Page 32: LAPORAN KASUS DBD

• tes respon imunologi

- IgM dan IgG antibodi tes

• Analisis untuk parameter hematologis

Diagnostik tes dan tahapan penyakit

Viremia Dengue pada pasien waktunya pendek, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum

timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh hari penyakit. Selama

periode ini virus dengue, asam nukleat dan antigen virus yang beredar dapat dideteksi

(Gambar 6).

Respon antibodi terhadap infeksi mencakup munculnya berbagai jenis

imunoglobulin, IgM dan IgG memiliki nilai diagnostik dalam dengue. Antibodi IgM

terdeteksi dengan 3-5 hari setelah onset penyakit, cepat naik sekitar dua minggu dan

penurunan ke tingkat tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. IgG antibodi terdeteksi pada tingkat

rendah pada akhir minggu pertama, kemudian meningkat dan tetap untuk jangka waktu

lama (selama bertahun-tahun). Karena penampilan akhir antibodi IgM, yaitu setelah lima

hari sejak timbulnya demam, tes serologi berdasarkan antibodi ini yang dilakukan selama

lima hari pertama timbulnya sakit klinis biasanya negatif.

Selama infeksi dengue sekunder (ketika tuan rumah itu sebelumnya telah terinfeksi

oleh virus dengue), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat

tinggi, bahkan dalam tahap awal, dan bertahan dari beberapa bulan untuk jangka waktu

seumur hidup. Kadar antibodi IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi

sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG umumnya digunakan untuk membedakan antara

infeksi dengue primer dan sekunder. Trombositopenia biasanya diamati antara hari ketiga

dan kedelapan penyakit diikuti dengan perubahan hematokrit.

Gambar 6: Perkiraan batas waktu infeksi dengue primer dan sekunder dan metode

diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi

32

Page 33: LAPORAN KASUS DBD

Sumber: WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New edition, 2009. WHO Geneva.

Terdapat lima tes serologi dasar yang digunakan untuk diagnosis infeksi dengue. Antara

lain: haemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization test

(NT), IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), and indirect

IgG ELISA. Uji apa saja yang dipakai, yang penting pada dasarnya adalah ada kenaikan

titer antibody akut ke antibody konvalesen sebesar 4 kali lipat atau lebih.3

1. Uji HI

Uji ini untuk menetapkan titer antibodi anti-dengue yang dapat menghambat

kemampuan virus dengue mengaglutinasi sel darah merah angsa. Antibodi HI bertahan di

dalam tubuh sampai bertahun-tahun, sehingga uji ini baik untuk studi sero-epidemiologi.

Sayangnya uji ini membutuhkan sepasang sera dengan perbedaan waktu fase akut dan

konvalesen paling sedikit 7 hari, optimalnya 10 hari.Uji ini dapat digunakan untuk

membedakan infeksi primer dan sekunder berdasarkan titer antibodinya.

Kenaikan titer Interval Serum I-II Titer konvalesen Interpretasi

≥ 4kali ≥ 7 hari ≤ 1 : 1280 Infeksi flavivirus

akut, primer

≥  4 kali Specimen apapun ≥ 1 : 2560 Infeksi flavivirus

akut, sekunder

≥  4 kali < 7 hari ≤ 1 : 1280 Infeksi flavivirus

akut, primer atau

33

Page 34: LAPORAN KASUS DBD

sekunder

Tidak ada kenaikan Specimen apapun ≥ 1 : 2560 Infeksi flavivirus

baru, Sekunder

Tidak ada kenaikan ≥ 7 hari ≤ 1 : 1280 Bukan dengue

Tidak ada kenaikan < 7 hari ≤ 1 : 1280 Tidak dapat

diinterpretasi

Tidak diketahui Specimen tunggal ≤ 1 : 1280 Tidak dapat

diinterpretasi

2. Uji CM

Uji ini tidak banyak dipakai untuk diagnosis serologi secara rutin. Selain rumit caranya

juga memerlukan keahlian tersendiri. Antibody CM biasanya timbul setelah antibody HI

timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat menghilang dari

darah (2-3 tahun).

3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)

Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya

memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu

berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi nneutralisasi dapat

dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari

antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan

memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa (Mac. Elisa)

Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa adalah

singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM dalam serum

pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan

timbulnya IgG.

b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan

diagnosis yang tepat.

c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.

d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.

34

Page 35: LAPORAN KASUS DBD

e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan

setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan

uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh

dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.

f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji

Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang sama

dengan uji HI.

5. IgG Elisa

Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk

uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa,

IgG Elisa.[1]

PEMERIKSAAN ANTIGEN NS1 DENGUE

PENDAHULUAN

Demam dengue maupun penyakit lain akibat virus dengue merupakan penyakit

akibat arbovirus yang endemik terutama di daerah tropik dan subtropik lainnya. WHO

sendiri memperkirakan terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus ini setiap tahun di seluruh

dunia dan menghasilkan 24.000 kematian setiap tahunnya.

Diagnosis penyakit ini adalah dari gejala klinis yang menunjukkan panas mendadak

tinggi disertai dengan gejala-gejala lain yang tidak khas kadang menyerupai gejala flu

biasa. Dari tanda klinis didapatkan nyeri mid epigastrik, hepatomegali dan mungkin

terdapat tanda-tanda perdarahan. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis

maupun evaluasi hasil pengobatan.

Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue yaitu

kultur dan isolasi virus, RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction),

serologi(IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan hematologi rutin. Isolasi virus atau

PCR masih merupakan standar emas untuk mendeteksi virus dengue ini, tetapi terdapat

keterbatasan untuk pemeriksaan ini terutama biaya, waktu dan teknik pengerjannya.

Pemeriksaan serologi IgM dan IgG antidengue yang secara rutin dan relatif mudah

35

Page 36: LAPORAN KASUS DBD

dikerjakan masih mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuannya mendeteksi proses

infeksi lebih awal.

Saat ini terdapat terobosan pemeriksaan baru terhadap antigen nonstruktural-1

dengue (NS1) yang dapat mendeteksi virus dengue lebih awal.

STRUKTUR GENOM DAN REPLIKASI VIRUS DENGUE

Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat serotipe yang

berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4 yang semuanya terdapat di Indonesia. Virus

dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10 macam protein virus yaitu tiga protein

struktural (C/protein core, M/protein membrane, E/protein envelope)dan tujuh protein

nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5).

Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis melalui reseptor, genom

virus yang terdiri dari RNA rantai tunggal akan dilepaskan ke alam sitoplasma dan

digunakan sebagai cetakan atau template untuk proses translasi menjadi prekursor protein

yang lebih besar. Pemotongan pada bagian terminal dari poliprotein ini oleh enzim-enzim

sel inang (signalase, furin) akan menghasilkan protein-protein struktural yang membentuk

partikel virus berselubung. Poliprotein yang tersisa dibutuhkan untuk menghasilkan lebih

banyak virus yang nantinya mengulang proses yang sama.

Protein-protein nonstruktural virus tersebut diduga bersama-sama dengan protein-

protein host yang belum diketahui, membentuk mesin replikasi didalam sitoplasma sel-sel

yang terinfeksi yang mengkatalisis peningkatan jumlah RNA. Sebagai contoh, NS3 dan

NS5 mempunyai aktivitas protease, helicase, polymerase yang sangat berperan dalam

proses replikasi. NS3 hanya akan aktif bila berikatan dengan NS2b yang mempunyai peran

pada protein folding.

36

Page 37: LAPORAN KASUS DBD

RNA baru yang dihasilkan kemudian digunakan lagi untuk proses translasi dan

menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih banyak RNA virus atau

untuk ankapsidasi kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion virion meninggalkan sel

melalui proses eksositosis.

PROTEIN NOSTRUKTURAL-1 DENGUE (NS1 DENGUE)

NS1 adalah glikoprotein nonstruktural dengan berat molekul 46-50 kD dan

merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada awalnya NS1 digambarkan sebagai

antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. NS1 diperlukan

untuk kelangsungan hidup virus namun belum diketahui aktivitas biologisnya. Dari bukti

yang sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam proses replikasi virus. NS1 sendiri

dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran associated dan secreted form.

Selama infeksi sel, NS1 ditemukan berkaitan dengan organel-organel intrasel atau

ditransfer melalui jalur sekresi ke permukaan sel (membran sitoplasma).

Ns1 bukan bagian dari struktur virus tapi diekspresikan pada permukaan sel yang terinfeksi

dan memiliki determinan-determinan yang spesifik group dan tipenya.peran NS1 dalam

imunopatogenesis juga telah disampaikan berdasarkan temuan anti-SCF antibodies dalam

serum pasien-pasien dengan infeksi sekunder tapi tidak pada infeksi primer. NS1 dengue

disekresikan ke dalam system sirkulasi darah pada individu yang terjangkit virus dengue

dengan konsentrasi yang tinggi pada infeksi primer maupun sekunder selama fase klinik

sakit dan hari-hari pertama masa konvalesen (pemulihan).

HASIL PENELITIAN NS1 DENGUE

Dussart dkk melakukan penelitian terhadap 299 sampel serum dari pasien dengan

penyakit dengue yang terdiri dari 42 kasus DEN1. 43 kasus DEN2, 109 kasus DEN3, 49

kasus DEN4 dan56 tidak diketahui serotipenya. Lima sampel serum fase akut onset hari ke

3-4, 51 fase konvalesen onset hari ke 5-10. Dussatr juga menambahkan 50 sampel serum

fase akut (hari 1-4) pasien yang mengalami dengue like syndrome dan 20 sampel serum

yellow fever.

37

Page 38: LAPORAN KASUS DBD

Sampel serum yang terinfeksi dengue dibagi dua yaitu serum fase akut (hari 0-4)

dan early convalescent (hari ke 5-10). Semua sampel kemudian diperiksa MAC ELISA

(IgM Antibody Captured ELISA) dan NS1 dengue.

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sensitivitas NS1 terhadap PCR sebesar 85%

dan terhadap kultur virus 94,1%, dengan sensitivitas total terhadap semua jenis serotipe

88,7%. Sensitivitas pemeriksaan NS1 optimal hari ke 0-4, sementara pemeriksaan serologi

dengan MAC ELISA sensitivitasnya hanya 8,6% pada waktu tersebut. Spesivitas NS1

dengue diperoleh sebesar 100%. Kombinasi pemeriksaan NS1 dengue pada fase akut dan

MAC ELISA pada fase konvalesen akan meningkatkan sensitivitas dari 88,7% menjadi

91,9%.

Penelitian lain dilakukan oleh Kumarasamy dkk yang menggunakan sampel pasien

yang sudah dikonfirmasi dengan RT-PCR dan atau isolasi virus. Dari penelitian tersebut

diperoleh hasil bahwa sensitivitas reagen komersial dengue NS1 antigen-capture ELISA

untuk infeksi virus dengue akut sebesar 93,4% dan spesivitasnya 100%. Sensitivitas untuk

dengue primer sebesarakut sebesar 97,3 % dan untuk dengue akut sekunder sebesar 70%.

Nilai ramal positif dan negatif masing-masing sebesar 100% dan 97,3%. Positive isolation

rate isolasi vrus secara keseluruhan adalah sebesar 68% (73,9% untuk dengue pimer akut

dan 31% untuk dengue sekunder akut) sedangkan positive detection rate RT-PCR secara

keseluruhan adalah 66,7% (65,2% untuk dengue primer akut dan 75,9% untuk dengue

sekunder akut). Dari hasil penelitian tersebut, Kumarasamy menyimpulkan bahwa reagen

komersial dengue NS1 antigen-capture ELISA dapat lebih superior dibandingkan isolasi

virus dan RT- PCR untuk diagnosis laboratorium infeksi dengue akut berdasarkan sampel

tunggal.

PENUTUP

Pemeriksaan dengue NS1 antigen dapat mendeteksi infeksi akut lebih awal

dibandingkan pemeriksaan antibodi dengue. Deteksi lebih awal adanya infeksi dengue ini

38

Page 39: LAPORAN KASUS DBD

sangat penting karena kita dapata melakukan terapi suportif dan pemantauan pasien segera

dan dapat mengurangi risiko komplikasi maupun kematian.

Share this:

Pada tahun 2007, sekarang dan beberapa peneliti dari Universitas Malaya Kuala

Lumpur melakukan penelitian yang dimuat di Journal Infection in Developing Countries.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemeriksaan NS1 Ag Dengue yang dimiliki

oleh suatu pabrik farmasi. NS1 Antigen Dengue sendiri merupakan pemeriksaan yang

terbaru, mudah dilakukan, relatif terjangkau dengan sensitivitas dan spesifisitas

menyerupai pemeriksaan dengue dengan PCR. Penelitian ini memakai serum pasien

demam berdarah dan membandingkannya dengan IgM dengue, PCR dengue. Disini juga

dibandingkan sensitivitas pemeriksaan pada infeksi primer dengue dan infeksi sekunder

dengue.

Infeksi virus dengue didaerah tropis menjadi masalah tersendiri, kasus kesakitan

dan kematiannya relatif susah untuk diturunkan, kasusnya pun selalu berulang setiap tahun.

Masalah yang muncul memang kompleks, soal kebersihan lingkungan, daya tahan tubuh

yang rendah, soal pembiayaan dan diagnosis yang seringkali telah terlambat. Pemeriksaan

laboratorium sebagai penunjang penegakan diagnosis infeksi oleh virus dengue ini telah

mengalami perkembangan sejak ditemukannya NS1 Ag dengue yang mampu 'menangkap'

antigen virus dengue yang merupakan bagian tubuh dari virus dengue sendiri. Karena

alasan tersebut pemeriksaan ini lebih cepat daripada IgM dengue mengingat IgM dengue

baru muncul setelah adanya respon imun terhadap virus dengue yang baru akan timbul saat

hari ke-3 lebih.

Penelitian ini membuktikan bahwa pemeriksaan NS1 Ag dengue mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mampu mendeteksi hingga hari

ke-10 infeksi. Tetap disarankan untuk menggunakan pemeriksaan IgM dengue bersama-

sama terutama pada daerah dengan kasus sekunder infeksi yang besar. 

39

Page 40: LAPORAN KASUS DBD

8. TRIAGE

Triase harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan kompeten.

• Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kemudian kirim pasien ini

langsung ke perawat terlatih / asisten medis (lihat nomor 3 di bawah).

• Untuk pasien lain, lakukan sebagai berikut:

1. Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign dari pasien berisiko tinggi

akan dinilai oleh perawat terlatih atau staf, belum tentu medis.

2. Uji Tourniquet yang akan dilakukan oleh petugas terlatih (jika tidak ada staf yang

cukup, tekanan dikembangkan sampai 80 mmHg untuk > 12 tahun dan 60 mmHg

untuk anak usia 5 sampai 12 tahun selama lima menit).

3. Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi

pernapasan dan perfusi perifer, diperiksa oleh perawat terlatih atau asisten medis.

Perfusi perifer dinilai dengan palpasi nadi, volume dan warna ekstremitas, dan

waktu CRT. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang afebris dan

40

Page 41: LAPORAN KASUS DBD

memiliki takikardia. Pasien-pasien dan mereka dengan perfusi perifer berkurang

harus dirujuk untuk segera periksa darah rutin, perhatikan tingkat tes gula darah di

sedini mungkin.

4. Rekomendasi darah rutin:

- Semua pasien demam pada kunjungan pertama untuk mendapatkan HCT,

WBC dan PLT awal.

- Semua pasien dengan warning sign.

- Semua pasien dengan demam> 3 hari.

- Semua pasien dengan gangguan sirkulasi / syok (pasien ini harus menjalani

pemeriksaan glukosa).

Hasil darah rutin: Jika leukopenia dan / atau trombositopenia hadir, mereka

dengan warning sign harus dikirim untuk konsultasi medis segera.

5. Konsultasi medis: konsultasi medis segera direkomendasikan sebagai berikut:

- Shock.

- Pasien dengan warning sign, terutama mereka yang sakit berlangsung selama

> 4 hari.

6. Keputusan untuk observasi dan pengobatan:

- Shock: Resusitasi.

- Pasien hipoglikemik tanpa leukopenia dan / atau trombositopenia harus

menerima infus intravena yang berisi cairan glukosa. Observasi laboratorium

harus dilakukan untuk menentukan penyebab kemungkinan penyakit. Pasien-

pasien ini harus diamati untuk jangka waktu 8-24 jam. Pastikan perbaikan klinis

sebelum mengirim mereka pulang, dan mereka harus dipantau setiap hari.

- Mereka dengan warning sign.

- High-risiko pasien dengan leukopenia dan trombositopenia.

7. Saran Pasien dan keluarga harus hati-hati disampaikan sebelum mengirim mereka

pulang. Hal ini dapat dilakukan orang terlatih mungkin bukan perawat / dokter.

Saran harus mencakup istirahat, asupan cairan oral atau diet lunak, dan

pengurangan demam dengan spon hangat selain parasetamol. Warning sign harus

ditekankan, dan harus dibuat jelas bahwa jika ini terjadi pasien harus mencari

perhatian medis segera.

8. Kunjungan Follow-up: Pasien harus menyadari bahwa periode kritis adalah

selama fase afebris dan tindak lanjut pemeriksaan darah rutin sangat penting

41

Page 42: LAPORAN KASUS DBD

untuk mendeteksi tanda-tanda bahaya awal seperti leukopenia, trombositopenia,

dan / atau peningkatan hematokrit. Tindak lanjut harian direkomendasikan untuk

semua pasien, kecuali mereka yang telah kembali aktivitas normal atau saat suhu

berkurang.4

Warning sign :

• Tidak ada perbaikan klinis atau memburuknya situasi sebelum atau selama masa

transisi ke fase afebris atau sebagai kemajuan penyakit.

• Muntah persistent, tidak minum.

• Nyeri perut yang parah

• Letargi dan / atau gelisah, perubahan perilaku mendadak.

• Perdarahan: Epistaksis, hematemesis, perdarahan menstruasi yang berlebihan, urin

berwarna gelap (haemoglobinuria) atau hematuria.

• Pusing.

• Pucat, tangan dan kaki dingin dan basah.

• Kurang / tidak ada output urin selama 4-6 jam.

Handout untuk perawatan di rumah pasien dengue (informasi yang akan diberikan kepada

pasien dan / atau anggota keluarga mereka

A. Edukasi untuk pasien:

• Pasien perlu istirahat yang cukup.

• Asupan cairan memadai

• Jauhkan suhu tubuh di bawah 39 ° C. Jika suhu melampaui 39 ° C, berikan pasien

parasetamol. Parasetamol tersedia dalam 325 mg atau 500 mg dalam bentuk tablet atau

dalam konsentrasi 120 mg per 5 ml sirup. Dosis yang dianjurkan 10 mg / kg / dosis dan

harus diberikan dalam frekuensi tidak kurang dari enam jam. Dosis maksimum untuk

orang dewasa adalah 4 gram / hari. Hindari penggunaan parasetamol terlalu banyak, aspirin

atau OAINS tidak dianjurkan.

42

Page 43: LAPORAN KASUS DBD

• Spon hangat dahi, ketiak dan ekstremitas. Mandi Air hangat dianjurkan untuk orang

dewasa.

• Perhatikan warning sign

Pemantauan Di Rumah Sakit

Parameter berikut harus dipantau:

• Kondisi Umum, nafsu makan, muntah, perdarahan dan tanda-tanda dan gejala.

• Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah

harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam untuk penderita non syok dan 1-2 jam pada

pasien syok.

• Serial hematokrit harus dilakukan minimal setiap empat sampai enam jam dalam kasus

yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau mereka yang dicurigai

dengan perdarahan. Perlu dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi

cairan. Jika hal ini tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak

selama infus bolus tersebut.

• Urine output (jumlah urin) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada kasus

tanpa komplikasi dan pada setiap jam pada pasien dengan mendalam / berkepanjangan atau

mereka dengan overload cairan. Selama periode ini jumlah output urin harus sekitar 0,5

ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada berat badan ideal).

Terapi intravena

Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis

Indikasi untuk cairan IV:

• ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan yang cukup oral yang atau muntah.

• ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.

• yang akan datang shock.

Prinsip-prinsip umum dari terapi cairan pada DBD antara lain:

43

Page 44: LAPORAN KASUS DBD

• isotonik kristaloid solusi harus digunakan selama periode kritis kecuali bayi usia <6 bulan

natrium klorida 0,45% dapat digunakan.

• Hyper-onkotik koloid solusi (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 dapat

digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma besar, dan mereka tidak menanggapi

dengan volume kristaloid. Iso-onkotik koloid solusi seperti plasma dan hemaccel mungkin

tidak efektif.

• volume maintenance +5% harus diberikan untuk mempertahankan kecukupan volume

intravaskular dan sirkulasi.

• Lamanya terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka

dengan shock. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan

intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini

karena kelompok terakhir pasien baru saja memasuki periode kebocoran plasma sedangkan

pasien syok mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi

intravena dimulai.

• Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk

menghitung volume cairan.

Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan IV berbeda

pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 3. menunjukkan tingkat infus IV pada anak-anak

dan orang dewasa yang berkaitan dengan maintenance.

Tabel 3.cairan intravena dewasa dan anak-anak

Note Childre rate (ml/kg/hour) Adult rate (ml/hour)

Half the maintenance M/2 1.5 40–50

Maintenance (M) 3 80–100

M + 5% deficit 5 100–120

M + 7% deficit 7 120–150

M + 10% deficit 10 300–500Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi

trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada trombositopenia sangat parah

(kurang dari 10 000 sel/mm3).

44

Page 45: LAPORAN KASUS DBD

Manajemen DBD derajat I dan II

Secara umum, tunjangan cairan (oral + IV) adalah maintenance (satu hari) + defisit 5%

(oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan diberikan selama 48 jam. Tingkat

penggantian IV harus disesuaikan menurut laju kehilangan plasma, dipandu oleh kondisi

klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit.

Manajemen shock: DBD kelas 3

DSS adalah syok hipovolemik akibat kebocoran plasma dan ditandai oleh

peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, yang diwujudkan oleh tekanan nadi

menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan tekanan diastolik yang meningkat,

misalnya 100/90 mmHg). Bila hipotensi hadir, kita harus menduga bahwa perdarahan

parah, dan perdarahan gastrointestinal sering tersembunyi, mungkin telah terjadi di

samping kebocoran plasma.

Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan DSS berbeda dari jenis syok yang lain seperti

syok septik. Sebagian besar kasus DSS akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau

300-500 ml pada orang dewasa lebih dari satu jam atau dengan bolus, jika perlu.

Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti grafik seperti pada Gambar 7. Namun,

sebelum mengurangi tingkat penggantian IV, kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi

urin dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan perbaikan klinis.

Gambar 7. Rate of infusion in DSS case

45

Page 46: LAPORAN KASUS DBD

Pemeriksaan laboratorium (ABC) harus dilakukan baik kasus shock dan non-shock ketika tidak ada perbaikan meskipun penggantian volume yang memadai. Jika ada kelainan harus dikoreksi.

Singkatan Pemeriksaan KeteranganA—Acidosis Analisis gas darah Indikasi prolonged shock, keterlibatan

organ, fungsi ginjal dan hatiB—Bleeding Hematokrit Apabila menurun di bandingkan

sebelumnya, lakukan crossmatch untuk transfuse darah

C—Calcium Elektrolit, Ca++ Hipokalsemia dapat terjadi tanpa gejala, diberikan pada DBD berat. Dosis 1 mg/kgBB,encerkan 2x, iv perlahan, dapat di ulang tiap 6 jam, maksimal 10 cc ca glukonas

S—Blood sugar Gula darah Terjadi pada kasus yang disertai muntah dan intake inadekuate.

Tingkat cairan IV dikurangi karena perfusi perifer membaik, tetapi itu harus dilanjutkan untuk

jangka waktu minimal 24 jam dan dihentikan 36 sampai 48 jam. Cairan yang berlebihan akan

menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler meningkat. Penggantian volume aliran untuk

pasien dengan DSS digambarkan di bawah ini.

46

Page 47: LAPORAN KASUS DBD

Pengelolaan perdarahan berat

• Jika sumber perdarahan diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk menghentikan

perdarahan jika memungkinkan. Epistaksis yang berat, misalnya, dapat dikendalikan oleh

packing hidung. Transfusi darah urgent yang menyelamatkan jiwa dan jangan ditunda

sampai HCT turun ke tingkat rendah. Jika kehilangan darah bisa diukur, ini harus diganti.

Namun, jika ini tidak bisa diukur, aliquots dari 10 ml / kg fresh whole blood atau 5 ml / kg

freshly packed red harus ditransfusi dan respon dievaluasi. Pasien mungkin memerlukan

satu atau beberapa alikuot.

• Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan inhibitor pompa proton telah

digunakan, tetapi belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan kemanjurannya.

• Tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit

konsentrat, fresh frozen plasma atau kriopresipitat. Penggunaannya dapat memberikan

kontribusi untuk overload cairan.

• Faktor rekombinan 7 mungkin bisa membantu pada beberapa pasien tanpa gagal organ,

tetapi sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.

Pengelolaan pasien berisiko tinggi

• Pasien obesitas memiliki cadangan pernapasan kurang dan perawatan harus dilakukan

untuk menghindari infus cairan intravena yang berlebihan. Berat badan ideal harus

digunakan untuk menghitung resusitasi cairan dan penggantian dan koloid harus

dipertimbangkan dalam tahap awal terapi cairan. Setelah stabil, furosemid dapat diberikan

untuk menginduksi diuresis.

47

Page 48: LAPORAN KASUS DBD

• Bayi juga memiliki cadangan pernapasan kurang dan lebih rentan terhadap kerusakan hati

dan ketidakseimbangan elektrolit. Mereka mungkin memiliki durasi yang lebih singkat

kebocoran plasma dan biasanya merespon dengan cepat terhadap resusitasi cairan. Bayi

harus, karena itu, dievaluasi lebih sering untuk asupan cairan oral dan output urin.

• Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien

demam berdarah dengan diabetes melitus. Non-glukosa yang mengandung kristaloid harus

digunakan.

• Baseline pasien tekanan darah harus dipertimbangkan. Tekanan darah yang dianggap

normal mungkin sebenarnya rendah untuk pasien.

• Penyakit hemolitik dan haemoglobinopathies: Pasien-pasien ini beresiko hemolisis dan

akan memerlukan transfusi darah. Perhatian harus menemani hyperhydration dan terapi

alkalinisasi, yang dapat menyebabkan overload cairan dan hipokalsemia.

Manajemen pemulihan

• Penyembuhan dapat diakui oleh perbaikan parameter klinis, nafsu makan dan

kesejahteraan umum.

• Keadaan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda vital stabil.

• Penurunan HCT dan dieresis.

• Cairan intravena harus dihentikan.

• Pada pasien dengan efusi masif dan asites, dapat terjadi hipervolemia dan terapi diuretik

mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru.

• Hipokalemia dapat hadir karena stres dan diuresis dan harus dikoreksi dengan buah-

buahan kaya kalium atau suplemen.

• Bradikardia umumnya ditemukan dan membutuhkan pemantauan ketat untuk komplikasi

langka seperti blok jantung atau kontraksi ventrikel prematur (VPC).

• Ruam konvalesen ditemukan dalam 20% -30% pasien.4

Kriteria untuk pasien pulang

48

Page 49: LAPORAN KASUS DBD

• Tidak adanya demam selama paling sedikit 24 jam tanpa menggunakan anti-demam

terapi.

• Kembali nafsu makan.

• perbaikan klinis Visible.

• Output urin Memuaskan.

• Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock.

• Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak ada ascites.

• Hitungan trombosit lebih dari 50 000/mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk

menghindari kegiatan traumatis setidaknya selama 1-2 minggu untuk jumlah trombosit

menjadi normal. Pada kasus tanpa komplikasi, kenaikan trombosit normal dalam waktu 3-5

hari.4

Manajemen komplikasi

Komplikasi yang paling umum adalah overload cairan. Deteksi kelebihan beban cairan

pada pasien

• Tanda dan gejala awal termasuk kelopak mata bengkak, perut buncit (asites), takipnea,

dispnea ringan.

• tanda-tanda dan gejala Akhir termasuk semua hal di atas, bersama dengan gangguan

pernapasan sedang hingga parah, sesak nafas dan mengi (bukan karena asma) yang juga

merupakan tanda awal edema paru interstisial dan krepitasi. Gelisah / agitasi dan confusion

adalah tanda-tanda hipoksia dan impending respiratory failure.4

Pengelolaan overload cairan

Tinjau terapi cairan intravena dan jumlah perjalanan klinis, dan memeriksa dan mengoreksi

ABC (Kotak 14). Semua larutan hipotonik harus dihentikan. Dekstran 40 efektif 10 ml/kg

infus bolus, tetapi dosis dibatasi sampai 30 ml/kg/ hari karena efek ginjalnya. Dekstran 40

diekskresikan dalam urin dan akan mempengaruhi osmolaritas urin. Pasien mungkin

49

Page 50: LAPORAN KASUS DBD

mengalami urin “sticky” karena sifat hyperoncotic dari dekstran 40 (osmolaritas sekitar

dua kali lipat dari plasma).

Pada tahap akhir overload cairan atau mereka dengan edema paru, furosemid dapat

diberikan jika pasien memiliki tanda-tanda vital stabil. Jika mereka berada pada shock

bersama dengan overload, cairan 10 ml / kg / jam koloid (dekstran) harus diberikan. Ketika

tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai

30 menit infus, mengelola IV 1 mg / kg / dosis furosemid dan lanjutkan dengan infus

dekstran sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi ke level 1 ml / kg / jam sampai

penghentian ketika hematokrit turun menjadi dasar atau bawah (dengan perbaikan klinis).

Hal-hal berikut harus diperhatikan:

• Pasien harus memiliki kateter kandung kemih untuk memantau pengeluaran urin per jam.

• Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena sifat hyperoncotic dari dekstran

akan mempertahankan volume intravaskuler sementara furosemid menghabiskannya di

kompartemen intravaskuler.

• Setelah pemberian furosemid, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15 menit selama

satu jam untuk dicatat dampaknya.

• Jika tidak ada output urin dalam menanggapi furosemide, periksa status volume

intravaskular (CVP (central vena preasure atau laktat). Jika cukup, menyiratkan bahwa

pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien mungkin memerlukan bantuan

ventilator segera. Jika volume intravaskular tidak memadai atau tekanan darah tidak stabil,

periksa ABCS dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya.

• Dalam kasus dengan tidak ada respon terhadap furosemid (urin tidak diperoleh), dosis

furosemide diulang dan dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan. Jika gagal ginjal oliguria

ditegakan, terapi penggantian ginjal harus dilakukan sesegera mungkin. Kasus-kasus ini

memiliki prognosis buruk.

• pungsi asites dan pleura dapat diindikasikan dan dapat menyelamatkan jiwa dalam kasus-

kasus dengan gangguan pernapasan parah dan kegagalan manajemen di atas. Ini harus

dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatik adalah komplikasi yang

paling serius dan menyebabkan kematian. Inform consent tentang komplikasi dan

prognosis dengan keluarga wajib sebelum melakukan prosedur ini.

Manajemen ensefalopati dengue

Sebagian besar pasien dengan laporan ensefalopati adalah ensefalopati hepatik. Pengobatan

utama dari ensefalopati hati adalah untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial

50

Page 51: LAPORAN KASUS DBD

(ICP). Radiologi (CT scan atau MRI). Berikut ini adalah rekomendasi untuk terapi suportif

untuk kondisi ini:

• Mempertahankan jalan napas oksigenasi yang memadAI dengan terapi oksigen.

Mencegah / mengurangi ICP dengan langkah-langkah berikut:

- Memberikan cairan IV minimal untuk mempertahankan volume intravaskuler yang

memadAI; idealnya total IV cairan tidak harus > 80% cairan maintenance.

- Beralih ke solusi lebih awal jika hematokrit terus meningkat.

- Pemberian diuretik jika ditunjukkan dalam kasus dengan tanda dan gejala overload

cairan.

- Posisi pasien harus dengan kepala 30 derajat.

- Intubasi awal untuk menghindari hiperkarbia dan untuk melindungi jalan napas.

- Dapat mempertimbangkan steroid untuk mengurangi ICP. Dexamethazone 0,15 mg / kg /

dosis IV untuk diberikan setiap 6-8 jam.

• Penurunan produksi amonia dengan langkah-langkah berikut:

- Memberikan 5-10 ml laktosa setiap enam jam untuk induksi diare osmotik.

- Antibiotik lokal menghilangkan flora usus, itu tidak diperlukan jika antibiotik sistemik

diberikan.

• Menjaga tingkat gula darah pada 80-100 mg / dl persen. Kenalkan kadar gula infus masih

berada antara 4-6 mg / kg / jam.

• Vitamin K1 pemberian IV, 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun dan 10 mg untuk pasien

> 5 tahun dan dewasa.

• Antikonvulsan harus diberikan untuk mengendalikan kejang: fenobarbital, dilantin dan

diazepam IV sesuai indikasi.

• transfusi darah, sebaiknya segar (freshly packed red cells). Komponen darah lain seperti

trombosit dan fresh frozen plasma tidak dapat diberikan karena overload cairan dapat

menyebabkan peningkatan TIK.

• terapi antibiotik dapat diindikasikan jika ada yang dicurigai infeksi bakteri.

• H2-blocker atau inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi perdarahan

gastrointestinal.

• Hindari obat yang tidak perlu karena kebanyakan obat harus dimetabolisme oleh hati.

• Pertimbangkan plasmapheresis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal pada kasus

dengan kerusakan klinis.

51

Page 52: LAPORAN KASUS DBD

Indikasi merujuk

Rujukan dilakukan pada kasus lebih parah / rumit dan harus dikelola di rumah sakit dimana

hampir semua penyelidikan laboratorium, peralatan, obat-obatan dan fasilitas bank darah

tersedia. Para tenaga medis dan keperawatan mungkin lebih berpengalaman dalam

perawatan pasien demam berdarah yang sakit kritis. Para pasien berikut ini harus dirujuk

untuk pemantauan lebih dekat dan perlakuan khusus mungkin diberikan pada tingkat yang

lebih tinggi perawatan di rumah sakit:

• Bayi <1 tahun.

• Pasien obesitas

• Hamil

• Mendalam / berkepanjangan shock.

• Pendarahan signifikan.

• Syok berulang 2-3 kali selama pengobatan.

• Pasien yang tampaknya tidak menanggapi terapi cairan konvensional.

• Pasien yang terus mengalami kenaikan hematokrit dan ada solusi koloid.

• Pasien dengan penyakit yang mendasar, dikenal seperti Diabetes Mellitus (DM),

hipertensi, penyakit jantung atau penyakit hemolitik.

• Pasien dengan tanda dan gejala overload cairan.

• Pasien dengan keterlibatan organ.

• Pasien dengan manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, kejang.

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.

Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor,

penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.

Kegiatan pokok

1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita

52

Page 53: LAPORAN KASUS DBD

Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan

secepatnya ke Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Penatalaksanaan penderita

dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis,

pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.

2. Pemberantasan vektor

Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,

pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk

mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam

rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang

ventilasi dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan

obat yang dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.

Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat

umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan

dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi

keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus

sehingga rumah dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN

meliputi menguras bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur

sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari

kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk,

mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air

tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah,

membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan pendidikan kesehatan

masyarakat.

Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan

endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di

dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau

fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.

3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi

53

Page 54: LAPORAN KASUS DBD

Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala

oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah

sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah

leaflet, flip chart, slides, dll.

Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,

pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan

organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.

Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target

masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan

pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk

mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.

Kegiatan penunjang

Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga

melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk,

publikasi dll.

Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader,

dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi

puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan

DBD Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat

mulai dari puskesmas sampai tingkat pusat.[3

Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan

meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian

diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya. 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR. Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap

pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak dan spesialis penyakit dalam, dalam

tatalaksana kasus DBD. Ed ke-1, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 1998.

54

Page 55: LAPORAN KASUS DBD

2. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam

Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta,

Penerbit Salemba Medika.

3. Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in dengue virus

infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.

4. Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology. Seven

edition. 78-98.

5. Suhendro,Nainggolan Leonard,Chen Khie.Demam Berdarah Dengue. Dalam : Aru

W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :

Penerbitan IPD FKUI, 2006.  h. 1709-1713

6. Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of

Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.

7. WHO 2011

8. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention

and control.Geneva: WHO, 2009.

55