Laporan Kasus DBD Nanna

55
BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti syok yang dapat berakibat fatal. 1,2 Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara- negara lain di Asia Tenggara. 3 Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). 4 Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus DBD telah ada sejak abad ke-18 dan 1

description

bsjgduagf

Transcript of Laporan Kasus DBD Nanna

Page 1: Laporan Kasus DBD Nanna

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui

pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue

memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti

syok yang dapat berakibat fatal.1,2 Indonesia merupakan salah satu negara endemis

DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-negara

lain di Asia Tenggara.3 Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam

stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang

mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat

DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa

pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah

penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case

fatality rate sebesar 1,01% (2007).4

Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh

faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara

hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus

DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan

pengendalian vektor nyamuk.5-8

Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi

ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.

Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini

tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD

belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan

penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,

gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

dilakukan secara efektif dan efisien.4-6

1

Page 2: Laporan Kasus DBD Nanna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Dengue

2.1.1. Virus Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus

Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,

dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak

memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi

klinis yang berat.1,2,5,8

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum

panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur

kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat

ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan

berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus

(infektif) sepanjang hidupnya.2,8

2.1.2. Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi

virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

2

Page 3: Laporan Kasus DBD Nanna

hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga

serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran

leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.1,2

2.1.3. Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris,

kritis, dan recovery (penyembuhan) (gambar-1).5

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

3

Page 4: Laporan Kasus DBD Nanna

Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu

tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.

Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka

kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.

Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah

(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya

secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

kritis.2,5,10 Warning signs meliputi:5

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.2,5,10

Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya

peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD

mempunyai hasil positif.2

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue.2,5

4

Page 5: Laporan Kasus DBD Nanna

Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam

mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini

harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga

dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan

permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan

peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis

biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

kebocoran plasma.5

5

Page 6: Laporan Kasus DBD Nanna

Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

edema paru atau gagal jantung kongestif.5

2.2. Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5

1. Penilaian:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan

hal-hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

6

Page 7: Laporan Kasus DBD Nanna

2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake

oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,

riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,

diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks

bebas (HIV serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status

hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura,

(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,

(7) Uji torniquet.

2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar

hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10

Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya

trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu

turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit

dalam batas normal atau menurun.1,2

Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan

perdarahan.1,2

7

Page 8: Laporan Kasus DBD Nanna

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5

2.2.3. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1

2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah

onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM

meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun

hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari

setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan

IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur

hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak

dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG

merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen

spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

8

Page 9: Laporan Kasus DBD Nanna

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke

5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO

menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk

pelayanan primer.

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan

kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal

di bawah ini terpenuhi:1,9

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.

9

Page 10: Laporan Kasus DBD Nanna

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD

ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),

menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta

apakah pasien memerlukan rawat.5

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau

trombositopenia ± uji torniquet positif.

2.2.6. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah

terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5

Kelompok-A 5

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam

jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya

adalah:

10

Page 11: Laporan Kasus DBD Nanna

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B 5

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase

kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

11

Page 12: Laporan Kasus DBD Nanna

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–

10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C 5

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila

mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.

Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk

menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer

(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat

12

Page 13: Laporan Kasus DBD Nanna

dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

13

Page 14: Laporan Kasus DBD Nanna

Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar-4. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

14

Page 15: Laporan Kasus DBD Nanna

2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

15

Page 16: Laporan Kasus DBD Nanna

STATUS PENDERITA

I.Anamnesis

Identitas

Nama Lengkap : Nn. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 23 thn

Suku Bangsa : Bugis

A g a m a : islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : BTP blok AD Makassar

Tanggal masuk : 28 oktober 2013

Pukul : 05.05 WITA

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Demam

Anamnesis terpimpin :

Keluhan dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pada

saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat selama dua hari.

Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI diberi tahu

trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih demam.

Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).

Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering

mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi

berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,

lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah

16

Page 17: Laporan Kasus DBD Nanna

yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan

tulang.

Riwayat keluar kota (+), OSI satu tahun terakhir menetap di Bandung karena

kuliah.

BAK : Lancar, kuning.

BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna kuning, padat.

Riwayat Penyakit sekarang

Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)

Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung

Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan trombosit :

142.000.

Riwayat penyakit terdahulu

Tidak ada

Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak ada

Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.

Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 oktober 2013)

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

17

Page 18: Laporan Kasus DBD Nanna

- Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar

- Tekanan darah : 90/60 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Respirasi : 20 x/menit

- Suhu : 36,80 C

STATUS GENERALIS

Kepala

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Muka : Bulat, simetris

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Tekanan bola mata : dalam batas normal

Kelopak Mata : edema palpebra (-)

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+

Telinga

Pendengaran : dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

18

Page 19: Laporan Kasus DBD Nanna

Faring : hiperemis (-),

Gigi geligi : caries (-)

Gusi :perdarahan gusi (-)

LEHER

- Trakhea : Di tengah

- KGB : Tidak ada pembesaran

- JVP : R-1 cm H2O

THORAKS

- Bentuk : Normal, simetris

- Retraksi suprasternal : (-)

- Retraksi interkostal : (-)

JANTUNG

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midlavikula kiri

- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri

Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan

Batas kiri sela iga IV garis midklavikula

- Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, reguler, murmur (-)

PARU

- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan

- Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri sama dengan kanan

- Perkusi : Sonor

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Datar, simetris

- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Peristaltik (+) normal

GENITALIA EKSTERNA

- Kelamin : Edema vulva (-)

19

Page 20: Laporan Kasus DBD Nanna

EKSTREMITAS 

- Superior : Akral hangat, uji tourniqet (+) di tangan kiri.

- Inferior : Akral hangat, petechie (+) dikedua paha dan betis.

III. Laboratorium (Tanggal 28 0ktober 2013) 

IV. ASSESMENT :

DHF Grade II

V. PLANNING

Pengobatan :

Banyak minum 2- 3 liter / hari.

20

Jenis Pemerikaan Hasil (28/10/2013) Nilai Rujukan

DARAH

RUTIN

WBC 1.54x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 5.01x106/uL 4–6 x 106/uL

HGB 14,4 g/dL 12 - 18 g/dL

HCT 39.4% 37 – 48%

PLT 52x 103/uL 150-400x103/uL

KIMIA

DARAH

SGOT 77 U/L <38 U/L

SGPT 32 U/L <41 U/L

FUNGSI

GINJAL

Ureum 14 mg/dL 10-50 mg/dL

Creatinin 0.6 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)

NS 1 Positif

IgM

IgG

Negatif

Negatif

Page 21: Laporan Kasus DBD Nanna

IVFD NaCl 0,9% (challenge fluid 100cc), lanjut 40 tts / menit.

Paracetamol 500 mg 3 x 1.

Domperidon 3 x 1.

Rencana :

Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan

Periksa DDR, ADT.

Foto thorax

PROGNOSA

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

29/10/2013 S :

Demam (-), sakit kepala (-), pusing (-),

batuk (+), sesak (-), nyeri dada (-),

mual (-), nyeri ulu hati (+).

Haid hari ke 2

BAK : lancar, kuning

BAB : belum 2hari ini.

O :

SS/GC/CM

TD : 90/60 mmhg

P :

- Banyak minum 2-3 liter

- IVFD NaCl 0,9 %

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Domperidone 3x1

21

Page 22: Laporan Kasus DBD Nanna

P : 80 x/menit

N : 20 x/menit

S : 36,6°C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : remple leede (+) di tangan

kiri, peteki (+) di kedua paha dan

betis.

Hasil Lab :

WBC : 6.23 x 103/uL

RBC : 4.68 x 106/uL

HCT : 36,9 %

HGB : 13,2 g/dL

PLT : 23.000

A :DHF grade II

30/10/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 2,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

P :

- Banyak minum 2-3 liter

- IVFD NaCl 0,9 %

- Paracetamol 500 mg 3x1

22

Page 23: Laporan Kasus DBD Nanna

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), nyeri perut (+) nyeri ulu

hati (+).

Haid hari ke 3

BAK : lancar, kuning

BAB : biasa, warna kuning.

O :

SS/GC/CM

TD : 90/60 mmhg

P : 80 x/menit

N : 20 x/menit

S : 36,5°C

Anemis -/-, ikterus -/-,

konjungtivitis (+)

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : remple leede (+) di tangan

kiri, peteki (+) di seluruh tubuh.

Hasil RT :

- Domperidone 3x1

- Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV

23

Page 24: Laporan Kasus DBD Nanna

Sfingter mencekik, mukosa licin,

ampulla kosong, darah (-).

Hasil Lab :

WBC : 7.0 x 103/uL

RBC : 4.54 x 106/uL

HCT : 36,2 %

HGB : 12,7 g/dL

PLT : 27000

A :DHF grade II

31/10/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 3,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 4

OSI kuat minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/80 mmhg

P :

- Banyak minum 2-3 liter

- IVFD NaCl 0,9 %

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Domperidone 3x1

- Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV

24

Page 25: Laporan Kasus DBD Nanna

P : 72 x/menit

N : 20 x/menit

S : 36,5°C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

.

Hasil Lab :

WBC : 4.2 x 103/uL

RBC : 4.22 x 106/uL

HCT : 34.9 %

HGB : 11,9 g/dL

PLT : 54000

A :DHF grade II

01/11/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 4,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

P :

- Banyak minum 2-3 liter

- IVFD NaCl 0,9 %

- Paracetamol 500 mg 3x1

- Domperidone 3x1

25

Page 26: Laporan Kasus DBD Nanna

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 5

OSI kuat makan dan minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/70 mmhg

P : 80 x/menit

N : 20 x/menit

S : 36,5 °C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

.

Hasil Lab :

WBC : 4.3 x 103/uL

- Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV

26

Page 27: Laporan Kasus DBD Nanna

RBC : 4.20 x 106/uL

HCT : 34.3 %

HGB : 11,6 g/dL

PLT : 124.000

A :DHF grade II

02/11/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 5,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 6

OSI kuat makan dan minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/70 mmhg

P : 80 x/menit

N : 20 x/menit

S : 36,5 °C

Anemis -/-, ikterus -/-.

P :

- Banyak minum 2-3 liter

- Aff infus

- Paracetamol 500 mg 3x1(jika

demam)

- Ranitidin tab 3x1

27

Page 28: Laporan Kasus DBD Nanna

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

.

A :DHF grade II

VI. RESUME

Seorang perempuan berumur 23 tahun masuk rumah sakit dengan demam.

Demam dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, saat ini hari ke 5.

Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun

panas. Pada saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat

selama dua hari. Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI

diberi tahu trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih

demam.

Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).

Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering

mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi

berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,

lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah

yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan

tulang. BAK : Lancar, kuning. BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna

kuning, padat.

28

Page 29: Laporan Kasus DBD Nanna

Riwayat Demam Berdarah Dengue (-) Riwayat pengobatan (+), dengan

Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung Riwayat opname selama 2 hari

yang lalu di RS Bandung dengan trombosit : 142.000.Riwayat penyakit terdahulu

tidak ada. Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak

ada, Riwayat penyakit darah (-), riwayat hepatitis (-), Riwayat transfusi (-).

Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran Compos mentis, tekanan darah 90/60 mmhg, nadi 80 x/menit,

respirasi 20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas akral hangat, uji tourniqet (+)

pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil Laboratorium

NS 1 (+), trombosit pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000, ketiga

27.000, keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan, maka pasien didiagnosis DBD grade II.

29

Page 30: Laporan Kasus DBD Nanna

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 4 hari sebelum

masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika

minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas

seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat

gusi berdarah pada saat gosok gigi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan

keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah

90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas

akral hangat, uji tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan

betis.

Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka

DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,

adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,

dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebut

sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.

Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet

pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat

gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil

positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif

bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan

bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat

30

Page 31: Laporan Kasus DBD Nanna

diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5

menit.

Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO

1997, antara lain:

1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-

hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini

mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat

penurun panas. Selanjutnya pasien sudah tidak demam lagi (demam

bersifat bifasik).

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji

Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan yaitu peteki

pada kedua paha dan betis. Serta riwayat perdarahan gusi saat gosok gigi.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat

trombositopenia dari pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000,

ketiga 27.000, keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000. Keadaan

trombositopenia pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit

oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.

4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat

tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,

tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

laboratorium. Penilaian kebocoran plasma juga dapat ditandai dengan

adanya leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.

Pada pasien ini terdapat leukopenia yang terjadi sebanding dengan derajat

leukopenia:

Tanggal Trombosit Leukosit

28 oktober 2013 52.000 1.540

29 oktober 2013 23.000 6.230

30 oktober 2013 27.000 7.000

31 oktober 2013 54.000 4.200

1 november 2013 124.000 4.300

31

Page 32: Laporan Kasus DBD Nanna

Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini

adalah DBD derajat III, karena terdapat tanda kegagalan sirkulasi berupa nadi

cepat dan lemah serta hipotensi.

Menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan

melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya

warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien

memerlukan rawat.

Pasien ini sedang berada pada hari ke-6 dan tekanan darah saat masuk

90/60 mmHg. Jadi pasien ini dapat digolongkan ke dalam fase kritis syok

hipotensi. Pasien juga memiliki warning sign berupa nyeri abdomen, mual

persisten, dan penurunan trombosit. Status hemodinamik juga terganggu, karena

didapatkan hipotensi, takikardia, dan nadi teraba lemah. Pasien ini memerlukan

rawat atas dasar adanya warning signs dan hipotensi.

Untuk membuktikan etiologi DBD, pada pasien ini telah dilakukan

pemeriksaan NS 1 dan hasilnya positif sedangkan serologi anti Ig-M dan Ig-G dan

hasilnya keduanya negatif . Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi

pada hari kelima setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah

berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2

minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG

muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih

rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi,

bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat

lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan

IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.

Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil

NS 1 positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.

Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah

menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini

masuk dalam kelompok-C dengan syok hipotensi. Tatalaksana untuk keadaan ini

bersifat emergensi dan urgensi untuk memudahkan akses intensif dan transfusi

32

Page 33: Laporan Kasus DBD Nanna

darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik atau koloid secepatnya sangat

penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma.

Menurut protokol WHO 2009 untuk syok hipotensi, pada fase awal cairan

kristaloid atau koloid di-loading sebanyak 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-

30 menit. Bila renjatan teratasi, yang ditandai dengan tekanan darah sistolik 100

mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi <100 kali/menit

dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat, serta

diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 10

ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil, pemberian cairan diturunkan menjadi 5-7

ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu 3-5 ml/kg/hari selama 2-4 jam, dan kurangi lagi

menjadi 2-3 ml/kg/jam, dan selanjutnya bergantung pada status hemodinamik.

Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi, tanda-tanda vital dan Ht tetap stabil serta

diuresis cukup maka pemberian cairan per infus harus dihentikan.

Hal yang kurang sesuai dalam penatalaksanaan pasien ini sesuai protokol

WHO 2009 antara lain:

1. Tidak dilakukan pencatatan diuresis. Urin output perlu dicatat untuk

memantau respon klinis pasien terhadap terapi dan menentukan jumlah

cairan yang akan diberikan kepada pasien selanjutnya.

2. Saat renjatan teratasi, setiap pemberian cairan pada penurunan gradual

tidak diikuti dengan pemantauan tanda-tanda vital dan klinis pasien.

Sama seperti pencatatan diuresis, pemantauan tanda vital berguna

dalam menentukan rencana terapi selanjutnya.

3. Pada pasien diberikan maintenance cairan berupa IVFD RL 500 cc/6

jam dan Haemacell 500 cc/12 jam. Seharusnya pemberian cairan hanya

perlu RL 600 cc/6 jam, sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan

pasien. Perhitungan jumlah cairan rumatan pada pasien berdasarkan

perhitungan:

4 ml/kg/jam untuk 10 kg berat badan pertama

2 ml/kgBB/jam untuk 10 kg berat badan kedua

1 ml/kgBB/jam untuk 10 kg berat badan selanjutnya.

33

Page 34: Laporan Kasus DBD Nanna

Pasien ini memiliki berat badan 60 kg, jadi kebutuhan cairan rumatan

adalah 40 ml + 20 ml + 40 ml = 100 ml/jam. 6 jam = 600 cc.

WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada

terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih

mudah didapat dan lebih murah. RL memiliki kadar natrium rendah

(131 mmol/L) dan klorida rendah (115 mmol/L) serta osmolaritas 273

mOsm/L sehingga tidak bisa digunakan pada pasien dengan

hiponatremia berat. RL juga sebaiknya tidak diberikan pada pasien

dengan penyakit hati dan sedang dalam terapi metformin karena

mengganggu metabolisme laktat. Pasien ini memiliki kadar Na sedikit

rendah (133 mmol/L), nilai SGOT/SGPT dalam batas normal, dan

tidak mengkonsumsi metformin sehingga RL cukup aman diberikan.

4. Pemberian rumatan pada pasien ini dilakukan selama 72 jam.

Seharusnya rumatan dipertahankan cukup selama 24-48 jam saja untuk

mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung kongestif akibat

overload cairan.

Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik

yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam, domperidon 3 x 10 mg dan ranitidin

ampul 12 jam/ IV. Domperidon bersifat antiemetik yang disebabkan kombinasi

efek periferal (gastrokinetik) dan antagonis terhadap reseptor dopamin di

chemoreceptor trigger zonhatie. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan di beri

terapi ranitidin. Terapi ini sudah sesuai karena pasien mengalami mual yang

mengakibatkan turunnya nafsu makan.

Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keenam karena sudah bebas

demam selama 6 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu

makan membaik, status hemodinamik stabil, tidak ada gangguan pernapasan),

jumlah trombosit sejak hari kelima perawatan terus meningkat.

34

Page 35: Laporan Kasus DBD Nanna

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari

pola bifasik, terdapat mainfestasi perdarahan (uji Rumple Leed

+), ,trombositopenia, dan kebocoran plasma. Pemeriksaan NS 1 juga (+). Pasien

ini mengalami DBD fase syok hipotensi karena terdapat hipotensi, takikardia, dan

nadi teraba lemah. Hipotensi dan adanya warning signs menjadi indikasi rawat

bagi pasien ini.

5.2. Saran

Prinsip tatalaksana utama DBD pada fase syok adalah pemberian terapi

suportif dengan resusitasi cairan. Jumlah pemberian cairan harus disesuaikan

dengan keadaan klinis pasien dan mencegah terjadinya overload cairan karena

justru akan menimbulkan komplikasi. Prinsip pemberian cairan yang efektif

sebaiknya disesuaikan dengan protokol yang dikeluarkan WHO tahun 2009.

Namun, terdapat kekurangsesuaian antara penatalaksanaan pasien ini dengan

protokol pasien syok berdasarkan WHO 2009, antara lain:

1. Tidak dilakukan pencatatan diuresis.

2. Saat renjatan teratasi, setiap pemberian cairan pada penurunan gradual

tidak diikuti dengan pemantauan tanda-tanda vital dan klinis pasien.

35

Page 36: Laporan Kasus DBD Nanna

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue

Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana

Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari

www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf

4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.

World Health Organization, 2009. Diunduh dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control.

2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari

http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublicati

on/en/print.html

7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in

Small Hospitals. 1999. diunduh dari

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf

8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.

In: Braunwald, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed.

USA: McGraw Hill Companies, 2008.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.

(editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, 2007.p.156-7.

10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health

Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

36

Page 37: Laporan Kasus DBD Nanna

11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari

www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf

12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen

Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2007. P.522.

37