Laporan Kasus Ascariasis MO TI

18
BAB I PENDAHULUAN Inf eksi cac ing usu s masi h mer upa kan mas alah kese hat an masy arak at di Indonesia. Sasaran yang mudah terkena infeksi cacing biasanya adalah masyarakat di daerah pedesaan atau perkotaan yang sangat padat dan kumuh. Cara infeksi cacing dapat melalui tertelannya telur yang matang pada air, makanan, atau tanah yang telah terkontaminasi, serta dapat pula larvanya menembus kulit. Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah  Ascaris lumbricoides atau dikenal pula dengan cacing gelang. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif,  penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Penyebaran parasit ini di daerah tropis dengan tingkat kelembaban cukup tinggi. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar diantara Nematoda yang lain. Tingginya prevalensi askariasis di pengaruhi oleh pertumbuhan telur yang sesuai dengan lingkungan, tingginya jumlah telur yang diproduksi per parasit, dan kondisi sosial eko nomi mas yar aka t mis kin yan g memfasi litasi pen yebara nny a. Transmisi ini juga diper kuat oleh adany a kemun gkina n bahwa orang yang terinf eksi  bisa tanpa gejala. Variasi yang signifikan dalam intensitas infeksi terjadi di antara rumah tangga di masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah sangat mempengaruhi terjadi nya askari asis yang relatif menj adi infeksi ber at pada manus ia. Meskip un terjadi di semua u sia, askariasis umumn ya terjadi pada anak-anak. Di Indonesia pre val ens i askariasis tin ggi , teru tama pada anak. Kur ang nya  pemakaian jamban keluarga dapat menimbulkan pencemaran tanah, dengan tinja di seki tar hal aman rumah, bawah poh on, tempat men cuci dan tempat pembua nga n sampah. Di negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah 1

Transcript of Laporan Kasus Ascariasis MO TI

Page 1: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 1/18

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Sasaran yang mudah terkena infeksi cacing biasanya adalah masyarakat di

daerah pedesaan atau perkotaan yang sangat padat dan kumuh. Cara infeksi cacing

dapat melalui tertelannya telur yang matang pada air, makanan, atau tanah yang telah

terkontaminasi, serta dapat pula larvanya menembus kulit.

Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah  Ascaris lumbricoides atau

dikenal pula dengan cacing gelang. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif,

 penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Penyebaran parasit ini di

daerah tropis dengan tingkat kelembaban cukup tinggi. Cacing dewasa mempunyai

ukuran paling besar diantara Nematoda yang lain.

Tingginya prevalensi askariasis di pengaruhi oleh pertumbuhan telur yang

sesuai dengan lingkungan, tingginya jumlah telur yang diproduksi per parasit, dan

kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin yang memfasilitasi penyebarannya.

Transmisi ini juga diperkuat oleh adanya kemungkinan bahwa orang yang terinfeksi

 bisa tanpa gejala.

Variasi yang signifikan dalam intensitas infeksi terjadi di antara rumah tangga

di masyarakat. Jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah sangat mempengaruhi

terjadinya askariasis yang relatif menjadi infeksi berat pada manusia. Meskipun

terjadi di semua usia, askariasis umumnya terjadi pada anak-anak.

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Kurangnya

 pemakaian jamban keluarga dapat menimbulkan pencemaran tanah, dengan tinja di

sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan

sampah. Di negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah

1

Page 2: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 2/18

liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25°-30°C merupakan hal-hal

yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk 

infektif.

2

Page 3: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 3/18

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena badannya

semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir. Kadang- kadang ada

gejala diare.

Sejak 2 minggu yang lalu pasien batuk-batuk dan sesak nafas. Anak juga mengalami

demam.

Demam telah dirasakan hilang timbul sejak sekitar 2 minggu yang lalu, tetapi tetap

tinggi selama 3 hari terakhir. Batuknya kering dan berbunyi. Keluarga pasien tinggal

di daerah yang padat, kumuh dan tidak mempunyai jamban keluarga. Anak sering

 bermain di halaman tanpa memakai alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum

makan.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: compos mentis. Suhu 39°C, kulit tidak ditemukan petechiae, motoric

normal, mata dan THT tidak ada kelainan, jantung tidak ada kelainan. Pada auskultasi

 paru-paru didapatkan wheezing. RR 20/menit. Abdomen tampak membuncit, hepar 

dan lien tidak teraba.

Laboratorium:

Hb 10 g/dl, leukosit 4.500/uL, Ht 32%, LED 25 mm/jam. Trombosit 250.000/uL,

hitung jenis leukosit: 0/15/4/25/40/6, tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi,

 parasit malaria tidak ditemukan.

3

Page 4: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 4/18

Urin: protein -, glukosa -, sedimen: leukosit 3-4/LPB, eritrosit 0/LPB, silinder -,

 bakteri -.

Faeces: telur cacing ditemukan, leukosit -, eritrosit -, darah samar-.

Widal: S. Tiphy O: negatif, S. Tiphy H: negatif, S. Paratiphy A/B/C: negatif.

Rontgen thorax: tampak infiltrate pada seluruh lapangan paru kiri dan kanan.

Hasil pemeriksaan sputum:

a. Pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri

 b. Pewarnaan tahan asam: BTA negatif 

c. Pemeriksaan KOH 10%: jamur negatif 

d. Pewarnaan wright/giemsa: eosinofillia

4

Page 5: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 5/18

BAB III

PEMBAHASAN

ANAMNESIS

Status Pasien

 Nama : -

Usia : 4 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : -

Keluhan Pasien

Dari keluhan-keluhan pasien diatas kelompok kami mendapatkan beberapa

hipotesis untuk kasus ini yaitu :

1. Kecacingan

Pada kecacingan, didapat gejala penurunan berat badan yang disebabkan oleh

adanya malnutrisi dari zat-zat makanan tersebut seperti karbohidrat dan protein.

Zat-zat tersebut di absorpsi oleh cacing sebagai nutrisi untuk tumbuh dan

 berkembang biak. Cacing juga dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus

sehingga dapat terjadi malabsorpsi dan menyebabkan diare. Beberapa cacing

mengalami siklus paru dan hal ini dapat menimbulkan gejala batuk dan sesak 

seperti yang dialami oleh pasien ini. Infeksi cacing juga dapat memicu respon

imun yang nantinya menyebabkan demam. Didapatkan pula informasi bahwa

tempat tinggal pasien yang kumuh dan kebiasaan pasien yang memungkinkan

masuknya telur cacing ke dalam tubuh pasien.

5

Page 6: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 6/18

2. TBC

Pada infeksi Mycobacterium tuberculosis, didapatkan gejala demam yang cukup

lama meskipun tidak terlalu tinggi. Terkadang serangan demam dapat hilang

timbul. Juga ditemukan gejala seperti penurunan nafsu makan dan berat badan.

Gejala batuk-batuk yang lama juga ditemukan, biasanya lebih dari tiga minggu

dan kadang disertai darah.

3. Amoebiasis

Pada amoebiasis kolon akut, biasa ditemukan gejala klinis berupa nyeri perut

dan diare, demam pada sepertiga penderita. Pasien terkadang tidak nafsu makan

sehingga berat badannya dapat menurun.

4. Neoplasma

Pada neoplasma terjadi penurunan berat badan karena sebab yang tidak jelas.

PEMERIKSAAN FISIK 

Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak didapatkan petechiae yang

menandakan tidak adanya hemorhagie yang ada pada penyakit Demam Berdarah

Dengue. Tidak ditemukan juga kelainan motoric, mata dan THT, jantung, kecepatan

 pernafasan, hepar dan lien. Namun pada pemeriksaan fisik ini didapatkan suhu 39°C

(febris) yang menandakan adanya reaksi inflamasi karena adanya reaksi imunologis

didalam tubuh. Ditemukannya wheezing pada pemeriksaan auskultasi paru

menandakan adanya bronkokonstriksi atau penyempitan lumen pernafasan. Abdomen

tampak buncit menandakan adanya ascites yang disebabkan oleh penumpukan cairan

 pada jaringan ekstraselular di perut.

6

Page 7: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 7/18

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Dilakukan lagi pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang

untuk mendapatkan diagnose yang tepat pada pasien ini. Hasil pemeriksaan

laboratorium adalah sebagai berikut :

- Pemeriksaan Darah

 No. Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan

1 Hb 12 – 14 g/dL 10 g/dL Anemia

2 Leukosit 5000 – 10000 /uL 4500 /uL Leukopenia

3 Ht 35 – 39 % 32 % Menurun

4 LED 0 – 20 mm/jam 25 mm/jam Meningkat

5 Trombosit 250.000 – 550.000 /mm3 250.000 /mm3  Normal

6 Hitung Jenis 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 (%) 0/15/4/25/40/6 Eosinofilia

- Tidak ditemukan sel muda dalam darah tepi

- Parasit Malaria ( - )

- Urin : protein ( - ), glukosa ( - ), sediment : leukosit 3 – 4 / LPB,

eritrosit 0 / LPB, silinder ( - ), bakteri ( - )

- Faeces : Telur cacing ditemukan, yaitu telur Ascaris Lumbricoides

dimana terlihat telur matang (infektif) yang memiliki dua lapisan berisi

larva dan pinggiran bergranular 

- Widal Test ( - )

- Sputum : pewarnaan Giemsa/Wright : Eosinofilia

- Ro Thorax : infiltrat pada seluruh lapangan paru kiri dan kanan

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang

didapat, terlihat adanya anemia, peningkatan eosinofil pada pemeriksaan hitung jenis

dan ditemukannya telur cacing pada pemeriksaan mikroskopis tinja menandakan

7

Page 8: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 8/18

adanya infeksi cacing pada pasien ini yang pada hal ini ialah telur dari  Ascaris

lumbricoides. LED yang meningkat menandakan adanya infeksi kronis, pada hasil RO

Thorax diduga terjadi sindroma  Loeffler  yaitu gejala paru disertai demam, batuk,

eosinofil, serta infiltrat pada paru yang disebabkan oleh adanya larva ascaris

lumbricoides di paru.

DIAGNOSA

Dari keluhan serta hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang

didapatkan, kelompok kami menyimpulkan diagnose pada pasien ini adalah

Ascariasis dengan Sindroma  Loeffler  karena pada anamnesis diketahui sanitasi

lingkungan dan kebersihan diri pasien kurang baik yang meningkatkan kemungkinan

terinfeksi oleh cacing di lingkungannya.

PATOFISIOLOGI

Kebanyakan cacing menghabiskan sebagian besar masa siklus hidup mereka

didalam lumen organ visera seperti usus. Satu cara untuk mengatasi infeksi cacing

adalah dengan mengkontraksikan usus serta mengendurkan cengkraman cacing di

usus dan pada akhirnya mengeluarkan cacing tersebut. Efek-efek ini disebabkan oleh

sel yang berdegranulasi. Sel yang dapat berdegranulasi antara lain adalah sel mast,

 basofil, serta eosinofil. Sel mast berperan menyerupai makrofag, karena sel mast

secara konstan berada di jaringan mukosa. Eosinofil bersifat seperti neutrophil.

Eosinofil tidak dapat ditemukan di jaringan normal dan hanya terdapat bila ada

infestasi cacing. Sel mast teraktivasi saat komponen cacing berikatan pada toll like

receptor pada permukaan sel mast. Saat teraktivasi, sel mast mengeluarkan substansi

yang akan menempel pada permukaan patogen. Beberapa dari substansi tersebut,

8

Page 9: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 9/18

contohnya histamine dan enzim proteolitik, terbentuk di dalam sel mast sebelum sel

mast teraktivasi dan disimpan dalam granulanya. Sedangkan prostaglandin dan

leukotriene diproduksi lewat metabolism asam arakhidonat setelah sel mast

diaktifkan.

Histamine mengakibatkan kontraksi otot polos usus dan dilatasi pembuluh

darah. Enzim proteolitik seperti triptase sel mast dapat mengaktifkan sistem

komplemen seperti C3. Sitokin seperti IL-3 dan IL-8 mengaktifasi eosinofil dan

sistem imun adaptif.

Hasil metabolisme asam arakhidonat memiliki beberapa efek, yakni:

• Tromboxan mengaktifkan trombosit

• Leukotriene menyebabkan kontraksi usus dan bronkokonstriksi, sekresi

mucus, vasodilatasi, dan kemotaksis eosinofil ke tempat infeksi

• Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi, kontraksi usus dan

 bronkokonstriksi.

Eosinofil mengeluarkan substansi mirip dengan substansi yang dikeluarkan

oleh sel mast (kecuali histamine). Namun tambahannya, eosinofil juga mengeluarkan

zat-zat beracun seperti :

• Peroxidase memproduksi hypocloric acid

Basic Protein yang menyerang lapisan luar parasit

• Protein Katationik juga merusak lapisan luar cacing dan

melumpuhkan sistem persarafan cacing

Pada permulaan penyakit, telur ascaris tertelan melalui mulut

dan melewati saluran cerna hingga mencapai lumen usus halus,

kemudian Larva ascaris menembus dinding usus halus menuju

pembuluh darah atau saluran limfe, dimana respon imun pertama

9

Page 10: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 10/18

akan terjadi ketika APC menangkap antigen larva tersebut dan

mempresentasikannya kepada Th dan akan dihasilkan interleukin 2

yang akan mengaktifkan Th sendiri sehingga sel Th berdifferensiasi

menjadi sel Th2 yang akan mengeluarkan dua sitokin, yaitu IL-4 dan

IL-5.

IL-4 akan merangsang sel B untuk memproduksi antibody

spesifik untuk cacing berupa IgE. Sedangkan IL-5 mengaktifkan

eosinofil untuk berdegranulasi. IgE yang dihasilkan oleh IL-4

nantinya akan menempel di sel mast dan terjadi degranulasi sel

mast seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Begitu juga dengan

menempelnya IgE lain di eosinofil dan merangsang eosinofil

mengeluarkan substansi untuk membunuh antigen larva tersebut.

Namun, larva yang berhasil lolos dapat menuju jantung dan paru,

hingga ke laring. Sesampainya di paru, respon imun yang berperan

disini adalah mukosa berupa sel dendritik dan makrofag yang

menangkap larva dan memulai proses imun, peristiwa respon imun

yang terjadi hampir sama dengan saat pertama kali. Respon imun,

dimana pengeluaran histamin dari sel mast yang menimbulkan rasa

gatal pada tenggorokan kemudian menimbulkan batuk, leukotrien

dan prostalglandin akan menyebabkan bronkokonstriksi dari paru,

sehingga akan menimbulkan suara wheezing.

Eosinofil yang melawan dan membunuh larva akan

memunculkan gambaran klinis berupa eosinofilia dan gambaran

infiltrat yang kita kenal dengan Sindrom Looffler, ia juga akan

memicu rasa gatal yaitu histamin akan memunculkan refleks batuk,

10

Page 11: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 11/18

yang dapat mengakibatkan tertelannya larva filariform sehingga

dapat memasuki sistem gastrointestinal melalui esofagus.

Sesampainya di usus, larva berkembang menjadi cacing

dewasa. Manosa pada cacing dewasa tersebut akan dikenali sel

mast dan menimbulkan respon imun yang sama seperti

sebelumnya. Peningkatan metabolisme asam arakhidonat oleh

degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos

dan sekresi mucus di lumen usus sehingga dapat terjadi diare.

Cacing dewasa ascaris juga menyebabkan malnutrisi dimana

protein dan karbohidrat diabsorpsi oleh cacing untuk berkembang,

termasuk albumin yang dibutuhkan untuk keseimbangan cairan.

Dengan berkurangnya kadar albumin yang diabsorpsi, maka akan

menurunkan tekanan onkoti di pembuluh darah dan menyebabkan

tertariknya cairan di dalam pembuluh darah ke jaringan interstitial

di abdomen, sehingga menyebabkan ascites pada pasien ini.

Demam pada pasien ini disebabkan oleh efek prostaglandin

yang dikeluarkan saat degranulasi sel mast, khususnya

prostaglandin E2 yang merangsang kenaikan suhu di pusat suhu

hipotalamus.

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Cacing ini sering kali berada dalam usus manusia bersama-sama cacing tambang.

 Namun, Ascaris lumbricoides sebaiknya dibasmi lebih dahulu baru kemudian cacing

tambang. Obat-obat yang digunakan adalah:

11

Page 12: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 12/18

1. Pirantel pamoat, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10

mg/kgbb. Maksimum 1 gr. Efek samping obat ini adalah mul, mencret, pusing,

ruam kulit dan demam.

2. Levamisol, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.

3. Albindazol, obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.

4. Mebendazol, , obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 100 mg 2 kali

sehari selama 3 hari.

 Non medikamentosa

Edukasi dengan meningkatkan kebersihan lingkungan berupa pembuatan MCK yang

memadai, hindari berjalan tanpa memakai alas kaki dan cuci tangan sebelum makan.

KOMPLIKASI

Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergik 

yang berat dan pneumonitis dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.

PROGNOSIS

Ad vitam : Ad bonam

Ad Sanasionam : Ad bonam

Ad fungsionam : Ad bonam

12

Page 13: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 13/18

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

 Ascaris lumbricoides

HOSPES DAN NAMA PENYAKIT

Manusia merupakan satu satunya hospes  Ascariasis lumbricoides. Nama penyakit

yang disebabkannya disebut askariasis Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat

 besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus

 penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam

usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan

 penyerapan makanan.

MORFOLOGI

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di

rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.00-200.000 butir 

sehari yang terdiri atas telur yang dibuahi maupun yang tidak dibuahi. Berikut tabel

mengenai karakteristik  Ascaris lumbricoides :

13

Page 14: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 14/18

1.Ukuran cacing dewasa

Jantan

Betina

Panjang : 15-30 cm ; lebar : 0,2-0,4 cm

Panjang : 20-35 cm; lebar :0,3=0,6 cm

2.Umur cacing 1-2 tahun

3.Lokasi cacing dewasa Usus halus

4.Ukuran telur Panjang: 60-70um ; lebar : 40-50um

5.Juml;ah telur/cacing betina/hari 200.000 telur  

Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50

mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini

dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur 

cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai

satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi

oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul

(mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat

kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur 

memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi

(unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran

88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan

albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.

SIKLUS HIDUP

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi

 bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3minggu . bentuk infekti tersebut bila

tertelan manusia, akan menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus

menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian

mengikuti aliran darah ke paru. Larva diparu menembus dinding pembuluh darah, lalu

14

Page 15: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 15/18

dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus

dan bronkus . dari trakea larva menuju faring. Penderita terbatuk karena rangsangan

tersebut dan larva tertelan ke dalam esofagus , lalu menuju ke usus halus. Di usus

halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur tertelan sampai cacing dewasa

 bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

DISTRIBUSI GEOGRAFIK 

Parasit ini ditemukan kosmpolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat di

Indonesia meunjukan bahwa prevalensi Ascaris lumbricoides masih cukup tinggi,

sekitar 60-90%. Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu

masuknya telur yang infektif kedalammulut bersama makanan atau minuman yang

tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif 

15

Page 16: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 16/18

 bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran

 pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki

aliran darah

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan

larva.

Gangguan karena larva : terjadi pada siklus paru. Pada orang yang rentan

terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang

disertai batuk, demam , dan eosinofilia. Pada foto thorax tampak infiltrat yang

menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loffler.

Gangguan karena cacing dewasa : terjadi pada siklus usus. Penderita

mengalami gangguan usus ringan , seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau

konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah

dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi

obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa bermigrasi ke appendix,

saluran empedu, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga

kadang-kadangperlu tindakan operatif.

DIAGNOSIS

Cara menengakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara

langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu

diagnosis dapat dibuat apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui hidung

maupun mulut karena muntah atau lewat tinja.

16

Page 17: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 17/18

KOMPLIKASI

Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti

obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-

organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat

menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi

 berat dan gawat dalam beberapa keadaan seperti bila sejumlah besar cacing

menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan

gejala abdomen akut. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing

kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus. Bila

cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis

supuratif dan abses multiple.

Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi

sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang

 besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis

 pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur 

cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan

empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.

17

Page 18: Laporan Kasus Ascariasis MO TI

7/14/2019 Laporan Kasus Ascariasis MO TI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ascariasis-mo-ti 18/18

BAB V

KESIMPULAN

Pasien ini didiagnosa ascariasis dengan sindroma Loffler. Hal ini didasarkan

kepada keluhan pasien dan hasil dari pemeriksaan fisik serta laboratorium yang

menunjukkan adanya infeksi cacing. Dan dari hasil pemeriksaan tinja, ditemukan telur 

dari Ascaris lumbricoides.

Faktor resiko yang diduga menjadi penyebab infeksi ascaris pada anak ini

ialah lingkungan tempat tinggal yang kumuh serta gaya hidup dan kebiasaan anak ini

yang sering bermain di tanah tanpa alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum

makan. Keadaan lingkungan dimana tidak adanya jamban keluarga juga merupakan

faktor resiko yang penting dalam infeksi cacing terhadap pasien ini.

Daur hidup ascaris yang juga memiliki siklus paru dapat menimbulkan

gangguan paru pada pasien ini, dimana ditemukan suara wheezing saat auskultasi

 paru. Begitu juga gejala paru seperti batuk dan sesak yang disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas tubuh terhadap larva cacing yang ada di paru.

Maka pada anak ini diberikan obat-obat anti cacing serta edukasi terhadap

kebersihan lingkungan dan gaya hidupnya.

18