Laporan Insentif Dasar - Unhas

49
1 LAPORAN AKHIR POTENSI SENYAWA ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBAT SIKLOOKSIGENASE-1 (COX-1) YANG DIISOLASI DARI KLIKA ONGKEA (Mezzetia parviflora Becc.) SEBAGAI ANTIAGREGASI PLATELET PROGRAM INSENTIF DASAR KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR JL. PERINTIS KEMERDEKAAN KM. 11 90245 TAMALANREA MAKASSAR TELP. 0411 584 024, FAX 0411 584 024 TAHUN 2007

Transcript of Laporan Insentif Dasar - Unhas

Page 1: Laporan Insentif Dasar - Unhas

1

LAPORAN AKHIR

POTENSI SENYAWA ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBATSIKLOOKSIGENASE-1 (COX-1) YANG DIISOLASI DARI KLIKA

ONGKEA (Mezzetia parviflora Becc.)SEBAGAI ANTIAGREGASI PLATELET

PROGRAM INSENTIF DASARKEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

JL. PERINTIS KEMERDEKAAN KM. 11 90245 TAMALANREA MAKASSAR

TELP. 0411 584 024, FAX 0411 584 024

TAHUN 2007

Page 2: Laporan Insentif Dasar - Unhas

2

Keterangan Umum

Judul Penelitian : Potensi Senyawa Antioksidan dan PenghambatSiklooksigenase-1 yang Diisolasi dari Klika Ongkea (MezzettiaParviflora Becc.) Sebagai Antiagregasi Platelet

Fokus Bidang Penelitian : Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan

Lokasi Penelitian : Universitas Hasanuddin

Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian

A. Lembaga Pelaksana Penelitian

Nama Koordinator/ Peneliti Utama Mufidah, S.Si., M.Si., Apt.

Nama Lembaga/ Institusi Universitas Hasanuddin

Unit Organisasi Lembaga Penelitian

Alamat Perintis Kemerdekaan KM. 10 Makassar

Telepon/Faksimile/e-mail (0411) 588556

B. Lembaga lain yang terlibat

Nama Koordinator Alamsyah, S.Si.

Nama Lembaga Laboratorium Klinik Prodia

Unit Organisasi Bagian Penunjang Penelitian

Alamat Jl. Gunung Batu Putih No. 2, Makassar

Telepon/Faksimile/e-mail (0411) 873110

Rekapitulasi BiayaTAHUN I: (dalam ribuan)

No. Uraian Jumlah (Rp)1 Gaji dan Upah 36.300

2 Bahan Habispakai 92.3303 Peralatan 2.5004 Perjalanan 2.100

5 Lain-lain 16.000Jumlah Biaya 153.230 (Seratus lima puluh tiga juta

dua ratus tiga puluh ribu rupiah)

Makassar, 6 November 2007

Mengetahui,Ketua Lembaga Penelitian Koordinator KegiatanUniversitas Hasanuddin

Prof. DR.H.Abd.Rauf Patong Mufidah, S.Si., M.Si., Apt.NIP. 130 520 667 NIP 132 240 180

Page 3: Laporan Insentif Dasar - Unhas

3

1. RANGKUMAN EKSEKUTIF

Bahan aktif antioksidan khususnya antiradikal bebas bermanfaat untuk

melindungi sel dari berbagai keadaan patologik. Klika Ongkea (Mezzetia

parviflova Becc.) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang digunakan

untuk mengobati penyakit degeneratif di Kabupaten Buton. Aktivitas biologi

tersebut, antara lain adalah antikolesterol, antidiabetes, antitumor, dan lain-

lain, diduga disebabkan oleh kemampuan senyawa antiradikal bebas dalam

jumlah cukup tinggi di dalamnya.

Merujuk pada dugaan tersebut maka dilakukan skrining dengan metode

evaluasi antiradical bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Persentase

DPPH yang tereduksi oleh sample dihitung berdasarkan penurunan

absorbansi pada 517 nm setelah penambahan sample dan aktivitas

dinyatakan sebagai IC50, yaitu konsentrasi sample yang dibutuhkan untuk

mereduksi 50% dari radikal bebas DPPH.

Nilai IC50 ekstrak methanol, ekstrak latut etilasetat dan ekstrak tidak larut

etilasetat masing-masing sebesar 63.99 ppm, 53.48 ppm, dan 45.57 ppm.

Nilai ini menunjukkan bahwa fraksi polar potensial sebagai antiradical bebas,

meskipun efek ini lebih rendah dibandingkan dengan asam askorbat (IC50 =

32.383 ppm). Selanjutnya hasil uji penghambatan aktivitas enzim cox-1

menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak metanol, ekstrak larut etilasetat dan

ekstrak tidak larut etilasetat secara berurutan adalah 59,039; 72,062 dan

23,524 ppm. Hasil ini membuktikan hipotesis awal bahwa semakin tinggi

aktivitas antioksidan, semakin tinggi aktivitas penghambatannya terhadap

enzim siklooksigenase-1, berdasarkan penghambatan reaksi oksidasi yang

dikatalisis oleh aktivitas peroksidase cox-1.

Usaha untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar polifenol yang tinggi

dilanjutkan dengan melakukan ekstraksi secara maserasi menggunakan

campuran pelarut aseton-air 70%. Hasil pengukuran kadar polifenol ekstrak

dengan metode Folin Cio Calteau adalah 9,655% b/b. Ekstrak selanjutnya

dipartisi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu

heksan, dietil eter dan aseton. Uji aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH

menunjukkan bahwa fraksi sisa yang tidak tersari oleh ketiga pelarut tersebut

Page 4: Laporan Insentif Dasar - Unhas

4

memiliki aktivitas yang paling baik dengan nilai IC50 9,541 ppm. Fraksi sisa

selanjutnya dipisahkan dengan metode kromatografi kolom menggunakan

fase diam sephadex LH20 dan fase gerak etanol 80% dilanjutkan dengan

aseton 80%. Hasilnya adalah 5 buah fraksi yaitu 2 buah fraksi terelusi oleh

etanol 80% dan 3 buah fraksi terelusi oleh aseton 80%.

Uji aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa fraksi

ke-3 dan ke-4 memiliki aktivitas yang paling baik dengan nilai IC50 masing-

masing sebesar 7,31 dan 8,31 ppm.

Sedangkan penghambatan aktivitas siklooksigenase-1 oleh kedua fraksi

adalah fraksi-3, fraksi 4 masing-masing memiliki nilai IC50 sebesar 4,759 ppm

dan 6.98 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi-3 lebih poten

dibandingkan dengan fraksi-4 maupun pembanding asetosal yang memiliki

penghambatan 50% pada konsentrasi 6,98 ppm (sama dengan fraksi-4).

Aktivitas penghambatan enzim Cox-1 menunjukkan bahwa fraksi dapat

dilanjutkan sebagai bahan antiagregasi platelet.

Page 5: Laporan Insentif Dasar - Unhas

5

2. Pendahuluan

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian dan

abnormalitas di dunia, sedangkan stroke merupakan penyebab kematian

nomor tiga dan penyebab kelumpuhan nomor satu di Negara-negara maju,

dan sekitar 500.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Jenis stroke yang

paling sering terjadi adalah stroke iskemik (85%) dan emboli (6,5%).

Manifestasi klinik aterosklerosis berupa penyakit jantung koroner dan stroke

terjadi akibat koyaknya plak ateroskelorosis karena stress hemodinamik

(Benavente, 1998).

Aterosklerosis sebenarnya bukanlah keadaan yang berbahaya, tetapi apabila

plak aterosklerosis telah koyak dan terjadi ketidakseimbangan antara faktor

trombogenik dengan mekanisme proteksi maka dapat terjadi trombosis

dengan manifestasi klinik sindrom koroner akut dan serangan otak iskemik.

Oleh sebab itu penanganan trombosis menjadi semakin penting seiring

dengan makin tingginya angka kematian akibat keadaan tersebut.

Trombosis mempunyai sebab yang multifaktoral. Penderita trombosis

umumnya mengalami gejala-gejala kerusakan pembuluh darah; disfungsi sel

platelet, leukosit dan endothelial; serta aktivasi koagulan yang berlebih

dan/atau menurunnya aktivasi protein fibrinolitik (Schmaier, 2003).

Aktivitas antioksidan dan antiradikal bebas bermanfaat untuk melindungi sel

dari berbagai keadaan patologik termasuk menghambat prokoagulasi platelet

(Bucki et al , 2003). Ekstrak etanol klika ongkea telah diuji aktivitas

penghambatannya terhadap radikal bebas DPPH dan diperoleh EC50 100 g

(Mufidah, 2006). Selain itu, pada partisi pelarut menggunakan heksan (non

polar) sangat sedikit komponen yang tertarik dan jika digunakan etilasetat

yang tingkat kepolarannya lebih tinggi diperoleh rendamen ekstrak etilasetat

20% b/v dan sisanya adalah fraksi polar yang tidak larut dalam etil asetat

sebesar 80%. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama klika ongkea

adalah senyawa bersifat polar, hal ini sesuai dengan review oleh Hakim dkk.

(2001) yang menyatakan bahwa Annonaceae dikenal memiliki

keanekaragaman kimiawi antara lain mengandung senyawa-senyawa alkaloid

benzilisokuinolin, asetogenin, diterpen serta senyawa C-benzil-flavonoid yang

Page 6: Laporan Insentif Dasar - Unhas

6

memiliki aktivitas farmakologi antara lain antimikroba, antifungal, antitumor

dan insektisida.

Penghambatan agregasi platelet dapat pula dilakukan dengan senyawa yang

mampu menghambat kerja enzim COX-1 yang akan mengubah tromboksan

(TXA2) dari asam arakidonat. Tetapi saat ini belum ada laporan mengenai

efek Mezzetia parviflora Becc. terhadap COX-1.

Berdasarkan hal tersebut penelitian yang dilakukan ditujukan untuk:

Tahun I:

Melakukan ekstraksi, partisi dan fraksinasi senyawa dengan menggunakan uji

pengikatan radikal bebas DPPH (metode KLT-autografi untuk menentukan

spot aktif dan secara spektrofotometri untuk menentukan IC50) serta

penghambatan COX-1 sebagai pemandu. Diharapkan telah didapatkan fraksi

aktif yang akan diuji aktivitas antiplateletnya.

Tahun II:

Melakukan isolasi senyawa aktif dan uji aktivitas antiplatelet dilanjutkan

dengan karakterisasi struktur kimia senyawa dengan metode spektroskopi.

3. Tinjauan Pustaka

3.1Uraian Tanaman Mezzettia parviflora Becc.

3.1.1 Klasifikasi Tanaman

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Dialypetalae

Ordo : Ranales

Famili : Annonaceae

Genus : Mezzettia

Spesies : Mezzettia parviflora Becc. (Keng, 1978)

Page 7: Laporan Insentif Dasar - Unhas

7

3.1.2 Morfologi

Mezzettia sp. merupakan pohon, tinggi sampai 30 meter dan diameter batang

90 cm, di Sumatera Selatan sering ditemukan di daerah pantai. Batangnya

tumbuh tegak lurus, bulat, menghasilkan kayu yang agak berat tetapi mudah

dikerjakan, warna kayu putih kotor, dari kayu tersebut dapat dibuat papan

yang digunakan di dalam ruangan. Di bawah atap kayu ini agak awet, tidak

retak, tetapi kadang-kadang diserang oleh bubuk atau rayap. Kulitnya mudah

dikupas, tebal, digunakan sebagai dinding rumah. Buahnya dapat

menyebabkan pusing dan muntah (Heyne, 1987).

3.1.3 Kandungan Kimia

Telah dilaporkan bahwa sekitar 75 spesies yang termasuk 50 genus

Annonaceae ternyata mengandung alkaloid. Hampir semua alkaloid yang

terdapat pada Annonaceae adalah dari kelompok isokuinolin. Annonaceae

juga menghasilkan berbagai senyawa non-alkaloid, seperti terpenoid dan

flavonoid, disamping minyak atsiri, asam amino, protein, karbohidrat, dan

lemak (Hakim dkk., 2001), telah dilaporkan pula adanya senyawa

oligoramnosida dari spesies Mezzetia yang lain yaitu Mezzetia leptopoda

(Cui, et al, 1998).

3.1.4 Kegunaan Tanaman

Mezzetia leptopoda memiliki aktivitas antitumor (Cui, et al, 1998). Mezzettia

parviflora Becc. secara empirik digunakan oleh masyarakat Kabupaten Buton

sebagai obat diabetes, asma, kolesterol, tekanan darah tinggi, kanker, dan

dapat menurunkan bobot badan.

3.2 Metode Ekstraksi Bahan Alam

3.2.1 Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut organik

tertentu. Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik

untuk menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung

zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya

perbedaan antara konsentrasi di dalam dan konsentrasi diluar sel,

Page 8: Laporan Insentif Dasar - Unhas

8

mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif

keluar sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Direktorat

Jenderal POM, 1986).

3.2.2 Ekstraksi Secara Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar. Keuntungan cara penyarian

dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana dan mudah diusahakan. Maserasi dilakukan dengan cara

memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat

halus yang cocok kedalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian

penyari, dan ditutup, serta dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya

sambil sekali-kali diaduk, diserkai dan peras, cuci ampas dengan cairan

penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam

bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2

hari (Direktorat Jenderal POM, 1986).

3.3 Metode Pemisahan

3.3.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan

tipis adsorben yang dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa

seperti ion-ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik dengan

anorganik dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam maupun

senyawa-senyawa organik sintetis (Adnan, 1997).

Pada kromotografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis (ketebalan 0,1-2

mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan

penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat

plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan

pengikat, biasanya dengan kalsium sulfat atau amilum (Gritter, Bobbits, and

Schwarting, 1991).

Prinsip KLT adalah pemisahan secara fisikokimia. Lapisan yang memisahkan

komponen kimia terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam),

Page 9: Laporan Insentif Dasar - Unhas

9

ditempatkan dalam penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang

cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan berupa

bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana

yang ditutup rapat berisi fase gerak, pemisahan terjadi selama

pengembangan (Stahl, 1985).

Lapisan tipis pada KLT sering mengandung indikator fluoresensi yang

ditambahkan untuk membantu penempakan bercak tanpa warna pada lapisan

yang dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan

sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya

sinar UV. Indikator fluoresensi yang paling berguna ialah sulfide anorganik

yang memancarkan cahaya jika disinari cahaya pada panjang gelombang 254

nm. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluoresensi jika disinari

pada panjang gelombang 254 nm atau 366 nm dan dapat tampak dengan

mudah (Gritter, Bobbits, and Schwarting, 1991).

3.3.2 Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Cair Vakum

Kromatografi kolom cair vakum menggunakan corong Buchner kaca masir

atau kolom pendek dan dapat pula menggunakan kolom yang lebih panjang.

Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penjerap KLT 10-40

mikro meter) dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan

maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan

ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dihisap sampai kering

dan siap dipakai. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang cocok kemudian

dimasukkan pada bagian atas kolom atau pada lapisan prapenjerap (tanah

diatomae, celite) dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan

menvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai

dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan

perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi.

Kromatografi cair vakum menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan

laju aliran fase gerak. Berbeda dengan metode yang menggunakan tekanan

pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju aliran, mengotak-atik kolom

mudah karena kepala kolom berada dalam tekanan atmosfer (Hostettmann

and Marston, 1985).

Page 10: Laporan Insentif Dasar - Unhas

10

3.4 Radikal Bebas

3.4.1 Uraian Umum Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang sangat reaktif dan memiliki

satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Gritter, Bobbits, and

Schwarting, 1991). Radikal bebas cenderung mengambil partikel dari molekul

lain yang kemudian menimbulkan senyawa yang tidak normal dan memulai

reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting dalam tubuh (Stahl,

1985). Tidak semua spesies oksigen reaktif adalah radikal bebas misalnya

H2O2 dan singlet oksigen bukan radikal bebas, tetapi termasuk spesies

oksigen reaktif. Karena adanya kecenderungan mengambil sebuah elektron

dan senyawa-senyawa lain maka spesies oksigen ini sangat reaktif

(Hostettmann and Marston, 1985).

Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh adalah hidroksil, anion

superoksida, hidrogen peroksida, asam hipoklorat, oksigen singlet, dan

peroksil (Meyer, 1982). Zat gizi yang paling sensitif terhadap kerusakan oleh

radikal bebas adalah asam lemak majemuk tak jenuh yang dikenal dengan

lipid peroksidasi. Di luar tubuh asam lemak dalam makanan yang bereaksi

dengan radikal bebas menghasilkan peroksidasi yang disebut tengik (Loomis,

1978). Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen

species/ROS) lainnya yang diproduksi dalam jumlah normal sangat penting

untuk menjaga fungsi biologis, seperti halnya sel darah putih menghasilkan

hidroperoksida untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan fungi. Namun,

jika jumlahnya berlebihan akan mencari pasangan elektronnya dengan

merampas secara radikal dari molekul lain yang mengakibatkan kerusakan

oksidatif jaringan yang sering dikenal sebagai stres oksidatif (Meyer, 1982).

Radikal bebas mengakibatkan kerusakan sel yang pada ujungnya

menimbulkan berbagai penyakit, seperti penuaan dini, penyakit jantung,

artritis, kanker, katarak dan sebagainya.

Radikal bebas adalah molekul yang tidak memiliki pasangan elektron, dan

karena dalam keadaan normal elektron hadir secara berpasangan, radikal

bebas memiliki tendensi untuk mencari pasangan elektronnya. Terkadang

radikal bebas mengambil elektron yang telah berpasangan sehingga merobek

Page 11: Laporan Insentif Dasar - Unhas

11

membran sel dan merusak materi genetik, proses ini dikenal dengan nama

oksidasi (Meyer, 1982). Sebagian radikal bebas terbentuk sebagai hasil

sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada

waktu bernapas, olah raga yang berlebihan, gaya makan yang tidak sehat,

peradangan atau ketika tubuh berhadapan dengan polusi lingkungan seperti

asap kendaraan bermotor, asap rokok, radiasi matahari dan sebagainya

(Gritter, Bobbits, and Schwarting, 1991).

3.4.2 Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang bekerja menghambat

oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk

radikal bebas tidak reaktif yang stabil. Jika dikaitkan dengan penyakit,

antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi

sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Gritter, Bobbits, and

Schwarting, 1991). Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat spesies oksigen reaktif atau spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS)

dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-

penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis,

kardiovaskuler, dan penuaan (Loomis, 1978).

Zat-zat yang memiliki sifat antioksidan adalah senyawa poliphenol, indol,

monoterpen, katekin, enzim, flavonoida dan karotenoida (Casarret, and Doul,

1975). Senyawa poliphenol mampu menghambat reaksi oksidasi melalui

mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging) dengan cara

menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam

radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang

(Anderson, Goestz, and Mc Laughlin, 1991).

Antioksidan ada dua macam, yaitu antioksidan enzim dan antioksidan vitamin.

Antioksidan enzim adalah antioksidan yang ada dalam tubuh organisme

misalnya enzim katalase, glutation peroksidase (GSH.Prx), superoksida

dismutase (SOD), asam urat, dan ubiquinol. Superoksida dismutase berperan

dalam melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan bakteri aerob

dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida. Enzim yang

mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen adalah katalase.

Page 12: Laporan Insentif Dasar - Unhas

12

Berfungsi menetralkan hidrogen peroksida beracun dan mencegah formasi

gelembung CO2 dalam darah. Antioksidan eksogen (vitamin) adalah

antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh organisme seperti tokoferol,

flavonoid, karotenoid dan vitamin C (Kimball, Rahman, A. 1983.).

Enzim antioksidan dalam tubuh biasanya akan memerangi radikal bebas

dalam jumlah normal. Jika jumlah radikal bebas melebihi jumlah yang dapat

ditangani enzim tubuh, zat-zat antioksidan dari luar seperti, vitamin A, C, dan

E akan turun tangan. Antioksidan mencegah pembentukan lebih lanjut radikal

bebas dengan memberikan elektron untuk menstabilisasi radikal bebas.

Mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral memegang peran penting

dalam membantu tubuh menghancurkan dan mengeluarkan unsur-unsur

kimia beracun dari dalam tubuh (Hostettmann, and Marston, 1985).

Antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi

Toluen), PG (propil galat), dan TBHQ (tetra-butil hidrokuinon) dapat

meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz) sehingga penggunaan

antioksidan alami mengalami peningkatan (Anderson, Goestz, and Mc

Laughlin, 1991).

Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati. Ada dua macam

antioksidan berdasarkan cara kerjanya yaitu antioksidan primer dan

antioksidan sekunder.

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai

pembentukan radikal yang melepaskan hydrogen. Zat-zat yang termasuk

dalam golongan ini adalah yang berasal dari alam dan dapat pula buatan

antara lain ; tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, dan asam askorbat.

Antioksidan alam yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah

tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α,

β, γ, dan δ tokoferol tapi α-tokoferol yang menunjukkan keaktifan vitamin E

yang paling tinggi. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan sekarang

adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Karena itu,

penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak

berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan,

Page 13: Laporan Insentif Dasar - Unhas

13

efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan

ekonomis. Empat macam antioksidan yang sering digunakan pada bahan

makanan adalah Butylated hydroxyanysole (BHA), Butylated hydroxytoluene

(BHT), Propylgallate (PG), dan Nordihydroquairetic acid (NDGA) (Sumich,

and Dudle, 1992).

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja

prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam

organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-

logam (sequistran). Misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat

prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA

(Etilendiamin tetraasetat) adalah sequistran logam yang sering digunakan

dalam minyak salad (Sumich, and Dudle, 1992).

Antioksidan melindungi sel dan jaringan sasaran dengan cara (Radiopoetra,

1983)

1. memusnahkan (scavenge) radikal bebas secara enzimatik atau dengan

reaksi kimia langsung

2. mengurangi pembentukan radikal bebas

3. mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif

(transferin, seruloplasmin, albumin)

4. memperbaiki kerusakan sasaran

5. menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan yang

baru.

3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode, antara lain :

1. Metode DPPH

Metode DPPH untuk skrining antioksidan diperkenalkan oleh Blois (1958).

DPPH merupakan molekul radikal bebas yang stabil yang ditandai oleh

delokalisasi kelebihan elektron di sekeliling molekulnya secara keseluruhan

Page 14: Laporan Insentif Dasar - Unhas

14

dengan baik sehingga tidak akan membentuk dimer seperti yang terjadi pada

kebanyakan radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga menyebabkan warna

violet, ditandai oleh absorpsi larutan DPPH dalam etanol pada 520 nm

(Molyneux, 2004).

Prinsipnya berdasarkan reaksi antara antioksidan dengan DPPH radikal

melalui donasi proton. Dengan demikian antioksidan yang bekerja dengan

menangkap radikal (radical scavenger) dapat dideteksi dengan metode ini.

Prinsip penentuan aktivitas antioksidan metode ini berdasarkan pengukuran

serapan senyawa hasil reaksi antara DPPH dengan senyawa antioksidan.

Antioksidan akan mendonorkan protonnya kepada DPPH radikal yang

berwarna ungu dan akan menghaslkan senyawa yang tidak berwarna.

Besarnya aktivitas dinyatakan dengan nilai IC50 yang merupakan konsentrasi

sampel yang dibutuhkan untuk meredam 50% radikal DPPH (Hanani dkk,

2006).

2. Metode linoleat-tiosianat

Dalam metode ini digunakan asam linoleat sebagai sumber radikal yang

merupakan asam lemak tidak jenuh. Radikal ini akan mengoksidasi ion fero

(dari feroklorida) menjadi ion feri yang dengan adanya ion tiosianat akan

menghasilkan kompleks feri-tiosianat yang berwarna merah dan dapat diukur

intensitasnya pada panjang gelombang 490 nm (Endang Hanani dkk, 2006).

3. Metode tiosianat

Metode ini menggunakan 2,2-azobis (2-amidinopropan) dihidroklorida (AAPH)

sebagai inisiator pembentukan radikal. Penguraian senyawa ini terjadi dengan

bantuan pemanasan menghasilkan molekul nitrogen dan radikal karbon yang

dapat bergabung menghasilkan produk yang stabil atau bereaksi dengan

molekul oksigen menghasilkan radikal peroksil, sedangkan lemak yang

dioksidasi menghasilkan produk primer peroksida. Dalam metaode ini

bilangan peroksida dinyatakan sebagai kemampuan senyawa mengoksidasi

Fe2+ menjadi Fe3+, selanjutnya Fe3+ yang terbentuk bereaksii dengan ion CNS

menghasilkan warna merah yang memberikan panjang gelombang

maksimum 500 nm. Makin lama waktu inkubasi, nilai absorban makin

meningkat, yang berarti bahwa asam linoleat dalam sampel telah mengalami

Page 15: Laporan Insentif Dasar - Unhas

15

oksidasi. Meningkatnya intensitas warna merah menunjukkan meningkatnya

bilangan peroksida. Kemampuan aktivitas antioksidan pada metode tiosianat

dilihat dari rendahnya nilai absorbsi yang terbentuk dibandingkan konsentrasi.

Makin rendah absorbansi berarti makin sedikit peroksida yang dihasilkan

(Hanani dkk, 2006).

3.5 Enzim siklooksigenase (COX)

COX adalah enzim yang berperan pada pembentukan mediator-mediator

penting yang disebut prostanoid termasuk prostaglandin, prostasiklin, dan

tromboksan. Prostaglandin endoperoksida H sintase mengkatalisis

pengubahan asam arakidonat (asam lemak esensial ω-6) dan oksigen

menjadi PGH2. Sebelum 1991, hanya 1 PGHS yang telah ditemukan

isoenzimnya, dan sekarang disebut PGHS-1. Selanjutnya, Simmons dan

Herschman dan koleganya menemukan bahwa ekspresi mRNA diinduksi

dalam fibroblas ayam dan tikus sebagai respon terhadap ester forbol pemicu

tumor, dan protein-protein yang dikode mempunyai 60% sekuens asam

amino yang identik dengan PGHS-1. Penelitian selanjutnya menunjukkan

adanya sebuah protein baru yang disebut PGHS-2 atau isoform terinduksi

yang sangat mirip strukturnya dengan PGHS-1 tetapi berbeda secara

substansial dari PGHS-1 dalam hal pola ekspresi dan sifat biologisnya

(Smith, Michael, and David, 1996).

Sekarang ini telah ditemukan 3 isoenzim siklooksigenase yang diketahui

yaitu COX-1, COX-2 dan COX-3. COX-3 adalah splice variant cox-1 yang

mempertahankan intron kesatu dan mengalami mutasi frame shift

(pergeseran kerangka), sehingga COX-3 selanjutnya disebut dengan COX-1b

atau COX-1 varian (COX-1v).

PGHS-1 dan -2 sering dikoekspresikan dalam sel yang sama dan dapat

bertindak sebagai bagian dari sistem biosintesis prostanoid yang terpisah

yang berfungsi secara sendiri-sendiri pada kanal prostanoid ekstraseluler dan

nukleus masing-masing sel.

PGHS-1 dan -2 menarik dalam hal struktural biologi dan enzimologi dimana

mereka merupakan homodimer, mengandung-heme dan protein terglikosilasi

pada 2 sisi katalitiknya. Lebih lanjut enzim-enzim ini memiliki mekanisme baru

Page 16: Laporan Insentif Dasar - Unhas

16

untuk penyerangan membran, yaitu enzim lebih sering terikat pada salah satu

permukaan lapis ganda lemak melalui permukaan hidrofobik pada helix

amfifatik dibandingkan dengan pola transmembran. PGHS-1 dan -2

dibedakan dalam konteks pengaturan ekspresi, mekanisme katalisis enzim

dan sifat biologisnya. COX-1 dan -2 juga mengoksidasi 2 asam lemak

esensial yang lain yaitu DGLA (ω-6) dan EPA untuk membentuk rangkaian

prostanoid 1 dan 3 yang kurang bersifat inflamatorik dibandingkan rangkain-

2. DGLA dan EPA adalah inhibitor kompetitif asam arakidonat pada jalur cox.

Penghambatan ini adalah mekanisme utama diet sumber DGLA dan EPA

(dari minyak ikan) dalam mengurangi inflamasi (Smith, Michael, and David,

1996).

Mekanisme katalisis enzim

PGHS mengkatalisis reaksi siklooksigenase (bis-oksigenase) dimana asam

arakidonat diubah menjadi PGG2 dan reaksi peroksidase dimana PGG2

mengalami pengurangan 2 elektron menjadi PGH2 (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Jalur biosintesis prostanoid . Sebagai respon stimulasi sel target oleh sitokin, faktor tumbuh, atau

hormon circulating, fosfolipase akan teraktivasi dan asam arakidonat dihidrolisis dari posisi sn-2 fosfolipid membran.

Kebanyakan penemuan menyebutkan bahwa hal ini terjadi melalui fosfolipase A2, yang merupakan enzim sitosolik,

berbobot molekul tinggi, dapat berupa fosfolipase A2 sitoplasmik yang bergantung pada Ca-21 yang akan terhubung

dengan permukaan retikulum endoplasma sitoplasmik dan membrane inti sel sehingga melepaskan arakidonat dari

membrane tersebut; atau berupa Ca21-dependent, nonpankreatik, Type II fosfolipase A2, yang disekresikan dan

bekerja pada bagian fosfolipid pada permukaan ekstraseluler membrane plasma. Arakidonat diubah oleh PGHS-1

atau -2 menjadi PGH2, dan selanjutnya PGH2 diisomerisasikan menjadi produk prostanoid yang aktif secara

biologis.

Page 17: Laporan Insentif Dasar - Unhas

17

Gambar 2. Katalisis Peroksidase dan siklooksigenase. A, model sisi aktif siklooksigenase dan peroksidase PGHS-

1 ovine. Alkil hidroperoksida terlihat berikatan dengan gugus heme pada sisi aktif peroksidase, dan arakidonat

tampak terikat pada sisi aktif siklooksigenase. His-388 dan His-207 masing-masing merupakan ligan pada bagian

proksimal dan distal dari molekul heme. Tyr-385 di dekat gugus heme merupakan residu yang diubah menjadi radikal

tirosil dan mengikat arakidonat, menarik (13S)-hidrogen arakidonat, yang merupakan mekanisme inisiasi katalisis

siklooksigenase. Ser-530 adalah sisi asetilasi aspirin. Arg-120 terletak pada pembukaan fatty acid binding channel

hidrofobik dan merupakan counterion untuk gugus karboksil arachidonat. B, model rantai bercabang untuk

menunjukkan interaksi aktivitas siklooksigenase dan peroksidase. Oksidasi dua-elektron gugus heme group PGHS

oleh hidroperoksida menghasilkan spectra peroksidase Intermediate I yang mengandung bentuk oksiferil besi

(Fe(IV)) dan kation radikal protoporfirin. Gugus heme teroksidasi senjutnya mengoksidasi residu tirosin di dekatnya,

diduga Tyr-385 menghasilkan peroksidase Intermediate II yang memiliki radikal tirosil dan suatu oksiferil Fe(IV).

Protein radikal ini tampaknya adalah spesies yang mengambil (13S)-hidrogen dari arakidonat.

Keterangan: PPIX, protoporphyrin IX; AA, asam arakidonat.

PGHS-1 dan -2 memiliki bilangan penggantian yang sama (~3500 mol

arakidonat/menit/mol dimer), dan nilai Km untuk arakidonat (~5 mM) dan O2

(~5 M) sama untuk kedua isozim. Residu kunci yang terlibat dalam proses

katalisis sama untuk kedua isozim. Terdapat beberapa perbedaan pada

kebutuhan peroksida dan kespesifikan substrat asam lemak, tetapi dalam hal

Page 18: Laporan Insentif Dasar - Unhas

18

mekanisme katalitik kedua protein tersebut sama. Reaksi siklooksigenase

dimulai dengan kecepatan-terbatas pemindahan hidrogen-ke-13 dari asam

arakidonat menghasilkan radikal arakidonil. Reaksi ini diikuti oleh rangkaian

adisi pada C-11 dan C-15 menghasilkan PGG2. Akhirnya aktivitas

peroksidase mereduksi gugus 15-hidroperoksid dari PGG2 pada bagian

alkohol menghasilkan PGH2. Obat AINS bersaing secara langsung dengan

asam arakidonat untuk terikat pada sisi siklooksigenase dan menghambat

aktivitasnya, tetapi memiliki aktivitas yang kecil pada peroksidase. Oleh

sebab itu siklooksigenase dan peroksidase terpisah secara fisik dan

fungsional (Smith, Michael, and David, 1996).

Sisi aktif siklooksigenase adalah sebuah kanal yang ditutupi oleh residu

hidrofobik dan menonjol keluar ke arah pusat bagian globular mayor enzim.

Mekanisme rantai bercabang menggambarkan peranan siklooksigenase dan

peroksidase pada gambar 2B. Reaksi siklooksigenase memiliki kebutuhan

hidroperoksida absolut. Mula-mula sebuah alkil peroksida atau peroksi nitrit

yang dihasilkan dari kondensasi nitrit oksida dan peroksida akan

mengoksidasi gugus heme pada sisi aktif peroksidase. Gugus heme yang

telah teroksidasi selanjutnya mengoksidasi Tyr-385 pada sisi aktif

siklooksigenase. Radikal tirosil yang dihasilkan akan menarik (13S)-hidrogen

dari arakidonat.

Arg-120 adalah residu sisi aktif kunci lain yang berfungsi sebagai counterion

untuk gugus karboksil arakidonat dan NSAID pada umumnya. Tyr-355

terletak pada sisi kanal yang berlawanan dari Arg-120 dan menentukan

kestereospesifikan PGHS terhadap NSAID. PGHS-2 memiliki valin pada

posisi 509, sedangkan asam amino di dalam PGHS-1 adalah isoleusine.

V509I PGHS-2 secara relative bekerja seperti PGHS-1 dalam hal relative

tidak ketidakresponsifan terhadap inhibisi time-dependent oleh kebanyakan

inhibitor PGHS-2. Gambaran akhir mengenai katalisis siklooksigenase adalah

inaktivasi mekanisme suicide (bunuh diri). Penambahan asam arakidonat

pada PGHS terjadi dengan cepat tetapi peningkatan komsumsi O2 bersifat

sementara karena pembentukan PGG2. Penurunan aktivitas oksigenase

yang cepat tidak disebabkan oleh produk inhibisi tetapi terjadi akibat

inaktivasi enzim berbasis-mekanisme. Setiap molekul siklooksigenase kira-

Page 19: Laporan Insentif Dasar - Unhas

19

kira mengkonsumsi 400 molekul arakidonat sebelum dimulainya suicide-

inactivated. Masih sedikit diketahui mengenai perubahan kimiawi yang terjadi

selama inaktivasi suicide; sebuah metabolit arakidonat disisipkan ke dalam

protein selama katalisis tetapi secara substansial kecepatannya lebih rendah

daripada inaktivasi suicide. Inaktivasi suicide kemungkinan melibatkan reaksi

ikatan silang intramolekular yang terjadi akibat reaksi intermediate radikal

yang tidak menguntungkan seperti Intermediate II (gambar 2B) (Smith,

Michael, and David, 1996).

3.5 Obat-Obat yang Bekerja pada Enzim Siklooksigenase

3.5.1 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

COX penting secara farmakologi sebagai target aspirin dan OAINS. Aspirin

bertindak melalui PGHS-1 untuk menghambat pembentukan tromboksan A2

platelet dan sebagai konsekuensi klinis menurunkan resiko relatif kematian

akibat penyakit kardiovaskular. Serin 530 adalah sisi asetilasi ovine PGHS-1

oleh aspirin. Analisis kristalografi sinar-X enzim yang terasetilasi oleh aspirin

dan studi mengenai protein mutan dimana Ser-530nya telah diganti dengan

residu lain menunjukkan bahwa jika serin 530 terasetilasi oleh aspirin maka

gugus asetil akan menonjol ke arah sisi aktif siklooksigenase dan

mengganggu pengikatan enzim-arakidonat. Modifikasi kovalen PGHS oleh

aspirin menyebabkan inaktivasi enzim permanent. Kemampuan aspirin

memodifikasi PGHS-1 adalah dasar dari keunikannya, panjangnya masa aktif

aspirin terhadap aktivitas platelet disebabkan karena platelet bersirkulasi,

tidak seperti kebanyakan sel lain yang tidak mensintesis PGHS-1 baru.

Aspirin menunjukkan aksi farmakologi yang ekstrim karena menyebabkan

modifikasi kovalen dan inhibisi irreversible PGHS. Bahan ekstrim lainnya

adalah ibuprofen, yang bekerja sebagai inhibitor reversible yang khas.

Terdapat sejumlah NSAID lainnya termasuk indomethacin, flurbiprofen, dan

meclofenamate, yang menghambat bentuk intermediate suatu inhibitor yang

dikenal sebagai time-dependent, reversible Inhibitor. Pengikatan obat-obat ini

ke PGHS membentuk kompleks awal EI dari inhibitor reversible kompetitif,

tetapi kompleks EI mengalami penataan ulang yang lambat (dalam beberapa

detik sampai beberapa menit) menjadi kompleks EI* yang menyebabkan obat

Page 20: Laporan Insentif Dasar - Unhas

20

mengalami disosiasi yang sangat lambat (beberapa menit sampai beberapa

jam).

Semua NSAID yang tersedia menghambat PGHS-1 maupun -2 dan

berkompetisi dengan arakidonat untuk terikat pada sisi aktif siklooksigenase.

Senyawa-senyawa ini adalah bahan anti-inflamasi yang efektif tetapi juga

merupakan ulserogenik. Beberapa pabrik farmasi telah mengembangkan

inhibitor siklooksigenase baru yang menghambat PGHS-2 secara selektif.

Usaha ini diawali oleh dua gagasan yang kemudian terbukti kebenarannya

yaitu: (a) PGHS-2 adalah enzim yang relevan pada inflamasi dan (b) PGHS-1

tetapi bukan PGHS-2 terdapat di dalam lambung. Tentu saja, inhibitor PGHS-

2 kemudian dilaporkan sebagai anti-inflamasi dan analgesic tanpa toksisitas

gastrointestinal.

Semua bahan PGHS-2-selektif adalah inhibitor PGHS-2 yang bekerja

tergantung waktu (time-dependent) dan reversible. Termasuk dalam

kelompok ini adalah DuP697, SC52125, L-745-337, NS398, dan meloxicam.

Yang mengherankan, semua bahan ini adalah inhibitor PGHS-1 yang cukup

lemah dan hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan satu asam amino

antara PGHS-1 dan -2 dalam kanal siklooksigenase hidrofobik (2).

Selaktivitas COX-2 dapat mengurangi resiko ulkus peptik yaitu celecoxib,

refecoxib dan lain-lain. Selektivitas COX-2 tidak terlihat mempengaruhi efek

samping lain dari obat AINS (utamanya peningkatan resiko gagal ginjal) dan

beberapa hasil telah membangun kecurigaan bahwa mungkin justru

meningkatkan resiko serangan jantung, trombosis dan strok melalui

peningkatan relatif tromboksan.

Penghambat COX klasik tidak selektif (menghambat semua jenis COX). Dan

efek samping utamanya adalah ulkus peptik dan dispepsia. Ini dipercaya

terjadi akibat 2 hal yaitu iritasi mukosa lambung secara langsung (karena

kebanyakan obat AINS adalah asam) dan penghambatan sintesis

prostaglandin oleh COX-1. Prostaglandin memilki efek perlindungan terhadap

sistem gastrointestinal dengan mencegah pembentukan asam pada mukosa

lambung. PGHS-2 adalah target relevan dari OAINS bertindak menghambat

inflamasi, demam, nyeri, dan mungkin kanker kolon. Terapi obat AINS dapat

juga mencegah penyakit alzheimer meskipun belum diketahui dengan jelas

Page 21: Laporan Insentif Dasar - Unhas

21

PGHS mana yang terlibat. Aspirin menampilkan aktivitas farmakologi ang

kuat hingga menyebabkan modifikasi kovalen dan penghambatan irreversibel

pada PGHS. Yang lain adalah bahan seperti ibuprofen yang bekerja sebagai

penghambat reversibel kompetitif (Smith, Michael, and David, 1996).

3.5.2 Obat Anti Agregasi Platelet

Obat antiagregasi platelet melindungi terhadap anfark miokard, strok,

kematian kardiovaskular dan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan

resiko gangguan pembuluh darah dan penyakit kardiovaskular Aktivasi dan

agregasi tombosit dihubungkan dengan robeknya plak sehingga platelet

teraktivasi. Dengan teraktivasinya platelet, dan receptor platelet, reseptor

GpIIb/IIIa berubah bentuk dan teraktivas untuk mengikat fibrinogen. Jalur

agregasi platelet yang umum adalah pengikatan molekul fibrinogen dengan 2

reseptor GpIIb/IIIa. Terapi antiplatelet utama adalah melalui penghambatan

aktivasi dan agregasi platelet (Hankey, 2003). Anti trombosit (anti platelet)

adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga

menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering

ditemukan pada sistem arteri.

Obat antiplatelet yang ideal adalah yang dapat menginaktivasi protein platelet

secara permanen ( enzim atau reseptor) yang tidak dapat disintesis kembali

dalam 24 jam dan membatasi luas dan lamanya pengaruh potensial lain diluar

platelet. Beberapa obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,

sulfinpirazon, dipiridamol, dekstran, tiklopidin, prostasiklin ( PGI-2 ).

Obat anti trombosit yang telah terbukti efektifitasnya dalam pencegahan

stroke adalah : (Ranbe, 2004)

1. Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat).

Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat

pembentukan enzim cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa

tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat

agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit

tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang merupakan cara kerja

aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada

endotel pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin.

Page 22: Laporan Insentif Dasar - Unhas

22

Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang

rusak.

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan

resiko terjadinya stroke, infark jantung non fatal dan kematian akibat penyakit

vaskular pada pria dan wanita yang telah pernah mengalami TIA atau stroke

sebelumnya (Ranbe, 2004).

Aspirin mengasetilasi COX-1 secara irreversible pada platelet dan

megakariosit dan selanjutnya menghambat pembentukan TXA2 sebagai

vasokonstriktor dan bahan agregasi platelet poten. Pada metaanalisis, terapi

aspirin jangka panjang secara signifikan mengurangi infark miokard

neonatus, strok dan kematian kardiovaskular dibandingkan dengan placebo

pada pasien beresiko tinggi yang memiliki penyakit kardiovaskular yang

telah ada. .Aspirin mengurangi resiko serius kardiovaskular dan disarankan

sebagai obat pilihan utaman sebagai antiplatelet (30). Pencegahan agregasi

platelet oleh aspirin lebih besar dari 70% pada ADP dan 20% pada asam

arakidonat yang bekerja sebagai agonis agregasi platelet (Hopkin, 2004).

Karena platelet tidak dapat membentuk kembali COX-1, aksi antitrombosis

langsung (segera) dari aspirin remains untuk lama hidup sel platelet. Setelah

penghentian penggunaan aspirin, homeostasis normal dapat kembali

(regained) ketika sekitar 20% platelet memiliki aktivitas COX-1, pemberian

aspirin harian telah direkomendasikan. Aspirin menginduksi efek

pengurangan fungsi platelet jangka panjang, yang dapat dideteksi secara

klinis sebagai panjangnya waktu pendarahan.

Dosis penggunaan 100 mg tablet aspirin salut anterik atau 300 mg dan 324

mg tablet larut. Aspirin diabsorbsi dengan mudah pada sistem GI, dengan

konsentrasi puncak seteleh 30-40 menit. Jika doberikan dosis tunggal, paling

sedikit 160 mg dibutuhkan untuk penghambatan fingsi platelet secara

maksimal selama 30 menit (Hankey, 2003).

2. Derivat tienopiridin

Derivat tienopiridin antara lain tiklopidin dan klopidogrel.Tiklopidin adalah

inhibitor agregasi platelet yang bekerja menghalangi ikatan antara platelet

dengan fibrinogen yang diinduksi oleh ADP (Adenosin dipospat) secara

Page 23: Laporan Insentif Dasar - Unhas

23

irreversibel, serta menghalangi interaksi antara platelet yang mengikutinya.

Proses ini menyebabkan penghambatan pada agregasi platelet dan

pelepasan isi granul platelet.

Tiklopidin adalah obat pilihan pertama untuk pencegahan stroke pada wanita

yang pemah mengalami TIA serta pada pria dan wanita yang pemah

mengalami stroke non kardioembolik. Walaupun Tiklopidin telah terbukti

efektif pada pria yang pernah mengalami TIA, tetapi obat ini merupakan

pilihan kedua bila tidak ada intoleransi terhadap aspirin (Ranbe, 2004) .

Mekanisme kerja derivat tienopiridin ini setelah dimetabolisme di hati menjadi

bentuk aktif, selanjutnya terikat secara kovalen pada reseptor ADP pada

platelet dan secara dramatis mengurangi proses aktivasi platelet. Sebagai

dosis permulaan 300-600 mg clopidogrel menghasilkan penghambatan

agregasi platelet terinduksi ADP yang dapat diukur setelah 2 jam dan menjadi

maksimal seteleh 6 jam. Dibandingkan dengan aspirin, derivat tienopiridin

memiliki resiko pendarahan GI yang lebih rendah, tapi dapat menebabkan

diare (Hankey, 2003).

3. Dipiridamol

Dipiridamol menghambat fosfodiesterase yang menginaktifkan cAMP.

Peningkatan cAMP intra platelet mengurangi aktivasi second massenger

sitoplasmik. Dipiridamol juga menstimulasi pelepasan prostasiklin dan

menghambat pembetukan tromboksan A2. Karena efeknya yang pendek,

dosis berulang atau sedían lepas lambat dibutuhkan un tuk menghambat

fungís platelet selama 24 jam (Hankey, 2003).

4. Obat penghambat receptor glikoprotein IIb/IIIa

Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan jalur akhir pada proses

agregasi platelet. Abciximab fragmen antibodi memiliki aftinitas pengkatan

kuat pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Tirofiban (derivat non-peptida dari

tirosin) dan eptifibatid (heptapeptida sintetik) mimic bagian dari struktur

fibrinogen yang berinteraksi dengan reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Obat ini

diberikan secara intravena bolus diikuti dengan infus selama 72 jam (Hankey,

2003).

Page 24: Laporan Insentif Dasar - Unhas

24

5. Obat penghambat COX-1 reversibel

Berbagai OAINS yang tidak selektif menghambat fungsi platelet yang

tergantung pada TXA2 melalui penghambatan kompetitif dan reversibel

terhadap COX-1. Ketika digunakan dalam dosis sebagai bat antiinflamasi,

obat tersebut umumnya menghambat aktivitas cox-1 sebesar 70-90%.

Meskipun penghambatannya tidak cukup untuk mencegah agregasi platelet

secara in vivo dengan kuat, akan tetapi tetap potensial karena keterbatasan

kemampuan biosintesis TXA2 oleh platelet manusia. Beberapa senyawa yang

bekerja sebagai penghambat reversibel COX-1 yang telah diuji potensinya

secara acak pada tes klinik sebagai obat antitrombosis adalah sulfinpirazon,

flubiprofen, indobufen dan trifusal.

3.6 Patofisiologi platelet (Patrono, 2003)

Platelet adalah komponen vital pada homeostasis normal dan berperan

penting pada trombosis patologis malalui kemampuannya untuk terikat pada

pembuluh darah ang luka atau rusak dan terakumulasi di tempat tersebut.

Meskipun adhesi dan aktivasi platelet seharusnya merupakan respon

fisiologis pada rusak atau robeknya plak aterosklerosis, meskipun berperan

pada proses perbaikannya, tapi proses yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan pembentukan trombus intraluminal, penyempitan pembuluh

darah, iskemia dan infark. Obat antiplatelet terbaru mempengaruhi beberapa

langkah aktivasi pletelet, termasuk proses adhesi, pelepasan dan atau

agregasinya dan mempunyai pengaruh kuat yang dapat diukur terhadap

resiko trombosis arteri yang tidak dapat dipisahkan dengan resiko

pendarahan. Platelet dibentuk melalui fragmentasi megakariosit sitoplasma

dan dapat bersirkulasi paling lama 10 hari dalam tubuh manusia. Selanjutnya,

pletelet menjadi sel darah yang bersirkulasi sebagai sumber sitokin, dan

faktor tumbuh yang tersimpan dalam granul-granul. Lebih lanjut, platelet yang

teraktivasi dapat mensintesis prostanoid (utamanya TXA2 ) dari asam

arakidonat yang dilepaskan pada membran fosfolipid melalui aktivasi

terkoordinasi yang cepat dari fosfolipase, siklooksigenase-1 (cox-1) dan TX-

sintase. Platelet yang baru dibentuk juga mengekspresikan isoform terinduksi

(COX-2) dan PGE-sintase. Fenomena ini ditandai dengan pembentukan

kembali pletelet. Meskipun pletelet yang teraktivasi tidak mensintesi protein

Page 25: Laporan Insentif Dasar - Unhas

25

baru sendiri, platelet dapat mentranslasi mRNA yang ada menjadi protein

termasuk interleukin-1β selama beberapa jam. Sehingga platelet tidak dikenal

dalam proses inflamasi dan kerusakan pembuluh darah dan mekanisme

antiplatelet bekerja dengan menyerang signal yang diperoleh dari protein

platelet untuk respon inflamasi dan proliferasi.

4. Metode Penelitian

4.1 Alat dan Bahan

Alat penelitian: Hammer Mills, mikropipet (Socorex), mikroskop (Nikon),

seperangkat alat kromatografi kolom cair vakum, seperangkat alat

kromatografi lapis tipis (KLT) dan KLT-preparatif, pengocok (Vortex),

magnetic stirrer seperangkat alat rotavapour (Buchi), sentrifuse (Hettich),

spektrofotometer UV-Vis (Hewlett Packard), agregometer, ELISA, Sysmex

Microcellcounter, incubator, microsyringes, disposable large-gauge needle

syringes (18/10), disposable tube..

Bahan habis pakai: Klika ongkea yang diambil dari wilayah hutan Kabupaten

Buton Sulawesi Tenggara. Pelarut organic DMSO, etanol, kloroform dan

aseton (E.Merck), pelarut organik etil asetat, methanol dan n-butanol

(berkualitas teknis). Silica gel GF 254 TLC plates (E.Merck), Silica gel 60 PF

254 (E.Merck), 5552 cellulose TLC alluminium sheet (E.Merck), shepadex LH

20, serta reagen semprot besi (III) klorida, aluminium klorida, serium (IV)

sulfate, dragendorf, dan anisaldehide sulfate acid.

Antikoagulan (sodium sitrat); senyawa pengagregasi: ADP ; KIT Colorimetric

COX inhibitory screening assay (Cayman Chemical), serta DPPH (1,1-

diphenil-2-picryl-hydrazyl) berderajat analisis dari Sigma.

4.2 Tahap penelitian :

Tahun Pertama :

1. Pembuatan ekstrak secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut

aseton air 70%, selanjutnya dipartisi dengan heksan, dietileter dan aseton

2. Uji aktivitas antiradical bebas dan penghambatan COX-1 ekstrak.

3. Fraksinasi ekstrak aktif dengan metode kromatografi cair vakum

Page 26: Laporan Insentif Dasar - Unhas

26

4. Penentuan aktivitas antiagregasi platelet fraksi aktif dengan metode

platelet aggregation in whole blood (Vogel, 2002).

5. Deteksi golongan senyawa dengan KLT ddn berbagai reagen penampak

noda

Rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:

Tahun Pertama:

Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan agar sampel tanaman yang diambil adalah

betul-betul dari spesies yang digunakan dalam penelitian ini. Seluruh bagian

tanaman diambil dan dibuat herbarium kering untuk digunakan pada

determinasi di Institut Pertanian Bogor.

Penyiapan bahan

Klika ongkea diambil dari cabang pohon yang besar kemudian dibersihkan

dan dikeringanginkan tidak dibawah sinar matahari langsung dengan

menutupi bahan dengan kain hitam. Bahan kering lalu diserbukkan dan siap

digunakan sebagai bahan penelitian.

Ekstraksi dan Partisi

Klika yang telah diserbukkan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut

aseton 70% selama 3 x 24 jam. Filtrat dikumpulkan kemudian ekstrak

dikisatkan dengan evaporator hingga ekstrak terbebas dari aseton,

selanjutnya air yang tersisa di dalam ekstrak dihilangkan dengan cara

liofilisasi hingga diperoleh ekstrak kering (A). Ekstrak selanjutnya dipartisi

menggunakan metode padat cair dengan pelarut heksan, filtrat dikumpulkan

lalu diuapkan dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak heksan kental (B).

Fraksi yang tidak larut heksan dipartisi lebih lanjut dengan pelarut dietileter

dan diperoleh ekstrak dietil eter (C). Fraksi yang tidak larut dietileter dipartisi

lebih lanjut dengan pelarut aseton dan diperoleh ekstrak aseton (D) dan fraksi

sisa (E). Ekstrak A, B, C, D, dan E digunakan sebagai bahan uji antiradical

bebas dan penghambat COX-1.

Page 27: Laporan Insentif Dasar - Unhas

27

%100.

)..(x

blankoAbs

sampelAbsblankoAbs

Fraksinasi dengan kromatografi kolom

Ekstrak tumbuhan yang menunjukkan aktivitas paling besar (fraksi sisa yang

tidak larut di dalam aseton) difraksinasi lebih lanjut menggunakan

kromatografi kolom vakum dengan fase diam dan fase gerak yang sesuai

berdasarkan profil KLT ekstrak aktif. Karena pada identifikasi KLT tampak

spot senyawa polifenol maka akan digunakan fase diam sephadex LH-20

dengan fase gerak etanol-air dan aseton-air.

1. Digunakan 1 g sephadex per 10 mg ekstrak

2. Gel sephadex direndam di dalam etanol selama beberapa jam dan

selanjutnya dikemas secara basah ke dalam kolom

3. Etanol 80% dialirkan melalui kolom untuk menggantikan etanol

4. Ekstrak 30 mg yang telah dilarutkan dengan etanol 80% (30 mg

ekstrak/0,45 ml pelarut) dimasukkan ke dalam kolom

5. Kolom dielusi dengan etanol 80%, fraksi dikumpulkan berdasarkan

perbedaan warna pita pada kolom, elusi dihentikan saat tidak ada lagi

fraksi yang dapat terelusi oleh etanol 80%

6. Kolom dielusi lebih lanjut dengan aseton 80% hingga tidak ada lagi

warna yang tampak pada fase diam kolom.

7. Masing-masing fraksi dikumpulkan berdasarkan persamaan warna dan

profil KLT

8. Fraksi gabungan digunakan sebagai sampel uji pada uji antioksidan,

antiradical bebas, penghambatan COX-1 dan antiagregasi platelet.

Uji antiradikal bebas DPPH

Uji potensi senyawa aktif dilakukan untuk menentukan nilai IC50 suatu

senyawa antioksidan sebagai anti radikal bebas. Dibuat seri larutan sampel

dalam etanol, ditambahkan dengan larutan DPPH sampai kemudian diukur

absorban pada 517 + 20 nm, dihitung persentase peredaman absorbansi

untuk 5 konsentrasi pada rentang waktu 5 sampai 60 menit.

Besarnya persentase antiradikal bebas dihitung dengan rumus :

Daya antiradikal bebas =

Page 28: Laporan Insentif Dasar - Unhas

28

Persentase pengikatan DPPH yang dihasilkan oleh masing-masing

konsentrasi uji kemudian ditabulasi dan dihitung nilai IC50 (Inhibitory

Concentration 50%) dengan menggunakan analisis probit.

Uji aktivitas antiradikal bebas DPPH dengan metode KLT-autografi

Aktivitas antiradikal bebas dilakukan menggunakan metode KLT autografi

(Cuendet et al., 1997) yaitu dengan menyemprotkan larutan DPPH 0,2%

dalam etanol ke plat KLT, antioksidan dalam ekstrak akan mereduksi DPPH

menghasilkan warna putih atau kuning muda dengan latar belakang ungu.

Metode KLT-autografi memungkinkan kita melokalisir senyawa aktif pada plat

KLT sehingga memudahkan pada tahap isolasi selanjutnya.

Uji penghambatan COX-1

Pengujian dilakukan dengan KIT Colorimetric COX inhibitory screening assay

(Cayman Chemical). Sebanyak 160 µl buffer tris-HCl dan 10 µl heme

dimasukkan ke dalam 3 well sebagai background well. Buffer tris-HCl 150 µl,

heme 10 µl dan enzim 10 µl dimasukkan dalam 3 well sebagai 100% initial

activity well. Bufer tris-HCl 150 µl, heme10 µl, enzim COX-1 10 µl, dan

sampel uji 10 µl dimasukkan ke dalam inhibitor well sesuai dengan jumlah

sampel yang digunakan. Pelarut 10 µl ditambahkan ke dalam 100% initial

activity wells dan background wells. Plate dikocok beberapa detik dan

diinkubasi selama 5 menit pada 25oC. Larutan substrat kolorimetrik 20 µl

dimasukkan ke dalam semua well yang digunakan kemudian asam arakidonat

20 µl. Plate dikocok secara hati-hati selama beberapa detik kemudian

diinkubasi kembali selama 5 menit pada 25oC. Pembacaan absorban

dilakukan pada 620 nm menggunakan plate reader.

Perhitungan aktivitas penghambatan COX-1. Nilai absorban background

wells, 100% initial activity wells dan setiap sampel pada inhibitor wells dirata-

ratakan, kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:

A100% initial wells – Abackground wells = aA inhibitor wells – Abackground wells = b

a – b% Penghambatan = X 100 %

a

Page 29: Laporan Insentif Dasar - Unhas

29

Uji antiagregasi in vitro (Rahman et al, 2001; Vogel 2002)

Pemilihan relawan sehat

Relawan sehat dipilih berdasarkan kriteria inklusi berikut ini:

pria dan wanita sehat, berusia >19 tahun, tidak memiliki keluhan klinik, tidak

berpenyakit (tekanan darah normal yaitu T.D.sistol < 139 dan T.D. diastol

<90; gula darah puasa/ sewaktu <110 mg/dL; tidak menderita diabetes; profil

lipid darah normal dan tidak beresiko penyakit kardiovaskular: kolesterol total

< 200 mg/dL, LDL < 130 mg/dL, HDL > 45 mg/dL dan trigliserida < 200

mg/dL), memiliki pola hidup sehat (tidak dalam kondisi tegang; tidak merokok;

tidak mengkonsumsi daging merah, ikan, bawang merah, kopi/ teh/ coklat

secara berlebihan; tidak mengkonsumsi alkohol dan nikotin).

Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut:

Memiliki riwayat perdarahan (seperti mimisan dan hematom), sedang hamil

atau mengalami menstruasi, meminum obat-obatan (yaitu kontrasepsi oral,

antitrombosit, NSAID, antibiotik b-laktam, vitamin E dan suplemen antioksidan

dosis tinggi) (Suromo, 2006).

Pembuatan PRP= platelet rich plasma:

Darah diambil dari vena lengan relawan sehat dengan disposable large-

gauge needle syringes (18/10), darah selanjutnya dipindahkan ke dalam tube

plastic yang telah berisi natrium sitrat 3,8% (dibutuhkan 1 ml natrium sitrat

untuk 9 ml darah). Darah disentrifugasi pada 175g selama 15 menit, lapisan

atas dipisahkan secara hati-hati dan dibiarkan pada tube plastic tertutup pada

suhu kamar. Sisanya disentrifugasi lebih lanjut pada 1500 g selama 10 menit

untuk memperoleh PPP= platelet poor plasma. PRP diencerkan dengan PPP

hingga jumlah platelet 3 x 108/ml sebelum uji agregasi. Untuk menjamin agar

jumlah platelet konstan dalam PRP, pengujian harus diselesaikan 3 jam

setelah pengambilan darah.

Prosedur bioassay:

Sampel uji dilarutkan dalam DMSO (1000, 500, 100, 10 ppm) Jika yang diuji

adalah senyawa murni, dibuat larutan stok 0,1M dalam DMSO. Sebanyak 1µl

larutan uji dipipet dengan mikropipet, ditambahkan ke dalam 450 ml platelet

Page 30: Laporan Insentif Dasar - Unhas

30

preparation dalam agregometer diserta pengocokan dan diinkubasi selama 30

detik sebelum penambahan pengagregasi. Terjadinya agregasi dibandingkan

dengan control (1 ml larutan DMSO). Untuk menentukan konsentrasi hambat

minimum: dibuat pengenceran sample dimulai dengan pengenceran 1/10

sampai tidak ada lagi penghambatan yang tercatat.

Perhitungan persentase penghambatan menggunakan rumus:

% inhibisi = [(1-(D/S)]x100

dimana D adalah agregasi yang terjadi pada penambahan larutan uji,

sedangkan S adalah agregasi yang terjadi pada control.

Nilai ED50 ditentukan dari kurva respon-dosis. ED50 didefinisikan sebagai

dosis yang menyebabkan penghambatan agregasi 50%.

5. Hasil dan Pembahasan

Ekstraksi dan Uji Aktivitas Awal

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah klika ongkea yang

dikeringkan kemudian dihaluskan untuk memperbesar luas permukaan

sehingga kontak antara cairan penyari dan klika lebih besar dan memudahkan

proses penyarian komponen kimia. Simplisia klika ongkea yang diperoleh

adalah 5 kg tetapi yang diekstraksi hanya sepertiga dari jumlah tersebut yaitu

1,65 kg karena pada tahap ekstraksi tersebut akan ditentukan kondisi yang

paling sesuai untuk tahap isolasi selanjutnya.

Ekstraksi sampel pertama kali dilakukan dengan menggunakan pelarut

metanol yang diharapkan dapat menyari komponen kimia baik yang bersifat

polar maupun nonpolar. Ekstrak metanol selanjutnya difraksinasi

menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang lebih rendah yaitu

etilasetat untuk memisahkan kelompok senyawa polar dan nonpolar. Hasil

ekstraksi tersebut adalah dari 1,65 kg klika akan diperoleh 367 g ekstrak

metanol, yang setelah dipartisi diperoleh ekstrak etilasetat 18g dan 337 g

ekstrak yang tidak larut etilasetat.

Hasil di atas menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa yang tersari dari

klika ongkea adalah kelompok senyawa polar dan pada identifikasi KLT

Page 31: Laporan Insentif Dasar - Unhas

menunjukkan bahwa bagian yang tidak larut etilasetat tidak dapat terelusi

oleh heksan-etilasetat (2:1).

butanol-Asam asetat-air (4:2:5)

Gambar 3. Profil KLT Ekstrak Tidak Larut Etilasetat (fd: SiO

4:2:5/v) [visualisasi dengan (A) UV 254 nm, (B) UV 366 nm dan (C) FeCl

Profil KLT di atas khas untuk kelompok senyawa polifenol yang pada UV 254

dan 366 nm akan berfluoresensi karena mengandung gugus kromofor dan

ikatan rangkap terkonyugasi

dengan FeCl3 terlihat warna spot hijau kebiruan.

Hasil ini sesuai dengan review oleh Hakim dkk. (2001) yang menyatakan

bahwa tumbuhan Annonaceae menghasilkan lebih dari 700 senyawa kimia

dari berbagai golongan, antara lain adalah polifenol.

Skrining antioksidan dilakukan dengan m

ekstrak yang paling aktif. Metode ini

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl(

molekul radikal bebas yang stabil yang ditandai oleh delokalisasi kelebihan

elektron di sekeliling molekulnya secara keseluruhan dengan baik sehingga

tidak akan membentuk dimer seperti yang terjadi pada kebanyakan radikal

bebas lainnya. Delokalisasi juga meny

absorpsi larutan DPPH dalam etanol pada

dicampur dengan senyawa yang dapat menyumbangkan atom hidrogennya,

menunjukkan bahwa bagian yang tidak larut etilasetat tidak dapat terelusi

t (2:1). Elusi ekstrak tidak larut etilasetat dengan n

air (4:2:5) terlihat pada gambar berikut ini:

. Profil KLT Ekstrak Tidak Larut Etilasetat (fd: SiO2, F254 nm; fg: BAW

4:2:5/v) [visualisasi dengan (A) UV 254 nm, (B) UV 366 nm dan (C) FeCl

Profil KLT di atas khas untuk kelompok senyawa polifenol yang pada UV 254

dan 366 nm akan berfluoresensi karena mengandung gugus kromofor dan

ikatan rangkap terkonyugasi yang cukup banyak; visualisasi lebih lanjut

warna spot hijau kebiruan.

Hasil ini sesuai dengan review oleh Hakim dkk. (2001) yang menyatakan

bahwa tumbuhan Annonaceae menghasilkan lebih dari 700 senyawa kimia

dari berbagai golongan, antara lain adalah polifenol.

dilakukan dengan metode DPPH untuk

ekstrak yang paling aktif. Metode ini diperkenalkan oleh Blois (1958).

picrylhydrazyl(α,α-diphenyl-β-picrylhydrazyl; DPPH: (

molekul radikal bebas yang stabil yang ditandai oleh delokalisasi kelebihan

ing molekulnya secara keseluruhan dengan baik sehingga

tidak akan membentuk dimer seperti yang terjadi pada kebanyakan radikal

bebas lainnya. Delokalisasi juga menyebabkan warna violet, ditandai oleh

absorpsi larutan DPPH dalam etanol pada 520 nm. Jika lar

dicampur dengan senyawa yang dapat menyumbangkan atom hidrogennya,

31

menunjukkan bahwa bagian yang tidak larut etilasetat tidak dapat terelusi

Elusi ekstrak tidak larut etilasetat dengan n-

terlihat pada gambar berikut ini:

nm; fg: BAW

4:2:5/v) [visualisasi dengan (A) UV 254 nm, (B) UV 366 nm dan (C) FeCl3]

Profil KLT di atas khas untuk kelompok senyawa polifenol yang pada UV 254

dan 366 nm akan berfluoresensi karena mengandung gugus kromofor dan

yang cukup banyak; visualisasi lebih lanjut

Hasil ini sesuai dengan review oleh Hakim dkk. (2001) yang menyatakan

bahwa tumbuhan Annonaceae menghasilkan lebih dari 700 senyawa kimia

etode DPPH untuk menentukan

diperkenalkan oleh Blois (1958). Molekul

picrylhydrazyl; DPPH: (1) adalah

molekul radikal bebas yang stabil yang ditandai oleh delokalisasi kelebihan

ing molekulnya secara keseluruhan dengan baik sehingga

tidak akan membentuk dimer seperti yang terjadi pada kebanyakan radikal

, ditandai oleh

520 nm. Jika larutan DPPH

dicampur dengan senyawa yang dapat menyumbangkan atom hidrogennya,

Page 32: Laporan Insentif Dasar - Unhas

32

DPPH akan berubah menjadi bentuk tereduksi (2) yang kehilangan warna

violet (Molyneux, 2004).

(1) Diphenylpicrylhydrazyl (free radical) (2)Diphenylpicrylhydrazine (nonradical)

Gambar 4. Molekul radikal bebas DPPH dan perubahannya menjadi bentuknonradikal (Molyneux, 2004)

Prinsip di atas menyebabkan senyawa antioksidan yang bekerja dengan

menangkap radikal (radical scavenger) dapat dideteksi dengan metode ini.

Prinsip penentuan aktivitas antioksidan metode ini berdasarkan pengukuran

serapan senyawa hasil reaksi antara DPPH dengan senyawa antioksidan.

Antioksidan akan mendonorkan protonnya kepada DPPH radikal yang

berwarna ungu dan akan menghaslkan senyawa yang tidak berwarna.

Besarnya aktivitas dinyatakan dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi sampel yang

dibutuhkan untuk meredam 50% radikal DPPH (Hanani dkk, 2006).

Page 33: Laporan Insentif Dasar - Unhas

33

Hasil pengukuran daya antioksidan ekstrak metanol, ekstrak larut dan tidak

larut etilasetat klika ongkea dengan metode DPPH adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil perhitungan IC50

EkstrakKadar ekstrak

(ppm)Absorbansisample *)

% pengikatanDPPH**)

probitPersamaan Garis

LinearIC50

(ppm)

Metanol

2001005025

12,5

0,17450,26900,35790,50360,6279

7562492911

5,675,314,974,453,77

Y = 2,2057+ 1,5477 xR = 0,9766 63,899

Larut etilasetat

2001005025

12,5

0,17350,23420,36090,48960,5547

7567493122

5,675,444,974,504,23

Y = 2,8073 + 1,2688 xR =0,9868 53,481

Tidaklarut etilasetat

2001005025

12,5

0,10640,36090,32900,48680,5815

8568533118

6,045,475,084,504,08

Y = 2,2761 + 1,624 xR =0,9965 47,566

VIT C

1005025

12.5

0.06620.51660.59880.6609

9140156

6,344,753,953,45

Y=3.1459X-0.2487

R=0,9355

32.383

*) Hasil tersebut merupakan hasil dari 3 kali pengukuran**) Absorbansi kontrol 0,7065

Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak metanol, ekstrak larut etil asetat dan

ekstrak tidak larut etil asetat masing-masing memiliki IC50 sebesar 63,899

ppm, 53,481 ppm dan 47,566 ppm, hal ini menunjukkan bahwa yang

berpotensi sebagai antiradikal bebas adalah senyawa yang bersifat polar

(tidak larut etil asetat). Aktivitas ekstrak klika ongkea lebih kecil bila

dibandingkan dengan aktivitas vitamin C (32.383 ppm). Hal ini kemungkinan

disebabkan karena di dalam ekstrak-ekstrak tersebut masih terdapat banyak

senyawa lain yang mungkin tidak memiliki aktivitas antiradikal bebas.

Page 34: Laporan Insentif Dasar - Unhas

34

Hasil pengujian penghambatan aktivitas COX-1 ekstrak klika ongkea adalah

sebagai berikut:

Tabel 2. Aktivitas penghambatan aktivitas COX-1 oleh ekstrak klika ongkea

SAMPELKONSENTRASI

(ppm)SERAPAN

SERAPANRATA-RATA

% hambatan ProbitPersamaan

LinearIC50

(ppm)

Ekstrakmetanol

68.18

0.18

0.174 54% 5,08

Y=2.3757+1,4817x

R= 0.9992

59.039

0.175

0.168

45.45

0.191

0.185 43% 4,820.188

0.176

22.73

0.209

0.202 27% 4,390.2

0.196

Ekstraklarut etilasetat

90.91

0.173

0.171 57% 5,08

Y=3.083X –0.7273

R=0.8511

72.062

0.168

0.173

68.18

0.177

0.172 56% 5,130.177

0.163

45.45

0.215

0.205 24% 4,260.199

0.201

Ekstraktidak larutetil asetat

90.91

0.137

0.149 78% 5,77

Y=3.3568+1.1981x

R=0.7701

23.524

0.151

0.16

68.18

0.171

0.161 67% 5,410.158

0.153

45.45

0.181

0.163 65% 5,360.157

0.15

Blanko background wells

0.136

0.1260.121

0.121

COX-1100%

100% initialwells

0.235

0.2300.228

0.228

Pengujian aktivitas penghambatan siklooksigenase dilakukan secara in vitro

dengan menggunakan Kit yang terdiri atas dapar tris-HCl, heme, asam

arakidonat, COX-1 (ovine), dan substrat kolorimetrik yaitu TMPD (tetrametil p-

fenilendiamin). Enzim COX-1 (ovine) memiliki 2 komponen aktif yaitu

Page 35: Laporan Insentif Dasar - Unhas

35

komponen siklooksigenase dan peroksidase. Bagian aktif peroksidasenya

terdiri atas molekul heme yang mengikat sebuah alkilhidroperoksida (R-OOH)

dan bagian aktif siklooksigenasenya mengikat asam arakidonat. Kedua

bagian aktif ini dihubungkan dengan asam amino tirosil.

Aktivitas siklooksigenase dimulai dengan pengaktivan enzim COX-1 oleh

molekul heme (heme B) pada salah satu sisi aktifnya, selanjutnya asam

arakidonat yang merupakan substrat dari enzim COX-1 diubah menjadi

prostaglandin-G2 melalui aktivitas siklooksigenase dari enzim COX-1.

Hasil pengubahan asam arakidonat yaitu prostaglandin-G2 (PGG2)

selanjutnya diubah menjadi PGH2 oleh aktivitas peroksidase COX-1 dan

bersamaan dengan itu TMPD yang telah ditambahkan ke dalam well akan

teroksidasi melepaskan satu elektronnya membentuk senyawa berwarna

dengan yang dapat mengabsorsi sinar dengan panjang gelombang 620 nm.

Sehingga, secara stoikiometri 2 molekul TMPD teroksidasi per mol

hidroperoksid/ prostaglandin-G2 (PGG2) yang direduksi oleh peroksidase.

Blanko dibuat triplikat, masing-masing well berisi dapar, asam arakidonat,

substrat kolorimetrik (TMPD), pelarut dan heme; karena tidak ditambahkan

enzim siklooksigenase, maka tidak terjadi oksidasi TMPD sehingga nilai

absorbannya rendah. Pengukuran aktivitas 100% juga dilakukan triplikat

dengan memasukkan semua komponen reagen kecuali sampel (inhibitor).

Nilai yang diperoleh untuk well ini merupakan nilai absorban tertinggi karena

seluruh molekul TMPD dioksidasi akibat aktivitas peroksidase dari cox-1

tanpa penghambatan apapun. Well yang lainnya adalah well untuk inhibitor

yang berisi semua reagen dan inhibitor yaitu sampel yang akan diuji aktivitas

penghambatannya dan pembanding.

Rata-rata absorbansi blanko adalah 0.126, sedangkan absorbansi 100%

initial activity wells adalah 0.230. Nilai absorbansi yang lebih besar daripada 1

menunjukkan bahwa jumlah masing-masing komponen yang ditambahkan

telah tepat. Demikian pula absorbansi pada perlakuan dengan sampel

menunjukkan absorbansi >1, hal ini menunjukkan jumlah dan konsentrasi

sampel yang ditambahkan sebagai inhibitor telah tepat.

Page 36: Laporan Insentif Dasar - Unhas

36

Perhitungan nilai IC50 dilakukan dengan analisis probit berdasarkan

persentase penghambatan aktivitas enzim cox-1 oleh sampel. Nilai IC50

ekstrak metanol, ekstrak larut etilasetat dan ekstrak tidak larut etilasetat

secara berurutan adalah 59,039; 72,062 dan 23,524 ppm.

Ini membuktikan hipotesis awal bahwa semakin tinggi aktivitas antioksidan,

semakin tinggi aktivitas penghambatannya terhadap enzim siklooksigenase-1

berdasarkan penghambatan reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh aktivitas

peroksidase cox-1.

Penyiapan Ekstrak dengan Kandungan Polifenol yang Tinggi

Untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar polifenol yang tinggi maka klika

ongkea diekstraksi menggunakan pelarut yang dianjurkan untuk senyawa

polifenol tinggi, yaitu aseton-air 70%. Hasil pengukuran kadar polifenol

ekstrak dengan metode Folin Cio Calteau adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Kandungan polifenol total ekstrak klika ongkea

Ekstrak SerapanX (konsentrasi senyawa dalam ekstrak,

terukur sebagai asam tanat)Kadar polifenol (% b/b)

Metanol

0.164 2.252101 7.507

0.17 2.352941 7.843

0.168 2.319328 7.731

rata-rata 7.694

Aseton

0.18 2.521008 8.403

0.2 2.857143 9.524

0.227 3.310924 11.036

rata-rata 9.655

Ekstrak aseton-air 70% selanjutnya diperbanyak dengan metode maserasi,

pengeringan sampel dilakukan dengan rotavaporator untuk menghilangkan

aseton dilanjutkan dengan liofilisasi untuk menghilangkan air tanpa

menggunakan pemanasan, sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan

senyawa pada proses pengeringan tersebut. Ekstrak selanjutnya dipartisi

menggunakan pelarut dengan kepolaran yang bertingkat, secara berturut-

turut adalah heksan, dietileter, dan aseton. Hasil pengujian aktivitas masing-

masing ekstrak tersebut adalah sebagai berikut:

Page 37: Laporan Insentif Dasar - Unhas

37

Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antiradikal bebas Ekstrak Klika Ongkea

Ekstrak konsentrasi(ppm)

serapanrata-rata

%pengikatan

probit IC50 (ppm)

eter4 0.6686 25 4.33 12.6272 0.773367 13 3.92

1 0.82615 7 3.52

aseton4 0.67005 25 4.33 15.801

2 0.79245 11 3.77

1 0.81405 8 3.59

tidak larutaseton

4 0.362333 59 5.23 3.10512 0.593533 33 4.59

1 0.697267 21 4.19

Blanko 0.8882

Fraksinasi dengan kromatografi kolom

Fraksinasi sebelumnya menggunakan fase diam silika gel menunjukkan

pemisahan yang buruk, hal ini disebabkan sifat senyawa dalam ekstrak yang

sangat polar sehingga terikat kuat pada silika. Berdasarkan hasil tersebut

dilakukan percobaan menggunakan fase diam yang berbeda, yaitu sephadex

LH 20. Metode ini digunakan karena senyawa-senyawa fenolik khususnya

tanin dalam alkohol akan terjerap oleh sephadex LH20, dan akan terlepas

kembali pada elusi dengan aseton-air (Hagerman, 2002).

Hasil pemisahan dengan metode tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Proses Fraksinasi Kolom, fase diam sephadex LH20, fase gerak etanol 80% danaseton 80%, fraksi-fraksi ditampung berdasarkan warna yang tampak pada kolom elusi.

Keterangan:a. Kolom terkemas berisi larutan sampelb. Ekstrak mulai terelusi dengan etanol 80%c. Fraksi I, berwarna coklat di dasar kolom, terelusi dengan etanol 80%d. Fraksi II, berwarna kuning, terelusi dengan etanol 80%e. Fraksi III, berwarna kemerahan, tampak di dasar kolom, terelusi dengan aseton 80%f. Fraksi IV, berwarna coklat-merah tua, pada gambar sebelumnya tampak di tengah kolom,terelusi dengan aseton 80%g. Fraksi V, berwarna merah-muda, terelusi dengan aseton 80%

a b c d e f g

Page 38: Laporan Insentif Dasar - Unhas

38

Fraksi-fraksi ditampung di dalam vial seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 6. Hasil Fraksinasi Kolom

Gambaran KLT-fraksi adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Hasil KLT fraksi ke-1, -2, -5, -6, -7, -8, dan -10. Fase diam silika gel, fase geraketilasetat, visualisasi dengan H2SO4

Fraksi-fraksi di atas telah menunjukkan gambaran KLT yang cukup berbeda

dan gambaran KLT pada fase diam silika gel tersebut tidak menunjukkan

adanya keteraturan urutan kepolaran dari fraksi ke fraksi, hal disebabkan

karena tidak seperti silika gel, sephadex tidak memisahkan senyawa

berdasarkan kepolarannya melainkan bersifat eksklusi ukuran.

Page 39: Laporan Insentif Dasar - Unhas

39

Uji Aktivitas Antiradikal Bebas Fraksi-Fraksi

Hasil pengujian aktivitas masing-masing fraksi adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Aktivitas Antiradikal bebas Ekstrak Klika Ongkea

SampelKonsentrasi

(ppm)

Serapanrata-rata

*)

%pengikatan

DPPH

IC50(ppm)

Fraksi-110 0.6639 45%

11.6135 0.8398 31%

2.5 1.0047 17%

Fraksi-2

10 1.1237 7%

**)5 1.1560 5%

2.5 1.1099 8%

Fraksi-3

10 0.4479 63%

7.31285 0.8353 31%

2.5 0.9821 19%

Fraksi-4

10 0.4779 61%

8.30915 0.7830 35%

2.5 0.9696 20%

fraksi-510 0.8114 33%

48.5975 1.0240 15%

2.5 0.8604 29%

Ekstrak tidak larutaseton

10 0.5853 52%

9.5415 0.8577 29%

2.5 1.0370 14%

Blanko 1.2110

Keterangan: *) rata-rata dari 3 kali pengukuran, **)tidak dapat ditentukan

Hasil di atas menunjukkan bahwa fraksi 3 dan 4 adalah fraksi yang paling aktif

dalam menangkap radikal bebas DPPH dengan IC50 masing-masing sebesar

7,31 dan 8,31 ppm. Berdasarkan Hagerman (2002) kedua fraksi tersebut

diduga merupakan kelompok senyawa polifenol karena pada saat elusi kolom

dengan etanol 80% keduanya masih tertahan di dalam gel sephadex dan

baru terelusi oleh aseton 80%.

Page 40: Laporan Insentif Dasar - Unhas

40

Uji Penghambatan Aktivitas Siklooksigenase-1 Fraksi

Hasil pengujian aktivitas masing-masing fraksi adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Penghambatan Aktivitas COX-1 Fraksi

SampleKonsen-

trasi(ppm)

SERAPANRATA-

RATA *)B a cox-1

%PENGHAM-

BATANPersamaan garis dan IC50

Fraksi-322.73 0.123 -0.01067 0.032 133%

Y=2.9111x+3.0276R = 0.7925IC50=4.759 ppm

9.09 0.137 0.000333 0.032 90%

6.82 0.149 0.015 0.032 53%

4.55 0.154 0.017 0.032 36%

2.27 0.159 0.024667 0.032 23%

Fraksi-422.73 0.139 0.005333 0.032 83% Y=4959x+2.894

R = 0.8599IC50=6.9788 ppm

9.09 0.142 0.008 0.032 75%

6.82 0.146 0.008333 0.032 64%

4.55 0.16 0.026 0.032 19%

2.27 0.163 0.028667 0.032 10%

Asetosal

6.82 0.162 0.013 0.032 59%Y=1.073X + 4.0944R = 0.9897IC50 = 6,98 ppm

4.55 0.159 0.0175 0.032 45%

2.27 0.152 0.027667 0.032 22%

1.135 0.147 0.025 0.032 14%

Blanko 0.134

100%initial wellCOX-1 0.166

Keterangan: *) rata-rata dari 3 kali pengukuran

Perhitungan nilai IC50 dilakukan dengan analisis probit berdasarkan

persentase penghambatan aktivitas enzim cox-1 oleh sampel. Nilai IC50

fraksi-3, fraksi 4 masing-masing sebesar 4,759 ppm dan 6.98 ppm. Hasil ini

menunjukkan bahwa fraksi-3 lebih poten dibandingkan dengan fraksi-4

maupun pembanding asetosal yang memiliki penghambatan 50% pada

konsentrasi 6,98 ppm (sama dengan fraksi-4). Aktivitas penghambatan

enzim Cox-1 menunjukkan bahwa fraksi dapat dilanjutkan sebagai bahan

antiagregasi platelet.

Page 41: Laporan Insentif Dasar - Unhas

41

6. Kesimpulan

1. Ekstrak aseton klika ongkea memiliki kandungan polifenol sebesar

9,655% b/b.

2. Uji aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa

fraksi sisa yang tidak tersari oleh ketiga pelarut tersebut memiliki

aktivitas yang paling baik dengan nilai IC50 9,541 ppm.

3. Fraksi sisa (tidak larut aseton) selanjutnya dipisahkan dengan metode

kromatografi kolom menggunakan fase diam sephadex LH20 dan fase

gerak etanol 80% dilanjutkan dengan aseton 80%. Hasilnya adalah 5

buah fraksi yaitu 2 buah fraksi terelusi oleh etanol 80% dan 3 buah

fraksi terelusi oleh aseton 80%.

4. Uji aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa

fraksi ke-3 dan ke-4 memiliki aktivitas yang paling baik dengan nilai

IC50 masing-masing sebesar 7,31 dan 8,31 ppm.

5. Nilai IC50 penghambatan aktivitas enzim COX-1 fraksi-3, fraksi 4

masing-masing sebesar 4,759 ppm dan 6.98 ppm yang sama dengan

aktivitas asetosal yang memiliki penghambatan 50% pada konsentrasi

6,98 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Benavente O, Hart RG, Sherman DG. 1998. Primary Prevention of TransientIschemic Attack and Thromboembolic Stroke. In Cardiovascular Thrombosis Thrombocardiology and Thromboneurology, 2nd ed, VerstraeteM, Fuster V. Topol EJ, eds. Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers.

Bucki, R., Pastore JJ, Giraud F, Sulpice JC, and Jenmey PA, Flavonoidinhibition of platelet procoatjulant activity and phosphoinositidesynthesis, Journal of Thrombosis and Haemostasis, Vol 1, p. 1820,August 2003.

Cuendet, M., Hostettmann, K., Potterat, O., and Dyatmiko, W. (1997) Iridoidglucosides with free radical scavenging properties from Fagraeablumei., Helv. Chim. Acta 80.

Cui. B., Chai. H., Santisuk. T., Reutrakul. V., Fransworth. N. R., Corell. G. A.,Pezzuto. J. M., Kinghorn. A. D. 1998. Journal of Natural Products ( J.Nat. Prod). Vol. 61. No. 12. PP. 1535-1538 (14 ref).

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1986. Sediaan Galenik.Edisi II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Bhakti Husada.Jakarta. 2, 7, 10, 32.

Page 42: Laporan Insentif Dasar - Unhas

42

Ganiswarna, S.G., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. FK UI.Jakarta. 686.

Gritter, R.J. Bobbits, J. M. Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi.Penerjemah Dr. Kosasih Padmawinata & Dr. Iwan Sudiro. PenerbitITB. Bandung. 6

Hagerman, A.E. 2002. Tannin Handbook. Department of Chemistry andBiochemistry, Miami University. Oxford

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Makmur, L., Mujahidin, D., dan Syah, Y.M. 2001.Profil Kimia Annonaceae. Bull Soc. Nat.Prod Chern. (Indonesia).Vol I:1, Januari-Juni 2001.

Hankey, G.J. 2003. Antiplatelet Drug. The Medical Journal of Australia. 178(11): 568-574. www.mja.com . diakses Maret 2007

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan ke-1. BadanPenelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. 771.

Hopkin ,J.2004. Antiplatelet Therapy in Non-ST Segment Elevation AcuteCoronary Syndrom. The Jonhopkins Bayview Medicalcentre.www.jama.com. 292:1875

Hostettmann, K. Hostettmann, M. Marston, A. 1985. Cara KromatografiPreparatif Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah Dr.Kosasih Padwamawinata. Penerbit ITB B. Bandung. 9. 10. 33-34

Kimball, J.W. 1983. Biologi. Terjemahan oleh H. Siti Soetarmi Tjitrosoepomo& Nawangsari Sugiri. 1992. Erlangga. Jakarta. 418.

Mufidah dan Alam G, 2006, Uji penghambatan radikal bebas DPPH olehEkstrak Etanol Klika Ongkea (Mezzetia parviflora Becc.), MajalahFarmasi dan Farmakologi (submitted).

Patrono C. 2003. Expert Consensus Document on the Use of AntiplateletAgent. European Heart Journal. 25(2). 166-181

Rahman, A. 2001. Bioassay Techniques For Drug Development. Harwordacademic Publisher. Australia. 39-41.

Schmaier, AH, and Petruzzelli, LM, 2003, Hematology for the MedicalStudent, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Smith, W., Michael, R., dan David, L. 1996. Prostaglandin Endoperoksid HSintase (Siklooksigenase)-1 and -2. Departemen of Biochemistry,Michigan State University. The Journal of Biological Chemistry,vol.271.p.33157-33160, east lansing, Michigan.www.jbc.standford.com. Diakses Desember 2006

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Edisi I. Kanisus. Yogyakarta. 60.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.Terjemahan oleh Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. 73.

Vogel, HG. (Ed.), 2002, Drug Discovery and Evaluation, PharmacologicalAssays, Springer-Verlag Berlin.

Ranbe, A.S. 2004. Obat-obat penyakit serebrovaskular. Cermin DuniaKedokteran.

Page 43: Laporan Insentif Dasar - Unhas

43

LAMPIRAN

(a) (b)(c) (d)

Gambar 5. Foto tanaman ongkea (Mezzettia parviflora Becc)Keterangan : (a) Tanaman ongkea (Mezzettia parviflora Becc)

(b) Daun ongkea(c) Buah ongkea(d) Daun ongkea

Page 44: Laporan Insentif Dasar - Unhas

44

PUBLIKASI ILMIAH (dibawakan pada International Symposium on AsianMedicinal Plants, April 9-11 2007, Surabaya, Indonesia

FREE RADICAL SCAVENGING ACTIVITY OF ONGKEA (Mezzetiaparviflova Becc.) WOODBARK

Mufidah, Marianti A. Manggau, Rosany Tayeb, Gemini AlamPharmacy Faculty, Hasanuddin University

ABSTRACT

Ongkea (Mezzetia parviflova Becc.) woodbark is traditional medicine for many

degenerative disease in Buton Regency, Southeast Sulawesi. In vitro

antioxidative evaluation against DPPH free radical have been conducted to

screen antioxidant from ongkea bark that could be associated with the

traditionally known medicinal effect. The percentage of trapped DPPH by

samples was calculated based on the decrease of absorbance at 517 nm after

addition of aliquot sample and the activity was denotes as IC50, i.e. the

concentration of sample required to scavenge 50% of the DPPH free radicals.

The IC50 of MeOH extract, dissolved in AcOEt fraction, and udissolved in

AcOEt fraction were 63.99 ppm, 53.48 ppm, and 45.57 ppm, respectively.

This value indicated that the polar fraction was potential as an anti-free

radical, although its effect was lower than ascorbic acid (IC50 = 32.383 ppm).

Further investigation toward aglycon fraction after refluxing in 2N HCl for 2

hours indicated the decreasing of scavenge potency.

INTRODUCTION

Free radicals, formed by various environmental chemicals as well as by

endogenous metabolism, can cause oxidative damage to DNA, so as to cause

mutation and chromosomal damage, oxideze cellular thiols (resulting inhibition

of key enzymes), and abstract hydrogen atoms from unsaturated fatty acids to

initiate the peroxidation of membrane lipids. This damage was believed to be

underlying cause of cancer, cardiovascular problems, and immune system

decline (Hanson, 2005; Tringali, 2001).

Page 45: Laporan Insentif Dasar - Unhas

45

Ongkea, Mezzetia parviflova Becc. (Annonaceae), have been used empirically

in Southeast Sulawesi as traditional medicine for their antidiabetic, antitumor,

antihypertention, anticholesterolemic and antiasthma properties. Since the

cellular damage by free radicals has been considered as one of the major

factors in the development of age-related human diseases, in vitro

antioxidative evaluation against DPPH radical (Blois, 1958) have been carried

out to screen antioxidant from ongkea bark that could be associated with the

traditionally known medicinal effect.

MATERIAL AND METHODS

General Experimental Procedures

The absorbance was detected on UV/Vis spectrophotometer (Hewlett

Packard). Vacuum liquid chromatography (VLC) was carried out using Merck

Si gel 60 GF254. TLC analysis was performed on precoated silica gel

alluminium plates (Merck Kieselgel 60 GF254, 0.25 mm, 20x20 cm).

Plant materials: The woodbark of Mezzetia parviflova Becc. were collected

from Buton forest, Southeast Sulawesi and identified at the Herbarium

Bogoriense, Bogor.

Chemicals: The 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH) (Sigma-Aldrich) and

ascorbic acid (Merck).

Extraction

The dried and milled woodbark of Mezzetia parviflova Becc. (1 kg) was

extracted exhaustively with methanol at room temperature (three night, three

times). The combined extract, on removal of solvent under reduced pressure,

gave a brown residue (300 g). A portion (25g) of the total methanol extract

was partitioned with ethyl acetate. Both of dissolved in AcOEt fraction (2 g)

and undissolved in AcOEt fraction (22 g) were screened for scavenging DPPH

radical activity. A portion of the dried undissolved in AcOEt fraction (5 g) was

refluxed with 2N HCl (100 ml) for 2 hours. The mixture was extracted with

AcOEt and checked by TLC for aglycones. The AcOEt extract fractionated by

VLC eluted with hexane, n-hexane-AcOEt, AcOEt, and MeOH of increasing

polarity to give 4 major fractions. All of fractions were screened for scavenging

DPPH radical activity.

Page 46: Laporan Insentif Dasar - Unhas

46

DPPH scavenging assay

An ethanol solution of the DPPH radical (final concentration of DPPH was

0.4mM) was prepared. An aliquot (1 ml) of solution containing different

concentrations of dried samples was added to 3.8 ml of DPPH solution. The

mixture was then shaken and left to stand for 30 minutes. Following the

reaction, the absorbance was measured at 517 nm, and the percent inhibition

was calculated. The value of 50% inhibition (IC50) denotes the concentration

of sample required to scavenge 50% of the DPPH free radicals. Each

experiment was performed in triplicate.

TLC screening for DPPH scavenger

Antioxidant fractions detected on TLC plate by spraying with DPPH radical

(Bohlin and Bruhn, 1999). Antioxidant reduce the radical, producing white

spots on a purple background.

RESULTS AND DISCUSSION

The DPPH free radical is a stable free radical, which has been widely used as

a tool to estimate tha free radical scavenging activities of antioxidant (Jung et

al, 2007).

DPPH free radical scavenging assay was performed in order to determine the

antioxidant potential of the Mezzetia parviflova Becc. woodbark (Table 1).

Table 1. IC50 of the Mezzetia parviflova Becc. woodbark extracts and ascorbic acid

Sample Antioxidant activity (IC50, ppm)

Ascorbic-acid

Methanol extract

Dissolved in AcOEt (non polar) extract

Undissolved in AcOEt (polar) extract

32.38

63.99

54.48

45.57

Although the potency of polar extract (IC50 values 45.57 ppm) lower than

ascorbic acid, this extract still potential to be isolated with consider that the

extract contain more than one component.

Page 47: Laporan Insentif Dasar - Unhas

47

The polar fraction was a glycoside mixture which have aglycone TLC profile

(after refluxing with 2N HCL) as follows:

1st 2nd 3rd 4th

Fig. 1. TLC profile of VLC fractions

(stationary phase: SiO2,F254nm; mobile phase n-hexane-AcOEt 1:1 /v;visualitation with free radical DPPH)

The fractions then grouped based on the TLC profile. While there are

numerous spots which entrap DPPH radical (antioxidant reduce the DPPH

radical, producing white spots on a purple background), the potency of these

fractions lower than ascorbic acid and only one fraction which have IC50

values < 100 ppm i.e 3rd fraction (IC50= 46.24 ppm).

REFERENCES

Bohlin, L. and Bruhn, J.G. (Ed.). 1998. Bioassay Methods in Natural ProductResearch & Drug Development. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht.

Hanson, B.A. 2005. Understanding Medicinal Plants. Their Chemistry andTherapeutic Action. The Haworth Press Inc. Binghamton.

Jung S.J., Kim D.H., Hong Y.H., Lee J.H., Song H.N., Rho Y.D., and Baek N.I.2007. Flavonoid from the Flower of Rhododenron yedoense var.Poukhanense and their Antioxidant Activities. Arch Pharm Res Vol. 30,No.2. 146-150.

Tringali, C. (Ed). 2001. Bioactive Compounds from Natural Sources. Taylor &Francis. London and New York.

Park H.S., Lim J.H., Kim H.J., Choi H.J., and Lee I.K. 2007. AntioxidantFlavone Glycosides from the Leaves of sasa borealis. Arch Pharm ResVol. 30, No.2. 161-166.

Page 48: Laporan Insentif Dasar - Unhas

48

Page 49: Laporan Insentif Dasar - Unhas

49