LAPORAN AKHIR - Unhas

59
LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL BATCH IV TAHUN ANGGARAN 2009 PENGARUH BERBAGAI METODE PENANA.lnAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PROD ·KsRUMPUT. LAUT Euchema spinosum Oleh: SYAHRUL, S.Pi., M.Si. PROF. DR. IR. MUHAMMAD YUSRI KARIM, M.Si IR. DAUO THANA, MS. Dibiayai Oleh DIPA DP2M Ditjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 200Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitiar No. 593/SP2H/PP/DP2MNll/2009, Tanggal 30 Juli 2009 UNIVERSITAS HASANUDDIN JANUARI, 2010

Transcript of LAPORAN AKHIR - Unhas

Page 1: LAPORAN AKHIR - Unhas

LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL BATCH IV

TAHUN ANGGARAN 2009

PENGARUH BERBAGAI METODE PENANA.lnAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PROD ·Ks�

RUMPUT. LAUT Euchema spinosum

Oleh:

SYAHRUL, S.Pi., M.Si.

PROF. DR. IR. MUHAMMAD YUSRI KARIM, M.Si

IR. DAUO THANA, MS.

Dibiayai Oleh DIPA DP2M Ditjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 200� Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitiar No. 593/SP2H/PP/DP2MNll/2009, Tanggal 30 Juli 2009

UNIVERSITAS HASANUDDIN JANUARI, 2010

Page 2: LAPORAN AKHIR - Unhas

HALAMANPENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

: Pengaruh Berbagai Metode Penanaman Terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Produksi Rumput Laut Euchema spinosum

2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar : Syahrul, S.Pi., M.Si. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIP : 19730116 200604 1 002 d. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk. I/ Ill b e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli f. Fakultas/Jurusan : llmu Kela utan dan Perikanan/

Perikanan

1. Judul Penelitian ' g. Perguruan Tinggi h. Pusat Penelitian i. TelponfFax j. Alamat Rumah k. Telpon/Fax/HP

: Universitas Hasanuddin : Lembaga Penelitian UNHAS : 0411-586025/0411-586025 : JI. Sirajuddin Rani No. 37 Gowa : 081355584100

I 3. Jumlah peneliti

Nama Anggota I

Nama Anggota II

(Prof. Dr. Ir. A. Niartiningsih, MPi) NIP. 19611201 198703 2 002

: 3 (tiga) orang

: Prof.Dr.Ir. Muh. Yusri Karim, M.Si

: Ir. Daud Thana, MS

: 4 ( empat) bulan : Rp. 95.600 .. 000,- (sembilan puluh lima juta enam ratus ribu rupiah}

Makassar, 8 Januari 2010

Page 3: LAPORAN AKHIR - Unhas

ABSTRAK Pengaruh Berbagai Metode Penanaman Terhadap Pertumbuhan dan

Produksi Rumput Laut Eucheuma spinosum

Syahru/11, Muh. Yusrl Kerim", Daud Thana31

1•2•3lJurusan Perikanan, Fakultas llmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar

Prospek pengembangan rumput laut di Indonesia sangat cerah mengingat besarnya potensi sumber daya hayati perairan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Namun ada kendala yang dihadapi oleh para petani rumput taut ialah rendahnya produksi dan mutu rumput laut yang dihasilkan. Hal ini disebabkan antara lain oleh rendahnya pengetahuan petani rumput laut mengenai teknologi budidaya dan keterampilan dan penerapan teknologi (metode) budidaya yang tidak sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan, produksi dan kandungan karaginan rumput taut (E. spinosum) yang dipelihara dengan berbagai metode budidaya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, di Perairan Waetuwo, Kecamatan Awang Pone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk ekstraksi fikokoloid akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan dan Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dasar, lepas dasar dan metode apung serta kombinasi ketiga metode tersebut dengan menggunakan rakit sebagai sarana pelengkap. Pengukuran peubah dilakukan terhadap laju pertumbuhan spesifik harian, produksi, kandungan karaginan, dan kualitas air

Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut E. spinosum berkisar antara 2, 73 - 2,95 %/hari. Laju pertumbuhan spesifik harian tertinggi pada metode permukaan (2,95 %/hari) dan yang terendah adalah metode dasar {2,73 %/hari). Rata-rata produksi rumput laut selama penelitian berkisar antara 753,6 - 818,5 g/m2• Jumlah produksi rumput laut yang tertinggi adalah pada metode permukaan dengan rata-rata produksi 818,5 g/m2 dan yang terendah adalah perlakuan metode dasar dengan rata-rata produksi 753,6 g/m2• Kualitas karaginan hasil ekstraksi sudah memenuhi standar untuk perdagangan intemasional berdasarkan rendemen, kadar air dan abu, kekuatan gel dan viscositas. Parameter kualitas air selama penelitian masih berada pada kisaran yang cukup baik untuk budidaya rumput taut E. spinosum.

Page 4: LAPORAN AKHIR - Unhas

DAFTAR ISi

Halaman

DAFT AR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. v

DAFT AR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

11.

Ill. IV.

I. PENDAHULUAN La tar Belakang . Asumsi . Tujuan Penelitian . SIGNIFIKANSI PENELITIAN Manfaat Penelitian . Luaran . KERANGKA KONSEPTUAL TINJAUAN PUSTAKA

1 2 2

3 3

Klasifikasi dan Morfologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 Ekologi Rumput Laut............................................... 6 Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

9 9

12 13

15 15 15 16 16 17

Produksi . Metode Budidaya . Karaginan . Kualitas Air . METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat . Materi Penelitian . Prosedur . Rancangan Penelitian .. Pengukuran Peubah . Analisis Data . HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 Produksi 19 Karaginan 21 Kualitas Air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27

VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 Saran................................................................. 30

VI.

v.

DAFT AR PUST AKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

LAMPIRAN 34

iv

Page 5: LAPORAN AKHIR - Unhas

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Harian (%/hari) Rumput Laut (E. spinosum) yang Oipelihara pada Berbagai Metode Penanaman .. . . . . .. . .. . . . . .. .. . . .. . .. . . . . . .. . . .. . . . . . . .. .. . 18

2. Rata-rata Produksi Basah Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pad a Berbagai Met ode Penanaman . .. .. . . .. . . .. ... 20

3. Rata-rata Nilai Kadar Air dan CAW Bahan Baku Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman......................................................... 22

4. Rata-rata Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman............. 23

5. Rata-rata Kekuatan Gel dan Viscositas Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

6. Rata-rata Kadar Air dan Kadar Abu Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Oipelihara pada Berbagai

Metode Penanaman.................. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

7. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian . . . . . . 27

v

Page 6: LAPORAN AKHIR - Unhas

DAFTAR GAMBAR

Norn or Ha la man

1. Rumput Laut Eucheuma spinosum . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . 6

vi

Page 7: LAPORAN AKHIR - Unhas

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Sela ma Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

2. Data Laju Pertumbuhan Spesifik Harian (%/hari) Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

3. Analisis Ragam Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Sela ma Penelitian .... 35

4. Uji Lanjut Tukey Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian ............ 36

5. Data Produksi Basah (g/m2) Rumput Laut (E. spinosum) pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian .................................... 37

6. Analisis Ragam Produksi Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian ............ 37

7. Uji Lanjut Tukey Produksi Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian ........ 38

8. Data Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian ............. 39

9. Analisis Ragam Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Sela ma Penelitian ..... 39

10. Uji Lanjut Tukey Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian... 40

11. Data Kekuatan Gel Rumput Laut (E: spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 41

12. Analisis Ragam Kekuatan Gel Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Sela ma Penelitian....... 41

13. Uji Lanjut Tukey Kekuatan Gel Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 42

14. Data Viscositas Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 43

15. Analisis Ragam Viscositas Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian...... .. 43

vii

Page 8: LAPORAN AKHIR - Unhas

Norn or Halaman

16. Uji Lanjut Tukey Viscositas Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian... 44

17. Data Kadar Air Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Se lama Penelitian... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45

18. Analisis Ragam Kadar Air Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 45

19. Uji Lanjut Tukey Kadar Air Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian ..... 46

20. Data Kadar Abu Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 47

21. Analisis Ragam Kadar Abu Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian... ... 47

22. Uji Lanjut Tukey Kadar Abu Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian 48

23. Dokumentasi Penelitian Rum put Laut . . . . . . . .. . . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . 49

viii

Page 9: LAPORAN AKHIR - Unhas

1

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumput laut merupakan komoditi yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Selain budidayanya mudah, daya tumbuh kembangnya sangat

cepat. Rumput laut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, apalagi jika telah

melalui pengolahan. Namun demikian, dalam perkembangannya, budidaya

rumput laut masih dilakukan secara kecil-kecilan dan kadang tidak efisien.

Menurut Indriani dan Suminarsih (2003), pemanfaatan rumput laut yang terbesar

di Indonesia sebagai bahan ekspor adalah bentuk rumput laut kering. Volume

ekspor rumput laut kering Indonesia dari tahun 1985 sampai 1989 berkisar 5,4

sampai 30,6% dengan nilai rata-rata ekspor pada periode tersebut adalah

8.939.379,2 kg/tahun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa prospek ekspor rumput

laut Indonesia di masa datang akan semakin cerah.

Rumput laut tumbuh pada perairan yang dangkal, dimana cahaya

matahari cukup tersedia. Pada perairan yang jernih rumput laut dapat tumbuh

hingga kedalaman 20-30 meter di mana suhu air berkisar 15-28oC, dan salinitas

20-30 ppt untuk Gracilaria spp (Aslan, 1998) atau salinitas 28-34 ppt dan suhu

28-33oC untuk Eucheuma spp (Afrianto dan Liviawaty, 1993; Hadiwigeno, 1990).

Sampai saat ini pangsa pasar rumput laut, baik dalam negeri maupun luar

negeri belum terpenuhi. Salah satu penyebabnya ialah mutu dan kontinuitas

produksi yang diperoleh dengan memanen dari alam, belum terjamin (Anonim,

2008). Cara yang terbaik untuk dapat memenuhi kebutuhan rumput laut yang

semakin meningkat, ialah dengan membudidayakannya pada tataruang baik di

laut maupun di tambak.

Budidaya rumput laut berperanan penting dalam meningkatkan produksi

perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat serta me-

menuhi kebutuhan industri. Selain itu, budidaya rumput laut berperan pula dalam

memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani ikan dan

nelayan, serta memperbaiki mutu dan menjaga kelesterian sumber daya hayati

perairan.

Prospek pengembangan rumput laut di Indonesia sangat cerah

mengingat besarnya potensi sumber daya hayati perairan yang dimiliki dapat

dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Selain itu, di wilayah perairan

Indonesia tumbuh sekitar 555 jenis rumput laut. Dari jumlah tersebut 61 jenis

Page 10: LAPORAN AKHIR - Unhas

2

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

telah dimanfaatkan sebagai makanan oleh masyarakat di wilayah pesisir,

sedangkan yang sudah dibudidayakan 2 jenis yakni dari marga Euchema dan

Gracilaria. Salah satu spesies Euchema yang potensial untuk dibudidayakan

adalah Euchema spinosum.

1.2. Asumsi

Salah satu kendala yang dihadapi oleh para petani rumput laut ialah

rendahnya produksi dan mutu rumput laut yang dihasilkan. Hal ini disebabkan

antara lain oleh rendahnya pengetahuan petani rumput laut mengenai teknologi

budidaya dan keterampilan dan penerapan teknologi (metode) budidaya yang

tidak sesuai.

Kendala lain yang dihadapi oleh industri rumput laut Indonesia ialah

suplai produksi yang kurang berkesinambungan. Hal ini terutama disebabkan

oleh ketergantungan produksi pada hasil panen rumput laut yang tumbuh secara

alami. Sesuai dengan data GAPPINDO (Suboko, 1996) sumbangan sektor

budidaya perairan terhadap produksi perikanan tahun 1995 hanya mencapai

18,5%. Dari jumlah tersebut 25% diantaranya atau 4,6% dari total produksi

perikanan berasal dari budidaya rumput laut.

Berdasarkan hal di atas maka dapat diasumsikan bahwa pertumbuhan,

tingkat produksi dan mutu rumput laut (Euchema spinosum) yang di panen dari

alam dipengaruhi oleh metode budidaya.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan, produksi dan

kandungan karaginan rumput laut (E. spinosum) yang dipelihara dengan

berbagai metode.

Page 11: LAPORAN AKHIR - Unhas

3

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

II. SIGNIFIKANSI PENELITIAN

2.1. Manfaat Penelitian

Manfaat utama hasil riset yang akan dilakukan, yaitu :

a. Mengetahui laju pertumbuhan, produksi dan kandungan karaginan rumput

laut (E. spninosum) yang dipelihara dengan berbagai metode.

b. Mengetahui metode pemeliharaan yang efektif meningkatkan produksi

dan kualitas rumput laut khususnya pada E. spinosum.

2.2. Luaran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi :

a. Salah satu paket teknologi produksi rumput laut yang berkualitas

b. Bahan acuan untuk penelitian-peelitian selanjutnya

c. Bahan ajar untuk mata kuliah Marikultur

III. KERANGKA KONSEPTUAL

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah menyangkut laju

pertumbuhan, tingkat produksi dan kandungan karaginan rumput laut

(E. spinosum) yang dipelihara dengan berbagai metode yakni metode dasar,

lepas dasar dan permukaan serta dengan kombinasi ketiga metode tersebut

dengan mengatur waktu pemeliharaannya. Penelitian tentang hal tersebut sangat

diharapkan dilakukan, oleh karena sangat mendukung dalam menjelaskan

produksi dan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Terkait dengan hal tersebut,

penelitian ini sangat mendukung dan mempunyai kontribusi yang sangat jelas

terhadap penelitian lanjutan menyangkut tentang upaya memproduksi rumput

laut yang berkualitas. Selain itu, memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan

oleh karena secara jelas menghasilkan suatu pengetahuan baru tentang kualitas

rumput laut yang dihasilkan.

Hasil penelitian yang telah dicapai sebagai pendukung dalam penelitian

ini adalah penelitian menyangkut pemeliharaan rumput laut pada spesies

Euchema cottoni. Dalam penelitian tersebut ditemukan metode pemeliharaan

yang efektif yang menghasilkan hasil produksi rumput laut yang berkualitas.

Terkait dengan penelitian tersebut, oleh peneliti mendapatkan suatu kajian untuk

memunculkan suatu penelitian baru namun pada spesies E. spinosum.

Page 12: LAPORAN AKHIR - Unhas

4

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Secara teoritis, hasil penelitian tersebut mungkin terjadi. Metode budidaya

yang tepat pada kondisi lingkungan yang optimum dengan ketersediaan nutrien

yang cukup bagi kebutuhan rumput laut akan memacu pertumbuhan yang pada

akhirnya akan meningkatkan produksi dan kualitas E. spinosum. Tentunya

jawaban itu akan ditemukan dengan melakukan suatu penelitian menyangkut

pemeliharaan rumput laut (E. spinosum) dengan berbagai metode budidaya. Hal

inilah yang perlu dikaji dan diteliti.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Klasifikasi dan Morfologi

Anggadireja dkk (2006) mengklasifikasikan E. spinosum sebagai

berikut :

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gigartinales

Famili : Solierisceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma spinosum

Rumput laut Eucheuma spinosum pertama kali dipublikasikan

pada tahun 1768 oleh Burman dengan nama Fucus denticulatus Burma,

kemudian pada tahun 1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama

Sphaerococus isiformis C. Agardh, selanjutnya pada tahun 1847 J.

Agardh memperkenalkannya dengan nama Eucheuma J. Agardh. Dalam

beberapa pustaka ditemukan bahwa Eucheuma spinosum dan Eucheuma

muricatum adalah nama untuk satu spesies gangang. Dalam dunia

perdagangan Eucheuma spinosum lebih dikenal dari pada Eucheuma

muricatum (Istiani 1985 dalam Aslan, 1998).

Ciri-ciri E. spinosum yaitu thallus silindris, permukaan licin,

cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau

terang, hijau olive, dan coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung

runcing dan tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), dan duri

lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat

Page 13: LAPORAN AKHIR - Unhas

5

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

altenatus (berseling), tidak teratur, serta dapat bersifat dichotomus atau

tricotomus (Anggadireja dkk., 2006).

Bentuk dari tanaman ini tidak mempunyai perbedaan susunan

kerangka antara akar, batang, dan daun. Keseluruhan tanaman ini

merupakan batang yang dikenal sebagai talus (thallus). Thallus ada yang

berbentuk bulat, silindris atau gepeng bercabang-cabang. Rumpun

terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhana

berupa filamen dan ada pula yang berupa percabangan kompleks.

Jumlah setiap percabangan ada yang runcing dan ada yang tumpul.

Permukaan kulit luar agak kasar, karena mempunyai gerigi dan bintik-

bintik kasar. E. spinosum memiliki permukaan licin, berwarna coklat tua,

hijau coklat, hijau kuning, atau merah ungu. Tingginya dapat mencapai 30

cm. E. spinosum tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa

cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun

yang rimbun dengn ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar

matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau

melengkung seperti tanduk (Aslan, 1998).

Gambar 1. Rumput laut Eucheuma spinosum (sumber: www.algaebase.org)

Soegiarto dkk. (1978) menyatakan bahwa bentuk luar dari rumput

laut tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka akar, batang dan

daun. Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai

thallus. Lebih lanjut Ganzon dan Fortes (1981) mengemukakan bahwa

thallus ini terdiri dari holfast, stipe dan blade. Holfast mirip akar dan badan

Page 14: LAPORAN AKHIR - Unhas

6

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

tumbuhan tingkat tinggi tetapi fungsi dan strukturnya berbeda dengan

akar dimana fungsi utamanya adalah pelekatan. Stipe mirip batang pada

tumbuhan tingkat tinggi, fungsi utamanya adalah mendukung blade untuk

fotosintesis dan penyerapan. Blade mirip dengan daun pada tumbuhan

tingkat tinggi yang bentuknya bervariasi dan fungsinya bukan hanya untuk

fotosintesis dan menyerap makanan dari perairan, tetapi juga reproduksi.

Blade menghasilkan organ reproduksi.

4.2. Ekologi Rumput Laut

Rumput laut E. spinosum tumbuh dan tersebar diseluruh perairan

pantai Indonesia terutama daerah Maluku, Irian Jaya, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat. Selain

itu ditemukan juga di pantai Karimun Jawa, Nusa Kambangan, Bali,

Lombok, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Riau dan Jawa Tengah

(Afrianto dan Liviawaty, 1995).

Semua mahluk hidup memerlukan tempat untuk tumbuh guna

menunjang kehidupannya. Rumput laut E. spinosum pada umumnya

tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau daerah yang selalu

terendam air (subtidal), melekat pada substrak dasar perairan berupa batu

karang, cangkang mollusca atau benda keras lainnya. Habitat tersebut

harus memiliki substrak yang stabil, terhindar dari arus kuat dan

gelombang besar, serta merupakan perairan yang jernih. Rumput laut ini

dapat tumbuh berkelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainnya E.

spinosum tumbuh pada tempat-tempat yang sesuai dengan persyaratan

tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar

perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang

yang mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan

air. Kadar garamnya antara 28-36 %. Dari beberapa persyaratan, yang

terpenting adalah E. spinosum memerlukan sinar matahari untuk dapat

melakukan fotosintesis (Aslan, 1998).

Darmayasa (1988) budidaya rumput laut memerlukan pergerakan

air yang cukup baik karena memudahkan tranfortasi nutrient dan massa air

menjadi homogen. Dengan demikian akan menghindari fluktuasi suhu,

Page 15: LAPORAN AKHIR - Unhas

7

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

salinitas, pH dan oksigen terlarut yang merupakan faktor pembatas dalam

pertumbuhan rumput laut.

Hasil penelitian Soegiarto (1978) menunjukkan bahwa distribusi

rumput laut dan kepadatannya di suatu daerah sangat tergantung pada tipe

dasar perairan, kondisi geografis, musim dan komposisi jenis.

4.3. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah proses perubahan panjang atau berat suatu

organisme hidup selama selang waktu tertentu (Darmayasa, 1988). Lebih

lanjut Geider dan Osborne (1992) pertumbuhan sel adalah hasil dari

pembentukan formulasi material dinding sel baru (sellulosa, hemisellulosa,

pectin), dimana proses fotosintesis dapat memacu aktifitas pembelahan

sel, sehingga terjadi proses pelebaran sel (entargement phase).

Indriani dan Sumiarsih (2003) menyatkan bahwa pertumbuhan

rumput laut dipengaruhi oleh salinitas dan temperatur. Ada dua golongan

rumput laut berdasarkan salinitas yaitu rumput laut yang stenohaline dan

eurihaline.

Laju pertumbuhan rumput laut akan meningkat apabila terjadi

pemotongan. Angka laju pertumbuhan setelah tanaman dipotong lebih

tinggi dari sebelumnya dan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.

Ada dua hal yang menyebabkan pertumbuhan lebih baik setelah

pemotongan yaitu berkurangnya komposisi antara batang dalam rumpun

tanaman dan tumbuhnya percabangan baru pada bagian yang terpotong.

Oleh karena itu jika rumpun sudah besar segera dilakukan pemanenan.

(Soelistijo dkk., 1980).

Pertambahan ukuran dan berat kering suatu organisme

mencerminkan bertambahnya protoplasma yang mungkin terjadi karena

baik ukuran sel maupun jumlahnya bertambah (Setyati, 1991).

Hasanah (2007) menyatakan bahwa dengan perendaman pada

hormon Hormonik dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan produksi rumput laut K. alvarezii sedangkan kandungan

karaginannya tidak berbeda. Puncak pertumbuhan terjadi pada minggu

Page 16: LAPORAN AKHIR - Unhas

8

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

ke-3 pemeliharaan dengan nilai laju pertumbuhan berat spesifik 4,38-

5,40%/hari. Secara umum laju pertumbuhan berat spesifik berkisar antara

1,74-2,82%/hari.

Sugiharto dkk. (1978) menyatakan bahwa laju pertumbuhan rumput

laut berkisar antara 2-3% per hari. Percobaan penanaman menggunakan

rak terapung pada tiga lapisan kedalaman tampak bahwa yang lebih dekat

dengan permukaan (30 cm) tumbuh lebih baik dari lapisan kedalaman di

bawahnya karena cahaya matahari merupakan factor penting unruk

pertumbuhan rumput laut. Pada kedalaman tidak terjangkau cahaya

matahari, maka rumput laut tidak dapat tumbuh. Demikian pula iklim, letak

geografis dan faktor oseanografi sangat menentukan pertumbuhan rumput

laut. Pertumbuhan rumput laut dikategorikan dalam pertumbuhan somatik

dan pertumbuhan fisiologis. Pertumbuhan somatic merupakan

pertumbuhan yang diukur berdasarkan pertambahan berat dan panjang

thallus, sedangkan pertumbuhan fisiologis dilihat berdasarkan reproduksi

dan kandungan koloidnya.

Arsunirman (1993 dalam Munir, 2009) menyatakan bahwa laju

pertumbuhan rumput laut E. cottonii berkisar 2,75-8,49% per hari. Lebih

lanjut Alim (2002) dalam Munir (2009) mendapatkan pertumbuhan 5,3%

terhadap rumput laut yang dipelihara dengan metode apung di daerah

padang lamun. Ahda dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan rumput

laut dianggap sudah menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan bobot

per hari.

Pertumbuhan merupakan merupakan salah satu aspek biologi yang

harus diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan. Bibit yang berasal dari ujung thallus

lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan yang berasal dari pangkal.

Rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat

lingkungan tertentu agar dapat tumbuh dan hidup dengan baik. Semakin

sesuai dengan kondisi lingkungan areal budidaya maka semakin baik

pertumbuhan dan hasil yang diperoleh (Syaputra, 2005).

Page 17: LAPORAN AKHIR - Unhas

9

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

4.4. Produksi

Jarak tanam dalam suatu luasan tertentu akan mempengaruhi

populasi dan efesiensi penggunaan cahaya dan mempengaruhi kompetisi

antara organisme dalam penggunaan air dan zat-zat hara, dengan

demikian akan mempengaruhi hasil yang diharapkan. Kepadatan dalam

suatu luasan tertentu akan mempengaruhi populasi tanaman, jarak tanam

yang rapat akan memberikan populasi yang tinggi, akan tetapi populasi

yang tinggi tidak selamanya memberikan produksi yang optimum (Harjadi,

1979).

Pemberian hormon pertumbuhan (hormonik) meningkatkan laju

produksi dengan dosis perendaman 2 mL/L yang terbaik dengan produksi

678 g/m2. Rata-rata produksi K. alvarezii dengan perendaman dalam

larutan hormonik berkisar antara 474-678 g/m2, sedangkan tanpa

perendaman hanya didapatkan produksi basa 324 g/m2 (Hasanah, 2007).

4.5. Metode Budidaya

Penanaman rumput laut E. spinosum dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode budidaya. Metode yang digunakan

tergantung pada kondisi lahan/lingkungan yang digunakan. Selain

pertimbahan kondisi perairan, salah satu faktor yang penting

diperhitungkan adalah persediaan material yang akan digunakan dalam

pembuatan konstruksi budidaya seperti : bambu, tali, jarring, dan

sebagainya. Perlu juga dipahami tentang untung dan ruginya berbagai

metode budidaya yang akan digunakan. Membudidayakan rumput laut di

lapangan (field culture) dapat dilakukan dengan 3 macam metode

berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan (Aslan, 1998) yaitu :

1. Metode Dasar (Bottom Method)

Metode dasar adalah merupakan metode budidaya dengan

menggunakan bibit dengan bobot tertentu, yang telah diikat kemudian

ditebarkan ke dasar perairan. Pada metode ini dapat juga dilakukan

dengan mengikatkan bibit rumput laut pada batu karang. Metode dasar

dibagi atas 2 yaitu :

Page 18: LAPORAN AKHIR - Unhas

10

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

a. Metode Sebaran (Broadcast Method)

Metode ini dilakukan dengan cara memotong bibit dengan berat

25-30 gram, lalu diikat pada tali. Setelah itu, maka bibit yang telah

diikat disebarkan diperairan yang dasarnya berkarang.

Metode ini memiliki keuntungan yaitu biaya persiapan material

sangat murah, penanaman mudah dan tidak banyak waktu, biaya

pemeliharaan murah, baik untuk dasar perairan yang keras.

Kerugian dari metode ini adalah bibit banyak yang hilang terbawa

arus atau ombak, tanaman dapat dimakan ikan dan hewan

predator, produksi yang dihasilkan rendah, metode ini tidak cocok

untuk perairan yang berpasir.

b. Metode Budidaya Dasar Laut (Bottom Farm Method)

Pada metode ini, bibit rumput laut (bobot 100 g) yang telah diikat

dengan tali selanjutnya diikatkan pada batu karang atau balok

semen kemudian disusun berjalur-jalur. Ukuran tiap jalur sekitar 4

kaki dan jarak antara jalur adalah 2 kaki dengan jarak tanam

minimal 20 cm. Keuntungan metode ini yaitu material murah dan

tahan lama, mudah dilakukan penanaman, biaya pemeliharaan

murah, produksi per satuan luas lebih tinggi. Kerugiannya yaitu

tanaman masih mudah rusak karena letaknya di dasar perairan,

masih mudah diserang oleh predator.

2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method)

Metode ini dilakukan dengan mengikatkan bibit rumput laut

pada tali raffia kemudian diikatkan pada bentangan tali nilon tauat

jarring di atas perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu

atau bambu. Metode ini dibagi atas tiga yaitu:

a. Metode Tali Tunggal Lepas Dasar (Off Bottom Monoline Method)

Bibit rumput laut yang digunakan memiliki bobot 100-150 g, diikat

dengan tali raffia kemudian digantung pada tali nilon yang

direntangkan di atas dasar perairan dengan menggunakan

pancang-pancang kayu. Jarak tanam 20 cm, dan jarak antara

setiap rentangan tali 0,5 m. Keuntungan metode ini adalah

tanaman bebas dari bulu babi, pengawasan dan pemeliharaan

Page 19: LAPORAN AKHIR - Unhas

11

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

lebih mudah, hasil panen lebih tinggi dari metode dasar.

Kelemahan adalah biaya material untuk konstruksi lebih tinggi,

membutuhkan lebih banyak waktu dalam memasang instalasi dan

konstruksi budidaya.

b. Metode Jaring Lepas Dasar (Off Bottom Net Method)

Metode ini menggunakan jarring (net) dengan ukuran biasanya 2,5

x 5 m2 dengan lebar mata jarring 20-25 cm yang diikatkan pada

tiang-tiang kayu atau bambu keempat sudut jarring tersebut. Bibit

rumput laut diikat pada tiap simpul mata jarring dengan

menggunakan tali raffia. Keuntungan metode ini adalah jarring

dapat meregang lebih baik daripada tali tunggal dan konstruksinya

lebih kuat. Kerugiannya adalah pembuatan konstruksi

membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lama.

c. Metode Jaring Lepas Dasar Berbentuk Tabung (Off Bottom

Tubular Net Method)

Pada metode ini, bibit rumput laut dimasukkan dalam jarring

berbentuk tabung. Lebar mata jarring dan diameter tabung

tergantung pada ukuran thallus dari jenis rumput laut yang

dibudidayakan. Keuntungan metode ini yaitu bibit tidak mudah

hilang, pemeliharaan mudah dan baik. Kerugiannya adalah

pembuatan tabung jaring lebih lama, biaya material lebih tinggi.

3. Metode Apung (Floating Metthod)

Metode ini merupakan rekaya bentuk dari metode lepas dasar.

Pada metode ini tidak lagi menggunakan kayu pancang, tetapi

diganti pelampung yang umumnya terbuat dari bambu, dan posisi

tanam dekat dengan permukaan air. Metode apung terdiri atas

dua yaitu :

a. Metode Tali Tunggal Apung (Floating Monoline Method)

Bibit diikatkan pada tali nilon monofilament dengan menggunakan

rakit. Ukuran rakit dapat berkisar antara 2,5 x 2,5 m2 atau 2,5 x 5

m2. Rakit dapat dibuat dari kayu atau bambu dan menggunakan

pelampung plastik. Keuntungan metode ini adalah tanaman bebas

dari serangan bulu babi, pertumbuhan tanaman lebih baik dan

cocok untuk berbagai dasar perairan. Kerugiannya adalah

Page 20: LAPORAN AKHIR - Unhas

12

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

memerlukan banyak biaya dan waktu untuk pembuatan konstruksi

budidaya.

b. Metode Jaring Apung (Floating Net Method)

Metode ini mirip dengan metode tali apung tunggal, perbedaannya

terletak pada penggunaan jarring nilon untuk menggantikan posisi

tali tunggal. Pelampung rakit menggunakan bambu atau

pelampung plastik. Kelebihan metode ini adalah jarring meregang

lebih baik daripada monocline, ukuran rakit dapat lebih panjang.

Kerugiannya yaitu perlu biaya yang besar dalam pembuatan

jarring dan konstruksi, jumlah material lebih banyak dan waktu

penanaman lebih lama.

4.6. Karagenan

Winarno (1996) menyatakan bahwa karagenan merupakan

senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium,

dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer.

Karagenan adalah suati bentuk polisakarida linear dengan berat molekul

diatas 100 kDa.

Karagenan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks

intrasellulernya dan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat

kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain (Syamsuar,

2007).

Suryaningrum (1988), karagenan dapat membentuk gel secara

reversible artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan

kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel terjadi karena

terbentuknya struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Lebih

lanjut Indriani dan Sumiarsih (2003) menyatakan bahwa karagenan

memiliki kegunaan yang hampir sama dengan agar-agar antara lain

sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan

pengemulsi.

Pembentuk gel adalah suatu fenomena penggabungan atau

pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga

dimensi bersambung. Selanjutnya jala ini akan menangkap atau

Page 21: LAPORAN AKHIR - Unhas

13

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat

dan kaku (Fardiaz, 1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat

pembentukan gel beragam dari satu jenis ke jenis lain, tergantung pada

jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khusus sifat elastic dan

kekakuan.

Kemampuan membentuk gel pada kappa dan iota karagenan

terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena

mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah,

tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan

gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan membentuk gel hanya

dengan kation-kationtertentu K+, Rb+, dan Cs+.Kappa karagenan sensitive

terhadap ion kalium dan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam

kalium, sedangkan iota karagenan akan membentuk gel yang kuat dan

stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karagenan tidak dapat

membentuk gel (Syamsuar, 2007).

Nurmiati (2008), rendemen K. alvarezii pada perlakuan ATC

adalah 28,09% pada umur panen 49 hari dan 18,05% pada umur panen

28 hari, sedangkan rendemen SCR adalah 13,27% pada umur 49 hari

dan 9,08% pada umur 28 hari. Kekuatan gel tertinggi pada umur 49 hari

(1100 g/cm2) dan terendah pada umur 28 hari (890 g/cm2). Viscositas

tertinggi pada umur 49 hari (243,75 cPs) dan terendah pada umur 28 hari

(31,25 cPs).

Kandungan karaginan K. alvarezii dengan pemberian hormonik

tidak berbeda nyata pada dosis hormon yang berbeda. Nilai rendemen

karaginan didapatkan 38,35 – 67,28% (Hasanah, 2007).

4.7. Kualitas Air

Menurut Nontji (1993) bahwa sebaran salinitas dipengaruhi oleh

berbagai factor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran

sungai. Lebih lanjut Aslan (1998) bahwa kisaran salinitas yang baik untuk

budidaya rumput laut yaitu berkisar antara 28-34 ppt dengan kadar

optimal 25 ppt.

Suhu merupakan salah satu factor yang sangat penting bagi

perkembangan organism laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas

Page 22: LAPORAN AKHIR - Unhas

14

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

metabolism organism (Hutabarat dan Evans, 1984). Suhu perairan

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, lintang, ketinggian dari laut,

waktu dalam air, sirkulasi udara, penutupan dan aliran serta kedalaman

badan air. Kusnendar (2002) menyatakan bahwa suhu air untuk budidaya

rumput laut berkisar antara 27-30oC.

pH (derajat keasaman) sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan organism perairan sehingga sering digunakan sebagai

petunjuk untuk menentukan kelayakan suatu perairan sebagai lingkungan

hidup (Asmawi, 1986).

Menurut Anggadireja (2006) bahwa pH optimal untuk

pertumbuhan rumput laut berkisar antara 6-9. Lebih lanjut Kusnendar

(2002) menegaskan bahwa rumput laut dapat hidup dengan baik pada

kisaran pH 7.7-8.0.

Aslan (1998) bahwa kondisi air yang jernih dengan tingkat

transparansi sekitar 1,5 m cukup baik untuk pertumbuhan rumput laut.

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat

disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang

surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka (Nontji, 1981).

Pergerakan arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran unsur

hara di laut. Menurut Aslan (1998), salah satu syarat untuk mentukan

lokasi budidaya rumput laut Eucheuma sp adalah arus dengan kecepatan

0,33-0,66 m/detik.

Phosfat merupakan unsur hara dalam bentuk ion, dapat

meningkatkan aktifitas tanaman untuk proses metabolism yaitu untuk

pertumbuhan dan perkembangan. Phosfat merupakan kunci metabolic

nutrient dan tersedianya elemen ini bisa mengatur produktivitas suatu

perairan. Kisaran phosfat yang layak bagi pertumbuhan rumput laut

adalah 0,09-1,80 ppm (Kapraun, 1978 dalam Nawir, 2002).

Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang diserap oleh

tanaman air utamanya rumput laut. Kapraun (1978) dalam Papalia (1997)

mengemukakan bahwa untuk pertumbuhan rumput laut membutuhkan

kisaran kadar nitrat sebesar 0,9-3,5 ppm.

Page 23: LAPORAN AKHIR - Unhas

15

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

V. METODE PENELITIAN

5.1. Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember

2009, di Perairan Waetuwo, Kecamatan Awang Pone, Kabupaten Bone,

Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk ekstraksi fikokoloid akan dilaksanakan di

Laboratorium Kimia Makanan dan Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin. Analisa kualitas air dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

5.2. Materi Penelitian

Wadah budidaya yang digunakan terbuat dari rangka bambu berukuran

panjang dan lebar masing-masing 5x5 m berjumlah 15 buah. Benih rumput laut

yang digunakan adalah E. spinosum yang diperoleh dari perairan sekitar lokasi

penelitian.

a. Prosedur

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

dasar, lepas dasar dan metode apung serta kombinasi ketiga metode tersebut

dengan menggunakan rakit sebagai sarana pelengkap. Sebelum bibit ditanam,

bibit yang sehat dipilih kemudian dibersihkan dan ditimbang, dengan berat awal

50 g/rumpun. Wadah dibentuk empat persegi yang setiap sudutnya diberi

pelampung dan pemberat untuk menahan gerakan air dan gelombang. Rangka

bambu kemudian diberi bentangan tali untuk mengikatkan rumput laut dengan

jarak 60 cm antar bentangan. Kemudian jarak tanam pada setiap bentangan

adalah 30 cm (Tokndekut, 2008).

Untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik rumput laut harian,

dilakukan penimbangan berat basah sepekan sekali, bersamaan dengan

parameter kualitas air sepekan sekali selama 6 minggu. Sedangkan untuk

mengetahui produksinya, dilakukan penimbangan berat total pada akhir

penelitian. Pengukuran kandungan karaginan dilakukan setelah rumput laut

dipanen dan dilakukan di laboratorium Kimia Makanan dan Nutrisi Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

Page 24: LAPORAN AKHIR - Unhas

16

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

5.4. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan

acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan setiap pelakuan masing-masing

mempunyai 3 ulangan. Dengan demikian, pada penelitian ini terdiri atas 15 satuan

percobaan. Adapun perlakuan yang dilakukan adalah perbedaan metode budidaya

rumput laut sebagai berikut :

A. Dasar

B. Lepas Dasar

C. Permukaan

D. Kombinasi (2 minggu pertama metode dasar, minggu 3-4 metode lepas

dasar, minggu 5-6 metode permukaan)

E. Kombinasi (2 minggu pertama metode permukaan, minggu 3-4 metode

lapas dasar, mingggu 5-6 metode dasar)

5.5. Pengukuran Peubah

Adapun peubah yang diamati adalah sebagai berikut :

a. Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut dihitung dengan

menggunakan rumus :

SGR =[ (Ln Wt – Ln Wo)/t] x 100

Dimana :

SGR = Laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut (%/hari)

Wt = Bobot basah rumput laut pada akhir penelitian (g)

Wo = Bobot basah rumput laut pada awal penelitian (g)

t = Lama waktu pemeliharaan (hari)

b. Produksi

Produksi adalah berat akhir rumput laut dalam jumlah yang dipanen

pada akhir penelitian per luas areal budidaya (g/m2).

c. Kandungan Karaginan

Kandungan karaginan dianalisis dengan ekstraksi rumput laut

menggunakan metode Suryaningrum (1992) yaitu : Rumput laut kering

direndam dalam larutan kaporit 1% selama 1 jam kemudian dilakukan

Page 25: LAPORAN AKHIR - Unhas

17

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

pencucian sampai pH netral. Selanjutnya diekstaksi dalam KOH 0.5%

pada suhu 90-95oC selam 3 jam dengan perbandingan 1:40. Setelah itu

dilakukan penyaringan kemudian dehidrasi dengan IPA (2:1) lalu

dikeringkan dan selanjutnya penepungan. Karaginan yang dihasilkan

kemudian dilakukan analisis terhadap : rendemen, kadar air, kadar abu,

viscositas, kekuatan gel

d. Kualitas Air

Pengukuran kulaitas air meliputi: salinitas, suhu, oksigen terlarut, nitrat,

orthoposfat, pH, kecerahan, kecepatan arus.

5.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Jika

hasilnya memperlihatkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji

Tukey (Steel dan Torrie, 1993). Adapun parameter kualitas air dianalisis secara

deskriptif berdasarkan kelayakan hidup untuk rumput laut Euchema spinosum.

Page 26: LAPORAN AKHIR - Unhas

18

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan bobot spesifik harian rumput laut (E. spinosum) yang

dipelihara dengan berbagai metode budidaya disajikan pada Lampiran 1,

sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Harian (%/hari) Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Budidaya Rata-rata pertumbuhan spesifik harian (%/hari)

Permukaan 2,95 ± 0,05a

Lepas Dasar 2,84 ± 0,04bd

Dasar 2,73 ± 0,03ce

2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan

2,76 ± 0,03de

2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

2,79 ± 0,02de

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5% (p < 0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode budidaya berpengaruh

sangat nyata (p < 0,01) terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik harian

E. spinosum (Lampiran 2). Selanjutnya hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 3)

memperlihatkan bahwa metode permukaan berbeda nyata (p < 0,05) dengan

metode lainnya. Metode lepas dasar berbeda nyata dengan metode dasar akan

tetapi tidak berbeda nyata (p > 0,05) metode pemeliharaan berputar dari dasar,

ke lepas dasar dan permukaan dan dari permukaan ke lepas dasar dan dasar.

Demikian pula halnya antara metode dasar dan berputar tidak memperlihatkan

perbedaan yang nyata.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot

spesifik harian E. spinosum tertinggi dihasilkan pada metode permukaan

sedangkan terendah pada metode dasar. Tingginya laju pertumbuhan rumput

laut yang dipelihara dengan metode permukaan disebabkan kondisi lingkungan

Page 27: LAPORAN AKHIR - Unhas

19

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

yang mendukung pertumbuhan rumput laut terutama cahaya matahari.

Sebaliknya rendahnya laju pertumbuhan rumput laut yang dipelihara dengan

metode dasar disebabkan intensitas matahari lebih rendah.

Rumput laut yang dipelihara dengan metode permukaan lebih banyak

mendapatkan cahaya matahari dibandingkan dengan yang berada di lapisan

yang dalam. Cahaya matahari sangat diperlukan oleh rumput laut untuk

fotosintesis agar dapt tumbuh lebih baik. Menurut Geider dan Osborne (1992),

proses fotosintesa dapat memacu aktivitas pembelahan sel sehingga terjadi

proses peleberan sel (entargement phase). Selanjutnya terjadinya pelebaran sel

menyebabkan terjadinya perubahan ukuran.

Selain karena faktor cahaya matahari, rumput laut yang berada di

permukaan akan mendapat gerakan air yang lebih baik dibandingkan rumput

laut yang berada di bagian bawah karena adanya ombak. Gerakan air

merupakan pengangkut yang paling baik untuk nutrien yang dperlukan bagi

pertumbuhan rumput laut. Selain itu, gerakan air dapat menjadi pembersih

thallus terhadap sedimen atau biota penempel pada tanaman, sehingga tidak

menghalangi pertumbuhan. Sementara itu ombak dan arus merupakan

pengaduk massa air sehingga menjadi homogen.

Pertumbuhan pada rumput laut merupakan perubahan ukuran bobot atau

panjang thallus pada waktu tertentu. Pertumbuhan pada rumput laut dipengaruhi

oleh faktor lingkungan terutama cahaya matahari dan ketersediaan nutrien. Laju

pertumbuhan yang dihasilkan memberikan gambaran hasil interaksi antara daya

dukung lingkungan dengan rumput laut yang dipelihara. Secara umum laju

pertumbuhan bobot spesifik harian rumput laut yang diperoleh pada penelitian ini

cukup tinggi yakni berkisar 2,73 – 2,95% per hari. Menurut Nugroho dan Oyon

(1985 dalam Amini dkk., 1994), laju pertumbuhan 2 – 3% per hari pada budidaya

rumput laut di Filipina sudah merupakan usaha yang menguntungkan.

Selanjutnya Toro (1981 dalam Amin dkk., 1994) mengemukakan bahwa lokasi

budidaya rumput laut Eucheuma yang memberikan pertumbuhan sebesar 2 –

5% per hari merupakan lokasi yang cukup baik untuk budidaya rumput laut.

6.2. Produksi

Produksi rumput laut (E. spinosum) yang dipelihara dengan berbagai

metode budidaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan nilai rata-ratanya dapat

dilihat pada Tabel 2 berikut.

Page 28: LAPORAN AKHIR - Unhas

20

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Tabel 2. Rata-rata Produksi Basah Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Pemeliharaan Rata-rata Produksi Basah (g/m2)

Permukaan 828,5 ± 16,48a

Lepas Dasar 790,4 ± 14,66bd

Dasar 753,6 ± 9,60ce

2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan

761,6 ± 9,99de

2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

772,8 ± 9,60de

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5% (p < 0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode budidaya berpengaruh

sangat nyata (p < 0,01) terhadap produksi E. Spinosum (Lampiran 5).

Selanjutnya hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa metode

permukaan berbeda nyata (p < 0,05) dengan metode lainnya. Metode lepas

dasar berbeda nyata dengan metode dasar akan tetapi tidak berbeda nyata (p >

0,05) metode pemeliharaan berputar dari dasar, ke lepas dasar dan permukaan

dan dari permukaan ke lepas dasar dan dasar. Demikian pula halnya antara

metode dasar dan berputar tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata.

Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa rata-rata produksi rumput laut

tertinggi dihasilkan pada metode permukaan sedangkan terendah pada metode

dasar. Tingginya produksi rumput laut yang dipelihara pada metode permukaan

disebabkan tingginya laju pertumbuhan pada metode tersebut. Oleh sebab itu,

produksi rumput laut sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan faktor

lingkungan terutama cahaya matahari melalui modifikasi metode pemeliharaan.

Metode permukaan memberikan kondisi cahaya matahari yang optimum bagi

pertumbuhan rumput laut sehingga merupakan daya dukung terbaik bagi

pencapaian tingkat produksi rumput laut yang maksimum.

Berdasarkan hasil perhitungan produksi yang diperoleh berkisar antara

753,6 – 828,5 g/m2 lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh Hasanah

Page 29: LAPORAN AKHIR - Unhas

21

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

(2007) yaitu 678 g/m2 dengan pemberian hormon pertumbuhan (hormonik)

meningkatkan laju produksi dengan dosis perendaman 2 mL/L. Selanjutnya

dinyatakan bahwa rata-rata produksi K. alvarezii dengan perendaman dalam

larutan hormonik berkisar antara 474-678 g/m2, sedangkan tanpa perendaman

hanya didapatkan produksi basa 324 g/m2.

Bila ditinjau dari aspek fisiologi lingkungan, cahaya matahari merupakan

salah satu faktor eksternal abiotik yang berpengaruh cukup penting bagi

kehidupan biota perairan termasuk rumput laut. Peran cahaya matahari sebagai

dan ketersediaan nutrien pada lokasia pemeliharaan rumput laut akan

memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan selanjutnya menentukan produksi

rumput laut. Hal ini memberikan petunjuk bahwa cahaya matahari sangat

mendukung upaya peningkatkan produksi rumput laut.

Rendahnya produksi rumput laut yang dihasilkan pada metode dasar

disebabkan rendahnya laju pertumbuhan bobot spesifik rumput laut yang

dihasilkan pada metode tersebut. Laju pertumbuhan rumput laut yang rendag ini

kurang ditunjang oleh cahaya matahari yang optimal.

6.3. Karaginan

Karakteristik Bahan Baku

Upaya kearah produksi fikokoloid telah banyak dilakukan melalui

penelitian-penelitian. Dengan demikian, diharapkan dapat segera diaplikasikan

dalam bentuk teknologi pengolahan baik skala kecil maupun industri pengolahan

rumput laut. Dalam upaya produksi fikokoloid, bahan baku rumput laut sangat

penting dalam menentuan kuantitas dan kualitas fikokoloid yang dihasilkan.

Kualitas bahan baku rumput laut untuk produksi fikokoloid umumnya dapat dilihat

dari kadar air dan CAW (Clean Anhydrous Weed).

Page 30: LAPORAN AKHIR - Unhas

22

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Tabel 3. Rata-rata Kadar Air dan CAW Bahan Baku Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Pemeliharaan Kadar Air (%) CAW (%)

Permukaan

Lepas Dasar

Dasar

2 minggu dasar, lepas dasar, permukaan

2 minggu permukaan, lepas dasar, dasar

31,60 ± 1,74

31,30 ± 1,02

30,53 ± 1,41

31,21 ± 0,82

31,40 ± 1,13

87,31 ± 1,48

88,22 ± 1,05

86,72 ± 2,11

89,08 ± 1,43

88,97 ± 2,33

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa rata-rata kadar air berkisar

antara 30,53 – 31,60%. Menurut Winarno (1996) bahwa syarat mutu komoditas

rumput laut adalah kadar air maksimum 32% untuk Eucheuma sp, Gracillaria sp

25%, Gelidium sp 15% dan Hypnea sp 20% dengan benda asing maksimum

5%. Tinggi rendahnya kadar air sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen

seperti pengeringan, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan dan

pemasaran. Penyimpanan sebelum pengolahan dapat mempengaruhi kadar air

karena terjadi moisture migration.

Clean Anhydrous Weed (CAW) yaitu merupakan prosesntase rumput laut

dalam keadaan bersih dari benda-benda asing seperti pasir, kayu, karang,

ataupun rumput laut jenis lain yang terbawa pada saat panen dan penanganan

pasca panen. Nilai CAW berkisar antara 86,72 - 89,08%, ini menunjukkan bahwa

nilai CAW cukup tinggi. Semakin tinggi nilai CAW maka semakin bagus kualitas

rumput laut tersebut.

Page 31: LAPORAN AKHIR - Unhas

23

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Karakteristik Karaginan

Salah satu parameter yang menentukan tingkat keberhasilan dalam

produksi karaginan adalah nilai rendemennya. Semakin tinggi nilai rendemen

akan semakin baik karena dapat meningkatkan nilai ekonomi. Hasil pengukuran

rendemen karaginan yang diekstrak dari rumput laut E. spinosum disajikan dalam

Lampiran 8 sedangkan nilai rata-rata rendemen karaginan disajikan pada Tabel 4

di bawah ini.

Tabel 4. Rata-rata Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Pemeliharaan Rendemen Karaginan (%)

Permukaan 36,93 ± 0,55a

Lepas Dasar 34,03 ± 0,64b

Dasar 30,67 ± 0,55c

2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan

33,80 ± 0,70b

2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

30,57 ± 0,47c

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5% (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel di atas, telihat bahwa rendemen karaginan yang paling

tinggi didapatkan pada metode pemukaan yaitu sebesar 36,93%. Tingginya nilai

rendemen karaginan pada metode tersebut diduga karena faktor lingkungan yang

mendukung khususnya cahaya matahari. Secara umum nilai rendemen karaginan

yang diperoleh cukup tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh Syahrul (2005)

yang hanya mendapatkan rendemen 23,03% dengan menggunakan rumput laut

E. spinosum dari Bali. Nurjannah (2003) menyatakan bahwa kandungan fikokoloid

dari masing-masing rumput laut sangat beragam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

beberapa factor diantaranya spesies, daerah, dan iklim tempat hidupnya.

Page 32: LAPORAN AKHIR - Unhas

24

Kekuatan gel dan viscositas merupakan sifat fungsinal yang sangat

penting dari karaginan. Hasil analisa kekuatan gel dan viscositas karaginan dapat

dilihat pada Lampiran 11 dan 14, sedangkan nilai rata-rata kekuatan gel dan

viscositas disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Rata-rata Kekuatan Gel dan Viscositas Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Oipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Penanaman Kekuatan Gel (g/cm2) Viscosltas (cPs)

Permukaan 125,07 ± 6,009 313,23 ± 12,508

Lepas Oasar 111,53 ± 2,75b 222,73 ± 7,16b

Oasar 85, 13 ± 4,60c 160,63 ± 6,61c

2 minggu dasar, lepas 101,73 ± 3,31b 123,23 ± 11,74d dasar, permukaan 2 minggu permukaan, lepas dasar, dasar

86,93 ± 3,62c 160,90 ± 4,98c

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar per1akuan pada taraf 5% (p < 0,05)

Berdasarkan hasil analisis kekuatan gel dan viscositas pada Tabel 5 di

atas terlihat bahwa pada metode permukaan mempunyai nilai viscositas dan

kekuatan gel yang paling tinggi. Viscositas dari karaginan lebih tinggi

dibandingkan kekuatan gel karena rumput laut E. spinosum menghasilkan iota

karaginan yang memiliki sifat pembentukan viscositas yang lebih bail<. Kekuatan

gel dan viscositas sangat dipengaruhi oleh suhu larutan, jika suhu rendah akan

meningkatkan kekuatan gel dan viscositas demikian juga sebaliknya.

Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara reversible artinya

dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat

dipanaskan. Pembentukan gel terjadi karena terbentuknya struktur heliks

rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Lebih lanjut lndriani dan Sumiarsih (2003) menyatakan bahwa karaginan memiliki kegunaan yang hampir sama dengan

agar-agar antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental,

pembentuk gel, dan pengemulsi.

Adanya perbedaan nilai kekuatan gel dan viscositas ini pada berbagai

metode penanaman disebabkan karena perbedaan lokasi budidaya yang

laporan Penelitlan Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Page 33: LAPORAN AKHIR - Unhas

25

menyebabkan faktor lingkungan yang tidak seragam. Nilai kekuatan gel yang

didapatkan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dari Kappaphycus

alvarezii sedangkan viscositanya cenderung lebih tinggi dimana pada penelitian

Nurmiati (2008), diperoleh rendemen K. alvarezii pada perfakuan ATC adalah

28,09% pada umur panen 49 hari dan 18,05% pada umur panen 28 hari,

sedangkan rendemen SCR adalah 13,27% pada umur 49 hari dan 9,08% pada

umur 28 hari. Kekuatan gel tertinggi pada umur 49 hari (1100 g/cm2) dan

terendah pada umur 28 hari (890 g/cm2). Viscositas tertinggi pada umur 49 hari

(243,75 cPs) dan terendah pada umur 28 hari (31,25 cPs).

Pembentuk gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan

silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi

bersambung. Selanjutnya jala ini akan menangkap atau mengimobilisasikan air

didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku (Fardiaz, 1989). Lebih

lanjut dikatakan bahwa sifat pembentukan gel beragam dari satu jenis ke jenis

lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khusus sifat

elastis dan kekakuan.

Kemampuan membentuk gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus

3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat

akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota

karaginan akan membentuk gel hanya dengan kation-kation tertentu K+. Rb", dan

Cs", Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel yang kuat

dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel

yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2•. akan tetapi lambda karaginan tidak dapat

membentuk gel (Syamsuar, 2007).

Kandungan kadar air dan kadar abu karaginan yang diekstrak dari rumput

laut (E. spinosum) yang dipelihara dengan berbagai metode penanaman

disajikan pada Lampiran 17 dan 20, sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat

pad a Tabet 6 berikut.

laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Page 34: LAPORAN AKHIR - Unhas

26

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Tabel 6. Rata-rata Kadar Air dan Kadar Abu Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara pada Berbagai Metode Penanaman

Metode Pemeliharaan Kadar Air (%) Kadar Abu (%)

Permukaan

Lepas Dasar

Dasar

2 minggu dasar, lepas dasar, permukaan

2 minggu permukaan, lepas dasar, dasar

11,27 ± 0,21a

10,67 ± 0,25ab

10,13 ± 0,21b

11,30 ± 0,30a

10,60 ± 0,46ab

29,73 ± 0,35a

28,43 ± 0,25a

23,73 ± 0,40bc

28,47 ± 0,60a

28,40 ± 0,82ac

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5% (p < 0,05)

Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya

simpan produk dan kualitasnya. Kadar air fikokoloid rata-rata diinginkan dibawah

20% untuk standar pasaran internsional. Sama halnya dengan kadar air, kadar

abu juga penting diketahui karena menentukan tingkat kemurnian produk dari

komponen yang tidak dikehendaki.

Berdasarkan hasil pengukuran kadar air dan kadar abu pada Tabel 6 di

atas, terlihat bahwa pada metode dasar rendah kadar airnya yaitu 10,13% dan

yang tertinggi pada metode kombinasi (2 minggu dasar, lepas dasar dan

permukaan) dan metode permukaan masing-masing 11,30% dan 11,27%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar air antara 10,13 –

11,30%) dankadarabu(23,73-29,73%) karaginan hasil ekstraksi masih memenuhi

standar dari FCC. Angka dan Suhartono (2000) menyebutkan bahwa kadar air

untuk karaginan kurang dari 12% dan abu kurang dari 35% untuk standar FCC.

Kadar air dan kadar abu karaginan hasil ekstraksi sangat dipengaruhi oleh

metode ekstraksi yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa metode yang digunakan cukup baik karena hasilnya sudah memenuhi

standar yang ditetapkan dalam perdagangan internasional, dengan demikian

dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh cukup baik.

Page 35: LAPORAN AKHIR - Unhas

27

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

6.1. Kualitas Air

Hasil pengukuran parameter kualitas air pada lokasi budidaya rumput laut

yang meliputi parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian

Parameter Kualitas Air Nilai Kisaran Kualitas Air

Kisaran yang Layak

Referensi

Salinitas (ppt) 29-34 28-34 Aslan (1998)

Suhu (oC) 28-33 27-30 Kusnendar (2002)

pH 7,5-8,0 7,5-8,0 Kusnendar (2002)

Kecerahan (cm) 50-55 150 Aslan (1998)

Kecepatan Arus (cm/detik)

20-30 20-40 Aslan (1998)

Nitrat (ppm) 0,9-2,0 0,1-3,5 Kapraun (1978 dalam Papalia,1997)

Posfat (ppm) 0,2-0,3 0,1-3,5 lebih Kapraun (1978 dalam Nawir, 2002)

Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan dan

memiliki pengaruh dalam tingkat kesuburan alga. Menurut Nontji (1993) bahwa

sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai factor seperti sirkulasi air,

penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.

Salinitas yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 29-34 ppt, nilai

ini dapat mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Aslan (1995) bahwa kisaran salinitas yang baik untuk budidaya

rumput laut yaitu berkisar antara 28-34 ppt dengan kadar optimal 25 ppt.

Suhu

Suhu merupakan salah satu factor yang sangat penting bagi

perkembangan organism laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolism

organism (Hutabarat dan Evans, 1984). Suhu perairan dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti musim, lintang, ketinggian dari laut, waktu dalam air, sirkulasi

udara, penutupan dan aliran serta kedalaman badan air.

Page 36: LAPORAN AKHIR - Unhas

28

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Hasil pengukuran suhu air selam penelitian berkisar antara 28-33 oC,

kisaran suhu tersebut cukup baik untuk pertumbuhan rumput laut. Adanya nilai

pengukuran yang cukup tinggi mencapai 33 oC karena pada lokasi penelitian

masih musim kemarau. Secara umum, kisaran suhu ini masih dalam batas

toleransi yang disyaratkan oleh Kusnendar (2002) bahwa suhu air untuk

budidaya rumput laut berkisar antara 27-30oC.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

organism perairan sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk

menentukan kelayakan suatu perairan sebagai lingkungan hidup (Asmawi, 1986).

Pada penelitian ini didapatkan kisaran nilai pH antara 7.5-8.0, ini menunjukkan

bahwa nilai pH ini cocok untuk pertumbuhan rumput laut. Pada pH basa

menunjukkan bahwa ketersediaan unsure hara relatif lebih baik. Menurut

Anggadireja (2006) bahwa pH optimal untuk pertumbuhan rumput laut berkisar

antara 6-9. Lebih lanjut Kusnendar (2002) menegaskan bahwa rumput laut dapat

hidup dengan baik pada kisaran pH 7.7-8.0.

Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi dimana sangat tergantung

pada warna dan kekeruhan perairan. Kecerahan ini penting karena rumput laut

membutuhkan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis untuk

pertumbuhannya.

Selama penelitian diperoleh nilai kecerahan 50-55 cm. Nilai kecerahan ini

tergolong rendah dimana menurut pendapat Aslan (1998) bahwa kondisi air

yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 m cukup baik untuk

pertumbuhan rumput laut. Rendahnya tingkat kecerahan ini karena terjadi

pengadukan dimana dasar perairan yang bertekstur pasir berlumpur sehingga

akan mempengaruhi tingkat kecerahan perairan.

Kecepatan Arus

Arus yang kencang dan ombak yang besar dapat menyebabkan

kerusakan pada tanaman rumput laut seperti patah atau terlepas dari

substraknya. Selain itu akan berpengaruh pada penyerapan hara dimana

tanaman belum sempat menyerap hara, maka hara kembali terbawa oleh arus

atau ombak. Arus dan ombak yang besar di perairan pantai dapat juga

Page 37: LAPORAN AKHIR - Unhas

29

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

menyebabkan perairan menjadi keruh sehingga mengganggu proses fotosintesis

tanaman air.

Kecepatan arus selama penelitian berkisar antara 20-30 cm/detik.

Gerakan arus yang baik untuk pertumbuhan rumput laut menurut Aslan (1998)

adalah 0,2-0,4 m/detik. Selanjutnya Syamsuar (2007) menyatakan bahwa

kecepatan arus yang baik untuk budidaya K. alvarezii adalah 0,32-0,45 m/detik.

Dengan denikian maka kecepatan arus selama penelitian cukup baik untuk

budidaya rumput laut.

Nitrat

Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang diserap oleh tanaman

air utamanya rumput laut. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian,

kandungan nitrat berkisar antara 0,9-2,0 ppm. Kandungan nitrat yang didapatkan

pada penelitian ini cukup baik untuk kelangsungan pertumbuhan rumput laut

E. spinosum. Menurut Kapraun (1978) dalam Papalia (1997) bahwa kadar nitrat

untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,9-3,5 ppm. Lebih lanjut Efendi (2003)

menyatakan bahwa nitrat yang melebihi 0,2 ppm dapat menyebabkan terjadinya

eutrofikasi (pengayaan) yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan yang pesat.

Phosfat

Hasil pengukuran phosfat selama penelitian berkisar antara 0,2-0,3 ppm.

Hal ini menunjukkan bahwa kadar phosfat yang terdapat pada lokasi budidaya

sangat mendukung untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kapraun (1978) dalam Nawir (2002) bahwa kisaran ion phosfat yang

layak untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,1-0,35 ppm. Kapraun (1978)

dalam Papalia (1997) menyatakan bahwa kisaran phosfat yang layak bagi

pertumbuhan rumput laut adalah 0,09-1,80 ppm.

Page 38: LAPORAN AKHIR - Unhas

30

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan bobot spesifik harian, produksi dan kualitas karaginan

rumput laut (E. spinosum) dipengaruhi oleh metode pananaman.

2. Laju pertumbuhan bobot spesifik harian, produksi dan kualitas karaginan

rumput laut (E. spinosum) tertinggi dihasilkan pada metode permukaan

sedangkan terendah dihasilkan metode dasar.

7.2. Saran

1. Untuk budidaya rumput laut (E. spinosum) disarankan menggunakan metode

permukaan.

2. Perlu penelitian lanjutan tentang pemeliharaan rumput laut menggunakan

metode permukaan dengan penambahan hormon tumbuh.

Page 39: LAPORAN AKHIR - Unhas

31

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto dan E. Liviawaty. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Baharat. Jakarta. 50 hal.

Ahda, A., S.A. Agus, Imam, B. Ilham, I.Iskandar, Jamal dan Kurnia. 2005. Profil

Rumput Laut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Vol. 2 (1) : 167 hal.

Amini, S., M. Amin, D.N. Wattimury. 1994. Pengaruh Asal Benih dan Kedalaman

Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracillaria verrucosa di Perairan Pantai Barru Sulawesi Selatan. Warta Balitdita 6 (1). Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. Hal 4-6.

Anonim. 2008. Memanen Rezeki dari Rumput Laut. Bank Ekspor Indonesia

(BEI). www.indonesia.go.id/id/index.php/index.php?. Tanggal akses : 25 Maret 2009.

Anggaradiredja, J.T, A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput laut,

pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan

potensial. Seri Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka, S.L., M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta

Asmawi. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. Kanisius. Yogyakarta.

Darmayasa, I.G.P. 1988. Studi Perbandingan Laju Pertumbuhan Alga Merah Eucheuma spinosum pada Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pantai Beger Nusa Dua Bali. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid: Buku dan Mogograf. Laboratorium Kimia dan

Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Ganson dan M.D. Fortes. 1981. Introduction and User Of E. Incase Studies of

Sven Commercial Seaweed Resources. F.A. Fisheries Technical Paper. Honolulu. Hawai.

Geider, R.J dan B.A. Osborne. 1992. Alga Photosynthesis: The Measurement of

Alga Gas Exchange. Curent Phycologi2. Chapman and Hall Inc. New York.

Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta.

Page 40: LAPORAN AKHIR - Unhas

32

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Hasanah, N. 2007. Pengaruh Perbedaan Dosis Hormon Organik (Hormonik) Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Dengan Menggunakan Metode Apung. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1984. Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia. Jakarta. Indriani, H dan E. Suminarsih. 2003. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran

Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Kusnendar, E. 2002. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Dalam Rangka

Program Intensifikasi Pembudidayaan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktorat Pembudidayaan DKP. Jakarta.

Munir. 2009. Studi Kandungan Logam Berat Pb dan Cu Pada Rumput Laut

(Kappaphycus alvarezii) Pada Umur Yang Berbeda Dengan Metode Terapung. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nawir, E. 2002. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Supra Terhadap Laju

Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Gracillaria gigas lichpnoides. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nontji, A. 1981. Fotosintesis dan Fitiplankton Laut. Tinjauan Fisiologis dan

Ekologis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurjannah. 2003. Prospek Pemanfaatan Rumput Laut. Seminar Diversivikasi

Produk Rumput Laut [makalah]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor: 3 Mei 2003.

Nurmiati, A. 2008. Studi lama Pemeliharaan Terhadap Kandungan Rendemen

dan Kekuatan Gel Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Papalia, S. 1997. Pengaruh Konsentrasi Fitohormon Auksin dan Lama Waktu

Perendaman Terhadap Laju Pertumbuhan dan Mutu Rumput Laut E. cottonii. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Syahrul. 2005. Penggunaan Fikokoloid Hasil Ekstraksi Rumput Laut Sebagai

Substitusi Gelatin Pada Es Krim. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Setyati, S.M. 1991. Pengantar Organisasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Principles and Prosedure of Statistic.

Abiometrical Approach. International Student Edition.

Page 41: LAPORAN AKHIR - Unhas

33

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Suboko, B. 1996. Data Produksi Rumput Laut. Gappindo. www.ghabo.com. Tanggal akses : 3 Maret 2009.

Sulistijo, A. Nontji, A. Sugiharto. 1980. Potensi dan Usaha Pengembangan

Budidaya Perairan di Indonesia. LON-LIPI. Jakarta. Suryaningrum, T.D. 1992. Pengolahan Karaginan. Sub Balai Penelitian

Perikanan Laut Slipi. Jakarta. Soegiarto, A. Sulistijo, W.S. Atmadja dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (Alga),

Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya di Indonesia. LON-LIPI. Jakarta. Syaputra. 2005. Budidaya Rumput Laut. http//go.mocrosof.com/

Fwlink/?.linkld=6957. Tanggal akses : 15 Mei 2008. Syamsuar. 2007. Karakteristik Karaginan Rumput Laut E. cottonii Pada

Berbagai Umur Panen, Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. www.damandiri.or.id/detail.php?id=457-20k. Institut Pertanian Bogor. Tanggal akses : 20 Februari 2009.

Tokndekut, P. 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Produksi

dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Metode Terapung di Perairan Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar

Harapan. Jakarta.

Page 42: LAPORAN AKHIR - Unhas

34

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 1. Data Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Minggu

Metode

Ulangan Rata-rata 1 2 3

0 (awal)

A 50 50 50 50,00

B 50 50 50 50,00

C 50 50 50 50,00

D 50 50 50 50,00

E 50 50 50 50,00

1

A 61 66 60 62,33

B 58 59 60 59,00

C 58 58 59 58,33

D 58 58 55 57,00

E 57 56 54 55,67

2

A 89 91 93 91,00

B 85 85 88 86,00

C 83 82 82 82,33

D 90 86 82 86,00

E 84 83 81 82,67

3

A 129 131 133 131,00

B 125 125 128 126,00

C 123 122 121 122,00

D 131 128 122 127,00

E 124 120 119 121,00

4

A 147 150 151 149,33

B 142 147 148 145,67

C 140 140 138 139,33

D 141 146 142 143,00

E 137 130 134 133,67

5

A 161 164 168 164,33

B 157 159 160 158,67

C 151 150 148 149,67

D 148 151 155 151,33

E 150 145 148 147,67

6

A 169 173 176 172,67

B 162 164 168 164,67

C 159 157 155 157,00

D 158 157 161 158,67

E 161 159 163 161,00 Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 43: LAPORAN AKHIR - Unhas

35

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 2. Data Laju Pertumbuhan Spesifik Harian (%/hari) Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode Ulangan

Rata-rata 1 2 3

A 2,90 2,95 3,00 2,95

B 2,81 2,83 2,88 2,84

C 2,76 2,74 2,69 2,73

D 2,74 2,74 2,79 2,76

E 2,79 2,76 2,81 2,79

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 3. Analisis Ragam Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 0,092 0,023 18,34** 3,48 5,99

Sisa 10 0,013 0,001

Total 14 0,105

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) ‘

Page 44: LAPORAN AKHIR - Unhas

36

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 4. Uji Lanjut Tukey Pertumbuhan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

0,11000* 0,22333* 0,19333* 0,16333*

0,02898 0,02898 0,02898 0,02898

B A C D E

-0,11000* 0,11333* 0,08333 0,05333

0,02898 0,02898 0,02898 0,02898

C A B D E

-0,22333* 0,11333* 0,03000 0,06000

0,02898 0,02898 0,02898 0,02898

D A B C E

-0,19333* -0,08333 0,03000 0,03000

0,02898 0,02898 0,02898 0,02898

E A B C D

-0,16333* -0,05333 0,06000 0,03000

0,02898 0,02898 0,02898 0,02898

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 45: LAPORAN AKHIR - Unhas

37

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 5. Data Produksi Basah (g/m2) Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Ulangan Rata-rata

1 2 3

A 811,2 830,4 844 828,5

B 777,6 787,2 806,4 790,4

C 763,2 753,6 744 753,6

D 758,4 753,6 772,8 761,6

E 772,8 763,2 782,4 772,8

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 6. Analisis Ragam Produksi Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 10552,000 2638,000 17,36** 3,48 5,99

Sisa 10 1519,333 151,933

Total 14 12071,333

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 46: LAPORAN AKHIR - Unhas

38

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 7. Uji Lanjut Tukey Produksi Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

38,00000* 74,66667* 66,66667* 55,66667*

10,06424 10,06424 10,06424 10,06424

B A C D E

-38,00000* 36,66667* 28,66667 17,66667

10,06424 10,06424 10,06424 10,06424

C A B D E

-74,66667* 36,66667* -8,00000 -19,00000

10,06424 10,06424 10,06424 10,06424

D A B C E

-66,66667* -28,66667 8,00000 -11,00000

10,06424 10,06424 10,06424 10,06424

E A B C D

-55,66667* -17,66667 19,00000 11,00000

10,06424 10,06424 10,06424 10,06424

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 47: LAPORAN AKHIR - Unhas

39

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 8. Data Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Ulangan Rata-rata

1 2 3

A 36,4 36,9 37,5 36,93

B 33,3 34,5 34,3 34,03

C 30,1 30,7 31,2 30,67

D 34,5 33,1 33,8 33,80

E 30,2 30,4 31,1 30,57

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 9. Analisis Ragam Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 85,033 21,258 61,33** 3,48 5,99

Sisa 10 3,467 0,347

Total 14 88,500

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 48: LAPORAN AKHIR - Unhas

40

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 10. Uji Lanjut Tukey Rendemen Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

2,90000* 6,26667* 3,13333* 6,36667*

0,48074 0,48074 0,48074 0,48074

B A C D E

-2,90000* 3,36667* 0,23333 3,46667*

0,48074 0,48074 0,48074 0,48074

C A B D E

-6,26667* -3,36667* -3,13333* 0,10000

0,48074 0,48074 0,48074 0,48074

D A B C E

-3,13333* -0,23333 3,13333* 3,23333*

0,48074 0,48074 0,48074 0,48074

E A B C D

6,36667* -3,46667* -0,10000 -3,23333*

0,48074 0,48074 0,48074 0,48074

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 49: LAPORAN AKHIR - Unhas

41

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 11. Data Kekuatan Gel Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Rata-rata

1 2 3

A 119,2 124,8 131,2 125,07

B 110,7 114,6 109,3 111,53

C 80,5 85,2 89,7 85,13

D 100,4 105,5 99,3 101,73

E 83,1 90,3 87,4 86,93

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 12. Analisis Ragam Kekuatan Gel Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 3465,104 866,276 44,28** 3,48 5,99

Sisa 10 195,653 19,565

Total 14 3660,757

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 50: LAPORAN AKHIR - Unhas

42

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 13. Uji Lanjut Tukey Kekuatan Gel Karaginan Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

13,53333* 39,93333* 23,33333* 38,80000*

3,61159 3,61159 3,61159 3,61159

B A C D E

-13,53333* 26,40000* 9,80000 25,26667*

3,61159 3,61159 3,61159 3,61159

C A B D E

-39,93333* -26,40000* -16,60000* -1,13333

3,61159 3,61159 3,61159 3,61159

D A B C E

-23,33333* -9,80000 16,60000* 15,46667*

3,61159 3,61159 3,61159 3,61159

E A B C D

-38,80000* -25,26667* 1,13333 -15,46667*

3,61159 3,61159 3,61159 3,61159

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 51: LAPORAN AKHIR - Unhas

43

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 14. Data Viscositas Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Rata-rata

1 2 3

A 313,5 300,6 325,6 313,23

B 222,3 230,1 215,8 222,73

C 160,3 167,4 154,2 160,63

D 122,6 111,8 135,3 123,23

E 155,4 165,1 162,2 160,90

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 15. Analisis Ragam Viscositas Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 66708,051 16677,013 201,24** 3,48 5,99

Sisa 10 828,727 82,873

Total 14 67536,777

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 52: LAPORAN AKHIR - Unhas

44

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 16. Uji Lanjut Tukey Viscositas Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

90,50000* 152,60000* 190,00000* 152,33333*

7,43293 7,43293 7,43293 7,43293

B A C D E

-90,50000* 62,10000* 99,50000* 61,83333*

7,43293 7,43293 7,43293 7,43293

C A B D E

-152,33333* -62,10000* 37,40000* -0,26667

7,43293 7,43293 7,43293 7,43293

D A B C E

-90,50000* -99,50000* -37,40000* -37,66667*

7,43293 7,43293 7,43293 7,43293

E A B C D

-152,33333* -61,83333* 0,26667 37,66667*

7,43293 7,43293 7,43293 7,43293

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 53: LAPORAN AKHIR - Unhas

45

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 17. Data Kadar Air Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Rata-rata

1 2 3

A 11,2 11,5 11,1 11,27

B 10,4 10,9 10,7 10,67

C 9,9 10,2 10,3 10,13

D 11,0 11,6 11,3 11,30

E 10,2 10,5 11,1 10,60

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 18. Analisis Ragam Kadar Air Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 2,909 0,707 8,081** 3,48 5,99

Sisa 10 0,900 0,090

Total 14 3,809

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 54: LAPORAN AKHIR - Unhas

46

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 19. Uji Lanjut Tukey Kadar Air Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

0,60000 1,13333* -0,03333 0,66667

0,24495 0,24495 0,24495 0,24495

B A C D E

-0,60000 0,53333 -0,63333 0,06667

0,24495 0,24495 0,24495 0,24495

C A B D E

-1,13333* 0,53333 -1,16667* -0,46667

0,24495 0,24495 0,24495 0,24495

D A B C E

-0,03333 0,63333 1,16667* 0,70000

0,24495 0,24495 0,24495 0,24495

E A B C D

-0,66667 -0,06667 0,46667 -0,70000

0,24495 0,24495 0,24495 0,24495

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 55: LAPORAN AKHIR - Unhas

47

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 20. Data Kadar Abu Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Metode

Rata-rata

1 2 3

A 29,4 30,1 29,7 29,73

B 28,4 28,7 28,2 28,43

C 23,3 29,4 23,8 23,73

D 27,9 29,1 28,4 28,47

E 27,7 28,2 29,3 28,40

Keterangan:

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Lampiran 21. Analisis Ragam Kadar Abu Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

Sumber db JK KT F hitung Ftabel Keragaman 0,05 0,01

Perlakuan 4 64,411 16,103 58,20** 3,48 5,99

Sisa 10 2,767 0,277

Total 14 67,178

Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata (p < 0,01)

Page 56: LAPORAN AKHIR - Unhas

48

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 22. Uji Lanjut Tukey Kadar Abu Rumput Laut (E. spinosum) yang Dipelihara dengan Berbagai Metode Selama Penelitian

(I) Metode (J) Metode

Perbedaan Nilai Tengah (I-J)

Std. Error

A B C D E

1,30000 6,00000* 1,26667 1,33333

0,42497 0,42497 0,42497 0,42497

B A C D E

-1,30000 4,70000* 0,03333 0,03333

0,42497 0,42497 0,42497 0,42497

C A B D E

-6,00000* -4,70000* -4,73333* -4,66667*

0,42497 0,42497 0,42497 0,42497

D A B C E

-1,26667 -0,03333 4,73333* 0,06667

0,42497 0,42497 0,42497 0,42497

E A B C D

-1,33333 -0,03333 4,66667 -0,06667

0,42497 0,42497 0,42497 0,42497

Keterangan : *Menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5%

(p< 0,05)

A = permukaan; B = lepas dasar; C = dasar; D = 2 minggu dasar, lepas dasar dan permukaan; dan E = 2 minggu permukaan, lepas dasar dan dasar

Page 57: LAPORAN AKHIR - Unhas

49

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

Lampiran 23. Dokumentasi Penelitian Rumput Laut

No Kegiatan Dokumentasi

1

Tali bentangan sebagai tempat

untuk mengikat rumput laut

2

Pengikatan rumput laut pada tali

bentangan

3

Setting wadah pemeliharaan

rumput laut di perairan

Page 58: LAPORAN AKHIR - Unhas

50

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

No Kegiatan Dokumentasi

4

Sampling pertumbuhan

rumput laut setiap minggu

selama 6 minggu

pemeliharaan

5

Panen rumput laut setelah 6

minggu pemeliharaan

6

Pengeringan rumput laut

setelah panen

Page 59: LAPORAN AKHIR - Unhas

51

Laporan Penelitian Strategis Nasional Batch IV Tahun 2009

No Kegiatan Dokumentasi

7

Ekstraksi karaginan dari

rumput laut dengan

pemasakan dalam water

bath

8

Pengeringan karaginan hasil

ekstraksi

9

Tepung karaginan hasil ekstraksi rumput laut E. spinosum