DISERTASI - Unhas
of 253
/253
Embed Size (px)
Transcript of DISERTASI - Unhas
SELAMA PEMANASAN OHMIK
SUHARTIN DEWI ASTUTI P0100312403
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SELAMA PEMANASAN OHMIK
SUHARTIN DEWI ASTUTI P0100312403
Prof.Dr.Ir. Amran Laga, MS.
Nama : Suhartin Dewi Astuti
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, September 2018
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi ini. Penelitian ini lahir dari gagasan mengenai pentingnya
pengembangan Teknologi di bidang pengolahan pangan. Indonesia yang
kaya dengan keberagaman hayati, terutama hortikultura dengan kandungan
senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya sehingga perlu
adanya upaya untuk mengeksplorasi kandungan bioaktif fungsional yang
terdapat dalam pangan tersebut yang tidak hanya bermanfaat dalam
pemenuhan gizi tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan disertasi ini,
namun berbagai bantuan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak akhirnya
disertasi ini dapat terselesaikan. Penulis dengan tulus menyampaikan rasa
terimakasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc. sebagai Promotor, Dr. Ir. Mariyati Bilang,
DEA sebagai Ko-Promotor, Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MS sebagai Ko-
Promotor, atas kepakaran yang dimilikinya serta kearifan maha guru dan
kebijakan orang tua yang melandasi dalam proses pembimbingan mulai dari
proposal, penelitian hingga penulisan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada Tim Penguji Prof. Dr. Ir. Mursalim, Prof. Dr. Ir.
Mulyati Thahir, MS., Prof. Dr. Ir. Abubakar Tawali, M.S. dan Dr. Hasnah
Natsir, M.Si, atas saran, perbaikan dan masukan yang konstruktif demi
kesempurnaan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada
Direktur Teaching Industry atas keleluasaan fasilitas selama penelitian.
Terimakasih juga kepada Kepala Laboratorium Biofarmaka Prof.Dr. Elly
Wahyudin, DEA serta laboran Dewi. Kepala Laboratorium Kimia Pangan dan
Pengawasan Mutu Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Hasanuddin Prof.Dr.Ir. Meta Mahendradatta, M.Sc beserta seluruh staf
laboratorium.
iii
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.,
Ketua Program Studi S3 Ilmu Pertanian Prof.Dr.Ir.Darmawan Salman, MS.,
dan seluruh dosen dan staf tata usaha Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin. Terimakasih kepada Kordinator Kopertis IX beserta seluruh staf
pegawai yang telah memberikan pelayanan terbaik selama pendidikan
berlangsung.
Terimakasih kepada Ketua Yayasan Sarikat Islam Sulawesi Selatan
Dr.H. Rahmat Hasanuddin, SE, MSi., Rektor Universitas Cokroaminoto
Makassar Prof. Dr. Muhammad Asdar, SE, MSi., yang telah memberikan izin
melanjutkan studi S3 di Universitas Hasanuddin.
Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa S3
seangkatan 2012, yang telah saling mendukung, memotivasi, memberi
inspirasi dan semangat dalam suka duka selama penelitian berlangsung.
Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman sejawat staf dosen
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Cokroaminoto atas dukungan,
semangat dan pengertiannya.
Ir.Wisnu Wibawa, putraku tercinta Fahmi Gibran Syahadat, ST, adik-adikku
tersayang Kun, Endang, Ony, Adi serta seluruh keluarga atas segala
pengertian, kasih sayang, pengorbanan, dan doa yang selalu mengiringi
penulis sehingga disertasi ini bisa terselesaikan dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang belum
tertuang dalam disertasi ini yang masih memerlukan kajian yang lebih
mendalam, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat menambah
kekayaan ilmu pengetahuan dan bermanfaat untuk pengembangan Teknologi
Pertanian terutama di bidang pangan masa depan yang lebih sehat.
Makassar, September 2018
A. Buah Tomat (Solanum lycopersicum Mill) ............................ 11
B. Komposisi Kimia Buah Tomat .............................................. 13
C. Pematangan dan Perubahan Warna Buah Tomat ............... 15
D. Produk Olahan Tomat............................................................19
2. Karotenoid (Likopen) Tomat………………………………34
3. Fenol dan Flavonoid………………………………………37
G. Radikal Bebas ...................................................................... 41
1. Teknologi Aseptik ......................................................... 51
3. Pengolahan Medan Listrik Intensitas Tinggi ................ 65
vii
K. Kinetika Degradasi Thermal Vitamin C ................................. 82
1. Aplikasi Persamaan Arrhenius Pada Degradasi
Vitamin C ......................................................................... 83
3 Penentuan Ketahanan Panas (z) .................................... 85
4. Penentuan Laju Reaksi (k) .............................................. 85
5. Penentuan Energi Aktivasi (Ea) ....................................... 86
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 87
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 87
B. Alat dan Bahan ..................................................................... 87
C. Prosedur Penelitian .............................................................. 88
E. Prosedur Analisis.................................................................. 90
4. Analisis Vitamin C dengan 2,6-Diklorofenolindofenol ...... 91
5. Pengukutan Total Fenol dengan Metoda
Folin-Ciocalteau............................................................... 93
8. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ........................... 95
F. Pengolahan Data .................................................................. 96
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 98
A. Pemanasan Jus Tomat Ohmik ............................................. 98
B. Karakteristik Kimia ............................................................. 106
1. Total Asam .................................................................... 106
viii
2. Kandungan Polifenol (Total Fenol) ................................ 122
3. Kandungan Flavonoid (Kuersetin) ................................. 128
4. Kandungan Likopen ....................................................... 132
5. Aktivitas Antioksidan ...................................................... 141
2. Degradasi L-Asam Askorbat Jus Tomat ....................... 155
3. Penentuan Energi Aktivasi ………………………………158
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………162
A. KESIMPULAN .................................................................... 162
B. SARAN………………………………………………………… 163
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 164
Tabel 2 Perubahan Komposisi Buah Tomat pada Proses Pematangan..15
Tabel 3. Kandungan Likopen pada Berbagai Buah dan Sayuran……….37
Tabel 4. Penggolongan Pangan Berdasarkan Tingkat Resikonya ............ 52
Tabel 5. Konduktivitas Listrik dari Beberapa Bahan Pangan Pada ...............
Suhu 19ºC ................................................................................. 70
Tabel 6. Matriks Perlakuan Suhu dan Lama Pemanasan Ohmik ............. 89
Tabel 7. Pemanasan Ohmik pada Jus Tomat (Suhu Awal-Suhu
Pemanasan) ............................................................................. 101
Tabel 8. Kadar Asam L-Asam Askorbat (Vitamin C) pada Pemanasan
Ohmik………………………………………………………………..154
Tabel 9. Degradasi Vitamin C pada 70ºC, 90ºC, dan 110ºC dan
Lama Pemanasan 15, 30, dan 45 menit ................................. 156
Tabel 10. Energi Aktivasi Degradasi Vitamin C pada 70ºC, 90ºC,
dan 110ºC dan Lama Pemanasan 15, 30, dan 45 menit ...... 158
x
Gambar 2. Tahap Pematangan dan Tingkat Kematangan Buah Tomat....17
Gambar 3. Struktur Molekul Asam Askorbat………………………………...29
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidroaskorbat
dan Asam Diketogulonat………………………………………… 31
Gambar 7. Pengelompokan Flavonoid………………………………………39
Gambar 8. Struktur Kimia Kuersetin ....................................................... ..40
Gambar 9. Tahapan Reaksi Berantai Radikal Bebas ............................... 43
Gambar 10. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap
Radikal Lipid .......................................................................... 46
Gambar 14. Diagram Skematik dari Proses Pemanasan Ohmik Statis…...72
Gambar 15. Grafik ln (A) terhadap t untuk reaksi orde satu……………… 83
Gambar 16. Skema Proses Pemanasan Jus Tomat Ohmik………………..97
Gambar 17. Jus Tomat Ohmik…………………………………………………98
Gambar 18. Laju Pemanasan Ohmik 15 menit……………………………..102
Gambar 19. Laju Pemanasan Ohmik 30 menit……………………………..103
Gambar 20. Laju Pemanasan Ohmik 45 menit……………………………..103
Gambar 21. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Total Asam…………………………………………………….….107
pH Jus Tomat……………………………………………………..109
xi
Gambar 24. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Vitamin C Jus Tomat…………………………….……………....119
Gambar 25. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol
Indofenol.................................................................................121
Kandungan Total Fenol Jus Tomat…………………..………...123
Gambar 27. Reaksi Kompleks Molibdenum-Tungsten Blue………………..127
Gambar 28. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Kuersetin Jus Tomat………………………………………..……128
Gambar 30. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap Likopen
Jus Tomat…………………………………………………………132
Gambar 32. Skema Degradasi All-trans-isomers dan Cis-isomer
pada Likopen………………………………………………..........138
Likope Selama Pemanasan……………………………………..140
Antioksidan Jus Tomat………………………… ………………142
Gambar 36. Reaksi Radikal DPPH dengan Antioksidan……………………145
Gambar 37. Reaksi Radikal Bebas DPPH terhadap Antioksidan………...146
Gambar 38. Mekanisme Penangkapan Radikal Bebas oleh Polifenol........149
Gambar 39. Reaksi Vitamin C dengan Radikal Bebas……………………..150
Gambar 40. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida
dan Hidrogen Peroksida…………………………………………151
Gambar 41. Degradasi Vitamin C pada Suhu 70°C………………………...157
Gambar 42. Degradasi Vitamin C pada Suhu 90°C………………………...157
Gambar 43. Degradasi Vitamin C pada Suhu 110°C……………………….157
Gambar 44. Energi Aktivasi Jus Tomat pada Lama Pemanasan
xii
30 Menit……………………………………………………………159
45 Menit………...………………………………………...……….160
Lampiran 2. RAL Faktorial Total Asam Jus Tomat Ohmik………………...184
Lampiran 3. RAL Faktorial pH Jus Tomat Ohmik………………………….186
Lampiran 4. RAL Faktorial Total Padatan Terlarut Jus Tomat
Ohmik………………………………………………………….....188
Lampiran 5. RAL Faktorial Vitamin C Jus Tomat Ohmik…………….……190
Lampiran 6. RAL Faktorial Polifenol Jus Tomat Ohmik…………………...192
Lampiran 7. RAL Faktorial Kuersetin Jus Tomat Ohmik…………………..194
Lampiran 8. RAL Faktorial Likopen Jus Tomat Ohmik…………………….196
Lampiran 9. RAL Faktorial Antioksidan Jus Tomat Ohmik………….........198
Lampiran 10. Kurva Standar Polifenol Jus Tomat…………………………..200
Lampiran 11. Kurva Standar Kuersetin Jus Tomat………………………….202
Lampiran 12. Data Likopen Jus Tomat……………………………………….204
Lampiran 13. Data Antioksidan JusTomat……………………………………206
Lampiran 14. Sidik Ragam Energi Aktivasi Jus Tomat Ohmik Lama
Pemanasan 15, 30, dan 45 Menit……………………..…..….225
Lampiran 15. Data Laju Pemanasan Ohmik Jus Tomat per 2 Detik..……..228
Lampiran 16. Gambar Analisis Jus Tomat Ohmik…………………………..234
1
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu tanaman
sayuran yang paling populer dikonsumsi dan diproduksi secara luas di dunia
(Grandillo et al., 1999). Tomat tergolong tanaman semusim berbentuk perdu
dan termasuk ke dalam famili Solanacea.Tomat adalah salah satu produk
hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, baik dalam bentuk segar
sebagai sayur ataupun buah, maupun olahannya berupa makanan, minuman
yang berkhasiat sebagai obat. Buah tomat banyak mengandung zat-zat yang
berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu tomat menjadi komoditas sayur
yang utama.
Tomat merupakan sumber nutrisi dan senyawa bioaktif yang baik
(Friedman, 2002, 2013; Frusciante et al., 2007). Buah tomat kaya akan vitamin
C dan beberapa antioksidan, diantaranya vitamin E dan likopen Selain itu,
buah tomat mengandung serat makanan alami yang sangat baik bagi
pencernaan manusia dan juga adanya protein dalam buah tomat
menjadikannya buah yang sangat sarat gizi. Dalam 180 g buah tomat matang,
terkandung vitamin C sekitar 34,38 mg yang dapat memenuhi 57,3%
kebutuhan manusia dalam sehari. Kandungan seratnya mencapai 1,98 gram
dan protein sebesar 1,53 g. Pada tomat, likopen merupakan salah satu
komponen kimia yang paling banyak. Dalam 100 g tomat rata-rata berisi
sebanyak 3-5 mg likopen (Giovannucci, 1999).
2
Tomat memiliki berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik
bagi kesehatan, terutama likopen (Thompson et al., 2003; Nelson et al., 2003).
Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah, bebas kolesterol,
dan merupakan sumber serat dan protein yang baik. Selain itu, tomat kaya
akan vitamin A, Vitamin C, beta-karoten, dan mineral kalium. Satu buah tomat
ukuran sedang mengandung hampir setengah batas jumlah kebutuhan harian
(required daily allowance/RDA) vitamin C untuk orang dewasa (Thompson et
al., 2003).
Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada tomat berperan untuk
mencegah penyakit sariawan, memelihara kesehatan gigi dan gusi,
mempercepat penyembuhan luka serta mencegah kerusakan atau pendarahan
pada pembuluh darah halus (Komar, 2012).
Vitamin C atau asam askorbat adalah komponen berharga dalam
makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat
pengobatan (Sandra,1991). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh
dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan.
Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300
mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin
(Almatsier, 2001).
mempertahankan enzim hidroksilase prolil dalam bentuk aktif, serta sangat
diperlukan untuk menjaga berkurangnya atom besi. Hidroksilasi prolin dan lisin
dalam prokolagen dilakukan oleh enzim hidroksilase prolil menggunakan asam
3
sebagai komponen enzim yang terlibat dalam sintesis kolagen dan karnitin.
Namun peran yang paling vital adalah sebagai vitamin yang larut dalam air
dalam tubuh manusia (Levine et al., 1995). Asam askorbat merupakan
antioksidan kuat karena dapat menyumbangkan atom hidrogen dan
membentuk askorbil yang relatif stabil, bersifat sebagai pemulung bagi oksigen
reaktif dan nitrogen oksida. Asam askorbat terbukti efektif melawan ion radikal
superoksida, hidrogen peroksida, oksigen radikal dan senyawa hidroksil,
melindungi reduktase asam folat, yang mengubah asam folat menjadi asam
folinat, dan dapat membantu melepaskan asam folat bebas dari konyugat
makanan dan juga memfasilitasi penyerapan zat besi (Manito, l981).
Likopen merupakan salah satu pigmen karotenoid yang penting
penyebab warna merah pada tomat (Di Mascio et al., 1989). Likopen bersifat
antioksidan dan dapat melindungi sel dari kerusakan reaksi oksidasi singlet
oksigen (singlet oxygen quenching) dan oksidator lain. Kemampuannya
mengendalikan radikal bebas 10 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 2 kali
lebih efisien dari ß-karoten. Selain sebagai anti skin aging, likopen juga
memiliki manfaat untuk mencegah penyakit cardiovascular, diabetes,
osteoporosis, infertility, dan kanker terutama kanker prostat (Di Mascio et al.,
1989). Potensi likopen sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas
merupakan efek yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Likopen
juga dapat berinteraksi dengan Reactive Oxygen Species (ROS) seperti H2O2
dan NO2 (Lu, et al., 1995; Woodall, et al., 1997).
4
liver dan mencegah terjadinya serangan empedu. Selain itu juga ditemukan
bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah
penggumpalan dan pembekuan darah (penyebab stroke dan penyakit jantung).
Tomat juga mampu memulihkan lemah syahwat dan meningkatkan jumlah
maupun kegesitan sel sperma (Komar, 2012).
Tomat juga banyak dimanfaatkan dalam industri kecantikan, seperti
pembuatan masker dan pil anti penuaan yang berbahan dasar tomat. Hal ini
dikarenakan kandungan likopen pada tomat yang mampu memperbaiki dan
mempertahankan jaringan kolagen kulit. Zat lain seperti tomatin bersifat
sebagai antiinflamasi, yaitu dapat menyembuhkan luka dan jerawat. Beberapa
peneliti Inggris telah menemukan bahwa menambahkan tomat yang dimasak
ke dalam makanan setiap hari meningkatkan kemampuan kulit untuk
melindungi diri dari sinar ultra-violet yang berbahaya (Komar, 2012).
Senyawa lain yang terdapat dalam tomat antara lain adalah solanin,
saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α
dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et
al., 2005). Senyawa-senyawa fenolat yang terdapat dalam tomat meliputi:
kuersetin, naringenin, rutin dan asam klorogenat. Senyawa-senyawa fenolat
tersebut diantaranya, dapat menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat
mengkhelat logam besi yang mengkatalisa peroksida lemak (Velioglo, 1998).
Asam organik yang paling dominan pada tomat adalah asam sitrat.
Selain asam sitrat, asam malat adalah asam organik yang paling berkontribusi
terhadap cita rasa buah tomat. Asam-asam lain yang telah terdeteksi adalah
5
“breaker” dan tahap berwarna “pink”. Keasaman buah tomat sangat penting
untuk rasa dan penting juga dalam proses pengolahan karena kandungan
butirat, mikroorganisme termofilik, dan pembusuk anaerobik tidak dapat
berkembang ketika pH di bawah 4,3. Namun ketika pH lebih dari 5, spora
mikroorganisme sulit untuk diinaktifkan (Salunkhe et al, 1974).
Pangan fungsional adalah pangan disamping untuk memenuhi
kebutuhan gizi juga mempunyai manfaat dalam memelihara kesehatan. Salah
satu permasalahan dalam pengembangan pangan fungsional bersumber dari
tanaman (tidak terkecuali tomat) adalah proses pengolahannya, karena dapat
mempengaruhi kandungan senyawa bioaktif yang terkandung dalam bahan
yang digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional (Percival dan Turner,
2001).
kandungan gizi dari makanan, baik karena ikut terlarut ataupun karena
mengalami penguapan selama proses berlangsung terutama pada kandungan
senyawa yang mudah larut dalam air atau senyawa yang rentan terhadap
panas (pengolahan suhu termal).
mengakibatkan besarnya kehilangan nutrisi dan vitamin serta komponen
bioaktif yang terkandung dalam buah-buahan. Di sisi lain, jika suhu
pemanasan terlalu rendah atau waktu pemanasan yang terlalu singkat,
6
dikhawatirkan jumlah mikroba yang terdapat dalam bahan masih cukup tinggi
(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
proses dimana bahan pangan (cair, padatan, atau campuran antara keduanya)
dipanaskan secara simultan dengan mengalirkan arus listrik melalui bahan
tersebut. Bahan pangan yang dilewati arus listrik memberi respon berupa
pembangkitan panas secara internal akibat adanya tahanan listrik dalam bahan
(Salengke, 2000). Pembangkitan panas serentak yang dihasilkan memberikan
distribusi suhu yang seragam, terutama untuk makanan cair.
Keuntungan utama dari pengolahan ohmik adalah pemanasan
berlangsung cepat dan relatif seragam (Zareifard et al., 2003), mudah dalam
mengontrol proses, efisiensi energi tinggi (Ghnimi et al., 2008), dan biaya
modal yang lebih rendah (Marra et al., 2009), mempertahankan warna dan nilai
gizi makanan, serta waktu proses yang singkat dan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemanasan konvensional (Castro et al., 2004; Icier et al.,
2005a; Leizerson dan Shimoni, 2005; Vikram et al., 2005; Wang dan Sastry,
2002; Yildiz, 2009). Selain itu pemanasan ohmik pengolahan pangan
memungkinkan penerapan pengolahan bersih, ramah lingkungan, dan hemat
energi dibandingkan metode konvensional.
makanan cair. Jumlah panas yang dihasilkan secara langsung berhubungan
dengan arus yang disebabkan oleh gradien tegangan, medan listrik dan
konduktivitas listrik (Shirsat et al., 2004). Sebagian besar makanan
mengandung spesies ionik seperti garam dan asam, dan apabila arus listrik
7
berpotensi mengurangi pemanasan berlebih (overprocessing) dibandingkan
dengan pola pindah panas dari luar ke dalam bahan (Rahman, 1999).
Waktu pemanasan ohmik bergantung pada gradien tegangan yang
digunakan. Meningkatnya gradient tegangan, menyebabkan panas yang
dihasilkan per unit waktu meningkat, sehingga waktu pemanasan yang
diperlukan untuk mencapai suhu yang hendak dicapai menjadi berkurang.
Skala waktu dapat diatur dengan memilih parameter gradien tegangan (Icier,
2012). Konduktivitas listrik adalah ukuran dari seberapa baik suatu zat
mentransmisikan muatan listrik yang dinyatakan dalam Siemens per meter
(S/m). Konduktivitas listrik adalah rasio densitas substansi pada kekuatan
medan listrik dan dipengaruhi oleh komposisi kimia dari suatu zat. Dalam
terminologi pemanasan ohmik, konduktivitas adalah ukuran dari isi mineral
atau ion. Untuk bahan makanan, bahan ion yang paling umum garam (NaCl).
Semakin tinggi jumlah garam terlarut dalam zat, semakin tinggi konduktivitas
(Anderson, 2008).
Pemanas ohmik berbeda dengan pemanas microwave dari segi
penggunaan frekuensi. Pemanas Ohmik dioperasikan dengan frekuensi rendah
(50 sampai dengan 60 Hz). Pada pemanasan ohmik digunakan arus bolak
balik. Tegangan diatur sehingga mencapai suhu akhir yang dikehendaki (Kemp
dan Fryer, 2007).
masalah sebagai berikut:
1. bagaimana parameter suhu dan waktu yang diaplikasikan pada perangkat
pemanas ohmik terhadap karakteristik laju pemanasanjus tomat.
2. berapa besar perubahan karakteristik fisiko-kimia jus tomat yang
dipanaskan dengan pemanasan ohmik.
3. bagaimana perubahan kandungan senyawa bioaktif pada jus tomat yang
diberi perlakuan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda dengan
menggunakan teknologi ohmik.
4. bagaimana pola degradasi asam askorbat (Vitamin C) pada jus tomat
dengan menggunakan teknologi ohmik.
1. menentukan karakteristik laju pemanasan jus tomat dengan teknologi
pemanasan ohmik.
2. menentukan pengaruh suhu pemanasan dan lama pemanasan terhadap
karakteristik fisiko-kimia jus tomat antara lain: pH, Total Asam, dan Total
Padatan Terlarut yang dipanaskan dengan pemanasan ohmik.
3. menganalisis perubahan kandungan senyawa bioaktif pada jus tomat
meliputi kandungan Vitamin C, Polifenol, dan Flavonoid (Kuersetin),
9
Likopen, dan antioksidan yang diberi perlakuan suhu dan waktu pemanasan
dengan menggunakan teknologi ohmik.
4. menentukan laju degradasi asam askorbat (Vitamin C) pada jus tomat
dengan teknologi ohmik selama pemanasan.
D. Manfaat Penelitian
1. mendapatkan informasi tentang konduktifitas listrik jus tomat pada
pemanasan ohmik dalam kaitannya dengan pengembangan rancang
bangun perangkat teknologi ohmik jus tomat dengan skala yang lebih besar
(scale up).
diolah menjadi jus, perubahan-perubahan kandungan senyawa bioaktif
pada jus tomat yang mendapat perlakuan pemanasan dengan pemanfaatan
teknologi ohmik.
3. industri berskala besar di masa yang akan datang tidak lagi menerima
bahan baku dalam bentuk bahan mentah seperti buah segar, tetapi disuplai
oleh industri menengah dan kecil dengan cara menerima bahan baku
setengah jadi dalam bentuk jus atau pure buah. Sehingga alternatif
penggunaan teknologi ohmik menjadi jembatan antara industri kecil,
menengah dengan industri berskala besar.
4. pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Teknologi
Pangan.
10
1. penerapanTeknologi Ohmik yang berbasis arus listrik yang dirubah menjadi
energi panas pada jus tomat sebagai alternatif pengolahan termal pada
produk tomat, dengan menggunakan perangkat pemanas ohmik berbahan
teflon.
2. penerapan Teknologi Ohmik pada pembuatan jus tomat pada temperatur
diatas titik didih yaitu 110°C yang dipertahankan sampai 45 menit
pemanasan.
senyawa antioksidan pada jus tomat.
11
Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah
tumbuhan keluarga Solanaceae, berasal dari Amerika Tengah dan Selatan,
dari Meksiko sampai Peru. Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu
suku Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat menyebar ke
seluruh Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik, sebagai gulma.
Penyebaran tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat
dan kotorannya tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia
dilakukan oleh orang Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah
kedatangan orang Belanda. Dengan demikian, tanaman tomat sudah tersebar
ke seluruh dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik (Pracaya, 2012).
Gambar 1. Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.)
(Sumber: https://www.gardeningknowhow.com/edible/vegetables/tomato/-main
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Ordo : Tubiflorae (Polemoniales)
Buah tomat terdiri dari beberapa bagian yaitu perikarp, plasenta,
funikulus, dan biji. Anatomi buah tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Perikarp
meliputi eksokarp, mesokarp, dan endocarp. Eksokarp adalah lapisan terluar
dari buah dan sering mengandung zat warna buah terdiri dari dinding pericarp
dan kulit buah. Perikarp meliputi dinding luar dan dinding radial (septa) yang
memisahkan rongga lokula. Mesokarp adalah lapisan yang paling dalam
berupa selaput terdiri dari parenkim dengan ikatan pembuluh (jaringan tertutup)
dan lapisan bersel tunggal yaitu lokula. Endokarp adalah lapisan paling dalam
terdiri dari biji, plasenta, dan columella (Rani et al, 2010).
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada
buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval),
dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran
paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat
sampai 180 gram.
13
Buah tomat yang masih muda berwarna hujau muda bila sudah matang
warnanya menjadi merah. Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir
dan aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang
berbentuk lendir. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan
sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang.
Rasanya juga akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri
khas kelezatan buah tomat.
Tomat merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, kandungan
gizi tomat masak dapat dilihat pada Varietas-varietas tomat memiliki jumlah zat
terlarut dalam air bervariasi dari 4,5-7% dengan fruktosa dan glukosa
merupakan zat paling dominan. Kandungan nutrisi buah tomat dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tomat mengandung komponen nutrisi terutama kaya akan vitamin dan
mineral. Dalam satu buah tomat segar ukuran sedang 100 g mengandung
sekitar 30 kalori, 40 mg vitamin C, 1500 SI vitamin A, 60 μg tiamin (vitamin
B1), zat besi, kalsium dan lain-lain (Kailaku et al., 2013). Komposisi zat gizi
yang terkandung di buah tomat cukup lengkap. Buah tomat terdiri dari 5-10%
berat kering tanpa air dan 1 persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan,
sekitar 50% dari berat keringnya terdiri dari gula-gula pereduksi (terutama
glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen, vitamin
dan lipid. Dalam 100 gram tomat memenuhi 20% atau lebih dari
kebutuhan vitamin C sehari (Astawan, 2008).
14
per 100 g Nutrien Kandungan
per 100 g
Total lemak (g) 0,33 Leusin (g) 0,031
Karbohidrat (g) 4,64 Lisin (g) 0,031
Serat (g) 1,1 Metionin (g) 0,007
Abu (g) 0,42 Kistin (g) 0,011
Mineral Fenilalanin (g) 0,002 0,002
Kalsium (mg) 5 Tirosin (g) 0,015
Zat besi (mg) 0,45 Valin (g) 0,022
Magnesium (mg) 11 Arginin (g) 0,021
Fosfor (mg) 24 Histidin (g) 0,013
Kalium (mg) 222 Alanin (g) 0,024
Natrium (mg) 9 Asam aspartat (g) 0,118
Seng (mg) 0,09 Asam glutamat (g) 0,313
Tembaga (mg) 0,074 Glisin (g) 0,021
Mangan (mg) 0,105 Prolin (g) 0,016
Selenium (mg) 0,4 Serin (g) 0,023
Vitamin Asam Lemak
0,050
0,135
Komposisi kimia tomat segar tergantung pada beberapa faktor yaitu
kultivar, kedewasaan, cahaya, suhu, musim, iklim, kesuburan tanah, irigasi,
dan perlakuan petani. Konsentrasi relatif komponen-komponen kimia dari buah
tomat yang penting dalam menilai kualitas buah tomat adalah warna, tekstur,
penampilan, nilai gizi, dan aroma. Buah tomat Moscow memiliki kadar air 94%
pada tahap merah matang. Perubahan komposisi berhubungan dengan
pematangan buah tomat disajikan dalam Tabel 2.
15
Komposisib
Bahan Kering (%) 6.40 6.20 5.81 5.80 6.20
Keasaman tertitrasi (%) 0.285 0.310 0.295 0.270 0.285
Asam Organik (%) 0.058 0.127 0.144 0.166 0.194
Asam Askorbat (%) 14.5 17.0 21.0 23.0 22.0
Klorofil (%) 45.0 25.0 9.0 0.0 0.0
ß-Karoten (%) 50.0 242.0 443.0 10.0 50.0
Likopen (%) 8.0 124.0 230.0 374.0 412.0
Turunan Gula (%) 2.40 2.90 3.10 3.45 3.65
Pektin (%) 2.34 2.20 1.90 1.74 1.62
Pati (%) 0.61 0.14 0.13 0.18 0.07
Volatiles (ppb) 17.0 17.9 22.3 24.6 31.2
Volatiles reducing subst. (μeq.%) 248 290 251 278 400
Asam amino (μ mole %) _c 2358 3259 2941 2723
Nitrogen Protein (rag N/g) 9.44 10.00 10.27 10.27 6.94
a kultivar Fireball, selain kultivar V. R. Moscow untuk kandungan asam amino. b Dinyatakan dalam basis berat segar. c Nilai tidak dilaporkan. (Sumber: Salunkhe et al, 1974).
Asam organik yang paling dominan pada tomat adalah asam sitrat.
Selain asam sitrat, asam malat adalah asam organik yang paling berkontribusi
terhadap cita rasa buah tomat. Asam-asam lain yang telah terdeteksi adalah
asam asetat, formiat, trans-asonitat, laktat, galakturonat, dan α-okso. Pada
keseluruhan kematangan buah mulai dari berwarna hijau tua hingga merah,
keasaman meningkat mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun
(Salunkhe et al, 1974).
Warna pada buah dan sayur ditentukan oleh kelompok pigmen yang
tedapat secara alami dalam buah dan sayur, yang dapat dikelompokkan atas:
klorofil, karotenoids, flavonoids (antosianin dan antoxantin). Penampilan buah
16
dan sayur segar maupun olahannya sangat ditentukan oleh warna. Persepsi
tentang kesegaran buah dan sayur berhubungan erat dengan kecerahan
warna. Memudarnya warna pada buah segar berhubungan dengan kestabilan
pigmen warna yang dikandungnya. Kesensitifan pigmen ini juga berhubungan
erat dengan warna produk olahan buah dan sayur (Wills et al., 1989).
Tomat termasuk sayuran berbentuk buah. Warna tomat merupakan
salah satu kriteria visual yang penting dalam penentuan kualitas tomat.
Menurut Ryall dan Lipton (1972), tomat dapat dipanen dan matang dengan
baik jika dipetik saat masih hijau (mature green). Selama pematangan,
perlahan-lahan buah tomat akan berubah warna dari hijau menjadi merah.
Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses
kelayuan dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini
merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa substrat oleh campuran enzim-
enzim yang ada di dalam buah. Pematangan dapat pula diartikan sebagai
suatu fase akhir proses penguraian substrat dan merupakan suatu proses yang
dibutuhkan oleh bahan untuk mensistesis enzim-enzim yang spesifik yang
diantaranya akan digunakan dalam proses kelayuan (Muchtadi dkk., 2010).
Perubahan warna tomat menurut Ryall dan Lipton (1972), dibagi
menjadi enam tingkat yaitu tingkat pertama “Masak Hijau” (mature green), pada
keadaan ini setelah permukaan buah tomat masih berwarna hijau atau hijau
keputihan. Tingkat kedua yaitu “Breaker”, pada tingkat ini tidak lebih dari 10 %
permukaan buah tomat berwarna kuning kecoklatan, pink atau merah. Tingkat
keterangan ketiga yaitu “Turning”, pada tingkat ini 10-30% permukaan buah
tomat berwarna kuning kecoklatan, pink atau merah. Kemudian tingkat
17
keempat yaitu “Pink”, pada tingkat ini 30-60% permukaan buah tomat berwana
pink atau merah. Tingkat kelima yaitu “Light Red”, pada keadaan ini 60-90%
permukaan buah tomat berwarna merah kecoklatan atau merah. Dan yang
terakhir dinamakan “Red”, dimana pada tingkat ini lebih dari 90% permukaan
buah tomat sudah berwarna merah.Pematangan buah tomat dapat diketahui
dengan melihat perubahan warna kulit buah tomat. Warna kulit buah tomat
akan berubah dari hijau penuh (green) menjadi merah penuh (red). Klasifikasi
perubahan warna kulit tomat dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahap Pematangan dan Tingkat Kematangan Buah Tomat
(Sumber: Ryall dan Lipton, 1972)
Menurut Thomson dan Kelly (1957), kematangan buah tomat dimulai
pada tingkat kematangan “Turning” yang ditandai dengan warna sedikit
kemerahan pada ujung buah. Buah tomat masak penuh (“Full Tipe”) berwarna
merah seluruhnya dan keadaan buah masih kurus, sedangkan buah tomat
18
yang sudah lewat masak (“Over Ripe”) berwarna merah, seluruhnya tetapi
sudah agak lunak bila dibandingkan dengan buah masak penuh (Thompson
dan Kelly, 1957). Sedangkan kriteria untuk matang petik buah tomat terbagi 4
tahap, yaitu: hijau matang (mature green), semburat/pecah (breaker), turning,
merah muda (pink), dan merah tua (red ripe) (Harijadi dan Sunarjono, 1990).
Berubahnya warna dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses
degradasi maupun proses sintesis dari pigmen yang terdapat dalam buah.
Salah satu perubahan yang akan terjadi pada buah setelah dipanen adalah
tingkat kelunakan buah. Kondisi ini terjadi karena adanya perombakan
protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut maupun karena
terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin. Jumlah zat-zat
pektat selama pematangan buah akan meningkat. Selama pematangan buah
kandungan pektat dan pektinat yang larut akan meningkat sehingga ketegaran
buah akan berkurang (Matto et al., 1989). Terjadinya reduksi galaktan, araban
dan poliurodin di dinding sel menyebabkan zat-zat yang ada pada dinding sel
terdegradasi dan buah tomat menjadi lunak (Hobson dan Grierson, 1993).
Pelunakan buah oleh pelarutan pektin selama pematangan mempengaruhi
sifat-sifat fisik dinding sel yang berdampak pada integrasi struktural buah.
Proses ini akan semakin cepat jika buah berada pada suhu yang tinggi
(Zulkarnain, 2010).
Selama proses pematangan, tomat akan mengalami berbagai
perubahan baik secara fisik maupun kimia. Perubahan secara fisik yang terjadi
diantaranya adalah perubahan warna kulit, ukuran, perubahan tekstur serta
kekerasan buah. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan mutu,
19
pematangan atau penyimpanan, yang berkaitan dengan proses respirasi.
Penurunan kandungan asam askorbat dapat menyebabkan turunnya kualitas
buah tomat tersebut (Muchtadi dkk., 1993). Keasaman maksimum ditemukan
pada breaker dan tahap berwarna pink.
Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa asam dan sepat serta kenaikan produksi zat volatil
untuk memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi et al., 2010). Selama
proses pematangan warna kulit tomat mengalami perubahan dari hijau gelap
menjadi berwarna kuning/merah (Simmonds, 1966). Hal tersebut terjadi karena
klorofil mengalami degradasi disertai menurunnya konsentrasi klorofil dari 50-
100 mg/kg pada kulit pisang hijau menjadi nol pada stadia matang penuh.
Hobson dan Grierson (1993) menjelaskan perubahan warna pada tomat terjadi
karena klorofil dalam jaringan menjadi rusak.
D. Produk Olahan Tomat
Berbagai jenis buah utama yang dihasilkan di Indonesia berpotensi
untuk dikembangkan menjadi produk olahan, seperti buah dalam kaleng,
minuman sari buah, manisan buah, selai dan produk olahan buah lainnya,
salah satunya adalah buah tomat (Anonim, 2009). Beberapa jenis produk
olahan berbasis tomat diantaranya selai, permen jelly, jelly drink, tomakur,
20
saus, pasta, sari buah, manisan kering maupun produk dalam bentuk bubuk
(Dewanti dkk., 2010).
Beberapa jenis produk olahan berbasis tomat diantaranya selai, permen
jelly, jelly drink, tomakur, saus, pasta, sari buah, manisan kering maupun
produk dalam bentuk bubuk. Pasta tomat adalah salah satu produk olahan
yang paling banyak dikembangkan pada industi kecil menengah (Dewanti dkk.,
2010).
tambahan makanan seperti gula pasir, Na-benzoat dan CMC (Carboxy Methyl
Cellulose). Sari tomat dapat dibuat dengan mudah, cepat serta memerlukan
peralatan yang sederhana. Berikut ini daftar bahan, alat serta diagram
pembuatan sari tomat (Dewanti dkk., 2010).
Yoghurt merupakan produk minuman fermentasi yang berasa masam,
sedikit kental yang pada mulanya berbahan dasar susu. Akan tetapi seiring
dengan perkembangan zaman, pembuatan yoghurt berbasis bahan nabati
semakin diminati. Salah satu yoghurt berbasis nabati yaitu yoghurt tomat.
Yoghurt ini memiliki sifat fungsional berupa kandungan antioksidan tinggi,
senyawa antimikroba (asam laktat) dan vitamin C (Dewanti dkk., 2010).
Pure merupakan produk serupa bubur dengan viskositas atau
kekentalan sedang. Pure dibuat dengan cara memasak bubur atau slurry
daging buah tomat dengan gula hingga diperoleh kekentalan yang diinginkan.
Penelitian badan pangan dunia FAO/WHO menunjukan bahwa kandungan
likopen tidak rusak dan jumlahnya tidak jauh berubah selama pemanasan.
Bahkan kandungan likopen akan meningkat 10 kali lipat ketika tomat diolah
21
menjadi saus atau pasta tomat. Likopen merupakan bagian dari karotenoid
yang larut dalam lemak, namun likopen yang larut di dalam lemak justru sulit di
serap oleh tubuh. Karenanya, disarankan mengolah tomat dengan cara di
rebus atau dikukus (Dewanti dkk., 2010).
Beberapa jenis tomat dapat dibuat selai dengan menambahkan jenis
buah lain yang mempunyai aroma yang menarik. Selai adalah bahan dengan
konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan
sebagai bahan pembuat roti dan kue. Konsistensi gel atau semi gel pada selai
diperoleh dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin
yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada
suhu tinggi dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel
tergantung kepada konsentarsi gula, pektin dan asam pada bubur buah.
Kondisi optimum untuk kadar pektin adalah ± 1%, pH 3,3-3,4, dan gula ± 66%
(Dewanti dkk., 2010).
Kini dengan teknologi sederhana dan relatif mudah, tomat dapat
dijadikan sebuah makanan ringan yang disebut “Torakur” (TOmat RAsa
KURma) dengan bentuk dan rasa yang mirip dengan buah kurma. Jus buah
adalah minuman sari buah segar jenis jajanan dengan bahan dasar dari buah-
buahan yang banyak dikomsumsi oleh masyarakat luas. Menurut Hulme
(1971), sari buah didefinisikan sebagai cairan hasil pemerasan buah dengan
tekanan atau alat mekanis lainnya terhadap bagian buah yang dapat dimakan.
Biasanya sari buah ini keruh karena mengandung komponen seluler di dalam
suspensi koloid dengan jumlah pulp halus yang bervariasi (Dewanti dkk.,
2010).
22
Pengertian produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI 01-3719-
1995 adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan
atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Definisi sari buah menurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK. No. HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan
mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah, terkait ketentuan bahan
baku, proses pengolahan dan produk jadi, adalah cairan yang dari bagian
buah yang dapat dimakan yang dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika
dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi dan dikemas untuk dapat
dikonsumsi langsung. Sari buah dapat berisi hancuran buah serta
berpenampakan keruh atau jernih. Produk sari buah dapat dibuat dari satu atau
campuran berbagai jenis buah. Pada sari buah hanya dapat ditambahkan
konsentrat jika berasal dari jenis buah yang sama.
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang
sudah disaring.Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari
tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama
(Kemenristek RI, 2010).
disaring, dibotolkan, kemudian dipasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian sari
buah bertujuanuntuk menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara
penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi yang
dapat memisahkan sari buah dari serat-serat berdasarkan perbedaan
23
pengendapan di dasar botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan
menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi 1977).
Jus dibuat dari buah segar yang kaya kandungan gizi, citarasa (flavour),
aroma dan warna yang disenangi (Koswara, 2009). Sebagian besar sari buah
dikehendaki berpenampakan keruh, misalnya sari buah jeruk, tomat, mangga,
dan sebagian lagi diinginkan dalam keadaan jernih, misalnya sari buah anggur
dan apel. Sari buah markisa mengandung asam (sebagai asam sitrat) dengan
pH antara 2,4-3,2. Markisa termasuk bahan pangan berkadar asam tinggi
dengan pH dibawah 3,7-4,0 (Buckle et al.,1987).
Menurut Ting dan Attaway (1971), komponen utama dari total padatan
terlarut dari sari buah jeruk adalah gula yang mencapai 75-85%. Jenis gula
yang terpenting adalah 2-monosakarida yakni D-glukosa dan D-fruktosa serta 1
disakarida yakni sukrosa. Setiap 100 ml sari buah jeruk siam mengandung
glukosa sebanyak 1.02-1.24 g, fruktosa 1.49-1.58 g, sukrosa 2.19-4.90 g
dengan total gula berkisar antara 4.93-7.57 g. Kandungan gula meningkat
dengan semakin matangnya buah sebanding dengan berkurangnya cadangan
pati (Berry dan Veldhuis, 1977). Beberapa penentu kualitas sari buah adalah
kekentalan, kekeruhan, dan kadar padatan terlarutnya (Dewanti dkk., 2010).
Jus buah merupakan sumber vitamin, mineral, karbohidrat, asam amino,
komponen flavonoid dan masih banyak lagi komponen-komponen yang masih
belum diketahui. Komposisi kimia jus buah terutama tergantung pada
pengaruh–pengaruh kombinasi dari mekanisme pengatur genetik dan
24
lingkungan fisik, kimia dan biologis yang dialami buah-buahan segar selama
pertumbuhan dan pasca panen (Luh, 1980).
Proses pengolahan sari buah melalui beberapa tahapan ekstraksi,
klarifikasi, deaerasi, pasteurisasi, pemekatan (jika dikehendaki peningkatan
padatan), pengemasan dan pasteurisasi. Proses ekstraksi sari buah dilakukan
dengan pengepresan menggunakan “juice extractor”, penghancuran dengan
“blender” atau “pulper” atau dengan perebusan. Metode ekstraksi yang dipilih
berdasarkan pada jenis buah dan karakteristik sari buah yang ingin dihasilkan.
Misalnya, untuk buah jeruk atau markisa yang banyak mengandung biji dan
sedikit serat, ekstraksi dilakukan dengan pengepresan. Pengepresan dapat
mencegah hancurnya biji, sehingga sari buah tidak pahit. Untuk buah jambu
yang banyak mempunyai padatan terlarut dan tersuspensi, ekstraksi dilakukan
dengan perebusan. Ekstraksi dengan perebusan akan menghasilkan sari buah
yang lebih jernih jika dibandingkan dengan ekstraksi dengan penghancuran.
Untuk nenas yang memiliki padatan yang tidak terlalu banyak, ekstraksi sari
buah dilakukan dengan cara penghancuran. Ekstrak sari buah selanjutnya
diklarifikasi. Cairan hasil ekstraksi masih mengandung padatan yang
tersuspensi, sehingga harus dipisahkan. Pemisahan atau klarifikasi dapat
dilakukan dengan pengendapan, penyaringan atau sentrifugasi. Proses
tersebut masih belum mampu memisahkan partikel halus seperti senyawa
pektat yang dapat menyebabkan kekeruhan pada sari buah (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
menyebabkan kerusakan vitamin C, warna, dan flavor, sehingga perlu
25
buah ke dalam vacum deaerator. Deaerasi dapat juga dilakukan dengan
pemanasan sari buah dalam tempat terbuka pada suhu (70-80oC). Dengan
proses pemanasan tersebut, oksigen dapat menguap, di samping juga dapat
mengurangi jumlah mikroba awal dan inaktivasi enzim (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
Sari buah dapat dikemas dalam kaleng, botol, cup atau tetra pack untuk
melindunginya dari segala kerusakan. Pengemasan dalam botol atau cup
plastik dapat menampilkan sari buah sehingga lebih terlihat menarik. Namun,
kemasan transparan dapat ditembus cahaya yang dapat menyebabkan
kerusakan vitamin C atau pigmen. Pada proses pengemasan, sari buah harus
diisikan dalam kondisi panas (hot filling). Uap panas yang keluar dari produk
selama pengisian akan mengusir udara pada permukaan kemasan dan
memanaskan kemasan. Kondisi ini akan mengurangi resiko kontaminasi oleh
mikroba, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan produk (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
Sari buah yang telah dikemas kemudian dipasteurisasi. Proses
pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu di bawah 100oC dengan tujuan untuk
inaktivasi mikroba pembusuk dan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi
dilakukan karena sifat produk yang relatif asam (pH<4.5), dimana mikroba-
mikroba yang mungkin tumbuh lebih mudah dibunuh. Penggunaan suhu
pasteurisasi yang tidak terlalu tinggi dapat mengurangi kerusakan vitamin C.
26
sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya
sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan
senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam
folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-
karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et al.,
2005).
Pada tahun 1997, telah diketahui bahwa karotenoid yang utama di
dalam tomat adalah likopen, yang mempunyai efek menurunkan risiko kanker.
Likopen merupakan salah satu kandungan kimia paling banyak dalam tomat,
dalam 100 g tomat rata-rata mengandung likopen sebanyak 3-5 mg
(Giovannucci, 1999). Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa tomat
dapat bermanfaat sebagai obat diare, serangan empedu, gangguan
pencernaan serta memulihkan fungsi liver (Fuhramn, 1997).
Likopen mampu menghambat pertumbuhan kanker endometrial, kanker
payudara dan kanker paru-paru pada kultur sel dengan aktivitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan α dan β-karoten. Likopen ditemukan mampu
menginaktifkan hidrogen peroksida dan nitrogen peroksida (Bohm et al., 1995).
Dengan penghambatan senyawa radikal bebas tersebut maka kemungkinan
terjadinya kanker dapat diturunkan.
karotenoid dalam darah dan mencegah kerusakan Deoxyribonucleic Acid
(DNA) limfosit dengan meningkatkan mengasisteni terhadap tekanan oksidatif,
27
dan ini berarti mengurangi risiko kanker. Likopen adalah karotenoid yang paling
banyak ditemukan dalam kelenjar prostat. Kanker lain seperti kanker payudara,
saluran pencernaan, serviks, kantong kemih, dan kulit berbanding terbalik
dengan kadar likopen dalam serum dan jaringan.
Peningkatan penggunaan tomat untuk sumber antioksidan dan aktivitas
antioksidan secara keseluruhan sangat berpotensi dan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas kesehatan manusia di banyak negara (Hanson et al.,
2004). Likopen adalah karotenoid utama dalam buah tomat yang merupakan
antioksidan kuat dan telah memperoleh banyak perhatian, karena berhubungan
dengan diet kaya likopen dan menurunkan risiko penyakit jantung, kanker dan
penyakit di usia tua (Bramley, 2000).
Studi in vitro telah membuktikan bahwa likopen dua kali lebih poten
daripada β-karoten dan 10 kali lebih poten dibandingkan α-tokoferol atau
vitamin E dalam hal kemampuan meredam oksigen reaktif. Likopen dapat
diabsorbsi secara langsung dari jus tomat, saus tomat dan suplemen. Kadar
likopen serum terbukti meningkat secara bermakna setelah konsumsi produk-
produk tomat dan suplemen, disertai penurunan biomarker oksidasi termasuk
oksidasi lipidserum, kolesterol LDL, protein serum dan DNA (Rao et al., 2003).
Likopen dalam tomat dapat melawan kanker dan telah terbukti sangat efektif
dalam memerangi kanker prostat, kanker serviks, kanker lambung dan rektum
serta kanker faring dan esofagus. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh
Harvard School of Public Health, tomat juga melindungi terhadap kanker
payudara dan kanker mulut (Anonim, 2011).
28
Satu buah tomat dapat menyediakan sekitar 40% dari persyaratan
kebutuhan harian vitamin C. Vitamin C adalah antioksidan alami yang bertindak
sebagai penangkap radikal bebas dalam melawan penyebab kanker. Beberapa
vitamin dan mineral juga berlimpah dalam tomat seperti vitamin A, kalium serta
besi. Kalium memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan saraf dan
zat besi sangat penting untuk menjaga tekanan normal darah. Vitamin K
penting dalam pembekuan darah dan kontrol perdarahan.
Dua komponen asam pada tomat yaitu asam kumarat dan asam
klorogenat, asam ini dapat melawan nitrosamine suatu karsinogen yang
diproduksi oleh asap rokok dan ditemukan terbawa masuk ke dalam tubuh.
Vitamin A, terdapat dalam tomat dan dapat membantu dalam
meningkatkan penglihatan, mencegah kebutaan malam dan degenerasi
makula.Tomat menjaga sistem pencernaan yang sehat dengan mencegah baik
sembelit maupun diare. Tomat juga mencegah penyakit kuning dan efektif
menghilangkan racun dari tubuh. Menkonsumsi tomat mengurangi risiko
terkena hipertensi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Journal of American
Medical Association menunjukkan bahwa mengkonsumsi tomat dapat
mengurangi stres oksidatif pada penderita diabetes tipe 2. Tomat membantu
dalam menjaga kesehatan gigi, tulang, rambut dan kulit. Mengkonsumsi tomat
secara rutin juga melindungi kulit terhadap UV-induced erythema. Tomat
adalah produk yang memiliki peringkat tinggi dalam anti-penuaan dini. Asupan
Tomat juga mengurangi infeksi saluran kemih serta kanker kandung kemih.
Menkonsumsi tomat secara rutin juga bisa melarutkan batu empedu (Anonim,
Komposisi zat gizi yang terkandung di buah tomat cukup lengkap.
Vitamin A dan C merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup dominan dalam
buah tomat (Tonucci et al, 1995). Kandungan senyawa dalam buah tomat
diantaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin,
mineral dan histamin (Canene-Adam et al., 2005).
1. Vitamin C Tomat
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, dan amat berguna bagi
manusia.Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya
adalah buah-buahan dan sayuran segar. Berbagai sumber vitamin ini adalah
jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak dan stroberi (Linder, l992).
Gambar 3. Struktur Molekul Asam Askorbat (Buettner dan Fraye, 1993)
Vitamin C adalah mikronutrien yang paling banyak terkandung dalam
buah dan sayuan. Vitamin C terdiri dari 2 bentuk yaitu asam askorbat (AA, 2-
oxo-l-treo-hexono-1,4, lakton-2,3 enediol) dan asam dehidroaskorbat (DHAA,
treo-2, 3-hexodiulosonic asam γ-lakton) (Serpen et al., 2007).
30
Sejak ditemukan, banyak nama telah diberikan pada vitamin C. Nama-
nama tersebut dapat digolongkan menjadi nama umum, nama trivial, dan nama
kimia. Beberapa nama untuk vitamin C adalah vitamin C, asam askorbat, dan
asam ceritamat (ceritamic acid), asam heksuronat (hexuronic acid), anti-
scorbutin, dan L-asam askorbat.
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan
sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C
dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan
sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-
asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro
askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali
(Akhilender, 2003). Asam askorbat dapat dioksidasi secara in vivo oleh dua
elektron bebas dan menghasilkan L-askorbil radikal. L-askorbil radikal ini dapat
kembali menjadi asam askorbat bila mengalami reduksi, tetapi bila teroksidasi
lagi akan membentuk asam L-dehidroaskorbat, yang tidak dapat kembali ke
bentuk awal. Selanjutnya hidrolisis dehidroaskorbat menghasilkan asam 2,3-
diketo L-gulonat. Asam gulonat ini dapat mengalami dekarboksilasi
menghasilkan CO2 dan fragmen 5C (seperti xilosa dan asam xilonat) dan
mengalami oksidasi menghasilkan asam oksalat dan fragmen 4C (asam
threonat). Asam askorbat dapat dihasilkan kembali dari bentuk dehidroaskorbat
dengan bantuan enzim dehidroaskorbat reduktase (Combs, 1992).
Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar
yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH,
31
oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal baik dalam larutan maupun
sistem model, dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat.
Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam L-
dehidroaskorbat. Asam askorbat dan asam L-dehidroaskorbat masih
mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Namun asam L-dehidroaskorbat
bersifat sangat labil dan dapat mengalami perubahan menjadi L-diketogulonat.
Bentuk L-diketogulonat sudah tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C.
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidroaskorbat dan Asam
Diketogulonat (Prawirokusumo, 1991).
mempertahankan enzim hidroksilase prolil dalam bentuk aktif, serta sangat
diperlukan untuk menjaga penurunan zat besi. Hidroksilasi prolin dan lisin
dalam prokolagen dilakukan oleh enzim hidroksilase prolil menggunakan asam
askorbat sebagai kofaktor. Asam askorbat merupakan antioksidan kuat karena
dapat menyumbangkan atom hidrogen dan membentuk askorbil yang relatif
32
stabil. Asam askorbat juga bersifat sebagai pemulung bagi oksigen reaktif dan
nitrogen oksida. Asam askorbat telah terbukti efektif melawan ion radikal
superoksida, hidrogen peroksida, oksigen radikal dan senyawa hidroksil
(Weber et. al., 1996). Asam askorbat melindungi reduktase asam folat, yang
mengubah asam folat menjadi asam folinat, dan dapat membantu melepaskan
asam folat bebas dari konyugat makanan. Asam askorbat juga memfasilitasi
penyerapan zat besi.
lebih tinggi dalam sel-sel fotosintetik dan meristem dan beberapa buah-
buahan. Konsentrasi dilaporkan tertinggi di daun dewasa dengan kloroplas
berkembang sepenuhnya. Asam askorbat sebagian besar tetap tersedia dalam
bentuk yang lebih sedikit pada daun dan kloroplas kondisi fisiologis normal.
Sekitar 30-40% total asam askorbat (sebagai askorbat) adalah dalam kloroplas
dan stromal dengan konsentrasi setinggi 50 mM. (Mazid et al., 2011)
Bagi tumbuhan sendiri fungsi vitamin C belum diketahui. Tetapi dari
beberapa vitamin dapat diketahui dari kepentingannya dalam membantu
aktivitas berbagai enzim, misalnya banyak vitamin B-kompleks merupakan
koenzim beberapa enzim tertentu yang terdapat dalam sel hidup. Vitamin C
pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder, karena terbentuk dari glukosa
melalui jalur asam D-glukoronat dan L-gulonat. Pada manusia, binatang
menyusui tingkat tinggi, dan marmot, biosintesis ini tidak terjadi, karena adanya
hambatan biosintetik yang sifatnya genetik antara L-golonolakton dan 2 keto-L-
gulonolakton sehingga untuk spesies tersebut vitamin C merupakan faktor
penting dalam makanan (Manito, l981).
33
Oksigen, suhu, sinar, katalis logam, pH dengan adanya asam askorbat
oksidase dalam sistem biologis dapat berinteraksi untuk menghasilkan
serangkaian interaksi yang kompleks yang berpengaruh pada stabilitas
oksidatif. Pembentukan warna coklat juga disebabkan oleh karena banyaknya
gugus karbonil pada asam L-askorbat yang bersifat reaktif sehingga dapat
terbentuk secara kompleks antara karbonil yang satu dengan asam 2,3-
diketogulonat, selain dapat pula bergabung dengan amino acid membentuk
pigmen berwarna coklat (Clegg, 1966).
Menurut Afrianti (2013) penggunaan suhu tinggi sudah diterapkan dalam
metode pengawetan makanan misalnya memasak, membakar, mengukus,
menggoreng, dan cara-cara lain yang menggunakan suhu panas. Suhu panas
digunakan dengan tujuan tertentu yaitu makanan menjadi lebih lunak, lebih
enak dan dengan adanya panas maka akan terjadi penonaktifan enzim-enzim
dan mematikan mikroba. Perlakuan pemanasan juga menimbulkan perubahan
pada tekstur, warna (pigmen alami, pembentukan pigmen akibat pencoklatan
enzimatis dan non enzimatis), cita rasa dan nilai gizi. Pemanasan
menyebabkan hilangnya vitamin C, vitamin yang larut dalam lemak yang
mempengaruhi nilai cerna protein dan zat pati. Vitamin C dalam bentuk asam
askorbat maupun asam dehidroaskorbat merupakan salah satu faktor ukuran
mutu bagi berbagai produk hortikultura dan mempengaruhi berbagai aktivitas
biologis pada tubuh manusia (Lee et al., 2000).
Pada proses pengolahan dan penyimpanan buah nanas terjadi
pengurangan kandungan vitamin C dalam buah. Vitamin C juga berkurang
dengan perlakuan pengolahan yang berbeda, contohnya pemasakan terlalu
34
lama dapat menyebabkan kehilangan vitamin C oleh karena adanya oksidasi
pada sumber asam askorbat (Passmore dan Eastwood, 1986).
Pada proses exhausting adanya panas dapat menyebabkan
peningkatan laju reaksi kimia sehingga dapat meningkatkan oksidasi vitamin C.
Proses ini menyebabkan kehilangan vitamin C yang paling tinggi karena jus
nanas kontak langsung dengan udara panas sehingga ada oksigen dan panas
memiliki efek merusak pada asam askorbat (Uckiah et al., 2009). Selain hal
diatas, selama proses penyimpanan juga terjadi degradasi vitamin C pada jus
nanas. Oksigen yang masih tersisa pada headspace botol dapat menyebabkan
terjadinya oksidasi vitamin C sehingga vitamin C yang terkandung dalam jus
menjadi menurun.
makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat
pengobatan (Goodman,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh
dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan.
Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300
mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin
(Almatsier, 2001).
sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tomat untuk
melawan radikal bebas. Produksi metabolit sekunder ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman tersebut (Hanson et al., 2004).
35
Pada tomat yang masih segar jumlah likopen sebesar 3,1-7,7 mg/100g.
Selain memberikan warna merah pada buah tomat, likopen terbukti berfungsi
sebagai antioksidan. Komponen tersebut menjadikan tomat bahan pangan
yang bergizi dan bersifat fungsional.
Gambar 5. Struktur Likopen (Sharma dan Le Maguer, 1996).
Likopen merupakan pigmen alami yang disintesis oleh tanaman dan
mikroorganisme, yang merupakan senyawa karotenoid, berbentuk isomer
asiklik dari β-karoten dan tidak memiliki aktivitas sebagai vitamin A (Rao dan
Agarwal, 1999). Likopen mempunyai rumus molekul C40H56 dengan berat
molekul 536,85 Da dan titik cair 172°C-175°C. Struktur kimia likopen
merupakan rantai tak jenuh dengan rantai lurus hidrokarbon terdiri dari tiga
belas ikatan rangkap, dua belas diantaranya ikatan rangkap terkonjugasi,
sementara dua ikatan rangkap sisanya tidak terkonjugasi (Agarwal dan Rao,
2000a).
Sifat kimia likopen lainnya adalah bentuk kristalnya yang seperti jarum,
panjang, dalam bentuk tepung berwarna kecoklatan. Likopen bersifat hidrofobik
kuat dan lebih mudah larut dalam kloroform, benzena, heksana, dan pelarut
organik lainnya. Degradasi likopen dapat melalui proses isomerisasi dan
36
pengelupasan, penyimpanan dan asam.
Likopen terdapat melimpah pada buah tomat, dimana tomat itu sendiri
merupakan salah satu pangan yang sering dikonsumsi dan dapat
menghasilkan berbagai macam hasil olahan produk makanan. Likopen tidak
mengalami kerusakan akibat pemanasan, bahkan pemanasan akan
meningkatkan bioavailabilitas likopen, sehingga dapat diabsorpsi dengan baik
oleh tubuh (Rao dan Agarwal, 2002).
Likopen secara alami dalam tumbuhan berada dalam bentuk konfigurasi
trans yang secara thermodinamik adalah bentuk yang lebih stabil (Nguyen dan
Schwartz, 1999). Akan tetapi dalam plasma manusia likopen berada dalam
bentuk campuran isometrik dan 50% dari totalnya terdiri dari isomer cis.
Bentuk-bentuk isomer likopen yang sering teridentifikasi adalah all-trans, 5-cis,
9-cis, 13-cis, dan 15-cis. Isomer yang paling stabil yang sering dijumpai adalah
13-cis-likopen. Secara umum isomer cis bersifat lebih polar, mempunyai
kecenderungan yang lebih rendah untuk menjadi kristal, lebih larut dalam
minyak dan pelarut hidrokarbon, lebih mudah bergabung dengan lipoprotein
maupun struktur lipid selluler, lebih mudah masuk ke dalam sel serta bersifat
kurang stabil dibanding isomer trans (Clinton, 1998).
Kandungan likopen dalam tomat sangat dipengaruhi oleh proses
pematangan dan perbedaan varietas. Semakin merah warnanya, maka
kandungan likopen semakin tinggi (Davies, 2000). Kandungan likopen
beberapa buah sayur tertera pada Tabel 3.
37
dengan sayur atau buah-buahan lainnya. Bioavailabilitas likopen pada tomat
meningkat apabila dilakukan pengolahan pada tomat mentah (Agarwal dan
Rao, 2000a; Pohar et al., 2003).
Tabel 3. Kandungan Likopen pada Berbagai Buah dan Sayuran Jenis Makanan Kandungan Likopen (mg/100g)
Hasil pengolahan tomat Tomat mentah Tomat yang dimasak Saus Tomat Pasta Tomat Sup Tomat Jus Tomat Buah dan sayur lain Aprikot Semangka Pepaya segar Anggur Jambu biji Jus sayuran
Hasil pengolahan tomat
Kandungan likopen olahan buah tomat cenderung lebih besar daripada
kandungan likopen tomat segar. Buah tomat segar memiliki kandungan likopen
sekitar 12mg/100g. Pada produk olahan tomat, kandungan likopen cenderung
lebih besar seperti pada pasta tomat yakni sekitar 16mg/100g, saus tomat
17mg/100g dan saus spageti sekitar 16mg/100g (Alda et al., 2009). Studi lain
menyatakan bahwa bioavaibilitas likopen dipengaruhi dosis konsumsi dan
adanya karotenoid lain seperti misalnya β-karoten (Johnson et al.,1997).
3. Fenol dan Flavonoid
Fenol adalah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin
aromatik (Fessenden dan Fessenden, 1986). Fenol merupakan metabolit
sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolat dalam tumbuhan
38
lignin dan tanin (Harborne, 1987). Senyawaan fenol biasanya terdapat dalam
berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Turunan senyawaan fenol
merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman.
Senyawaan ini diproduksi dalam tanaman melalui jalur sikimat dan
metabolisme fenil propanoat. Senyawa asam fenolat mempunyai peranan yang
penting pada tumbuhan yaitu sebagai bahan pendukung dinding sel (Wallace
dan Fry, 1994). Asam fenolat membentuk bagian integral pada struktur dinding
sel, umumnya dalam bentuk bahan polimer seperti lignin, membantu proses
mekanik, dan halangan bagi invasi mikroba. Lignin merupakan senyawa
organik yang paling banyak di bumi setelah selulosa (Wallace dan Fry, 1994).
Turunan asam fenolat terdiri dari dua jenis yaitu asam hidroksibenzoat dan
asam hidroksinamat. Perbedaan kedua turunan dari senyawa asam fenolat ini
terletak pada pola hidroksilasi dan metoksilasi cincin aromatiknya
Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti
aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal
bebas, pengkelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor
elektron (Karadeniz et al., 2005). Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat
(Asam 3, 4, 5-trihidroksibensoat). Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik
dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Lee et al., 2003).
Senyawaan fenol dapat memiliki aktivitas antioksidan, antitumor,
antiviral, dan antibiotik (Apak et al. 2007). Diantara senyawaan fenol alami
yang telah diketahui lebih dari seribu stuktur, flavonoid merupakan golongan
terbesar (Subeki, 1998).
yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai
konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan
terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan
bunga, buah, dan daun (de Groot dan Rauen, 1998).
Gambar 6. Stuktur Dasar Flavonoid (Hoffmann, 2003)
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semua flavonoid mengandung 15
atom karbon dalam inti dasar yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
dua cincin aromatik (dua buah cincin benzena) yang dihubungkan dengan tiga
karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Gambar 7. Pengelompokan Flavonoid (Murphy et al., 2003).
40
merupakan aglikon dari glikosida rutin serta flavonoid naringenin merupakan
aglikon dari glikosida naringin (Dewick, 2002). Kuersetin sendiri sebagai salah
satu flavonoid yang banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan,
biasanya dalam bentuk glikosidanya. Sedangkan dalam bentuk bebasnya,
kuersetin paling umum ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti pada
Asteraceae, Passifloraceae, Rhamnaceae, dan tanaman Solanaceae
(Hoffmann, 2003). Dalam buah apel dan famili bawang-bawangan, kuersetin
banyak ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi.
Tomat mengandung senyawa-senyawa fenolat seperti: kuersetin,
naringenin, rutin dan asam klorogenat. Senyawa-senyawa fenolat, dapat
menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkhelat logam besi yang
mengkatalisa peroksida lemak (Velioglo, 1998).
Gambar 8. Struktur Kimia Kuersetin (Hoffmann, 2003)
41
Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang
secara biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunai aktivitas antioksidan 1,
maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Nama lain kuersetin adalah
3,5,7,3’,4’-pentahidroksiflavon (IUPAC) dengan rumus formula C15H10O7 dan
bobot molekul 302.2.
Banyak khasiat yang dimiliki oleh kuersetin, antara lain memiliki aktivitas
biologi yaitu kemampuan kuersetin sebagai anti tumor dan mempunyai efek
anti proliferasi yang luas pada sel kanker manusia, mampu menghambat
glikolisis, sintesis makromolekul (Bonavida, 2008) dan juga kuersetin memiliki
aktivitas antivirus yang dapat melawan virus dari herpes simplex type 1,
parainfluenza tipe 3, polio virus tipe 1 (Hoffmann, 2003). Selain itu kuersetin
dapat mempengaruhi sistem enzim, antara lain enzim Lipoxygenase, Aldose
reductase, Hyaluronidase, dan lain sebagainya (Hoffmann, 2003). Dalam skala
industri kuersetin banyak digunakan dalam industri suplemen dan banyak
dipromosikan sebagai anti inflamasi dan antioksidan alami (Hoffmann, 2003).
G. Radikal Bebas
sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
adalah bentuk radikal yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang
sangat pendek. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat
merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid
dan asam nukleat (Dawn, dkk., 2000).
42
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai 1 atau
lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,
molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif
dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Subeki,
1998).
hal, baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah
peroksidasi lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya
serangkaian reduksi asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan
organel sel (Dawn, dkk., 2000).
Pada lemak, peroksidasi (otooksidasi) lipid bertanggung jawab tidak
hanya pada kerusakan makanan, tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in
vivo karena dapat menyebabkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan
penuaan. Efek merusak tersebut akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•,
OH•) pada proses pembentukan peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid
merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara
terus-menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara
keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut (Anonim, 2009).
Peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah molekul organik
yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R'). Jika salah satu
dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu disebut
hidroperoksida (R-O-O-H) (Esti, 2002).
Prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah produk hidroksiperoksida
(ROOH), maka peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang sangat
berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol dan mengurangi
peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat antioksidan (Anonim,
2009).
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga
radiasi (misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi
yang selama proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme
enzimatik bahan-bahan kimia eksogen. Energi radiasi dapat melisis H2O (air)
dan melepaskan radikal seperti ion hidroksil OH– dan H+. Radikal bebas lain
ialah superoksida yang berasal dari reduksi molekul oksigen. Oksigen secara
normal direduksi menjadi air, tetapi pada beberapa reaksi terutama yang
menyangkut xantin oksidase, O2 - dapat terbentuk (Dawn, et al., 2000).
44
terhadap radikal bebas. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu
dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam
bagian seluler yang berbeda. Suatu garis pertahanan yang penting adalah
sistem enzim yang bersifat protektif atas radikal bebas seperti superoksida
dismutase R (SOD), katalase, glutation sintetase, glukosa-6-fosfat
dehidrogenase dan glutasion peroksidase (Dawn, et al., 2000).
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan tahapan reaksi jejas
sel oleh radikal bebas adalah inisiasi (permulaan terbentuknya radikal bebas),
propagasi (serangkaian reaksi yang berkembang atas timbulnya radikal bebas-
transfer atau penambahan atom, dan terminasi (inaktivasi radikal bebas oleh
antioksidan endogen atau eksogen maupun enzim superoksida dismutase )
(Dawn, at al., 2000).
terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh.
Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit (Miller,
1996). Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan
misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan
tonus otot polos, pembuluh darah, serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono,
2009). Sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat
sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses
penuaan dan munculnya penyakit (Yuwono, 2009). Oleh karena itu,
45
oksidasi oleh radikal bebas.
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan stress oksidatif (Robert, 2003).
Senyawa kimia dan reaksi yang dapat menghasilkan spesies oksigen
yang potensial bersifat toksik dapat dinamakan pro-oksidan. Sebaliknya,
senyawa dan reaksi yang mengeluarkan spesies oksigen tersebut, menekan
pembentukannya atau melawan kerjanya disebut antioksidan. Dalam sebuah
sel normal terdapat keseimbangan oksidan dan antioksidan yang tepat.
Meskipun demikian, keseimbangan ini dapat bergeser ke arah pro-oksidan
ketika produksi spesies oksigen tersebut sangat meningkat atau ketika kadar
antioksidan menurun. Keadaan ini dinamakan ”stress oksidatif” dan dapat
mengakibatkan kerusakan sel yang berat jika stress tersebut masif atau
berlangsung lama (Tuminah, 2007).
superoksidan dan hidrogen peroksida. Vitamin E, vitamin C, dan mungkin
karoteinoid, biasanya disebut sebagai vitamin antioksidan, dapat menghentikan
reaksi berantai radikal bebas (Tuminah, 2007).
46
utama yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer.
Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid (R•,
ROO•) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal
antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipid
(Gordon, 1990).Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar
mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipid ke
bentuk lebih stabil (Gerster, 1997).
Gambar 10. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap Radikal Lipid (Gerster, 1997).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan
minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap
inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk
pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk
dapat bereaksi dengan molekul lipid lain membentuk radikal lipid baru (Gerster,
1997).
47
oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah
konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi
dan sampel yang akan diuji (Gordon, 1990). Antioksidan bertindak sebagai
prooksidan pada konsentrasi tinggi seperti Gambar 11 (Gerster, 1997).
Gambar 11. Reaksi Antioksidan (Prooksidan) pada Konsentrasi Tinggi (Gerster, 1997).
Jenis-jenis antioksidan dapat dikelompokkan berdasarkan: sumber,
cara kerja dan fungsi antioksidan. Berdasarkan sumber atau keberadaannya,
terdapat tiga macam antioksidan yaitu: 1). Antioksidan yang dibuat oleh tubuh
kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutation
peroksidase, peroksidase dan katalase. 2). Antioksidan alami yang dapat
diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten,
flavonoid dan senyawa fenolik. 3). Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-
bahan kimia yaitu Butylated Hidroxyanisole (BHA), Butylated Hidroxy Toluen
(BHT), Tersier Butyl Hidro Quinon (TBHQ), Propyl Gallate (PG) dan
Nordihidroquairetic Acid (NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak.
a. Antioksidan Alami.
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b)
AH + O2 Aº + HOO·
48
pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan
ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik
yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,
tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang
memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin,
flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat,
asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.
b. Antioksidan Sintetik
untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi
anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidro quinon
(TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan
alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dibedakan atas tiga
golongan, yaitu:
Antioksidan golongan ini bekerja dengan cara mencegah terbentuknya
radikal bebas yang baru dan merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang tidak berbahaya. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis
atau endogen. Yang ternasuk golongan ini adalah enzim superoksidase
dismutase (SOD) yang merubah anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen
49
dan lipid peroksida menjadi molekul yang kurang berbahaya sebelum terbentuk
radikal bebas; serta protein pengikat metal seperti feritin dan ceruloplasmin
yang mencegah terbentuknya ion ferro (Fe2+) yang dapat membentuk radikal
hidroksil (Dalimartha,1999). Enzim ini sangat penting sekali karena dapat
melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.
Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan,
seng, tembaga dan selenium yang harus terdapat dalam makanan dan
minuman.
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
keursakan yang lebih besar. Golongan ini termasuk antioksidan ekstraseluler
atau non enzimatis yang kebanyakan berasal dari makanan, seperti vitamin E,
vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan, serta asam
urat, bilirubin, dan albumin.
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Antioksidan golongan ini
berguna untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh
radikal bebas.Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim
misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam
50
inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita
kanker (Dalimartha, 1999).
antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen terdapat secara
alamiah dari dalam tubuh sedangkan antiosidan eksogen dari luar tubuh
Percival (1998). Antioksidan yang berasal dari makanan disebut antioksidan
eksogen (Hamid et al., 2010). Antioksidan eksogen sendiri dibedakan menjadi
antioksidan alami dan sintetik (Miller, 1996).
I. Teknologi Pengolahan Yang Diterapkan Di Industri
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan
yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah
mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan
menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dengan kemasan yang
hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal merupakan
salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan
produk dengan umur simpan yang panjang.
Pengolahan dengan suhu tinggi juga mempengaruhi mutu produk,
seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah
dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan
(seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun demikian, bila
proses pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka dapat menyebabkan
kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan penurunan mutu
sensori seperti rasa, warna, dan tekstur (Kusnandar, 2010).
51
berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam
sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic
processing). Proses pengolahan dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam
makanan kaleng dan dapat mempertahankan daya awet produk pangan hingga
6 bulan atau lebih (Hariyadi, 2014).
a. Penggolongan Bahan Pangan Untuk Proses Termal
Faktor jenis bahan pangan yang akan diproses sangat penting dalam
memilih dan menetapkan proses termal yang akan digunakan mengawetkan
bahan pangan. Beberapa faktor pada bahan pangan mempengaruhi
ketahanan panas dan pertumbuhan mikroba, namun faktor yang paling penting
adalah sifat keasamannya yang dinyatakan dengan pH (Muchtadi dan
Ayustingwarno, 2010).
Kenaikan keasaman atau kebasaan mempercepat pertumbuhan
mikroba, akan tetapi perubahan pH ke arah asam lebih efektif daripada
perubahan pH ke basa. Sel
SUHARTIN DEWI ASTUTI P0100312403
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SELAMA PEMANASAN OHMIK
SUHARTIN DEWI ASTUTI P0100312403
Prof.Dr.Ir. Amran Laga, MS.
Nama : Suhartin Dewi Astuti
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, September 2018
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi ini. Penelitian ini lahir dari gagasan mengenai pentingnya
pengembangan Teknologi di bidang pengolahan pangan. Indonesia yang
kaya dengan keberagaman hayati, terutama hortikultura dengan kandungan
senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya sehingga perlu
adanya upaya untuk mengeksplorasi kandungan bioaktif fungsional yang
terdapat dalam pangan tersebut yang tidak hanya bermanfaat dalam
pemenuhan gizi tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan disertasi ini,
namun berbagai bantuan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak akhirnya
disertasi ini dapat terselesaikan. Penulis dengan tulus menyampaikan rasa
terimakasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc. sebagai Promotor, Dr. Ir. Mariyati Bilang,
DEA sebagai Ko-Promotor, Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MS sebagai Ko-
Promotor, atas kepakaran yang dimilikinya serta kearifan maha guru dan
kebijakan orang tua yang melandasi dalam proses pembimbingan mulai dari
proposal, penelitian hingga penulisan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada Tim Penguji Prof. Dr. Ir. Mursalim, Prof. Dr. Ir.
Mulyati Thahir, MS., Prof. Dr. Ir. Abubakar Tawali, M.S. dan Dr. Hasnah
Natsir, M.Si, atas saran, perbaikan dan masukan yang konstruktif demi
kesempurnaan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada
Direktur Teaching Industry atas keleluasaan fasilitas selama penelitian.
Terimakasih juga kepada Kepala Laboratorium Biofarmaka Prof.Dr. Elly
Wahyudin, DEA serta laboran Dewi. Kepala Laboratorium Kimia Pangan dan
Pengawasan Mutu Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Hasanuddin Prof.Dr.Ir. Meta Mahendradatta, M.Sc beserta seluruh staf
laboratorium.
iii
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.,
Ketua Program Studi S3 Ilmu Pertanian Prof.Dr.Ir.Darmawan Salman, MS.,
dan seluruh dosen dan staf tata usaha Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin. Terimakasih kepada Kordinator Kopertis IX beserta seluruh staf
pegawai yang telah memberikan pelayanan terbaik selama pendidikan
berlangsung.
Terimakasih kepada Ketua Yayasan Sarikat Islam Sulawesi Selatan
Dr.H. Rahmat Hasanuddin, SE, MSi., Rektor Universitas Cokroaminoto
Makassar Prof. Dr. Muhammad Asdar, SE, MSi., yang telah memberikan izin
melanjutkan studi S3 di Universitas Hasanuddin.
Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa S3
seangkatan 2012, yang telah saling mendukung, memotivasi, memberi
inspirasi dan semangat dalam suka duka selama penelitian berlangsung.
Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman sejawat staf dosen
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Cokroaminoto atas dukungan,
semangat dan pengertiannya.
Ir.Wisnu Wibawa, putraku tercinta Fahmi Gibran Syahadat, ST, adik-adikku
tersayang Kun, Endang, Ony, Adi serta seluruh keluarga atas segala
pengertian, kasih sayang, pengorbanan, dan doa yang selalu mengiringi
penulis sehingga disertasi ini bisa terselesaikan dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang belum
tertuang dalam disertasi ini yang masih memerlukan kajian yang lebih
mendalam, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat menambah
kekayaan ilmu pengetahuan dan bermanfaat untuk pengembangan Teknologi
Pertanian terutama di bidang pangan masa depan yang lebih sehat.
Makassar, September 2018
A. Buah Tomat (Solanum lycopersicum Mill) ............................ 11
B. Komposisi Kimia Buah Tomat .............................................. 13
C. Pematangan dan Perubahan Warna Buah Tomat ............... 15
D. Produk Olahan Tomat............................................................19
2. Karotenoid (Likopen) Tomat………………………………34
3. Fenol dan Flavonoid………………………………………37
G. Radikal Bebas ...................................................................... 41
1. Teknologi Aseptik ......................................................... 51
3. Pengolahan Medan Listrik Intensitas Tinggi ................ 65
vii
K. Kinetika Degradasi Thermal Vitamin C ................................. 82
1. Aplikasi Persamaan Arrhenius Pada Degradasi
Vitamin C ......................................................................... 83
3 Penentuan Ketahanan Panas (z) .................................... 85
4. Penentuan Laju Reaksi (k) .............................................. 85
5. Penentuan Energi Aktivasi (Ea) ....................................... 86
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 87
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 87
B. Alat dan Bahan ..................................................................... 87
C. Prosedur Penelitian .............................................................. 88
E. Prosedur Analisis.................................................................. 90
4. Analisis Vitamin C dengan 2,6-Diklorofenolindofenol ...... 91
5. Pengukutan Total Fenol dengan Metoda
Folin-Ciocalteau............................................................... 93
8. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ........................... 95
F. Pengolahan Data .................................................................. 96
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 98
A. Pemanasan Jus Tomat Ohmik ............................................. 98
B. Karakteristik Kimia ............................................................. 106
1. Total Asam .................................................................... 106
viii
2. Kandungan Polifenol (Total Fenol) ................................ 122
3. Kandungan Flavonoid (Kuersetin) ................................. 128
4. Kandungan Likopen ....................................................... 132
5. Aktivitas Antioksidan ...................................................... 141
2. Degradasi L-Asam Askorbat Jus Tomat ....................... 155
3. Penentuan Energi Aktivasi ………………………………158
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………162
A. KESIMPULAN .................................................................... 162
B. SARAN………………………………………………………… 163
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 164
Tabel 2 Perubahan Komposisi Buah Tomat pada Proses Pematangan..15
Tabel 3. Kandungan Likopen pada Berbagai Buah dan Sayuran……….37
Tabel 4. Penggolongan Pangan Berdasarkan Tingkat Resikonya ............ 52
Tabel 5. Konduktivitas Listrik dari Beberapa Bahan Pangan Pada ...............
Suhu 19ºC ................................................................................. 70
Tabel 6. Matriks Perlakuan Suhu dan Lama Pemanasan Ohmik ............. 89
Tabel 7. Pemanasan Ohmik pada Jus Tomat (Suhu Awal-Suhu
Pemanasan) ............................................................................. 101
Tabel 8. Kadar Asam L-Asam Askorbat (Vitamin C) pada Pemanasan
Ohmik………………………………………………………………..154
Tabel 9. Degradasi Vitamin C pada 70ºC, 90ºC, dan 110ºC dan
Lama Pemanasan 15, 30, dan 45 menit ................................. 156
Tabel 10. Energi Aktivasi Degradasi Vitamin C pada 70ºC, 90ºC,
dan 110ºC dan Lama Pemanasan 15, 30, dan 45 menit ...... 158
x
Gambar 2. Tahap Pematangan dan Tingkat Kematangan Buah Tomat....17
Gambar 3. Struktur Molekul Asam Askorbat………………………………...29
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidroaskorbat
dan Asam Diketogulonat………………………………………… 31
Gambar 7. Pengelompokan Flavonoid………………………………………39
Gambar 8. Struktur Kimia Kuersetin ....................................................... ..40
Gambar 9. Tahapan Reaksi Berantai Radikal Bebas ............................... 43
Gambar 10. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap
Radikal Lipid .......................................................................... 46
Gambar 14. Diagram Skematik dari Proses Pemanasan Ohmik Statis…...72
Gambar 15. Grafik ln (A) terhadap t untuk reaksi orde satu……………… 83
Gambar 16. Skema Proses Pemanasan Jus Tomat Ohmik………………..97
Gambar 17. Jus Tomat Ohmik…………………………………………………98
Gambar 18. Laju Pemanasan Ohmik 15 menit……………………………..102
Gambar 19. Laju Pemanasan Ohmik 30 menit……………………………..103
Gambar 20. Laju Pemanasan Ohmik 45 menit……………………………..103
Gambar 21. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Total Asam…………………………………………………….….107
pH Jus Tomat……………………………………………………..109
xi
Gambar 24. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Vitamin C Jus Tomat…………………………….……………....119
Gambar 25. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol
Indofenol.................................................................................121
Kandungan Total Fenol Jus Tomat…………………..………...123
Gambar 27. Reaksi Kompleks Molibdenum-Tungsten Blue………………..127
Gambar 28. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap
Kuersetin Jus Tomat………………………………………..……128
Gambar 30. Hubungan Suhu dan Lama Pemanasan terhadap Likopen
Jus Tomat…………………………………………………………132
Gambar 32. Skema Degradasi All-trans-isomers dan Cis-isomer
pada Likopen………………………………………………..........138
Likope Selama Pemanasan……………………………………..140
Antioksidan Jus Tomat………………………… ………………142
Gambar 36. Reaksi Radikal DPPH dengan Antioksidan……………………145
Gambar 37. Reaksi Radikal Bebas DPPH terhadap Antioksidan………...146
Gambar 38. Mekanisme Penangkapan Radikal Bebas oleh Polifenol........149
Gambar 39. Reaksi Vitamin C dengan Radikal Bebas……………………..150
Gambar 40. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida
dan Hidrogen Peroksida…………………………………………151
Gambar 41. Degradasi Vitamin C pada Suhu 70°C………………………...157
Gambar 42. Degradasi Vitamin C pada Suhu 90°C………………………...157
Gambar 43. Degradasi Vitamin C pada Suhu 110°C……………………….157
Gambar 44. Energi Aktivasi Jus Tomat pada Lama Pemanasan
xii
30 Menit……………………………………………………………159
45 Menit………...………………………………………...……….160
Lampiran 2. RAL Faktorial Total Asam Jus Tomat Ohmik………………...184
Lampiran 3. RAL Faktorial pH Jus Tomat Ohmik………………………….186
Lampiran 4. RAL Faktorial Total Padatan Terlarut Jus Tomat
Ohmik………………………………………………………….....188
Lampiran 5. RAL Faktorial Vitamin C Jus Tomat Ohmik…………….……190
Lampiran 6. RAL Faktorial Polifenol Jus Tomat Ohmik…………………...192
Lampiran 7. RAL Faktorial Kuersetin Jus Tomat Ohmik…………………..194
Lampiran 8. RAL Faktorial Likopen Jus Tomat Ohmik…………………….196
Lampiran 9. RAL Faktorial Antioksidan Jus Tomat Ohmik………….........198
Lampiran 10. Kurva Standar Polifenol Jus Tomat…………………………..200
Lampiran 11. Kurva Standar Kuersetin Jus Tomat………………………….202
Lampiran 12. Data Likopen Jus Tomat……………………………………….204
Lampiran 13. Data Antioksidan JusTomat……………………………………206
Lampiran 14. Sidik Ragam Energi Aktivasi Jus Tomat Ohmik Lama
Pemanasan 15, 30, dan 45 Menit……………………..…..….225
Lampiran 15. Data Laju Pemanasan Ohmik Jus Tomat per 2 Detik..……..228
Lampiran 16. Gambar Analisis Jus Tomat Ohmik…………………………..234
1
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu tanaman
sayuran yang paling populer dikonsumsi dan diproduksi secara luas di dunia
(Grandillo et al., 1999). Tomat tergolong tanaman semusim berbentuk perdu
dan termasuk ke dalam famili Solanacea.Tomat adalah salah satu produk
hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, baik dalam bentuk segar
sebagai sayur ataupun buah, maupun olahannya berupa makanan, minuman
yang berkhasiat sebagai obat. Buah tomat banyak mengandung zat-zat yang
berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu tomat menjadi komoditas sayur
yang utama.
Tomat merupakan sumber nutrisi dan senyawa bioaktif yang baik
(Friedman, 2002, 2013; Frusciante et al., 2007). Buah tomat kaya akan vitamin
C dan beberapa antioksidan, diantaranya vitamin E dan likopen Selain itu,
buah tomat mengandung serat makanan alami yang sangat baik bagi
pencernaan manusia dan juga adanya protein dalam buah tomat
menjadikannya buah yang sangat sarat gizi. Dalam 180 g buah tomat matang,
terkandung vitamin C sekitar 34,38 mg yang dapat memenuhi 57,3%
kebutuhan manusia dalam sehari. Kandungan seratnya mencapai 1,98 gram
dan protein sebesar 1,53 g. Pada tomat, likopen merupakan salah satu
komponen kimia yang paling banyak. Dalam 100 g tomat rata-rata berisi
sebanyak 3-5 mg likopen (Giovannucci, 1999).
2
Tomat memiliki berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik
bagi kesehatan, terutama likopen (Thompson et al., 2003; Nelson et al., 2003).
Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah, bebas kolesterol,
dan merupakan sumber serat dan protein yang baik. Selain itu, tomat kaya
akan vitamin A, Vitamin C, beta-karoten, dan mineral kalium. Satu buah tomat
ukuran sedang mengandung hampir setengah batas jumlah kebutuhan harian
(required daily allowance/RDA) vitamin C untuk orang dewasa (Thompson et
al., 2003).
Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada tomat berperan untuk
mencegah penyakit sariawan, memelihara kesehatan gigi dan gusi,
mempercepat penyembuhan luka serta mencegah kerusakan atau pendarahan
pada pembuluh darah halus (Komar, 2012).
Vitamin C atau asam askorbat adalah komponen berharga dalam
makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat
pengobatan (Sandra,1991). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh
dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan.
Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300
mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin
(Almatsier, 2001).
mempertahankan enzim hidroksilase prolil dalam bentuk aktif, serta sangat
diperlukan untuk menjaga berkurangnya atom besi. Hidroksilasi prolin dan lisin
dalam prokolagen dilakukan oleh enzim hidroksilase prolil menggunakan asam
3
sebagai komponen enzim yang terlibat dalam sintesis kolagen dan karnitin.
Namun peran yang paling vital adalah sebagai vitamin yang larut dalam air
dalam tubuh manusia (Levine et al., 1995). Asam askorbat merupakan
antioksidan kuat karena dapat menyumbangkan atom hidrogen dan
membentuk askorbil yang relatif stabil, bersifat sebagai pemulung bagi oksigen
reaktif dan nitrogen oksida. Asam askorbat terbukti efektif melawan ion radikal
superoksida, hidrogen peroksida, oksigen radikal dan senyawa hidroksil,
melindungi reduktase asam folat, yang mengubah asam folat menjadi asam
folinat, dan dapat membantu melepaskan asam folat bebas dari konyugat
makanan dan juga memfasilitasi penyerapan zat besi (Manito, l981).
Likopen merupakan salah satu pigmen karotenoid yang penting
penyebab warna merah pada tomat (Di Mascio et al., 1989). Likopen bersifat
antioksidan dan dapat melindungi sel dari kerusakan reaksi oksidasi singlet
oksigen (singlet oxygen quenching) dan oksidator lain. Kemampuannya
mengendalikan radikal bebas 10 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 2 kali
lebih efisien dari ß-karoten. Selain sebagai anti skin aging, likopen juga
memiliki manfaat untuk mencegah penyakit cardiovascular, diabetes,
osteoporosis, infertility, dan kanker terutama kanker prostat (Di Mascio et al.,
1989). Potensi likopen sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas
merupakan efek yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Likopen
juga dapat berinteraksi dengan Reactive Oxygen Species (ROS) seperti H2O2
dan NO2 (Lu, et al., 1995; Woodall, et al., 1997).
4
liver dan mencegah terjadinya serangan empedu. Selain itu juga ditemukan
bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah
penggumpalan dan pembekuan darah (penyebab stroke dan penyakit jantung).
Tomat juga mampu memulihkan lemah syahwat dan meningkatkan jumlah
maupun kegesitan sel sperma (Komar, 2012).
Tomat juga banyak dimanfaatkan dalam industri kecantikan, seperti
pembuatan masker dan pil anti penuaan yang berbahan dasar tomat. Hal ini
dikarenakan kandungan likopen pada tomat yang mampu memperbaiki dan
mempertahankan jaringan kolagen kulit. Zat lain seperti tomatin bersifat
sebagai antiinflamasi, yaitu dapat menyembuhkan luka dan jerawat. Beberapa
peneliti Inggris telah menemukan bahwa menambahkan tomat yang dimasak
ke dalam makanan setiap hari meningkatkan kemampuan kulit untuk
melindungi diri dari sinar ultra-violet yang berbahaya (Komar, 2012).
Senyawa lain yang terdapat dalam tomat antara lain adalah solanin,
saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α
dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et
al., 2005). Senyawa-senyawa fenolat yang terdapat dalam tomat meliputi:
kuersetin, naringenin, rutin dan asam klorogenat. Senyawa-senyawa fenolat
tersebut diantaranya, dapat menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat
mengkhelat logam besi yang mengkatalisa peroksida lemak (Velioglo, 1998).
Asam organik yang paling dominan pada tomat adalah asam sitrat.
Selain asam sitrat, asam malat adalah asam organik yang paling berkontribusi
terhadap cita rasa buah tomat. Asam-asam lain yang telah terdeteksi adalah
5
“breaker” dan tahap berwarna “pink”. Keasaman buah tomat sangat penting
untuk rasa dan penting juga dalam proses pengolahan karena kandungan
butirat, mikroorganisme termofilik, dan pembusuk anaerobik tidak dapat
berkembang ketika pH di bawah 4,3. Namun ketika pH lebih dari 5, spora
mikroorganisme sulit untuk diinaktifkan (Salunkhe et al, 1974).
Pangan fungsional adalah pangan disamping untuk memenuhi
kebutuhan gizi juga mempunyai manfaat dalam memelihara kesehatan. Salah
satu permasalahan dalam pengembangan pangan fungsional bersumber dari
tanaman (tidak terkecuali tomat) adalah proses pengolahannya, karena dapat
mempengaruhi kandungan senyawa bioaktif yang terkandung dalam bahan
yang digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional (Percival dan Turner,
2001).
kandungan gizi dari makanan, baik karena ikut terlarut ataupun karena
mengalami penguapan selama proses berlangsung terutama pada kandungan
senyawa yang mudah larut dalam air atau senyawa yang rentan terhadap
panas (pengolahan suhu termal).
mengakibatkan besarnya kehilangan nutrisi dan vitamin serta komponen
bioaktif yang terkandung dalam buah-buahan. Di sisi lain, jika suhu
pemanasan terlalu rendah atau waktu pemanasan yang terlalu singkat,
6
dikhawatirkan jumlah mikroba yang terdapat dalam bahan masih cukup tinggi
(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
proses dimana bahan pangan (cair, padatan, atau campuran antara keduanya)
dipanaskan secara simultan dengan mengalirkan arus listrik melalui bahan
tersebut. Bahan pangan yang dilewati arus listrik memberi respon berupa
pembangkitan panas secara internal akibat adanya tahanan listrik dalam bahan
(Salengke, 2000). Pembangkitan panas serentak yang dihasilkan memberikan
distribusi suhu yang seragam, terutama untuk makanan cair.
Keuntungan utama dari pengolahan ohmik adalah pemanasan
berlangsung cepat dan relatif seragam (Zareifard et al., 2003), mudah dalam
mengontrol proses, efisiensi energi tinggi (Ghnimi et al., 2008), dan biaya
modal yang lebih rendah (Marra et al., 2009), mempertahankan warna dan nilai
gizi makanan, serta waktu proses yang singkat dan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemanasan konvensional (Castro et al., 2004; Icier et al.,
2005a; Leizerson dan Shimoni, 2005; Vikram et al., 2005; Wang dan Sastry,
2002; Yildiz, 2009). Selain itu pemanasan ohmik pengolahan pangan
memungkinkan penerapan pengolahan bersih, ramah lingkungan, dan hemat
energi dibandingkan metode konvensional.
makanan cair. Jumlah panas yang dihasilkan secara langsung berhubungan
dengan arus yang disebabkan oleh gradien tegangan, medan listrik dan
konduktivitas listrik (Shirsat et al., 2004). Sebagian besar makanan
mengandung spesies ionik seperti garam dan asam, dan apabila arus listrik
7
berpotensi mengurangi pemanasan berlebih (overprocessing) dibandingkan
dengan pola pindah panas dari luar ke dalam bahan (Rahman, 1999).
Waktu pemanasan ohmik bergantung pada gradien tegangan yang
digunakan. Meningkatnya gradient tegangan, menyebabkan panas yang
dihasilkan per unit waktu meningkat, sehingga waktu pemanasan yang
diperlukan untuk mencapai suhu yang hendak dicapai menjadi berkurang.
Skala waktu dapat diatur dengan memilih parameter gradien tegangan (Icier,
2012). Konduktivitas listrik adalah ukuran dari seberapa baik suatu zat
mentransmisikan muatan listrik yang dinyatakan dalam Siemens per meter
(S/m). Konduktivitas listrik adalah rasio densitas substansi pada kekuatan
medan listrik dan dipengaruhi oleh komposisi kimia dari suatu zat. Dalam
terminologi pemanasan ohmik, konduktivitas adalah ukuran dari isi mineral
atau ion. Untuk bahan makanan, bahan ion yang paling umum garam (NaCl).
Semakin tinggi jumlah garam terlarut dalam zat, semakin tinggi konduktivitas
(Anderson, 2008).
Pemanas ohmik berbeda dengan pemanas microwave dari segi
penggunaan frekuensi. Pemanas Ohmik dioperasikan dengan frekuensi rendah
(50 sampai dengan 60 Hz). Pada pemanasan ohmik digunakan arus bolak
balik. Tegangan diatur sehingga mencapai suhu akhir yang dikehendaki (Kemp
dan Fryer, 2007).
masalah sebagai berikut:
1. bagaimana parameter suhu dan waktu yang diaplikasikan pada perangkat
pemanas ohmik terhadap karakteristik laju pemanasanjus tomat.
2. berapa besar perubahan karakteristik fisiko-kimia jus tomat yang
dipanaskan dengan pemanasan ohmik.
3. bagaimana perubahan kandungan senyawa bioaktif pada jus tomat yang
diberi perlakuan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda dengan
menggunakan teknologi ohmik.
4. bagaimana pola degradasi asam askorbat (Vitamin C) pada jus tomat
dengan menggunakan teknologi ohmik.
1. menentukan karakteristik laju pemanasan jus tomat dengan teknologi
pemanasan ohmik.
2. menentukan pengaruh suhu pemanasan dan lama pemanasan terhadap
karakteristik fisiko-kimia jus tomat antara lain: pH, Total Asam, dan Total
Padatan Terlarut yang dipanaskan dengan pemanasan ohmik.
3. menganalisis perubahan kandungan senyawa bioaktif pada jus tomat
meliputi kandungan Vitamin C, Polifenol, dan Flavonoid (Kuersetin),
9
Likopen, dan antioksidan yang diberi perlakuan suhu dan waktu pemanasan
dengan menggunakan teknologi ohmik.
4. menentukan laju degradasi asam askorbat (Vitamin C) pada jus tomat
dengan teknologi ohmik selama pemanasan.
D. Manfaat Penelitian
1. mendapatkan informasi tentang konduktifitas listrik jus tomat pada
pemanasan ohmik dalam kaitannya dengan pengembangan rancang
bangun perangkat teknologi ohmik jus tomat dengan skala yang lebih besar
(scale up).
diolah menjadi jus, perubahan-perubahan kandungan senyawa bioaktif
pada jus tomat yang mendapat perlakuan pemanasan dengan pemanfaatan
teknologi ohmik.
3. industri berskala besar di masa yang akan datang tidak lagi menerima
bahan baku dalam bentuk bahan mentah seperti buah segar, tetapi disuplai
oleh industri menengah dan kecil dengan cara menerima bahan baku
setengah jadi dalam bentuk jus atau pure buah. Sehingga alternatif
penggunaan teknologi ohmik menjadi jembatan antara industri kecil,
menengah dengan industri berskala besar.
4. pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Teknologi
Pangan.
10
1. penerapanTeknologi Ohmik yang berbasis arus listrik yang dirubah menjadi
energi panas pada jus tomat sebagai alternatif pengolahan termal pada
produk tomat, dengan menggunakan perangkat pemanas ohmik berbahan
teflon.
2. penerapan Teknologi Ohmik pada pembuatan jus tomat pada temperatur
diatas titik didih yaitu 110°C yang dipertahankan sampai 45 menit
pemanasan.
senyawa antioksidan pada jus tomat.
11
Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah
tumbuhan keluarga Solanaceae, berasal dari Amerika Tengah dan Selatan,
dari Meksiko sampai Peru. Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu
suku Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat menyebar ke
seluruh Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik, sebagai gulma.
Penyebaran tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat
dan kotorannya tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia
dilakukan oleh orang Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah
kedatangan orang Belanda. Dengan demikian, tanaman tomat sudah tersebar
ke seluruh dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik (Pracaya, 2012).
Gambar 1. Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.)
(Sumber: https://www.gardeningknowhow.com/edible/vegetables/tomato/-main
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Ordo : Tubiflorae (Polemoniales)
Buah tomat terdiri dari beberapa bagian yaitu perikarp, plasenta,
funikulus, dan biji. Anatomi buah tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Perikarp
meliputi eksokarp, mesokarp, dan endocarp. Eksokarp adalah lapisan terluar
dari buah dan sering mengandung zat warna buah terdiri dari dinding pericarp
dan kulit buah. Perikarp meliputi dinding luar dan dinding radial (septa) yang
memisahkan rongga lokula. Mesokarp adalah lapisan yang paling dalam
berupa selaput terdiri dari parenkim dengan ikatan pembuluh (jaringan tertutup)
dan lapisan bersel tunggal yaitu lokula. Endokarp adalah lapisan paling dalam
terdiri dari biji, plasenta, dan columella (Rani et al, 2010).
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada
buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval),
dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran
paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat
sampai 180 gram.
13
Buah tomat yang masih muda berwarna hujau muda bila sudah matang
warnanya menjadi merah. Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir
dan aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang
berbentuk lendir. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan
sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang.
Rasanya juga akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri
khas kelezatan buah tomat.
Tomat merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, kandungan
gizi tomat masak dapat dilihat pada Varietas-varietas tomat memiliki jumlah zat
terlarut dalam air bervariasi dari 4,5-7% dengan fruktosa dan glukosa
merupakan zat paling dominan. Kandungan nutrisi buah tomat dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tomat mengandung komponen nutrisi terutama kaya akan vitamin dan
mineral. Dalam satu buah tomat segar ukuran sedang 100 g mengandung
sekitar 30 kalori, 40 mg vitamin C, 1500 SI vitamin A, 60 μg tiamin (vitamin
B1), zat besi, kalsium dan lain-lain (Kailaku et al., 2013). Komposisi zat gizi
yang terkandung di buah tomat cukup lengkap. Buah tomat terdiri dari 5-10%
berat kering tanpa air dan 1 persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan,
sekitar 50% dari berat keringnya terdiri dari gula-gula pereduksi (terutama
glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen, vitamin
dan lipid. Dalam 100 gram tomat memenuhi 20% atau lebih dari
kebutuhan vitamin C sehari (Astawan, 2008).
14
per 100 g Nutrien Kandungan
per 100 g
Total lemak (g) 0,33 Leusin (g) 0,031
Karbohidrat (g) 4,64 Lisin (g) 0,031
Serat (g) 1,1 Metionin (g) 0,007
Abu (g) 0,42 Kistin (g) 0,011
Mineral Fenilalanin (g) 0,002 0,002
Kalsium (mg) 5 Tirosin (g) 0,015
Zat besi (mg) 0,45 Valin (g) 0,022
Magnesium (mg) 11 Arginin (g) 0,021
Fosfor (mg) 24 Histidin (g) 0,013
Kalium (mg) 222 Alanin (g) 0,024
Natrium (mg) 9 Asam aspartat (g) 0,118
Seng (mg) 0,09 Asam glutamat (g) 0,313
Tembaga (mg) 0,074 Glisin (g) 0,021
Mangan (mg) 0,105 Prolin (g) 0,016
Selenium (mg) 0,4 Serin (g) 0,023
Vitamin Asam Lemak
0,050
0,135
Komposisi kimia tomat segar tergantung pada beberapa faktor yaitu
kultivar, kedewasaan, cahaya, suhu, musim, iklim, kesuburan tanah, irigasi,
dan perlakuan petani. Konsentrasi relatif komponen-komponen kimia dari buah
tomat yang penting dalam menilai kualitas buah tomat adalah warna, tekstur,
penampilan, nilai gizi, dan aroma. Buah tomat Moscow memiliki kadar air 94%
pada tahap merah matang. Perubahan komposisi berhubungan dengan
pematangan buah tomat disajikan dalam Tabel 2.
15
Komposisib
Bahan Kering (%) 6.40 6.20 5.81 5.80 6.20
Keasaman tertitrasi (%) 0.285 0.310 0.295 0.270 0.285
Asam Organik (%) 0.058 0.127 0.144 0.166 0.194
Asam Askorbat (%) 14.5 17.0 21.0 23.0 22.0
Klorofil (%) 45.0 25.0 9.0 0.0 0.0
ß-Karoten (%) 50.0 242.0 443.0 10.0 50.0
Likopen (%) 8.0 124.0 230.0 374.0 412.0
Turunan Gula (%) 2.40 2.90 3.10 3.45 3.65
Pektin (%) 2.34 2.20 1.90 1.74 1.62
Pati (%) 0.61 0.14 0.13 0.18 0.07
Volatiles (ppb) 17.0 17.9 22.3 24.6 31.2
Volatiles reducing subst. (μeq.%) 248 290 251 278 400
Asam amino (μ mole %) _c 2358 3259 2941 2723
Nitrogen Protein (rag N/g) 9.44 10.00 10.27 10.27 6.94
a kultivar Fireball, selain kultivar V. R. Moscow untuk kandungan asam amino. b Dinyatakan dalam basis berat segar. c Nilai tidak dilaporkan. (Sumber: Salunkhe et al, 1974).
Asam organik yang paling dominan pada tomat adalah asam sitrat.
Selain asam sitrat, asam malat adalah asam organik yang paling berkontribusi
terhadap cita rasa buah tomat. Asam-asam lain yang telah terdeteksi adalah
asam asetat, formiat, trans-asonitat, laktat, galakturonat, dan α-okso. Pada
keseluruhan kematangan buah mulai dari berwarna hijau tua hingga merah,
keasaman meningkat mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun
(Salunkhe et al, 1974).
Warna pada buah dan sayur ditentukan oleh kelompok pigmen yang
tedapat secara alami dalam buah dan sayur, yang dapat dikelompokkan atas:
klorofil, karotenoids, flavonoids (antosianin dan antoxantin). Penampilan buah
16
dan sayur segar maupun olahannya sangat ditentukan oleh warna. Persepsi
tentang kesegaran buah dan sayur berhubungan erat dengan kecerahan
warna. Memudarnya warna pada buah segar berhubungan dengan kestabilan
pigmen warna yang dikandungnya. Kesensitifan pigmen ini juga berhubungan
erat dengan warna produk olahan buah dan sayur (Wills et al., 1989).
Tomat termasuk sayuran berbentuk buah. Warna tomat merupakan
salah satu kriteria visual yang penting dalam penentuan kualitas tomat.
Menurut Ryall dan Lipton (1972), tomat dapat dipanen dan matang dengan
baik jika dipetik saat masih hijau (mature green). Selama pematangan,
perlahan-lahan buah tomat akan berubah warna dari hijau menjadi merah.
Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses
kelayuan dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini
merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa substrat oleh campuran enzim-
enzim yang ada di dalam buah. Pematangan dapat pula diartikan sebagai
suatu fase akhir proses penguraian substrat dan merupakan suatu proses yang
dibutuhkan oleh bahan untuk mensistesis enzim-enzim yang spesifik yang
diantaranya akan digunakan dalam proses kelayuan (Muchtadi dkk., 2010).
Perubahan warna tomat menurut Ryall dan Lipton (1972), dibagi
menjadi enam tingkat yaitu tingkat pertama “Masak Hijau” (mature green), pada
keadaan ini setelah permukaan buah tomat masih berwarna hijau atau hijau
keputihan. Tingkat kedua yaitu “Breaker”, pada tingkat ini tidak lebih dari 10 %
permukaan buah tomat berwarna kuning kecoklatan, pink atau merah. Tingkat
keterangan ketiga yaitu “Turning”, pada tingkat ini 10-30% permukaan buah
tomat berwarna kuning kecoklatan, pink atau merah. Kemudian tingkat
17
keempat yaitu “Pink”, pada tingkat ini 30-60% permukaan buah tomat berwana
pink atau merah. Tingkat kelima yaitu “Light Red”, pada keadaan ini 60-90%
permukaan buah tomat berwarna merah kecoklatan atau merah. Dan yang
terakhir dinamakan “Red”, dimana pada tingkat ini lebih dari 90% permukaan
buah tomat sudah berwarna merah.Pematangan buah tomat dapat diketahui
dengan melihat perubahan warna kulit buah tomat. Warna kulit buah tomat
akan berubah dari hijau penuh (green) menjadi merah penuh (red). Klasifikasi
perubahan warna kulit tomat dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahap Pematangan dan Tingkat Kematangan Buah Tomat
(Sumber: Ryall dan Lipton, 1972)
Menurut Thomson dan Kelly (1957), kematangan buah tomat dimulai
pada tingkat kematangan “Turning” yang ditandai dengan warna sedikit
kemerahan pada ujung buah. Buah tomat masak penuh (“Full Tipe”) berwarna
merah seluruhnya dan keadaan buah masih kurus, sedangkan buah tomat
18
yang sudah lewat masak (“Over Ripe”) berwarna merah, seluruhnya tetapi
sudah agak lunak bila dibandingkan dengan buah masak penuh (Thompson
dan Kelly, 1957). Sedangkan kriteria untuk matang petik buah tomat terbagi 4
tahap, yaitu: hijau matang (mature green), semburat/pecah (breaker), turning,
merah muda (pink), dan merah tua (red ripe) (Harijadi dan Sunarjono, 1990).
Berubahnya warna dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses
degradasi maupun proses sintesis dari pigmen yang terdapat dalam buah.
Salah satu perubahan yang akan terjadi pada buah setelah dipanen adalah
tingkat kelunakan buah. Kondisi ini terjadi karena adanya perombakan
protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut maupun karena
terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin. Jumlah zat-zat
pektat selama pematangan buah akan meningkat. Selama pematangan buah
kandungan pektat dan pektinat yang larut akan meningkat sehingga ketegaran
buah akan berkurang (Matto et al., 1989). Terjadinya reduksi galaktan, araban
dan poliurodin di dinding sel menyebabkan zat-zat yang ada pada dinding sel
terdegradasi dan buah tomat menjadi lunak (Hobson dan Grierson, 1993).
Pelunakan buah oleh pelarutan pektin selama pematangan mempengaruhi
sifat-sifat fisik dinding sel yang berdampak pada integrasi struktural buah.
Proses ini akan semakin cepat jika buah berada pada suhu yang tinggi
(Zulkarnain, 2010).
Selama proses pematangan, tomat akan mengalami berbagai
perubahan baik secara fisik maupun kimia. Perubahan secara fisik yang terjadi
diantaranya adalah perubahan warna kulit, ukuran, perubahan tekstur serta
kekerasan buah. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan mutu,
19
pematangan atau penyimpanan, yang berkaitan dengan proses respirasi.
Penurunan kandungan asam askorbat dapat menyebabkan turunnya kualitas
buah tomat tersebut (Muchtadi dkk., 1993). Keasaman maksimum ditemukan
pada breaker dan tahap berwarna pink.
Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa asam dan sepat serta kenaikan produksi zat volatil
untuk memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi et al., 2010). Selama
proses pematangan warna kulit tomat mengalami perubahan dari hijau gelap
menjadi berwarna kuning/merah (Simmonds, 1966). Hal tersebut terjadi karena
klorofil mengalami degradasi disertai menurunnya konsentrasi klorofil dari 50-
100 mg/kg pada kulit pisang hijau menjadi nol pada stadia matang penuh.
Hobson dan Grierson (1993) menjelaskan perubahan warna pada tomat terjadi
karena klorofil dalam jaringan menjadi rusak.
D. Produk Olahan Tomat
Berbagai jenis buah utama yang dihasilkan di Indonesia berpotensi
untuk dikembangkan menjadi produk olahan, seperti buah dalam kaleng,
minuman sari buah, manisan buah, selai dan produk olahan buah lainnya,
salah satunya adalah buah tomat (Anonim, 2009). Beberapa jenis produk
olahan berbasis tomat diantaranya selai, permen jelly, jelly drink, tomakur,
20
saus, pasta, sari buah, manisan kering maupun produk dalam bentuk bubuk
(Dewanti dkk., 2010).
Beberapa jenis produk olahan berbasis tomat diantaranya selai, permen
jelly, jelly drink, tomakur, saus, pasta, sari buah, manisan kering maupun
produk dalam bentuk bubuk. Pasta tomat adalah salah satu produk olahan
yang paling banyak dikembangkan pada industi kecil menengah (Dewanti dkk.,
2010).
tambahan makanan seperti gula pasir, Na-benzoat dan CMC (Carboxy Methyl
Cellulose). Sari tomat dapat dibuat dengan mudah, cepat serta memerlukan
peralatan yang sederhana. Berikut ini daftar bahan, alat serta diagram
pembuatan sari tomat (Dewanti dkk., 2010).
Yoghurt merupakan produk minuman fermentasi yang berasa masam,
sedikit kental yang pada mulanya berbahan dasar susu. Akan tetapi seiring
dengan perkembangan zaman, pembuatan yoghurt berbasis bahan nabati
semakin diminati. Salah satu yoghurt berbasis nabati yaitu yoghurt tomat.
Yoghurt ini memiliki sifat fungsional berupa kandungan antioksidan tinggi,
senyawa antimikroba (asam laktat) dan vitamin C (Dewanti dkk., 2010).
Pure merupakan produk serupa bubur dengan viskositas atau
kekentalan sedang. Pure dibuat dengan cara memasak bubur atau slurry
daging buah tomat dengan gula hingga diperoleh kekentalan yang diinginkan.
Penelitian badan pangan dunia FAO/WHO menunjukan bahwa kandungan
likopen tidak rusak dan jumlahnya tidak jauh berubah selama pemanasan.
Bahkan kandungan likopen akan meningkat 10 kali lipat ketika tomat diolah
21
menjadi saus atau pasta tomat. Likopen merupakan bagian dari karotenoid
yang larut dalam lemak, namun likopen yang larut di dalam lemak justru sulit di
serap oleh tubuh. Karenanya, disarankan mengolah tomat dengan cara di
rebus atau dikukus (Dewanti dkk., 2010).
Beberapa jenis tomat dapat dibuat selai dengan menambahkan jenis
buah lain yang mempunyai aroma yang menarik. Selai adalah bahan dengan
konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan
sebagai bahan pembuat roti dan kue. Konsistensi gel atau semi gel pada selai
diperoleh dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin
yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada
suhu tinggi dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel
tergantung kepada konsentarsi gula, pektin dan asam pada bubur buah.
Kondisi optimum untuk kadar pektin adalah ± 1%, pH 3,3-3,4, dan gula ± 66%
(Dewanti dkk., 2010).
Kini dengan teknologi sederhana dan relatif mudah, tomat dapat
dijadikan sebuah makanan ringan yang disebut “Torakur” (TOmat RAsa
KURma) dengan bentuk dan rasa yang mirip dengan buah kurma. Jus buah
adalah minuman sari buah segar jenis jajanan dengan bahan dasar dari buah-
buahan yang banyak dikomsumsi oleh masyarakat luas. Menurut Hulme
(1971), sari buah didefinisikan sebagai cairan hasil pemerasan buah dengan
tekanan atau alat mekanis lainnya terhadap bagian buah yang dapat dimakan.
Biasanya sari buah ini keruh karena mengandung komponen seluler di dalam
suspensi koloid dengan jumlah pulp halus yang bervariasi (Dewanti dkk.,
2010).
22
Pengertian produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI 01-3719-
1995 adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan
atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Definisi sari buah menurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK. No. HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan
mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah, terkait ketentuan bahan
baku, proses pengolahan dan produk jadi, adalah cairan yang dari bagian
buah yang dapat dimakan yang dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika
dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi dan dikemas untuk dapat
dikonsumsi langsung. Sari buah dapat berisi hancuran buah serta
berpenampakan keruh atau jernih. Produk sari buah dapat dibuat dari satu atau
campuran berbagai jenis buah. Pada sari buah hanya dapat ditambahkan
konsentrat jika berasal dari jenis buah yang sama.
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang
sudah disaring.Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari
tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama
(Kemenristek RI, 2010).
disaring, dibotolkan, kemudian dipasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian sari
buah bertujuanuntuk menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara
penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi yang
dapat memisahkan sari buah dari serat-serat berdasarkan perbedaan
23
pengendapan di dasar botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan
menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi 1977).
Jus dibuat dari buah segar yang kaya kandungan gizi, citarasa (flavour),
aroma dan warna yang disenangi (Koswara, 2009). Sebagian besar sari buah
dikehendaki berpenampakan keruh, misalnya sari buah jeruk, tomat, mangga,
dan sebagian lagi diinginkan dalam keadaan jernih, misalnya sari buah anggur
dan apel. Sari buah markisa mengandung asam (sebagai asam sitrat) dengan
pH antara 2,4-3,2. Markisa termasuk bahan pangan berkadar asam tinggi
dengan pH dibawah 3,7-4,0 (Buckle et al.,1987).
Menurut Ting dan Attaway (1971), komponen utama dari total padatan
terlarut dari sari buah jeruk adalah gula yang mencapai 75-85%. Jenis gula
yang terpenting adalah 2-monosakarida yakni D-glukosa dan D-fruktosa serta 1
disakarida yakni sukrosa. Setiap 100 ml sari buah jeruk siam mengandung
glukosa sebanyak 1.02-1.24 g, fruktosa 1.49-1.58 g, sukrosa 2.19-4.90 g
dengan total gula berkisar antara 4.93-7.57 g. Kandungan gula meningkat
dengan semakin matangnya buah sebanding dengan berkurangnya cadangan
pati (Berry dan Veldhuis, 1977). Beberapa penentu kualitas sari buah adalah
kekentalan, kekeruhan, dan kadar padatan terlarutnya (Dewanti dkk., 2010).
Jus buah merupakan sumber vitamin, mineral, karbohidrat, asam amino,
komponen flavonoid dan masih banyak lagi komponen-komponen yang masih
belum diketahui. Komposisi kimia jus buah terutama tergantung pada
pengaruh–pengaruh kombinasi dari mekanisme pengatur genetik dan
24
lingkungan fisik, kimia dan biologis yang dialami buah-buahan segar selama
pertumbuhan dan pasca panen (Luh, 1980).
Proses pengolahan sari buah melalui beberapa tahapan ekstraksi,
klarifikasi, deaerasi, pasteurisasi, pemekatan (jika dikehendaki peningkatan
padatan), pengemasan dan pasteurisasi. Proses ekstraksi sari buah dilakukan
dengan pengepresan menggunakan “juice extractor”, penghancuran dengan
“blender” atau “pulper” atau dengan perebusan. Metode ekstraksi yang dipilih
berdasarkan pada jenis buah dan karakteristik sari buah yang ingin dihasilkan.
Misalnya, untuk buah jeruk atau markisa yang banyak mengandung biji dan
sedikit serat, ekstraksi dilakukan dengan pengepresan. Pengepresan dapat
mencegah hancurnya biji, sehingga sari buah tidak pahit. Untuk buah jambu
yang banyak mempunyai padatan terlarut dan tersuspensi, ekstraksi dilakukan
dengan perebusan. Ekstraksi dengan perebusan akan menghasilkan sari buah
yang lebih jernih jika dibandingkan dengan ekstraksi dengan penghancuran.
Untuk nenas yang memiliki padatan yang tidak terlalu banyak, ekstraksi sari
buah dilakukan dengan cara penghancuran. Ekstrak sari buah selanjutnya
diklarifikasi. Cairan hasil ekstraksi masih mengandung padatan yang
tersuspensi, sehingga harus dipisahkan. Pemisahan atau klarifikasi dapat
dilakukan dengan pengendapan, penyaringan atau sentrifugasi. Proses
tersebut masih belum mampu memisahkan partikel halus seperti senyawa
pektat yang dapat menyebabkan kekeruhan pada sari buah (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
menyebabkan kerusakan vitamin C, warna, dan flavor, sehingga perlu
25
buah ke dalam vacum deaerator. Deaerasi dapat juga dilakukan dengan
pemanasan sari buah dalam tempat terbuka pada suhu (70-80oC). Dengan
proses pemanasan tersebut, oksigen dapat menguap, di samping juga dapat
mengurangi jumlah mikroba awal dan inaktivasi enzim (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
Sari buah dapat dikemas dalam kaleng, botol, cup atau tetra pack untuk
melindunginya dari segala kerusakan. Pengemasan dalam botol atau cup
plastik dapat menampilkan sari buah sehingga lebih terlihat menarik. Namun,
kemasan transparan dapat ditembus cahaya yang dapat menyebabkan
kerusakan vitamin C atau pigmen. Pada proses pengemasan, sari buah harus
diisikan dalam kondisi panas (hot filling). Uap panas yang keluar dari produk
selama pengisian akan mengusir udara pada permukaan kemasan dan
memanaskan kemasan. Kondisi ini akan mengurangi resiko kontaminasi oleh
mikroba, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan produk (Apandi, 1984;
Kusnandar, 2010).
Sari buah yang telah dikemas kemudian dipasteurisasi. Proses
pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu di bawah 100oC dengan tujuan untuk
inaktivasi mikroba pembusuk dan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi
dilakukan karena sifat produk yang relatif asam (pH<4.5), dimana mikroba-
mikroba yang mungkin tumbuh lebih mudah dibunuh. Penggunaan suhu
pasteurisasi yang tidak terlalu tinggi dapat mengurangi kerusakan vitamin C.
26
sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya
sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan
senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam
folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-
karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et al.,
2005).
Pada tahun 1997, telah diketahui bahwa karotenoid yang utama di
dalam tomat adalah likopen, yang mempunyai efek menurunkan risiko kanker.
Likopen merupakan salah satu kandungan kimia paling banyak dalam tomat,
dalam 100 g tomat rata-rata mengandung likopen sebanyak 3-5 mg
(Giovannucci, 1999). Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa tomat
dapat bermanfaat sebagai obat diare, serangan empedu, gangguan
pencernaan serta memulihkan fungsi liver (Fuhramn, 1997).
Likopen mampu menghambat pertumbuhan kanker endometrial, kanker
payudara dan kanker paru-paru pada kultur sel dengan aktivitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan α dan β-karoten. Likopen ditemukan mampu
menginaktifkan hidrogen peroksida dan nitrogen peroksida (Bohm et al., 1995).
Dengan penghambatan senyawa radikal bebas tersebut maka kemungkinan
terjadinya kanker dapat diturunkan.
karotenoid dalam darah dan mencegah kerusakan Deoxyribonucleic Acid
(DNA) limfosit dengan meningkatkan mengasisteni terhadap tekanan oksidatif,
27
dan ini berarti mengurangi risiko kanker. Likopen adalah karotenoid yang paling
banyak ditemukan dalam kelenjar prostat. Kanker lain seperti kanker payudara,
saluran pencernaan, serviks, kantong kemih, dan kulit berbanding terbalik
dengan kadar likopen dalam serum dan jaringan.
Peningkatan penggunaan tomat untuk sumber antioksidan dan aktivitas
antioksidan secara keseluruhan sangat berpotensi dan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas kesehatan manusia di banyak negara (Hanson et al.,
2004). Likopen adalah karotenoid utama dalam buah tomat yang merupakan
antioksidan kuat dan telah memperoleh banyak perhatian, karena berhubungan
dengan diet kaya likopen dan menurunkan risiko penyakit jantung, kanker dan
penyakit di usia tua (Bramley, 2000).
Studi in vitro telah membuktikan bahwa likopen dua kali lebih poten
daripada β-karoten dan 10 kali lebih poten dibandingkan α-tokoferol atau
vitamin E dalam hal kemampuan meredam oksigen reaktif. Likopen dapat
diabsorbsi secara langsung dari jus tomat, saus tomat dan suplemen. Kadar
likopen serum terbukti meningkat secara bermakna setelah konsumsi produk-
produk tomat dan suplemen, disertai penurunan biomarker oksidasi termasuk
oksidasi lipidserum, kolesterol LDL, protein serum dan DNA (Rao et al., 2003).
Likopen dalam tomat dapat melawan kanker dan telah terbukti sangat efektif
dalam memerangi kanker prostat, kanker serviks, kanker lambung dan rektum
serta kanker faring dan esofagus. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh
Harvard School of Public Health, tomat juga melindungi terhadap kanker
payudara dan kanker mulut (Anonim, 2011).
28
Satu buah tomat dapat menyediakan sekitar 40% dari persyaratan
kebutuhan harian vitamin C. Vitamin C adalah antioksidan alami yang bertindak
sebagai penangkap radikal bebas dalam melawan penyebab kanker. Beberapa
vitamin dan mineral juga berlimpah dalam tomat seperti vitamin A, kalium serta
besi. Kalium memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan saraf dan
zat besi sangat penting untuk menjaga tekanan normal darah. Vitamin K
penting dalam pembekuan darah dan kontrol perdarahan.
Dua komponen asam pada tomat yaitu asam kumarat dan asam
klorogenat, asam ini dapat melawan nitrosamine suatu karsinogen yang
diproduksi oleh asap rokok dan ditemukan terbawa masuk ke dalam tubuh.
Vitamin A, terdapat dalam tomat dan dapat membantu dalam
meningkatkan penglihatan, mencegah kebutaan malam dan degenerasi
makula.Tomat menjaga sistem pencernaan yang sehat dengan mencegah baik
sembelit maupun diare. Tomat juga mencegah penyakit kuning dan efektif
menghilangkan racun dari tubuh. Menkonsumsi tomat mengurangi risiko
terkena hipertensi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Journal of American
Medical Association menunjukkan bahwa mengkonsumsi tomat dapat
mengurangi stres oksidatif pada penderita diabetes tipe 2. Tomat membantu
dalam menjaga kesehatan gigi, tulang, rambut dan kulit. Mengkonsumsi tomat
secara rutin juga melindungi kulit terhadap UV-induced erythema. Tomat
adalah produk yang memiliki peringkat tinggi dalam anti-penuaan dini. Asupan
Tomat juga mengurangi infeksi saluran kemih serta kanker kandung kemih.
Menkonsumsi tomat secara rutin juga bisa melarutkan batu empedu (Anonim,
Komposisi zat gizi yang terkandung di buah tomat cukup lengkap.
Vitamin A dan C merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup dominan dalam
buah tomat (Tonucci et al, 1995). Kandungan senyawa dalam buah tomat
diantaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin,
mineral dan histamin (Canene-Adam et al., 2005).
1. Vitamin C Tomat
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, dan amat berguna bagi
manusia.Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya
adalah buah-buahan dan sayuran segar. Berbagai sumber vitamin ini adalah
jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak dan stroberi (Linder, l992).
Gambar 3. Struktur Molekul Asam Askorbat (Buettner dan Fraye, 1993)
Vitamin C adalah mikronutrien yang paling banyak terkandung dalam
buah dan sayuan. Vitamin C terdiri dari 2 bentuk yaitu asam askorbat (AA, 2-
oxo-l-treo-hexono-1,4, lakton-2,3 enediol) dan asam dehidroaskorbat (DHAA,
treo-2, 3-hexodiulosonic asam γ-lakton) (Serpen et al., 2007).
30
Sejak ditemukan, banyak nama telah diberikan pada vitamin C. Nama-
nama tersebut dapat digolongkan menjadi nama umum, nama trivial, dan nama
kimia. Beberapa nama untuk vitamin C adalah vitamin C, asam askorbat, dan
asam ceritamat (ceritamic acid), asam heksuronat (hexuronic acid), anti-
scorbutin, dan L-asam askorbat.
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan
sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C
dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan
sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-
asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro
askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali
(Akhilender, 2003). Asam askorbat dapat dioksidasi secara in vivo oleh dua
elektron bebas dan menghasilkan L-askorbil radikal. L-askorbil radikal ini dapat
kembali menjadi asam askorbat bila mengalami reduksi, tetapi bila teroksidasi
lagi akan membentuk asam L-dehidroaskorbat, yang tidak dapat kembali ke
bentuk awal. Selanjutnya hidrolisis dehidroaskorbat menghasilkan asam 2,3-
diketo L-gulonat. Asam gulonat ini dapat mengalami dekarboksilasi
menghasilkan CO2 dan fragmen 5C (seperti xilosa dan asam xilonat) dan
mengalami oksidasi menghasilkan asam oksalat dan fragmen 4C (asam
threonat). Asam askorbat dapat dihasilkan kembali dari bentuk dehidroaskorbat
dengan bantuan enzim dehidroaskorbat reduktase (Combs, 1992).
Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar
yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH,
31
oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal baik dalam larutan maupun
sistem model, dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat.
Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam L-
dehidroaskorbat. Asam askorbat dan asam L-dehidroaskorbat masih
mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Namun asam L-dehidroaskorbat
bersifat sangat labil dan dapat mengalami perubahan menjadi L-diketogulonat.
Bentuk L-diketogulonat sudah tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C.
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat Menjadi Asam Dehidroaskorbat dan Asam
Diketogulonat (Prawirokusumo, 1991).
mempertahankan enzim hidroksilase prolil dalam bentuk aktif, serta sangat
diperlukan untuk menjaga penurunan zat besi. Hidroksilasi prolin dan lisin
dalam prokolagen dilakukan oleh enzim hidroksilase prolil menggunakan asam
askorbat sebagai kofaktor. Asam askorbat merupakan antioksidan kuat karena
dapat menyumbangkan atom hidrogen dan membentuk askorbil yang relatif
32
stabil. Asam askorbat juga bersifat sebagai pemulung bagi oksigen reaktif dan
nitrogen oksida. Asam askorbat telah terbukti efektif melawan ion radikal
superoksida, hidrogen peroksida, oksigen radikal dan senyawa hidroksil
(Weber et. al., 1996). Asam askorbat melindungi reduktase asam folat, yang
mengubah asam folat menjadi asam folinat, dan dapat membantu melepaskan
asam folat bebas dari konyugat makanan. Asam askorbat juga memfasilitasi
penyerapan zat besi.
lebih tinggi dalam sel-sel fotosintetik dan meristem dan beberapa buah-
buahan. Konsentrasi dilaporkan tertinggi di daun dewasa dengan kloroplas
berkembang sepenuhnya. Asam askorbat sebagian besar tetap tersedia dalam
bentuk yang lebih sedikit pada daun dan kloroplas kondisi fisiologis normal.
Sekitar 30-40% total asam askorbat (sebagai askorbat) adalah dalam kloroplas
dan stromal dengan konsentrasi setinggi 50 mM. (Mazid et al., 2011)
Bagi tumbuhan sendiri fungsi vitamin C belum diketahui. Tetapi dari
beberapa vitamin dapat diketahui dari kepentingannya dalam membantu
aktivitas berbagai enzim, misalnya banyak vitamin B-kompleks merupakan
koenzim beberapa enzim tertentu yang terdapat dalam sel hidup. Vitamin C
pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder, karena terbentuk dari glukosa
melalui jalur asam D-glukoronat dan L-gulonat. Pada manusia, binatang
menyusui tingkat tinggi, dan marmot, biosintesis ini tidak terjadi, karena adanya
hambatan biosintetik yang sifatnya genetik antara L-golonolakton dan 2 keto-L-
gulonolakton sehingga untuk spesies tersebut vitamin C merupakan faktor
penting dalam makanan (Manito, l981).
33
Oksigen, suhu, sinar, katalis logam, pH dengan adanya asam askorbat
oksidase dalam sistem biologis dapat berinteraksi untuk menghasilkan
serangkaian interaksi yang kompleks yang berpengaruh pada stabilitas
oksidatif. Pembentukan warna coklat juga disebabkan oleh karena banyaknya
gugus karbonil pada asam L-askorbat yang bersifat reaktif sehingga dapat
terbentuk secara kompleks antara karbonil yang satu dengan asam 2,3-
diketogulonat, selain dapat pula bergabung dengan amino acid membentuk
pigmen berwarna coklat (Clegg, 1966).
Menurut Afrianti (2013) penggunaan suhu tinggi sudah diterapkan dalam
metode pengawetan makanan misalnya memasak, membakar, mengukus,
menggoreng, dan cara-cara lain yang menggunakan suhu panas. Suhu panas
digunakan dengan tujuan tertentu yaitu makanan menjadi lebih lunak, lebih
enak dan dengan adanya panas maka akan terjadi penonaktifan enzim-enzim
dan mematikan mikroba. Perlakuan pemanasan juga menimbulkan perubahan
pada tekstur, warna (pigmen alami, pembentukan pigmen akibat pencoklatan
enzimatis dan non enzimatis), cita rasa dan nilai gizi. Pemanasan
menyebabkan hilangnya vitamin C, vitamin yang larut dalam lemak yang
mempengaruhi nilai cerna protein dan zat pati. Vitamin C dalam bentuk asam
askorbat maupun asam dehidroaskorbat merupakan salah satu faktor ukuran
mutu bagi berbagai produk hortikultura dan mempengaruhi berbagai aktivitas
biologis pada tubuh manusia (Lee et al., 2000).
Pada proses pengolahan dan penyimpanan buah nanas terjadi
pengurangan kandungan vitamin C dalam buah. Vitamin C juga berkurang
dengan perlakuan pengolahan yang berbeda, contohnya pemasakan terlalu
34
lama dapat menyebabkan kehilangan vitamin C oleh karena adanya oksidasi
pada sumber asam askorbat (Passmore dan Eastwood, 1986).
Pada proses exhausting adanya panas dapat menyebabkan
peningkatan laju reaksi kimia sehingga dapat meningkatkan oksidasi vitamin C.
Proses ini menyebabkan kehilangan vitamin C yang paling tinggi karena jus
nanas kontak langsung dengan udara panas sehingga ada oksigen dan panas
memiliki efek merusak pada asam askorbat (Uckiah et al., 2009). Selain hal
diatas, selama proses penyimpanan juga terjadi degradasi vitamin C pada jus
nanas. Oksigen yang masih tersisa pada headspace botol dapat menyebabkan
terjadinya oksidasi vitamin C sehingga vitamin C yang terkandung dalam jus
menjadi menurun.
makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat
pengobatan (Goodman,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh
dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100
mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan.
Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300
mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin
(Almatsier, 2001).
sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tomat untuk
melawan radikal bebas. Produksi metabolit sekunder ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman tersebut (Hanson et al., 2004).
35
Pada tomat yang masih segar jumlah likopen sebesar 3,1-7,7 mg/100g.
Selain memberikan warna merah pada buah tomat, likopen terbukti berfungsi
sebagai antioksidan. Komponen tersebut menjadikan tomat bahan pangan
yang bergizi dan bersifat fungsional.
Gambar 5. Struktur Likopen (Sharma dan Le Maguer, 1996).
Likopen merupakan pigmen alami yang disintesis oleh tanaman dan
mikroorganisme, yang merupakan senyawa karotenoid, berbentuk isomer
asiklik dari β-karoten dan tidak memiliki aktivitas sebagai vitamin A (Rao dan
Agarwal, 1999). Likopen mempunyai rumus molekul C40H56 dengan berat
molekul 536,85 Da dan titik cair 172°C-175°C. Struktur kimia likopen
merupakan rantai tak jenuh dengan rantai lurus hidrokarbon terdiri dari tiga
belas ikatan rangkap, dua belas diantaranya ikatan rangkap terkonjugasi,
sementara dua ikatan rangkap sisanya tidak terkonjugasi (Agarwal dan Rao,
2000a).
Sifat kimia likopen lainnya adalah bentuk kristalnya yang seperti jarum,
panjang, dalam bentuk tepung berwarna kecoklatan. Likopen bersifat hidrofobik
kuat dan lebih mudah larut dalam kloroform, benzena, heksana, dan pelarut
organik lainnya. Degradasi likopen dapat melalui proses isomerisasi dan
36
pengelupasan, penyimpanan dan asam.
Likopen terdapat melimpah pada buah tomat, dimana tomat itu sendiri
merupakan salah satu pangan yang sering dikonsumsi dan dapat
menghasilkan berbagai macam hasil olahan produk makanan. Likopen tidak
mengalami kerusakan akibat pemanasan, bahkan pemanasan akan
meningkatkan bioavailabilitas likopen, sehingga dapat diabsorpsi dengan baik
oleh tubuh (Rao dan Agarwal, 2002).
Likopen secara alami dalam tumbuhan berada dalam bentuk konfigurasi
trans yang secara thermodinamik adalah bentuk yang lebih stabil (Nguyen dan
Schwartz, 1999). Akan tetapi dalam plasma manusia likopen berada dalam
bentuk campuran isometrik dan 50% dari totalnya terdiri dari isomer cis.
Bentuk-bentuk isomer likopen yang sering teridentifikasi adalah all-trans, 5-cis,
9-cis, 13-cis, dan 15-cis. Isomer yang paling stabil yang sering dijumpai adalah
13-cis-likopen. Secara umum isomer cis bersifat lebih polar, mempunyai
kecenderungan yang lebih rendah untuk menjadi kristal, lebih larut dalam
minyak dan pelarut hidrokarbon, lebih mudah bergabung dengan lipoprotein
maupun struktur lipid selluler, lebih mudah masuk ke dalam sel serta bersifat
kurang stabil dibanding isomer trans (Clinton, 1998).
Kandungan likopen dalam tomat sangat dipengaruhi oleh proses
pematangan dan perbedaan varietas. Semakin merah warnanya, maka
kandungan likopen semakin tinggi (Davies, 2000). Kandungan likopen
beberapa buah sayur tertera pada Tabel 3.
37
dengan sayur atau buah-buahan lainnya. Bioavailabilitas likopen pada tomat
meningkat apabila dilakukan pengolahan pada tomat mentah (Agarwal dan
Rao, 2000a; Pohar et al., 2003).
Tabel 3. Kandungan Likopen pada Berbagai Buah dan Sayuran Jenis Makanan Kandungan Likopen (mg/100g)
Hasil pengolahan tomat Tomat mentah Tomat yang dimasak Saus Tomat Pasta Tomat Sup Tomat Jus Tomat Buah dan sayur lain Aprikot Semangka Pepaya segar Anggur Jambu biji Jus sayuran
Hasil pengolahan tomat
Kandungan likopen olahan buah tomat cenderung lebih besar daripada
kandungan likopen tomat segar. Buah tomat segar memiliki kandungan likopen
sekitar 12mg/100g. Pada produk olahan tomat, kandungan likopen cenderung
lebih besar seperti pada pasta tomat yakni sekitar 16mg/100g, saus tomat
17mg/100g dan saus spageti sekitar 16mg/100g (Alda et al., 2009). Studi lain
menyatakan bahwa bioavaibilitas likopen dipengaruhi dosis konsumsi dan
adanya karotenoid lain seperti misalnya β-karoten (Johnson et al.,1997).
3. Fenol dan Flavonoid
Fenol adalah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin
aromatik (Fessenden dan Fessenden, 1986). Fenol merupakan metabolit
sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolat dalam tumbuhan
38
lignin dan tanin (Harborne, 1987). Senyawaan fenol biasanya terdapat dalam
berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Turunan senyawaan fenol
merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman.
Senyawaan ini diproduksi dalam tanaman melalui jalur sikimat dan
metabolisme fenil propanoat. Senyawa asam fenolat mempunyai peranan yang
penting pada tumbuhan yaitu sebagai bahan pendukung dinding sel (Wallace
dan Fry, 1994). Asam fenolat membentuk bagian integral pada struktur dinding
sel, umumnya dalam bentuk bahan polimer seperti lignin, membantu proses
mekanik, dan halangan bagi invasi mikroba. Lignin merupakan senyawa
organik yang paling banyak di bumi setelah selulosa (Wallace dan Fry, 1994).
Turunan asam fenolat terdiri dari dua jenis yaitu asam hidroksibenzoat dan
asam hidroksinamat. Perbedaan kedua turunan dari senyawa asam fenolat ini
terletak pada pola hidroksilasi dan metoksilasi cincin aromatiknya
Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti
aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal
bebas, pengkelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor
elektron (Karadeniz et al., 2005). Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat
(Asam 3, 4, 5-trihidroksibensoat). Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik
dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Lee et al., 2003).
Senyawaan fenol dapat memiliki aktivitas antioksidan, antitumor,
antiviral, dan antibiotik (Apak et al. 2007). Diantara senyawaan fenol alami
yang telah diketahui lebih dari seribu stuktur, flavonoid merupakan golongan
terbesar (Subeki, 1998).
yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai
konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan
terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan
bunga, buah, dan daun (de Groot dan Rauen, 1998).
Gambar 6. Stuktur Dasar Flavonoid (Hoffmann, 2003)
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semua flavonoid mengandung 15
atom karbon dalam inti dasar yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
dua cincin aromatik (dua buah cincin benzena) yang dihubungkan dengan tiga
karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Gambar 7. Pengelompokan Flavonoid (Murphy et al., 2003).
40
merupakan aglikon dari glikosida rutin serta flavonoid naringenin merupakan
aglikon dari glikosida naringin (Dewick, 2002). Kuersetin sendiri sebagai salah
satu flavonoid yang banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan,
biasanya dalam bentuk glikosidanya. Sedangkan dalam bentuk bebasnya,
kuersetin paling umum ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti pada
Asteraceae, Passifloraceae, Rhamnaceae, dan tanaman Solanaceae
(Hoffmann, 2003). Dalam buah apel dan famili bawang-bawangan, kuersetin
banyak ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi.
Tomat mengandung senyawa-senyawa fenolat seperti: kuersetin,
naringenin, rutin dan asam klorogenat. Senyawa-senyawa fenolat, dapat
menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkhelat logam besi yang
mengkatalisa peroksida lemak (Velioglo, 1998).
Gambar 8. Struktur Kimia Kuersetin (Hoffmann, 2003)
41
Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang
secara biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunai aktivitas antioksidan 1,
maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Nama lain kuersetin adalah
3,5,7,3’,4’-pentahidroksiflavon (IUPAC) dengan rumus formula C15H10O7 dan
bobot molekul 302.2.
Banyak khasiat yang dimiliki oleh kuersetin, antara lain memiliki aktivitas
biologi yaitu kemampuan kuersetin sebagai anti tumor dan mempunyai efek
anti proliferasi yang luas pada sel kanker manusia, mampu menghambat
glikolisis, sintesis makromolekul (Bonavida, 2008) dan juga kuersetin memiliki
aktivitas antivirus yang dapat melawan virus dari herpes simplex type 1,
parainfluenza tipe 3, polio virus tipe 1 (Hoffmann, 2003). Selain itu kuersetin
dapat mempengaruhi sistem enzim, antara lain enzim Lipoxygenase, Aldose
reductase, Hyaluronidase, dan lain sebagainya (Hoffmann, 2003). Dalam skala
industri kuersetin banyak digunakan dalam industri suplemen dan banyak
dipromosikan sebagai anti inflamasi dan antioksidan alami (Hoffmann, 2003).
G. Radikal Bebas
sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
adalah bentuk radikal yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang
sangat pendek. Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat
merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid
dan asam nukleat (Dawn, dkk., 2000).
42
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai 1 atau
lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,
molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif
dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Subeki,
1998).
hal, baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah
peroksidasi lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya
serangkaian reduksi asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan
organel sel (Dawn, dkk., 2000).
Pada lemak, peroksidasi (otooksidasi) lipid bertanggung jawab tidak
hanya pada kerusakan makanan, tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in
vivo karena dapat menyebabkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan
penuaan. Efek merusak tersebut akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•,
OH•) pada proses pembentukan peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid
merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara
terus-menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara
keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut (Anonim, 2009).
Peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah molekul organik
yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R'). Jika salah satu
dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu disebut
hidroperoksida (R-O-O-H) (Esti, 2002).
Prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah produk hidroksiperoksida
(ROOH), maka peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang sangat
berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol dan mengurangi
peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat antioksidan (Anonim,
2009).
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga
radiasi (misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi
yang selama proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme
enzimatik bahan-bahan kimia eksogen. Energi radiasi dapat melisis H2O (air)
dan melepaskan radikal seperti ion hidroksil OH– dan H+. Radikal bebas lain
ialah superoksida yang berasal dari reduksi molekul oksigen. Oksigen secara
normal direduksi menjadi air, tetapi pada beberapa reaksi terutama yang
menyangkut xantin oksidase, O2 - dapat terbentuk (Dawn, et al., 2000).
44
terhadap radikal bebas. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu
dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam
bagian seluler yang berbeda. Suatu garis pertahanan yang penting adalah
sistem enzim yang bersifat protektif atas radikal bebas seperti superoksida
dismutase R (SOD), katalase, glutation sintetase, glukosa-6-fosfat
dehidrogenase dan glutasion peroksidase (Dawn, et al., 2000).
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan tahapan reaksi jejas
sel oleh radikal bebas adalah inisiasi (permulaan terbentuknya radikal bebas),
propagasi (serangkaian reaksi yang berkembang atas timbulnya radikal bebas-
transfer atau penambahan atom, dan terminasi (inaktivasi radikal bebas oleh
antioksidan endogen atau eksogen maupun enzim superoksida dismutase )
(Dawn, at al., 2000).
terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh.
Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit (Miller,
1996). Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan
misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan
tonus otot polos, pembuluh darah, serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono,
2009). Sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat
sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses
penuaan dan munculnya penyakit (Yuwono, 2009). Oleh karena itu,
45
oksidasi oleh radikal bebas.
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan stress oksidatif (Robert, 2003).
Senyawa kimia dan reaksi yang dapat menghasilkan spesies oksigen
yang potensial bersifat toksik dapat dinamakan pro-oksidan. Sebaliknya,
senyawa dan reaksi yang mengeluarkan spesies oksigen tersebut, menekan
pembentukannya atau melawan kerjanya disebut antioksidan. Dalam sebuah
sel normal terdapat keseimbangan oksidan dan antioksidan yang tepat.
Meskipun demikian, keseimbangan ini dapat bergeser ke arah pro-oksidan
ketika produksi spesies oksigen tersebut sangat meningkat atau ketika kadar
antioksidan menurun. Keadaan ini dinamakan ”stress oksidatif” dan dapat
mengakibatkan kerusakan sel yang berat jika stress tersebut masif atau
berlangsung lama (Tuminah, 2007).
superoksidan dan hidrogen peroksida. Vitamin E, vitamin C, dan mungkin
karoteinoid, biasanya disebut sebagai vitamin antioksidan, dapat menghentikan
reaksi berantai radikal bebas (Tuminah, 2007).
46
utama yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer.
Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid (R•,
ROO•) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal
antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipid
(Gordon, 1990).Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar
mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipid ke
bentuk lebih stabil (Gerster, 1997).
Gambar 10. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap Radikal Lipid (Gerster, 1997).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan
minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap
inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk
pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk
dapat bereaksi dengan molekul lipid lain membentuk radikal lipid baru (Gerster,
1997).
47
oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah
konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi
dan sampel yang akan diuji (Gordon, 1990). Antioksidan bertindak sebagai
prooksidan pada konsentrasi tinggi seperti Gambar 11 (Gerster, 1997).
Gambar 11. Reaksi Antioksidan (Prooksidan) pada Konsentrasi Tinggi (Gerster, 1997).
Jenis-jenis antioksidan dapat dikelompokkan berdasarkan: sumber,
cara kerja dan fungsi antioksidan. Berdasarkan sumber atau keberadaannya,
terdapat tiga macam antioksidan yaitu: 1). Antioksidan yang dibuat oleh tubuh
kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutation
peroksidase, peroksidase dan katalase. 2). Antioksidan alami yang dapat
diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten,
flavonoid dan senyawa fenolik. 3). Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-
bahan kimia yaitu Butylated Hidroxyanisole (BHA), Butylated Hidroxy Toluen
(BHT), Tersier Butyl Hidro Quinon (TBHQ), Propyl Gallate (PG) dan
Nordihidroquairetic Acid (NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak.
a. Antioksidan Alami.
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b)
AH + O2 Aº + HOO·
48
pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan
ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik
yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,
tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang
memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin,
flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat,
asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.
b. Antioksidan Sintetik
untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi
anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidro quinon
(TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan
alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dibedakan atas tiga
golongan, yaitu:
Antioksidan golongan ini bekerja dengan cara mencegah terbentuknya
radikal bebas yang baru dan merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang tidak berbahaya. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis
atau endogen. Yang ternasuk golongan ini adalah enzim superoksidase
dismutase (SOD) yang merubah anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen
49
dan lipid peroksida menjadi molekul yang kurang berbahaya sebelum terbentuk
radikal bebas; serta protein pengikat metal seperti feritin dan ceruloplasmin
yang mencegah terbentuknya ion ferro (Fe2+) yang dapat membentuk radikal
hidroksil (Dalimartha,1999). Enzim ini sangat penting sekali karena dapat
melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.
Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan,
seng, tembaga dan selenium yang harus terdapat dalam makanan dan
minuman.
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
keursakan yang lebih besar. Golongan ini termasuk antioksidan ekstraseluler
atau non enzimatis yang kebanyakan berasal dari makanan, seperti vitamin E,
vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan, serta asam
urat, bilirubin, dan albumin.
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Antioksidan golongan ini
berguna untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh
radikal bebas.Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim
misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam
50
inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita
kanker (Dalimartha, 1999).
antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen terdapat secara
alamiah dari dalam tubuh sedangkan antiosidan eksogen dari luar tubuh
Percival (1998). Antioksidan yang berasal dari makanan disebut antioksidan
eksogen (Hamid et al., 2010). Antioksidan eksogen sendiri dibedakan menjadi
antioksidan alami dan sintetik (Miller, 1996).
I. Teknologi Pengolahan Yang Diterapkan Di Industri
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan
yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah
mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan
menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dengan kemasan yang
hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal merupakan
salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan
produk dengan umur simpan yang panjang.
Pengolahan dengan suhu tinggi juga mempengaruhi mutu produk,
seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah
dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan
(seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun demikian, bila
proses pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka dapat menyebabkan
kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan penurunan mutu
sensori seperti rasa, warna, dan tekstur (Kusnandar, 2010).
51
berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam
sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic
processing). Proses pengolahan dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam
makanan kaleng dan dapat mempertahankan daya awet produk pangan hingga
6 bulan atau lebih (Hariyadi, 2014).
a. Penggolongan Bahan Pangan Untuk Proses Termal
Faktor jenis bahan pangan yang akan diproses sangat penting dalam
memilih dan menetapkan proses termal yang akan digunakan mengawetkan
bahan pangan. Beberapa faktor pada bahan pangan mempengaruhi
ketahanan panas dan pertumbuhan mikroba, namun faktor yang paling penting
adalah sifat keasamannya yang dinyatakan dengan pH (Muchtadi dan
Ayustingwarno, 2010).
Kenaikan keasaman atau kebasaan mempercepat pertumbuhan
mikroba, akan tetapi perubahan pH ke arah asam lebih efektif daripada
perubahan pH ke basa. Sel