Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

18
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH A, B, AB, O & RHESUS DISUSUN OLEH : KELOMPOK V-A/ GANJIL NUR ALIMIN [0901037] ASISTEN : ALIFIANA ANGGRAINI ONA SISCANOVA DOSEN PEMBIMBING : Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm., Apt. SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU PEKANBARU 2012

Transcript of Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Page 1: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH A, B, AB, O & RHESUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V-A/ GANJIL

NUR ALIMIN [0901037]

ASISTEN :

ALIFIANA ANGGRAINI

ONA SISCANOVA

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm., Apt.

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

PEKANBARU

2012

Page 2: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH A, B, AB, O & RHESUS

1. TUJUAN PERCOBAAN

– Mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan golongan darah A, B, AB, O

– Mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan golongan darah Rhesus

– Menentukan golongan darah

– Untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada pemeriksaan golongan

darah melalui analisa secara biokimiawi klinis

– Memahami prinsip penggolongan darah A, B, AB, O dan Rhesus

melalui analisa secara biokimiawi klinis

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Golongan darah ABO

Sejarah perkembangan golongan darah

Sejak ratusan tahun yang lalu ahli-ahli telah berpendapat, bahwa

penderita-penderita yang kekurangan darah seperti orang-orang yang mengalami

perdarahan yang hebat, seperti akibat kecelakaan, peperangan, persalinan atau

penyakit-penyakit perdarahan dapat ditolong dengan penambahan darah ke dalam

tubuh penderita tersebut.

Mula-mula William Harvey telah melakukan transfusi darah pada

penderita kekurangan darah, tetapi banyak menyebabkan kematian dan ada juga

yang berhasil secara kebetulan. Juga sudah pernah dicoba memindahkan darah

binatang, seperti darah kelinci, darah domba tetapi menyebabkan kematian.

Pernah dikakukan percobaan oleh dokter pribadi Raja Perancis Lwiss ke

XIV memberikan darah domba pada orang gila tersebut, karena dia berpendapat

dan orang beranggapan pada waktu itu domba bersifat peramah. Tetapi ternyata

mengakibatkan kematian, sehingga sejak itu dilarang untuk melakukan

pemindahan darah (transfusi darah).

Lalu pada Tahun 1900 Dr.Karl Landsteiner mengumumkan penemuannya

tentang golongan darah manusia. Sejak penemuan inilah pemindahan darah

(transfusi) darah ini tidak lagi berbahaya, sudah dapat menolong

penderita-penderita yang kekurangan darah. Dengan ditemukannya golongan

Page 3: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

darah oleh Dr.Karl Landsteiner, dapatlah dijelaskan sebab – sebab kematian yang

dulu akibat

dari transfusi darah. Pada penyelidikannya juga dia dapat menemukan zat-zat

yang dapat menghalangi pembekuan darah, sehingga darah yang diambil dari

tubuh tidak segera membeku. Selain itu dia menemukan, bahwa dengan

penambahan larutan glukosa ke dalam darah dapat memperpanjang hidup

Erythrocyt diluar tubuh manusia. Dengan penemuan, darah sudah dapat disimpan

sebelum ditransfusikan kedalam tubuh penderita.

Pada perang dunia ke II, akibat banyaknya korban-korban yang mengalami

perdarahan-perdarahan juga memberi kesempatan untuk penyelidik-penyelidikan

sehingga pengetahuan mengenai penyimpanan darah ini dapat dilakukan secara

intensif, sehingga transfusi darah dapat ditunjukkan untuk pengobatan-pengobatan

dan juga penelitian tentang penggunaan bagian-bagian dari darah.

Juga semakin majunya ilmu pengetahuan mengenai golongan darah ini,

semakin banyak digunakan pada bagian-bagian lain, seperti dalam bidang

kriminal. Golongan darah dapat juga membantu mencari identitas seseorang,

seperti bercak-bercak darah yang ditemukan akibat pembunuhan dapat membantu

petugas kepolisian. Dalam menentukan keturunan, golongan darah ini juga dapat

membantu, karena golongan darah si anak akan bergantung pada golongan darah

kedua orang tuanya.

Dalam kebanyakan pengamatan, pencampuran darah yang berasal dari 2

orang yang berbeda akan menyebabkan timbulnya pengendapan sel – sel darah

merah. Peristiwa pengendapan sel tersebut dinamai sebagai aglutinasi.

Pengamatan selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan sel

darah merah dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma.

Penemuan Golongan darah ini dilandasi oleh adanya Interaksi

Antigen-Antibodi. Antibodi adalah molekul protein (immunoglobulin) yang

memiliki satu atau lebih tempat perlekatan (combining sites) yang disebut

paratope. Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik

dari limfosit.

Page 4: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1962 telah dikenal orang dengan

baik, 12 macam system golongan darah, yang penting dalam bidang transfusi

darah dan kehamilan. Golongan dimaksud adalah system – system : ABO, MNSs,

P, Rhesus, Lutheran, Kell, Lewis, Duffy, Kidd, Ausberger, Xg dan Doombrok.

Dan masih ada lagi system – system golongan darah lainnya seperti Diego, Sutter

yang ditemukan pada beberapa ras bangsa saja dan lainnya.

Didalam transfusi darah hanya system ABO yang merupakan golongan

terpenting untuk tujuan-tujuan klinis. System golongan darah lainnya dianggap

kurang mempunyai arti klinis karena termasuk memiliki antigen-antigen

mengalami yang transfusi lemah, yang dan antibodynya berulangkali. Dan baru

zat timbul antinya setelah biasanya mempunyai suhu optimum reaksi yang rendah

( dibawah 37° C ), sehingga tidak mempunyai arti klinis yang berarti.

Pemeriksaan golongan darah ABO

Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena

adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel

darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut

antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007).

Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di

dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan

darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B.

Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B,

golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. (Alrasyid,

2010).

Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang tua

kepada anaknya. Land-Steiner dalam Suryo (1996) membedakan darah manusia

kedalam empat golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah ini

disebabkan oleh macam antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah merah).

Sebagian besar gen yang ada dalam populasi sebenarnya hadir dalam lebih

dari dua bentuk alel. Golongan darah ABO pada manusia merupakan satu contoh

dari alel berganda dari sebuah gen tunggal. Ada empat kemungkinan fenotip

Page 5: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

untuk untuk karakter ini: Golongan darah seseorang mungkin A, B, AB atau O.

Huruf-huruf ini menunjukkan dua karbohidrat, substansi A dan substansi B, yang

mungkin ditemukan pada permukaan sel darah merah. Sel darah seseorang

mungkin mempunyai sebuah substansi (tipe A atau B), kedua-duanya (tipe AB),

atau tidak sama sekali (tipe O).

Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O. ditentukan oleh

sepasang gen, yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat

dikenal dari zat kimia yang disebut antigen, yang terletak di permukaan sel darah

merah. Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang

disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu. Kesalahan dalam

melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius. (Australia

Red Cross, 2008).

Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan

mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk diketahui

dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi pada kasus

kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal (Azmielvita,

2009).

Kesesuaian golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika

darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien,

protein spesifik yang disebut antibodi yang diproduksi oleh resipien akan

mengikatkan diri pada molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel

darah yang disumbangkan menggumpal. Penggumpalan ini dapat membunuh

resipien (Azmielvita, 2009).

Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4

golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa

golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun

dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.

Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal

dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki

antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam

antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama

Page 6: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.

Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega

dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan

darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah

merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi. Golongan darah manusia

ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam

darahnya, sebagai berikut:

Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen

A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B

dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya

dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau

O-negatif.

Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel

darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum

darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat

menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif .

Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan

antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.

Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari

orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal.

Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah

kecuali pada sesama AB-positif.

Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi

memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan

golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan

golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan

golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.

Tabel 1 : Penggolongan darah ABO

Page 7: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Golongan Sel darah merah Plasma

A Antigen A Antibodi B

B Antigen B Antibodi A

AB Antigen A & B Tidak ada antibodi

O Tidak ada antigen Antibodi A & B

Untuk menentukan golongan darah diperlukan suatu serum penguji yang

disebut tes serum yang terdiri dari tes serum A dan tes serum B. Darah yang akan

kita periksa dimasukkan kedalam suatu tabung yang berisi 2cc gram fisiologis lalu

dikocok. Darah tersebut ditaruh di atas object glass kemudian diteteskan tes serum

A dan tes serum B.

Gambar 1 : Sistem darah ABO

Jika darah di A menggumpal, sedangkan di B tidak maka termasuk golongan

darah A

Jika darah di A tidak menggumpal sedangkan di B menggumpal maka

termasuk golongan darah B

Jika darah di A dan B menggumpal maka termasuk golongan darah AB

Page 8: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Jika darah di A dan B tidak menggumpal maka termasuk golongan darah O

Tabel 2 : Pengamatan aglutinasi dalam penggolongan darah ABO

Kit anti A Kit anti B Kit anti A&B Golongan darah

(+) (-) (+) A

(-) (+) (+) B

(+) (+) (+) AB

(-) (-) (-) ODari penuntun praktikum imunologi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau 1;2012

Gambar 2 : Pengamatan pada pemberian serum

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis

darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah

berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar

disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel

darah merah.

Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang) dan

resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus sesuai

golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor. Transfusi darah dari

golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis

yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian. Hemolisis

Page 9: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

adalah penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit.

Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditransfusi dengan darah rhesus positif.

Jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu, dipastikan akan terjadi perang.

Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima donor) akan menganggap rhesus dari

donor itu sebagai benda asing yang perlu dilawan. Di dunia, pemilik darah rhesus

negatif termasuk minoritas.

Tabel 3 : Kecocokan golongan darah

Golongandarah resipien

Donor harus

AB+ Golongan darah manapun

AB- O- A- B- AB-

A+ O- O+

A- O- A+ A- A+

B+ O- O+ B- B+

O+ O- O+

O- O-Dari laporan praktikum anatomi fisiologi manusia, golongan darah FMIPA

Universitas Negeri Jakarta. 2011.

Tabel 4 : Kecocokan plasma

Golongandarah

Antigen padaeritrosit

Antibodidalam plasma

Aman ditransfusi

Resepien Donor

A A B A, AB A, O

B B A B, AB B, O

AB A+B - AB A, B, AB, O

O - A+B A, B, AB, O ODari laporan praktikum anatomi fisiologi manusia, golongan darah FMIPA

Universitas Negeri Jakarta. 2011.

Page 10: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

2.2. Golongan darah Rhesus

Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih

banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi

antigeniknya.

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen

pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak

mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut

dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam

transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak

mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam

plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh

suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah

Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem

golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali

saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan

darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D)

walaupun golongan darah ABO nya sama.

Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000,

daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan

selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur.

Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi

janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.

Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik

akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi

golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi

maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai

reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus

adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin.

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk

mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang

anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan

Page 11: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang

berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk

(1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal

dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda (1963)

meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif.

Setiap orang terlahir dengan golongan darah A, B, AB, atau O dan faktor

Rh positif (+) atau negatif (-). Faktor Rh ini menggambarkan partikel protein

dalam sel darah seseorang. Mereka yang memiliki Rh (-) berarti kekurangan

protein dalam sel darah merahnya. Sebaliknya, jika Rh (+), berarti ia memiliki

protein yang cukup.

Orang Asia dan Afrika umumnya (sekitar 90%) memiliki Rh (+),

sedangkan orang Eropa dan Amerika kebanyakan memiliki Rh (-).

Masalah akan timbul jika ibu hamil memiliki Rh (-) sementara ayah Rh

(+). Dalam kondisi seperti ini, si jabang bayi bisa saja memiliki darah dengan Rh

(+) atau Rh (-). Namun, biasanya bayi akan mewarisi Rh (+) karena lebih bersifat

dominan.

Lantaran janin mewarisi Rh yang berbeda dengan Rh ibunya, akan terjadi

ketidakcocokan Rh bayi dengan ibu atau yang lazim disebut erythoblastosis

foetalis.

Ketidakcocokan Rh

Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh ini bisa berakibat kematian pada

janin dan keguguran berulang. Inilah alasan mengapa pemeriksaan faktor Rh ibu

dan ayah perlu dilakukan sedini mungkin agar inkompatibilitas yang mungkin

muncul bisa ditangani segera.

Perbedaan Rh antara ibu dengan bayi membuat tubuh ibu memproduksi

antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus menyerang calon bayi. Rh darah

janin akan masuk melalui plasenta menuju aliran darah ibu. Melalui plasenta itu

juga, antirhesus yang diproduksi ibu akan menyerang si calon bayi. Antirhesus

lalu akan menghancurkan sel-sel darah merah calon bayi.

Kerusakan sel darah merah bisa memicu kerusakan otak, bayi kuning,

gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir. Kasus

Page 12: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

kehamilan dengan kelainan Rh ini lebih banyak ditemui pada orang-orang asing

atau mereka yang memiliki garis keturunan asing, seperti Eropa dan Arab.

Sementara di Indonesia sendiri, walaupun tidak banyak, kasus seperti ini

kadang tetap ditemui.

Gambar 3 : Sensitisasi Rhesus pada kehamilan pertama

Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua

Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan

menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah

merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada bayi.

Tetapi pada kehamilan kedua, risikonya lebih fatal. Antirhesus ibu akan

semakin tinggi pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel darah

merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian tinggi.

Gambar 4 : Sensitisasi rhesus pada kehamilan berikutnya

Page 13: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh

Biasanya, langkah pertama yang dilakukan dokter adalah memastikan jenis

Rh ibu dan melihat apakah antibodi telah tercipta. Jika antirhesus itu belum

terbentuk, pada usia kehamilan 28 minggu dan 72 jam setelah persalinan, ibu akan

diberi injeksi anti- D immunoglobulin (RhoGam).

Sebaliknya, jika antirhesus sudah tercipta, dokter akan melakukan

penanganan khusus terhadap janin yang dikandung. Diantaranya, monitoring

secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah

pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati yang

merupakan gejala- gejala akibat rendahnya sel darah merah.

3. BAHAN & ALAT

a. Bahan

– pipet tetes

– objek gelas

– kertas tes darah

– tusuk gigi

– lanset

– kapas

b. Alat

– alkohol 70%

– kit golongan darah ABO (anti A, anti B, & anti AB)

– darah kapiler

– kit Rhesus (anti D)

4. CARA KERJA

a. Pemeriksaan golongan darah ABO

– bersihkan jari manis tangan kiri dengan kapas yang telah dibasahi dengan

alkohol 70%

– tusuk dengan lanset dengan satu kali tusukkan, tetesan pertama dibuang

dan tetesan selanjutnya diteteskan pada 3 objek glass, masing-masing satu

tetes

Page 14: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

– teteskan di atas tetesan darah pada objek glass pertama kit anti A, onjek

glass kedua kit anti B, dan objek glass ketiga dengan kit anti AB

– aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi

yang terjadi

b. Pemeriksaan golongan darah Rhesus

– bersihkan jari manis tangan kiri dengan kapas yang telah dibasahi dengan

alkohol 70%

– tusuk dengan lanset dengan satu kali tusukkan, tetesan pertama dibuang

dan tetesan selanjutnya diteteskan pada objek glass

– teteskan di atas tetesan darah pada objek glass kit anti D

– aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi

yang terjadi

5. Hasil & Pembahasan

a. Hasil pengamatan

Hasil pengamatan di bawah ini merupakan hasil pengamatan gabungan

antara objek I dan II karena pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus

berhubungan.

Tabel 5 : Pengamatan kelompok V-A (ganjil)

Nama Kit anti A Kit anti BKit Anti

ABKit anti D

GolonganDarah

Rh

Nur Alimin (-) (-) (-) (+) O +

Riki Erisman (+) (+) (+) (+) AB +

Devi Hasanti (-) (+) (+) (+) B +

Eka Lisnasari (-) (-) (-) (+) O +

Fivy Yuniarty S (-) (-) (-) (+) O +Keterangan :(-) = tidak terjadi aglutinasi (penggumpalan)(+) = terjadi aglutinasi (penggumpalan)

Page 15: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

Tabel 6 : Data pengamatan kelompok I-V A (ganjil)

KelompokGolongan darah ABO Rh

A B AB O + -

I 3 2 x 1 6 x

II 1 3 1 1 6 x

III x 1 1 3 5 x

IV 1 1 x 3 5 x

V x 1 1 3 5 x

Jumlah 5 8 3 11 27 0

% 18.5 29.6 11.1 40.7 100 0Keterangan :x = tidak ada

b. Pembahasan

Kegiatan pengujian golongan darah ini dilakukan untuk mengetahui cara

menentukan golongan darah melalui perbedaan reaksi antara berbagai golongan

darah kemudian menentukan golongan darah sistem ABO dan sistem Rhesus.

Membran sel darah manusia mengandung bermacam-macam protein oligosakarida

dan senyawa lainnya salah satunya antigen. Golongan darah sistem ABO yang

akan diuji kali ini, didasari pada keberadaan antigen, yaitu antigen A dan antigen

B di membran sel darah merah. Golongan darah A mempunyai antigen A,

golongan darah B mempunyai antigen B, golongan darah AB mempunyai antigen

A dan B, sedangkan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut.

Darah yang diambil berasal dari kapiler pada bagian ujung jari tangan.

Sebelum darah diambil dengan menggunakan blood lancet, ujung jari tangan

dibersihkan dengan alcohol 70% agar terhindar dari kuman-kuman yang dapat

menyebabkan infeksi. Selanjutnya, darah yang keluar diteteskan pada kedua sisi

kaca objek, sesegera mungkin sebelum darah membeku. Masing-masing tetesan

darah diberi serum anti A dan anti B.

Golongan darah sistem ABO dibagi berdasarkan struktur antigen

permukaan eritrosit, yang disebut juga sebagai aglutinogen.

Penggolongan darah pada praktikum ini dilakukan dengan melihat apakah

Page 16: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

terjadi penggumpalan setelah mencampurkan darah dengan masing-masing

antiserum A dan B. Reaksi penggumpalan dapat terjadi akibat antigen darah

Opraktikan terhadap serum anti-A dan anti-B yang berasal dari masing-masing

darah B dan A. Serum anti-A yang diteteskan menandakan bahwa darah yang

diuji tersebut diberikan antigen A dari golongan darah B. Sedangkan serum anti-B

yang diteteskan merupakan antigen B dari golongan darah A. Jika pengumpalan

darah ketika ditetesi serum anti-A, maka darah tersebut memiliki anti-B pada

darahnya. Sedangkan jika penggumpalan terjadi akibat ditetesi serum anti-B,

maka darah tersebut memiliki anti-B pada darahnya.

Pada darah praktikan Devi Hasanti, terjadi reaksi penggumpalan setelah

diberikan serum anti-B. Hal ini karena darah Devi Hasanti memiliki anti-A

(antibodi A), namun tidak memiliki anti-B karena ketika diteteskan serum anti-A,

darahnya tidak menggumpal. Maka golongan darah Devi Hasanti adalah B karena

golongan darah B memiliki anti-A (plasma antibodi/ aglutinin A ) dan antigen B

(aglutinogen B) pada darahnya. Pada darah praktikan Riki Erisman, terjadi

penggumpalan setelah diteteskan serum anti-A dan juga terjadi pengumpalan

setelah ditetesi serum anti-B. Hal ini berarti serum anti-A dan serum anti-B tidak

dimiliki oleh darah Riki Erisman. Karena itu tidak cocok dan menggumpal. Untuk

memperkuat analisa biokimia klinik maka diteteskan serum anti-AB, dan terjadi

penggumpalan. Maka darah Riki Erisman bergolongan AB yang berarti memiliki

aglutinogen A dan B. Sedangkan pada tiga orang praktikan (Nur Alimin, Eka

Lisnasari & Fivy Yuniarty S) tidak terjadi penggumpalan darah karena darah

mereka memiliki anti-A dan anti-B. Maka praktikan tersebut bergolongan darah

O. Golongan darah O dapat disebut sebagai donor universal karena golongan O

tidak memiliki aglutinogen untuk diaglutinasi sehingga dapat diberikan pada

resipien manapun, asalkan volume transfusinya sedikit.

Pada analisa biokimia klinis untuk penentuan Rhesus, semua praktikan

kelompok V-A (ganjil) memiliki Rh (+)/ positif, karena darah yang teramati

mengalami aglutinasi.

Page 17: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

6. KESIMPULAN

– Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu

tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A)

– Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki

aglutinogen tipe B (golongan darah B)

– Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi individu

tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB)

– Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka

individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O)

– Aglutinogen D (antigen D) pada eritrosit golongan Rh+ , tidak punya

Aglutinogen D berarti memiliki golongan Rh-

Page 18: Laporan imunologi objek i & ii penggolongan darah

DAFTAR PUSTAKA

– Rachmawati, Anis. dkk. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia,

Golongan Darah. FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 2008

– Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Direktorat Laboratorium

Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI

– Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition

1995. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721.

– Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:

Bagian IKA FKUI, 1991: 332-334

– Anonim. Informasi bagian pasien. -: 2007