Laporan Fix

62
1 Skenario 5 Ujung Kaki Menghitam Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ujung-ujung jari kaki kiri menghitam sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kaki kiri terasa beratdan nyeri saat berjalan maupun istirahat. Sebelum ujung jari menghitam, pasien berobat ke dokter tetapi tidak ada perubahan dan dikatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien adalah perokok berat sejak 5 tahun yang lalu dan menghisap 20 batang dalam sehari. Pada pemeriksaan fisik, kaki kiri distal lebih dingin dibandingkan bagian tubuh yang lain dan tidak teraba pulsasi di arteri poplitea, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan Doppler Ultrasonografi dan Arteriogram untuk mengetahui apa penyebabnya. STEP 1 1. USG Doppler = alat yang menggunakan gelombang suara untuk dapat mengetahui aliran darah di pembuluh darah dan mengukur kecepatan aliran darah 2. Arteriogram = hasil pemeriksaan diagnostik dengan menggunakan media kontras dengan tujuan melihat gambaran abnormal di pembuluh darah

description

Kedokteran

Transcript of Laporan Fix

41

Skenario 5

Ujung Kaki Menghitam

Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ujung-ujung jari kaki kiri menghitam sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kaki kiri terasa beratdan nyeri saat berjalan maupun istirahat. Sebelum ujung jari menghitam, pasien berobat ke dokter tetapi tidak ada perubahan dan dikatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien adalah perokok berat sejak 5 tahun yang lalu dan menghisap 20 batang dalam sehari. Pada pemeriksaan fisik, kaki kiri distal lebih dingin dibandingkan bagian tubuh yang lain dan tidak teraba pulsasi di arteri poplitea, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan Doppler Ultrasonografi dan Arteriogram untuk mengetahui apa penyebabnya.

STEP 1

1. USG Doppler= alat yang menggunakan gelombang suara untuk dapat mengetahui aliran darah di pembuluh darah dan mengukur kecepatan aliran darah

2. Arteriogram= hasil pemeriksaan diagnostik dengan menggunakan media kontras dengan tujuan melihat gambaran abnormal di pembuluh darah

STEP 2

1. Mengapa ujung jari pasien menghitam, pulsasi arteri tidak teraba, kaki bagian distal lebih dingin, nyeri dan terasa berat?

2. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan keluhan?

3. Apa hubungan merokok dengan keluhan?

4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?

5. Mengapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan UDG Doppler dan Arteriografi?

6. Apa saja kemungkinan diagnosis pada kasus?

7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pada kasus?

STEP 3

1. Penyebab keluhan pasien

a. Ujung jari kaki menghitam

Adanya kelainan pembuluh darah di ekstremitas inferior karena penyebab atau etiologi nya

b. Kaki bagian distal lebih dingin

Karena perfusi yang buruk ke bagian ujung atau jari kaki

c. Pulsasi arteri tidak terabakarena ada gangguan pada pembuluh darah (sumbatan)

d. Kaki terasa berat dan sakit

Karena terjadi gangguan pada pembuluh darah ekstremitas inferior tersebut sehingga aliran darah tidak mengalir sempurna dan menyebabkan respirasi anaerob pada jaringan di kaki

2. Faktor resiko

a. Yang dapat diubah

1) Kebiasaan makan (bersantan, berlemak)

2) Olahraga

3) Merokok

b. Yang tidak dapat diubah

1) Ras

2) Jenis kelamin

3) Umur

c. Penyakit

1) Diabetes Melitus

2) Hipertensi

3) Hiperkolesterol

4) Penyakit katup jantung

d. Kelainan pada pembuluh darah

1) Aterosklerosis

2) Non Aterosklerosis

3. Hubungan merokok dengan kasus

Adanya zat nikotin yang menyebabkan penurunan katekolamin sehingga menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah

4. Penegakan diagnosis pada kasus

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan penunjang

5. Hubungan pemeriksaan USGDoppler dan Arteriografi dengan keluhan

Untuk mengevaluasi aliran arteri dan vena pada pasien tersebut

6. Diagnosis banding (DD)

a. Pada Arteri

1) Penyakit arteri oklusif

2) Penyakit arteri perifer

3) Diseksi aorta

4) Aneurisma

5) Sindrom Raynaud

b. Pada Vena

1) Varises

2) Deep Vein Trombotik (DVT)

3) Tromboembolik

7. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

b. Non farmakologi

STEP 4

1. Patofisiologi keluhan

3 bulan yang lalu5 hari yang laluSaat di puskesmas

Nyeri saat istirahat dan aktivitas

a. Disebabkan karena adanya sumbatan, biasanya sumbatan terletak di percabangan atau bifurcation, sumbatan mengenai arteri perifer atau arteri yang lebih kecil.

b. Kekurangan oksigen menyebabkan respirasi sel menjadi anaerob, asam laktat sebagai hasil akhir dari respirasi menyebabkan nyeri pada ekstremitas

c. Tekanan arteri yang meningkat pada daerah yang tersumbatUjung jari kaki menghitam

a. Sumbatan pada pembuluh darah akan mengurangi perfusi ke bagian distal sumbatan, maka terjadi hipoksia jaringan, yang akhirnya terjadi nekrosisKaki distal terasa lebih dingin dan tidak teraba pulsasi arteri

a. Perfusi yang buruk ke bagian distal lesi

2. Faktor resiko pada keluhan

a. Penyakit

1) Diabetes Melitus

2) Hipertensi

Meningkatkan tekanan pada pembuluh darah

3) Stenosis

Adanya lesi pada ventrikel yang menjadi thrombus dan akan terbawa oleh aliran darah sistemik, menyumbat ke arteri perifer

4) Sirosis hepatis

5) Gagal ginjal kronik

3. Hubungan rokok dengan keluhan

Nikotin pada rokok menginduksi adanya lesi pada dinding endotel pembuluh darah, penggumpalan darah dan faktor-faktor platelete yang memicu terjadinya thrombus, proliferasi dari otot polos pembuluh darah dan kemudian berkembang menjadi lesi.

4. Penegakan diagnosis

a. Anamnesis

1) Nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri

2) Nyeri saat istirahat atau saat beraktivitas

3) Adanya rasa gatal, parestesis

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi = pucat pada bagian distal lesi

2) Palpasi = pulsasi tidak teraba di bagian distal lesi

3) Auskultasi = bising

4) Ratschow = menggantungkan kaki keatas, lakukan gerakan rotasi atau fleksi ekstensi, normal nya setelah kaki diturunkan, warna menjadi kemerahan selama 5-10 detik dan menghilang pada detik ke-12

c. Pemeriksaaan penunjang

1) USG Doppler

2) Arteriografi

5. USG Doppler dan Arteriografi sebagai pemeriksaan penunjang membantu diagnosis dengan memperlihatkan keadaan aliran di pembuluh darah

6. Diagnosis banding pada kasus (DD)

a. Penyakit pada Arteri

1) Penyakit arteri oklusif

2) Penyakit arteri perifer

3) Diseksi aorta

4) Aneurisma

5) Sindrom Raynaud

6) Tromboangiitis obliterans

b. Pada Vena

1) Varises

2) Deep Vein Trombotik (DVT)

3) Tromboembolik

7. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

1) Klopidogrel

2) Aspirin

b. Non Farmakologi

1) Istirahat sambil menggantungkan atau memposisikan ekstremitas lebih tinggi

STEP 5

1. Faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari penyakit pembuluh darah (arteri dan vena)

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. Penyakit Arteri1. Aneurisma

A. Definisi

Aneurisma aorta adalah aneurisme yang melibatkan aorta dimana terjadi dilatasi abnormal dari arteri berupa pelebaran pembuluh darah. Faktor penyebab utamanya ialah kelainan dinding pembuluh akibat arteriosklerosis dan/atau hipertensi. Penyebab lain adalah sifilis, mikosis dan trauma. Aneurisma juga dapat timbul pasca stenosis dan secara kongenital.(Robbins, 2007)Aneurisma sering terjadi pada arteri dibasis otak, (circuss willis) dan diaorta. Beberapa tempat yang paling sering terjadi aneurisma antara lain: aorta (abdominal aneurysm dan thoracic aneurysm), otak (cerebral aneurysm), tungkai bawah (aneurysm arteri popliteal). (Robbins, 2007)B. Insiden

Bisa terjadi pada siapa saja, tetapi sering pada laki laki usia 40 70 tahun. Kejadian terbanyak pada usia 70 tahun. Di Amerika insiden penyakit inisekitar 2-4 % dari populasi penduduk. (Robbins, 2007)C. Epidemiologi

Aneurisma aorta banyak ditemukan pada pada penduduk, asia, amerika. Angka kejadian bervariasi antara laki laki dan perempuan, dan lebih banyak pada laki laki dan perokok. (Robbins, 2007)

D. Etiologi Aneurisme Aorta

Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Tetapi terdapat faktor resiko yang mendukung terjadinya penyakit ini :

1. Arteriosklerosis

2. Kadar kolesterol yang tinggi

3. Diabetes

4. Perokok

5. Pengguna alcohol

6. Obesitas

7. Tekanan darah yang tinggi

(Robbins, 2007)E. Patofisiologi

Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut bisa diakibatkan oleh inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks tersebut akan menghancurkan elastin dan kolagen sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks metalloproteinase faktor yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen activator dan serin elastase. (Robbins, 2007)Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma ditempat tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma. Apapun penyebabnya perkembangan aneurisma selalu progresif. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intra arteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah. (Robbins, 2007)F. Manifestasi Klinis

Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah ( aortic dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba. (Robbins, 2007)G. Klasifikasi Aneurisma :a. Berdasarkan lokasinya :

1. Aorta thorakalis

Aneurisma di sini biasanya berbentuk fusiform dan kebanyakan disebabkan oleh arteriosklerosis. Kadang kadang aneurisma aorta desendens menyebar ke aorta abdominalis dan disebut aneurisma thorako abdominalis. Gambaran klinisnya : kebanyakan tidak bergejala dan diagnosis ditegakkan secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan foto polos thorax untuk keperluan lain. Tanda dan gejala klinisnya : tergantung dari besar dan letak aneurisma. Gejala dapat berupan nyeri retrosternal yang menjalar ke punggung, kerongkongan, atau lengan. Tergantung dari letaknya, dapat timbul sindrom vena cava superior, disfagia bila menekan esophagus, stridor atau dispnea bila menekan trakea atau bronkus utama dan suara parau bila menekan nerveous rekurens. Tanda klinis juga dapat berupa tanda penurunan aliran darah ke lengan kiri akibat obstruksi dari arteri subclavia sinistra atau sindrom curi subclavia. Khusus anurisma sifilis, kadang menyebabkan kerusakan sampai menembus dinding depan thorax dan sternum sehingga menimbulkan gejala tumor yang berdenyut didepan sternum. Hasil pemeriksaan nadi dan tekanan darah lengan kanan dan kiri mungkin berbeda. Kadang terdapat hipertensi. Diagnosis : diagnosis aneurisma aorta torakalis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium serologis untuk sifilis, dan pemeriksaan tambahan seperti foto polos thorax, ultrasonografi, dan aortografi. Foto polos thorax dapat memberikan informasi tentang letak, luas, dan ukurannya. Pada diagnosis banding dipikirkan tumor mediastinum. Penanggulangan dilakukan seperti pada aneurisma umumnya.(Robbins, 2007)

2. Aorta abdominalisAorta abdominalis merupakan bagian dari aorta yang sering mengalami aneurisma. Sebagian besar terjadi infrarenal dan sebagian kecil di suprarenal. Pada keadaan tertentu bagian proksimal meluas ke atas diafragma sampai ke aorta torakalis desendens dan untuk keadaan ini disebut aneurisma torakoabdominal.(Robbins, 2007)

Etiologi aneurisma abdominalis dibagi menjadi 2 :

Penyebab yang dapat dikontrol yaitu aneurisma aorta abdominalis adalah arteriosklerosis. Arteriosklerosis merusak tunika intima dan tunika media dinding aorta yang kemudian menyebabkan kelemahan dinding aorta yang akhirnya menyebabkan dilatasi bentuk fusiform. Penyebab lainnya, seperti sifilis, peradangan atau trauma.

Penyebab yang tidak dapat dikontrol yaitu seperti penyakit genetik pada sindrom marfan.Gambaran Klinis: Kelainan ini biasanya tanpa keluhan, kecuali adanya massa di abdomen yang ditemukan secara kebetulan. Bila ada keluhan berupa nyeri pinggang intermiten dan terasa denyutan di abdomen. Nyeri ini sering disebabkan oleh ruptur kecil atau kebocoran aneurisma di retroperitoneum yang menyebabkan perdarahan sedikit atau berangsur. Bila demikian, aneurisma dikelilingi oleh hematom besar yang mengandung banyak bekuan darah. (Robbins, 2007)Diagnosis: Ditegakkan berdasarkan keluhan, gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan perut ditemukan massa yang berdenyut dan letaknya di tengah abdomen. Terdengar bising yang selaras dengan denyut jantung di atas massa tersebut. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu membuat diagnosis, kecuali untuk melihat kalsifikasi pada dinding aneurisme. Pemeriksaan penunjang yang perlu adalah ultrasonografi. USG untuk menentukan letak aneurisma, CT scan untuk melihat ruptur atau tidaknya. (Robbins, 2007)

Thoracoabdominalis aneurism adalah aneurisma yang lokasinya pada aorta desenden yang secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis. Etiologi : proses degeneratif (degenerasi miksomatosa). Penyebab lainnya yaitu diseksi, marfan syndrome dan trauma.(Robbins, 2007)Gambaran klinisnya : pasien aneurisma thoracoabdominalis tidak mengeluhkan gejala. Pasien yang mengeluhkan gejala mungkin karena telah mengalami ruptur. Gejala tersering adalah nyeri punggung terlokalisasi.(Robbins, 2007)Diagnosis : pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran dari bayangan aorta thorakalis. Pemeriksaan artografi.(Robbins, 2007)H. Gambaran klinis dan Diagnosis

Tanda dan gejala klinis suatu aneurisma tergantung dari letak dan besarnya gelembung. Tanda subjektif maupun objektif berupa tumor dan pembuluh darah yang berdenyut ekspansif ke segala jurusan. Pada auskultasi terdengar bising yang sering dapat diraba sebagai getaran. Pemeriksaan penunjang ultrasonografi dan arteriografidapat memberikan diagnosis pasti. (Robbins, 2007)I. Diagnosis banding

Aneurisma arteri harus dibedakan dengan tumor jaringan lunak di dekat arteri, pemanjangan abnormal pembuluh darah, dan fistel arteri vena.(Robbins, 2007)J. Komplikasi

Komplikasi aneurisma dapat berupa rupture atau emboli. Ruptur aneurisma aorta abdominalis tidak jarang terjadi. Emboli yang berasal dari thrombus di dalam anerurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di ekstremitas maupun alat dalaman.(Robbins, 2007)K. Penanganan

Bedah elektif .

Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimptomatik bergantung dari resiko aneurisma tersebut mengalami rupture. Pembedahan elektif dilakukan bila diameter >50 mm. (Jong, 2005) Bedah darurat

Pasien dengan dugaan rupture aneurisma perlu dipertimbangkan dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan kematian selama pembedahan adalah usia >80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi Hb rendah, cardiac arrest. (Jong, 2005) Bedah konvensional

Bedah konvensional adalahdengan menggunakan graft prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Resiko kematian pasca pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien. (Jong, 2005) Endovascular stent atau endoprotesis

Merupakan alat yang dimasukkan secara endovascular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya dapat dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya selang ini darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung aneurisma. Akibatnya resiko thrombosis dan rupture berkurang. Untuk menjaga agar diameter selang tidak berubah maka pada selang digunakan stent. (Jong, 2005)L. Prognosisa. Kelangsungan hidup

Mortalitas telah open elective atau endovascular repair adalah 1 5 %. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5 cm mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai konsekuensi dari rupture dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun setelah tindakan bedah adalah 60 80 %. 5 10% pasien akan mengalami aneurisma lainnya berdekatan dengan graft.(Jong, 2005)b. Kelangsungan organ

Biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur aneurisma abdominal.(Jong, 2005)2. Sindrom Raynaud

Sindrom Raynaud disebabkan oleh vasospasme dari arteri dan arteriola kecil pada kulit dan subkutan. Sindrom Raynaud ditandai oleh iskemia digital episodik, secara klinis ditandai dengan timbulnya pucatnya jari-jari, sianosis, dan rubor jari tangan atau jari kaki setelah pemajanan pada dingin terjadi karena vasokontriksi reflek simpatis dan stres emosional juga mempercepat timbulnya sindrom raynaud. Perubahan warna biasanya mempunyai batas yang jelas dan terbatas pada jari tangan atau kaki. Yang khas, satu atau lebih jari tampak putih ketika pasien terpajan pada lingkungan yang dingin atau menyentuh objek yang dingin. Menjadi pucat, atau wajah pucat, menunjukkan fase iskemik dari fenomena dan sekunder dari vasospasme arteri digitalis. Selama fase iskemik, kapiler dan venula berdilatasi, dan sianosis disebabkan oleh darah deoksigenasi yang terdapat dalam pembuluh darah. Sensasi rasa dingin, mati rasa, atau parestesia jari-jari seringkali menyertai fase sianosis pucat. (Isselbacher, 2014)Dengan penghangatan kembali, vasospasme digital membaik, dan aliran darah ke dalam arteriol dan kapiler yang berdilatasi meningkat secara dramatis. Hiperemia reaktif ini memberikan warna merah terang pada jari-jari. Selain rubor dan hangat, pasien seringkali mengalami rasa berdenyut, sensasi nyeri selama fase hiperemi. Meskipun respons warna trifasik khas pada fenomena Raynaud, beberapa pasien hanya mengalami pucat dan sianosis, pasien lainnya dapat hanya mengalami sianosis. (Isselbacher, 2014)Raynaud mula-mula menunjukan bahwa iskemia digital episodik yang diinduksi oleh dingin bersifat sekunder terhadap refleks vasokonstriksi simpatetik yang berlebihan. Teori ini didukung oleh kenyataan bahwa obat penghambat adrenergik demikian juga simpatektomi menurunkan frekuensi dan beratnya fenomena Raynaud pada beberapa pasien. Hipotesis alternatif adalah adanya peningkatan respons vaskuler digital terhadap dingin atau stimulus simpatetik yang normal. Refleks vasokonstriksi simpatetik yang normal juga mungkin saling tumpang tindih dengan pcnyakit vaskulerdigital lokal atau terdapat peningkatan aktivitas adrenergik neuroefektor. (Isselbacher, 2014)Sindrom Raynaud dibagi menjadi dua kategori yaitu idiopatik yang disebut penyakit Raynoud dan sekunder yang berhubungan dengan penyakit lain atau penyebab yang dapat menyebabkan vasospasme. (Isselbacher, 2014)A. Penyakit RaynaudSebutan ini digunakan jika penyebab sekunder dari Sindrom Raynaud telah dikesampingkan. Lebih dan 50 persen pasien dengan sindrom Raynoud menderila penyakit Raynaud. Perempuan terkena sekitar lima kali lebih sering daripada laki-laki dan usia timbulnya penyakit biasanya antara 20 dan 40 tahun. Jari-jari tangan lebih sering terkena daripada jari kaki. Episode awal hanya mengenai satu atau dua ujung jari, tetapi serangan selanjutnya mengenai seluruh jari dan dapat mengenai seluruh jari tangan. Jari kaki terkena pada 40 persen pasien. Meskipun vasospasme jari kaki biasanya terjadi pada pasien dengan gejala pada jari tangan, tetapi dapat juga hanya mengenai jari kaki saja. Seringkali terjadi pada pasien yang juga menderita sakit kepala migren atau varian angina. Hubungan ini diduga bahwa mungkin terdapat penyebab predisposisi terjadinya vasospasme. (Isselbacher, 2014)Pemeriksaan fisis seringkali seluruhnya normal; nadi radialis, ulnaris, dan pedis normal. Jari tangan dan kaki mungkin dingin di antara serangan dan berkeringat secara berlebihan. Jaringan subkutan digitalis menebal dan mengencang, misalnya, sklerodaktili, timbul pada 10 persen pasien. Angiografi jari untuk tujuan diagnostik tidak dianjurkan. (Isselbacher, 2014)Pasien dengan penyakit Raynaud, umumnya. tampaknya menderita bentuk Sindrom Raynaud lebih ringan. Kurang dari 1 persen pasien ini hilang sebagian jarinya. Setelah dilakukan diagnosis, penyakit membaik secara spontan pada kurang lebih 15 persen pasien dan berlanjut pada sekitar 30 persen. (Isselbacher, 2014)B. Sekunder Sindrom RaynaudSebab sekunder Sindrom Raynaud terjadi pada 80 sampai 90 persen pasien dengan sklerosis sistemik (skleroderma) dan menunjukkan gejala pada 30 persen. Mungkin hanya berupa gejala skleroderma selama beberapa tahun. Abnormalitas pembuluh darah digital mendukung timbulnya fenomena Raynaud pada gangguan ini. Ulkus iskemik pada ujung jari tangan dapat terjadi dan berlanjut menjadi gangren dan terputus scndiri. Sekitar 20 person pasien dengan lupus eritematosus sistemik (SLE) menderita Sindrom Raynaud. Kadang-kadang, terjadi iskemia digital persisten dan mengakibatkan timbulnya ulkus atau gangren. Pada sebagian besar kasus yang berat. pembuluh darah yang kecil tcrtutup oleh endarteritis proliferatif. Sindrom Raynaud terjadi pada sekitar 30 persen pasien dengan dermatomiositis atau poliomiositis. Ini seringkali timbul pada pasien dengan artritis rematoid dan mungkin berhubungan dengan proliferasi intima yang terjadi pada arteri digital. (Isselbacher, 2014)Aterosklerosis pada ekstremitas merupakan penyebab fenomena Raynaud yang sering pada laki-laki dengan usia di atas 50 tahun. Tromboangiitis obliterans adalah penyebab fenomena Raynaud yang jarang tetapi scbaiknya dipertimbangkan pada laki-laki muda, terutama pada individu yang merokok. Timbulnya pucat yang diinduksi dingin pada gangguan ini mungkin terbatas pada satu alau dua jari ekstremitas vang terkena. Kadang-kadang. Sindrom Raynaud terjadi setelah oklusi akut arteri berukuran sedang dan besar oleh trombus atau embolus. Embolisasi debris ateroembolik menyebabkan iskemia digital. (Isselbacher, 2014)

Gambar 1.1 Klasifikasi Sindrom Raynoud (Isselbacher, 2014)Penatalaksanaan

Sebagian besar pasien dengan Sindrom Raynaud hanya mengalami episode yang ringan dan jarang. Pasien ini memerlukan ketenangan dan sebaiknya dianjurkan berpakaian hangat dan menghindari pajanan terhadap dingin. Selain sarung tangan dengan pola ibujari serta setiap jari terpisah dan sarung untuk telapak tangan dengan pola ibu jari terpisah dari keempat jari lainnya disatukan, pasien sebaiknya melindungi badan, kepala dan kaki dengan pakaian hangat dengan tujuan untuk mencegah refieks vasokonstiksi yang diinduksi oleh dingin. Penggunaan tembakau merupakan kontra indikasi. (Isselbacher, 2014)Terapi obat sebaiknya dicadangkan untuk kasus yang berat. Antagonis kalsium, terutama nifedipin (10 sampai 30 mg tiga kali sehari) dan diltiazem (30 sampai 90 mg tiga kali sehari), menurunkan frekuensi dan beratnya fenomena Raynaud. Sediaan obat keija-lama ini juga mungkin efektif. Obat penghambat adrenergik, seperti reserpin (0,25 sampai 0,5 mg empat kali sehari), menunjukkan peningkatan aliran darah nutrisional pada jari-jari tangan. Beberapa, tetapi tidak semua, pasien mencapai hasil yang memuaskan dengan terapi reserpin jangka panjang. Di samping itu, penggunaan obat ini secara sistemik dibatasi oleh efek sampingnya hipotensi, hidung tersumbat, letargi, dan depresi. Antagonis adrenergik alfa pasca-sinaptik prazosin (1 sampai 5 mg tiga kali sehari) digunakan dengan respons yang baik. Doksazosin dan terazosin juga mungkin efektif. Obat simpatolitik lainnya seperti metildopa, guanetidin, dan renoksi-benzamin mungkin berguna pada beberapa pasien. Terapi parenteral dengan vasodilator prostaglandin di bavvah pengawasan, tetapi penggunaan potensialnya lebih cocok untuk iskemia digitalis berat daripada fenomena Raynaud episodik. Bedah simpatektomi mem-bantu pada beberapa pasien yang tidak responsive pada terapi medic tetapi manfaatnya seringkali bersifat sernentara. (Isselbacher, 2014)3. Diseksi aorta

Diseksi aorta disebabkan oleh robekan melingkar atau transversal dari intima, biasanya sepanjang dinding lateral kanan aorta asendens daerah tekanan geseran hidrolik tinggi. Diperkirakan kejadian awal adalah perdarahan medial yang membelah ke dalam dan mengganggu intima. Tempat lain yang sering adalah aorta toraks desendens tepat di bawah ligamentum arteriosum. Diseksi tidak meluas melingkari seluruh sirkumferensia pembuluh darah, tetapi memanjang di sepanjang pembuluh darah. Perluasan ini dapat menyumbat pembuluh darah secara total atau parsial pada bagian yang mengalami diseksi, dengan cara memisahkan muara pembuluh darah dengan lumen sejati. Kadang-kadang, diseksi kolom darah dapat masuk kembali ke dalam lumen sejati atau berakhir tetapi, biasanya diseksi akan berkembang cepat. Pada akhirnya lumen palsu dapat menimbulkan pembesaran aneurisma dari lapisan pembuluh darah luar tetapi, pembentukan aneurisma bukanlah ciri fase awal diseksi. Karena itu, diseksi aneurisma adalah istilah yang tidak tepat, walaupun sering dipakai sebagai sinonim dari diseksi aorta. (Price and Wilson, 2012)Kadang-kadang robekan intima tidak terlihat pada kasus seperti ini, dicurigai adanya ruptur pada vasa vasorum yang mengakibatkan perdarahan tunika media. Akibatnya, hubungan antara robekan intima dan timbulnya diseksi aorta menjadi bahan perdebatan. Diseksi aorta biasanya menyebar ke distal pada aorta desendens dan ke dalam cabang-cabang utamanya, tetapi dapat pula menjalar ke proksimal. Pada beberapa kasus, terjadi disrupsi intima distal sekunder menyebabkan masuknya kembali darah dari lumen palsu ke lumen aorta. (Price and Wilson A, 2012)Diseksi aorta dicirikan menurut usia dan lokasi anatomi. Diseksi yang diketahui dalam 2 minggu setelah awitan digolongkan sebagai diseksi akut jika lebih dari 2 minggu, diseksi ini dianggap kronik. (Price and Wilson, 2012)Sistem klasifikasi DeBakey sering dipakai untuk penggolongan diseksi secara anatomi. Sistem ini mem-bedakan tiga tipe diseksi sesuai lokasi asal dan luasnya diseksi Aneurisma tipe I berasal dari aorta asendens tepat di atas karup aorta dan meluas ke distal menuju aorta abdominalis. Aneurisma tipe II terbatas hanya pada aorta asendens. Aneurisma tipe III mulai dari aorta desendens tepat di sebelah distal dari arteria subklavia kiri dan dapat meluas ke distal menuju bifurkasio aorta. Sistem lain yang sering dipakai untuk klasifikasi aneurisma berdasarkan anatomi adalah dengan menggabungkan aneurisma tipe I dan tipe II sebagai aneurisma proksimal yang berasal dari aorta asendens, dan dibedakan dengan aneurisma tipe III sebagai aneurisma distal yang berawal dari aorta desendens. (Price and Wilson A, 2012)

Gambar 1.2 Klasifikasi Diseksi Aorta (Price and Wilson, 2012)Diseksi proksimal seringkali disertai nekrosis media kistik, seperti pada sindrom Marfan. Aterosklerosis sering ditemukan pada diseksi distal. Trauma perlam-batan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dapat juga menyebabkan diseksi aorta melalui kerusakan tunika media dan intima, sehingga darah dapat memasuki dinding pembuluh darah. (Price and Wilson, 2012)Manifestasi klinis bervariasi, bergantung pada lokasi dan luas diseksi; akan tetapi, awitan cenderung timbul mendadak dan berat. Biasanya dialami nyeri yang sangat dan merobek-robek. Mula-mula nyeri terbatas pada dada, abdomen, atau punggung; tetapi dengan semakin meluasnya diseksi, nyeri menyebar ke punggung dan ke distal sampai ekstremitas bawah. Sering ada tanda-tanda renjatan walaupun tekanan darah cenderung meninggi, hal ini disebabkan oleh hiper-tensi yang sudah diderita sebelumnya. (Price and Wilson, 2012)Diseksi retrograd menuju katup aorta dapat menim-bulkan regurgitasi aorta dengan manifestasi bising diastolik dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Dengan berkembangnya diseksi, cabang-cabang arteri menjadi teroklusi disertai hilangnya denyut nadi dan tanda-tanda disfungsi organ; anuria dapat timbul akibat keterlibatan arteria renalis, atau timbul iskemia ekstremitas bawah akibat oklusi arteria iliaka. Ruptur adalah penyebab kematian yang paling sering. (Price and Wilson, 2012)PenatalaksanaanTerapi medis sebaiknya dimulai segera setelah diagnosis dipertimbangkan. Pasien diizinkan masuk unit rawat intensif untuk memantau hemodinamik dan jumlah urin. Kecuali terdapat hipotensi. terapi sebaiknya ditujukan untuk menurunkan kontraktilitas jantung dan tekanan arteri sistemik, dan dengan demikian mengurangi tekanan. Untuk diseksi akut, kecuali kontraindikasi, penghambat beta adrenergik sebaiknya diberikan melalui parenteral. menggunakan propranolol intravena, metoprolol. atau esmolol kerja-singkat untuk mencapai denyut jantung kurang lebih 60 denyut per menit. Hal ini sebaiknya disertai dengan infus nitroprusid untuk menurunkan tekanan darah sistolik sampai 120 mmHg atau kurang. Sekarang ini, labetalol, obat dengan sifat penghambat adrenergik alfa dan beta, juga telah digunakan sebagai obat parenteral pada terapi akut pada diseksi. Trimetafan, penghambat ganglionik, mungkin digunakan jika nitroprusid atau labetalol tidak bekerja. Pengalaman dengan antagonis kalsium terbatas. Vasodilator langsung, seperti diazoksid dan hidralazin, merupakan kontraindikasi karena obat-obat ini dapat meningkatkan tekanan hidrolik dan menyebarkan diseksi. (Price and Wilson, 2012)Pada diseksi aorta asendens (tipe A), perbaikan dengan pembedahan, yang meliputi rekonstruksi dinding aorta merupakan terapi yang disukai. Operasi darurat mempunyai mortalitas operatif yang tinggi. Dengan demikian, jika mungkin, pembedahan sebaiknya ditunda selama beberapa hari, memberikan waktu stabilisasi untuk status klinis pasien. Akan tetapi, jika nyeri berlanjut dan tanda diseksi lanjut timbul meskipun diberikan terapi medik, dianjurkan pembedahan darurat. (Price and Wilson, 2012)Pada (tipe B), terapi medis merupakan terapi yang disukai kecuali terdapat tanda klinis penvebaran, gangguan cabang utama aorta, ruptur yang segera terjadi, atau nyeri yang tetap berlanjut. Terapi jangka panjang pada pasien dengan diseksi aorta (dengan atau tanpa pembedahan) terdiri dari kontrol hipertensi dan penurunan kontraktilitas jantung dengan menggunakan penghambat beta ditambah obat anti-hipertensif lain seperti inhibitor enzim pengubah-angiotensin atau antagonis kalsium. Prognosis jangka panjang pada pasien dengan diseksi yang diterapi (dengan kekecualian pada pasien dengan sindroma Marfan) umumnya baik; tingkatdayatahan hidup 10 tahun kurang lebih 60 persen, (Price and Wilson, 2012)4. Penyakit Arteri Oklusif

A. Definisi

Penyakit arteri oklusif dapat bersifat akut atau kronik. Istilah penyakit arteri oklusif kronik meliputi gangguan yang menyebabkan iskemia akibat obstruksi arteri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab oklusif yang paling sering adalah aterosklerosis. Lesi aterosklerosis cenderung terjadi pada daerah percabangan, bifurcasio, kurvatura yang tajam, atau daerah pembuluh darah yang menyempit. Aliran darah turbulen pada daerah-daerah ini diperkirakan berperan dalam menimbulkan aterogenesis, agaknya melalui disrupsi traumatik pada lapisan endotel. Lesi lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas dan cenderung terbatas pada segmen arteri yang terserang. Tempat yang paling sering mengalami aterosklerosis adalah (1) pembuluh darah aortoiliaka, (2) pembuluh darah femoropoplitea, (3) pembuluh darah poplitea tibialis dan (4) gabungan dari pembuluh pembuluh darah tersebut. Lesi juga dapat terjadi di cabang aorta abdominalis. Aterosklerosis arteria renalis dapat mengganggu fungsi ginjal dan menyebabkan hipertensi.(Price and Wilson, 2012)B. Etiologi

Penyakit arteri oklusif atau penyempitan arteri terpicu oleh beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit arteriosklerosis, yaitu:

1. RokokNikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi dan spasme pada arteria sehingga mengurangi suplai darah pada ekstremitas. Karbondioksida yang dihirup dari asap rokok dapat mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen ke jaringan.

2. HipertensiHipertensi menyebabkan jaringan kolagen fibrosa menggantikan jaringan elastis dari arteria, membuat dinding arteria menjadi kurang elastis dan meningkatkan perlawanan terhadap sirkulasi darah.

3. HiperlipidemiaPeningkatan lipid dalam darah seperti kolesterol dan trigliserida dapat membentuk plak-plak aterosklerotik dalam pembuluh darah arteri.

4. ObesitasMenambah beban pada jantung dan pembuluh darah, kelebihan lemak dapat menambah kongesti vena.

(Price and Wilson, 2012)C. Patofisiologi

Penyakit oklusif arteri kronik secara progresif akan menyempit lumen arteri dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah. Dengan meningkatnya resistensi, maka aliran darah ke jaringan di luar lesi akan berkurang. Jika kebutuhan oksigen pada jaringan tersebut melebihi kemampuan pembuluh darah untuk menyuplai oksigen, jaringan tersebut akan mengalami iskemia. Keparahan iskemia di sebelah distal dari sebuah lesi obstruksi tidak hanya bergantung pada lokasi dan luasnya oklusi, tetapi pada derajat aliran kolateral di sekitar lesi. Untungnya, lesi aterosklerotik cenderung terlokalisir, dan perluasan terjadi bersamaan dengan berkembangnya sirkulasi kolateral. Pada lesi-lesi yang terlokalisir, bagian distal arteri ini tetap paten;sehingga jalur alternatif dapat memintas lesi untuk mempertahankan perfusi jaringan di belakang lesi tersebut. Dengan meningkatnya resistensi aliran darah pada tempat obstruksi, tekanan pada bagian proksimal lesi meningkat sepadan dengan penurunan tekanan pada bagian distal lesi. Perbedaan teanan ini akan akan melewati obstruksi dan mempermudah alirah darah melalui pembuluh darah kolateral. Meningkatnya kecepatan aliran melalui pembuluh darah kolateral juga merangsang perkembangan kolateral. Oklusi akut dapat menyebabkan iskemia yang berat, karena tidak cukup waktu untuk membentuk jaringan kolateral. Kecukupan aliran kolateral juga akan terganggu pada penyakit yang menyerang pembuluh kolateral tersebut. Oklusi arteri akut adalah komplikasi primer dari proses penyakit lain. Oklusi ini paling sering muncul pada ekstremitas bawah tapi ekstremitas atas juga dapat terserang. Oklusi akut dapat disebabkan oleh trombosis atau emboli. Sebagian besar emboli arteri berasal dari jantung sebelah kiri.(Price and Wilson, 2012)C. Gambaran klinis

Manifestasi klinis penyakit oklusif arteri kronik berkembang lambat selama bertahun-tahun. Tanda dan gejala timbul akibat berkurangnya perfusi jaringan dan iskemia. Gejala primer adalah klaudikasio interminten yang disebabkan oleh iskemia otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri saat istirahat. Secara khas, kaludikasio interminten terjadi bersamaan dengan aktivitas fisik, yaitu saat kebutuhan metabolisme meningkat dan mereda setelah istirahat beberapa menit. Lokasi nyeri berhubungan erat dengan lokasi penyakit arteri. Nyeri yang timbul pada saat istirahat menunjukan adanya penyakit oklusif yang lanjut. Nyeri iskemik pada waktu istirahat secara khas timbul di bagian distal kaki dan jari-jari kaki dan dirasakan sebagai gabungan parestesia dan rasa tidak enak. Nyeri biasanya timbul pada posisi terlentang dan akan memburuk terutama pada malam hari sehingga dapat membangunkan pasien. Peningkata nyeri ini terjadi karena aliran darah yang melewati lesi ini bergantung pada tekanan, oleh sebab itu, sangat sensitif pada pengaruh gravitasi.(Price and Wilson A, 2012)Denyut nadi di bawah oklusi berkurang atau menghilang. Perubahan denyut diperbesar dengan berolahraga karena vasodilatasi yang diinduksi oleh olahraga dan iskemia, meningkatnya perbedaan tekanan yang melewati lesi.(Price and Wilson A, 2012)Perubahan warna kulit pada perubahan postural. Peninggian anggota gerak menimbulkan warna pucat, yang diikuti oleh kemerahan atau rubor bila kaki menggantung.

Perubahan akibat iskemia kronik pada ekstremitas bawah :

1. Perubahan trofik kulit dan kuku berupa penebalan kuku dan kulit mengering

2. Rambut tubuh rontok, terutama dibagian dorsal kaki dan jari-jari kaki

3. Timbul perbedaan suhu antara daerah-daerah yang lebih dingin

4. Pengecilan otot tungkai dan jaringan lunak.(Price and Wilson A, 2012)D. Pengobatan

1. Terapi obat-obatan

1. Obat-obat vasodilator.

2. Obat-obat untuk mengurangi hiperlipidemia.

3. Obat-obat hipoglikemik per oral atau insulin untuk pasien dengan diabetes.

4. Berhenti merokok (pencegahan).

5. Makanan rendah lemak dan kolesterol (pencegahan).

6. Olahraga (pencegahan).

2. Pengontrolan faktor risikoPengontrolan faktor risiko berperan penting pada pengobatan arteri oklusif. Merokok harus dihentikan, karena memberikan banyak akibat merugikan termasuk vasokontriksi, peningkatan agregasi trombosit, viskositas darah, dan meningkatkan tekanan darah.(Price and Wilson A, 2012)5. Penyakit Arteri PeriferA. DefinisiYang dimaksud dengan penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah ke luar dan jantung dan aortailiaka. Jadi penyakit arteri perifer meliputi ke empat ekstremitas arteti karotis, arteri renalis,arteri mesenterika dan semua percabangan setelah ke luar dan aorto iliaka.Penyakit arteri penifer dapat mengenai arteri besar,sedang maupun kecil, antara lain tromboangitis obliterans, penyakit Buergers, fibromuskular displasia,oklusi arteri akut, penyakit Rayaud, arteritis Takayasu, frostbite dan lain lain.(Sudoyo, 2009)Penyebab terbanyak penyakit okiusi arteri pada usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Insiden tertinggi timbul pada dekade ke enam dan tujuh. Prevalensi penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada kasus diabetes melitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, hiper homosisteinemia dan perokok.(Sudoyo, 2009)B. PatologiMekanisme terjadinya atheroskierosis sama seperti yang terjadi pada arteri koronaria. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau okiusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak ateroslerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis di sana-sini, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri dan trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dan pasien yang simtornatik), arteri femoralis dan poplitea (80 90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40 50%). Proses atherosklerosis lebih sening terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat, kerusakan tunika intima. Pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan diabetes melitus.(Sudoyo, 2009)C. Manifestasi Klinis

Kurang dan 50 % pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dan cara berjalan yang lambat atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa-pegal nyeri,kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktivitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat lokasi klaudikasio terjadi pada distal dan tempat lesi penyempitan atau sumbatan. Pada penyakit aortailiaka (sindrom Leriche) memberikan gejala rasa tak nyaman pada daerah bokong, pinggang, dan paha. Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pembuluh darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering terjadi pada tungkai bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah, sering kali menjadi berat sehingga timbul iskemia knitis tungkai bawah (critical limb ischemia). Dengan gejala klinis nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki. Sering kali gejala tersebut muncul malam ketika sedang tidur dan membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemia berat nyeri dapat menetap walaupun sedang istirahat. Kira-kira 25%kasus iskemia akut disebabkan oleh emboli. Sumber emboli basanya dapat diketahui. Emboli paradoksikal merupakan salah satu penyebab yang tidak dapat terlihat dengan cara angiografi disebabkan karena lesi ulseratif yang kecil atau karena defek septum atnial. Penyebab terbanyak kedua penyakit arteri iskemia akut adalah trombus.(Sudoyo, 2009)Pemeriksaan fisis yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penrunan atau hilangnya perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar,bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi otoot. jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap, suhu kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian dapat terjadi gangren dan ulkus. Jika tungkai diangkat elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki, akan menjadi pucat.D. Penatalaksanaan1. Iskemia Tungkai Akut

Iskemia tungkai akut adalah kondisi dimana terjadi penurunan mendadak perfusi tungkai yang biasa melibatkan trombus dan emboli.(Sudoyo, 2009)Obat terpilih adalah heparin, sebab bekerja cepat dan cepat dimetabolisme. Dosis 100 - 200 unit/kilogram berat badan bolus, diikuti 15 - 30 unit/kilogram berat badan/jam. Jika perlu 300 unit/kilogram berat badan bolus, diikuti 60 - 70 unit/kilogram berat badan/jam dengan infus kontinu. Dengan pemantauan APTT 1,5 - 2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah. penggunaan dosis tinggi dengan tujuan supaya distal penyumbatan pada daerah iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang meluas.(Sudoyo, 2009)Ekstermitas yang sudah tidak dapat di selamatkan biasanya membutuhkan amputasi. Penatalaksanaannya berfokus pada penyelamatan tungkai atau paling tidak membatasi ketinggian amputasi. Tungkai yang masih viable membutuhkan pencitraan segera serta pemeriksaan komorbid. Namun pada kondisi kegawatan, angiografi bisa dilakukan tanpa pemeriksaan ultrasound sebelumnya untuk mencegah keterlambatan.(Sudoyo, 2009)Modalitas revaskularisasi yang digunakan dapat berupa trombolitik menggunakan kateter perkutan, trombo-ekstrasi dan trombo-aspirasi (dengan atau tanpa trombolitik) serta bedah trombektomi dan bedah bypass. Pemilihan metode didasarkan pada jenis sumbatan, lokasi, durasi iskemia, komorbiditas, risiko dan hasil terkait terapi. Trombolisis sistemik tidak memiliki peranan dalam penatalaksanaan pasien iskemia tungkai akut.(Sudoyo, 2009)Teknik endovaskular merupakan terapi awal pilihan. Metode ini memiliki mortalitas dan morbiditas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bedah terbuka. Khususnya pada pasien dengan komorbid berat, derajat keperahan sesuai. Hasil tindakan paling baik bila dilakukan pada pasien iskemik tungkai akut dalam 14 hari setelah gejala dan derajat keperahan awal (kelas II). Tindakan endovaskular yang biasa digunakan adalah pemberian agen trombolisis intratrombosis melalui kateter. Dapat juga digunakan alat untuk menyingkirkan trombus secara mekanik atau aspirasi.(Sudoyo, 2009)

2. Iskemia Tungkai Kritis

Iskemia tungkai kritis adalah kondisi PAP tungkai bawah paling berat dimana didapatakan nyeri iskemik saat istirahat, lesi iskemik atau gangren dikarenakan penyakit obstruksi arteri. (Sudoyo, 2009)Terapi komprehensif meliputi kontrol faktor resiko aterosklerosis, reavskularisasi, rawat luka, adaptasi sepatu, penanganan infeksi bila ada dan terapi rehabilitasi secara awal. Tujuan utama terapi adalah perbaikan arteri dan penyelamatan tungkai. Revaskularisasi dilakukan secara cepat tanpa penundaan bersamaan dengan pemberian terapi dasar (antiplatelet dan statin).(Sudoyo, 2009)Revaskularisasi dapat dilakukan secara endovaskular maupun bedah terbuka. Endovaskular lebih diprioritaskan mengingat resiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bedah terbuka. Meskipun demikian bedah bypass dapat dijadikan rencana cadangan bila dibutuhkan seperti bila terjadi kegagalan pada pelaksanaan terapi endovaskular. Pada pasien yang tidak dapat dilakukan revaskularisasi, satu-satunya obat yang direkomendasikan adalah prostaglandin 120 ug/hari per oral atau 60 ug/hari parental, namun efektifitasnya belum terbukti secara penuh. Selain itu dapat pula dilakukan stimulasi korda spinalis dan angiogenesis terapetik (terapi gen dan stem cell) namun belum ada uji acak mengenai efikasi dan keamanannya. (Sudoyo, 2009)

Algoritma Penatalaksanaan Iskemia Tungkai Akut

Algoritma Penatalaksanaan Iskemia Tungkai Kritis2. Vena

1. Trombosis Vena Profunda Akut

A. Definisi

Trombosis vena profunda (DVT) mengenai pembuluh-pembuluh darah sistem vena profunda yang menyerang hampir 2 juta orang. Serangan awalnya disebt DVT akut. Adanya riwayat DVT akit merupakan predisposisi untuk terjadinya DVT rekuren. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena profunda. Emboli paru adalah risiko yang cukup bermakna pada DVT, terjadi pada 30% pasien DVT. (Price, 2006)

Kebanyakan thrombus vena profunda berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan, dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli. Penyakit dapat menyerang satu vena atau lebih, vena-vena di betis adalah vena-vena yang paling sering terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen vena ileofemoralis juga sering terjadi. Banyak kasus emboli paru-paru yang terjadi akibat DVT pada vena-vena panggul dan ekstremitas bawah. (Price, 2006)

Faktor risiko utamanya adalah imobilitas nyata, dehidrasi, keganasan lanjut, diskrasia darah, riwayat DVT varises vena dan operasi atau trauma pada anggota gerak bawah atau pelvis. Faktor predisposisi lain adalah pemakaian obat kontrasepsi yang mengfandung esterogen, kehamilan, gagal jantung kongestif kornik, dan obesitas. (Price, 2006)

B. Gambaran klinis

DVT merupakan masalah yang terutama tersembunyi karena biasanya tnpa gejala, emboli paru-paru dapat menjadi indikasi klinis pertama dari thrombosis. Pembentukan thrombus pada sistem vena profunda dapat tidak nyata secara klonis karena besarnya kapasitas sistem vena dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengelilingi obstruksi. Diagnosis sulit ditegakkan karena tand adan gejala klinis DVT tidak spesifik dan keparahan penyakit tidak berhubungan langsung dengan luas penyakit. (Price, 2006)

Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak dan edema pada ekstremitas yang terkena. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravascular akibat bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah di sepanjang lapiler memasuki jaringan interstitial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena superficial dapat juga berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem profunda arau pirau aliran darah dari sistem profunda ke superfisialis. Walaupun pembengkakan yang terjadi biasanya unilateral, tetapi obstruksi pada vena ileofemoralis dapat menimbulkan pembengkakan bilateral. (Price, 2006)

Nyeri adalah gejala tersering biasa dilakukan sebagai rasa sakit atau berdenyut dan mungkin berat. Berjalan dapat memperberat nyeri. Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang dapat ditemukan. Dua teknik untuk menimbulkan nyeri tekan adalah dorsofleksi kaki dan menggembungkan manset udara disekeliling ekstremitas tersebut. Nyeri tekan pada betis sewaktu dorsofleksi kaki disebut tanda Homan dan dianggap sebagai tanda DVT yang tidak terlalu dapat dipercaya. Nyeri dip aha atau betis sewaktu pengembungan manset disebut tanda Lowenburg. Tanda yang lain adalah meningkatnya turgor jaringan disetai pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena-vena superficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatanekstrasi oksigen, dan penurunan hemoglobin. (Price, 2006)

Terdapat dua jenis trombosis vena yang jarang terjadi tapi memiliki arti karena keparahannya. Jenis yang pertama adalah phlegmasia alba dolens, yaitu suatu bentuk trombosis iliofemoral. Trombosis ini menyebabkan reaksi peradangan antarvena yang berat dan juga menyerang seat saraf antararteri, yang menyebabkan spasme arteri distal. Akibat penurunan aliran arteri, anggota gerak menjadi pucat, terlihat membengkak, dan denyut nadi pada sistem arteri tidak teraba. Jeis kedua adalah phlegmasia cerulean dolens, dan jenis ini merupakan jenis oklusi iliofemoral yang lebih serius. Pada kasus ini, oklusi mendadak pada aliran vena anggota gerak menimbulkan kenaikan tekanan dalam ekstremitas sehingga aliran arteri terhenti, dan dapat menyebabkan gangrene pada kstremitas. Gejala sisa ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang dirawat karena sakit akibat keganasan. (Price, 2006)

C. Pengobatan

Berdasarkan morbiditas dan mortalitas akibat DVT dan emboli paru, maka pengobatan ditekankan pada pengenalan adanya risiko tinggi dan tindakan pencegahan yang sesuai. Bila curiga adanya DVT, tujuan pengobatan adalah untuk menghindari perluasan bekuan dan embolisasi. (Price, 2006)

Metode-metode fisik untuk mengurangi statis vena sering dipakai untuk profilaksis pasien yang berisiko tinggi. Tekana dari luar (misalnya dengan memakai kaos kaki penekanan atau pembalut elastic) dianjurkan untuk mengurangi statis vena. Tetapi, pemakaian kaos kai dan pembalut elastic ini harus selalu dilakukan dengan berhati-hati, untuk menghindari efek torniket yang ditimbulkan oleh alat yang tidak pas atau pemakaian yang ceroboh. Aliran balik vena ke jantung dapat juga diperbaiki dengan melakukan latihan pada tungkai seara aktif dan pasif dan bergerak sedini mungkin pascaoperasi. Meninggikan bagian kaki tempat tidur hingga lebih tinggi dari jantung adalah tindakan sederhana untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan memudahkan pengososngn vena. (Price, 2006)

Ada juga alat-alat yang menirukan atau untuk merangsang aksi pemompaan mekanis otot-otot betis. Kompresi pneumatic eksternal pada ekstremitas inferior dapat dicapai dengan menutupi betis menggunakan sepatu berlaras tinggi yang dapat diisi dengan udara, yang secara periodic dikempiskan. Terapi antikogulan dengan heparin dengan dosis yang rendah atau enoksaparin dianjurkan oleh beberapa ahli sebagai profilaksis pada kelompok berisiko tinggi. (Price, 2006)

Terapi antikogulan dengan heparin dosis rendah dianjurkan oleh beberapa ahli sebagai profilaksis pada kelompok berisiko tinggi. Heparin dosis rendah dianggap dapat mengurangi risiko komplikasi bersamaan dengan penggunaan antikoagulan yang adekuat. Keefektifan pengobatan ini masih kontroversial. (Price, 2006)

Tujuan pengobatan antikoagulan adalah untuk mencegah perluasan trombus, propagasi, atau embolisasi. Antikoagulan yang digunakan selama fase sekarang ini menggunakan heparin intravenaatau enoksaparin subkutan (Lovenox). Penggunaan LMWH biasanya diberikan pada pasien dengan DVT atau emboli paru yang tersumbat aliran venanya. (Price, 2006)

2. Tromboflebitis SuperfisialisA. PendahuluanTromboflebitis superfisialis meyerang pembuluh darah subkutan di ekstremitas atas dan bawah. Penyebab tersering tromboflebitis pada ekstremitas atas unfus intravena, terutama jika memasukkan larutan asam atau hipertonik. Tromboflebitis superfisialis pada ekstremitas bawah biasanya disebabkan oleh varises vena atau trauma. Jika tidak diketahui penyebab pasti tromboflebitis superfisialis, harus dipertimbangkan kemungkinan proses penyakit yang mendasari, seperi penyakit Buerger ata keganasan. (Price, 2006)

Perjalanan trombloflebitis superfisialis biasanya jinak dan swasirna. Emboli paru jarang terjadi, tetapi dapat terjadi perluasan trombus ke sistem vena profunda, terutama jika trombus berada dekat dengan saluran penghubung utama atau pada pertemuan antara vena safena dan poplitea atau vena femoralis. (Price, 2006)

B. Manifestasi Klinis

Manifestasi khas dari tromboflebitis superfisialis adalah nyeri akut disertai rasa terbakar dan nyeri tekan permukaan. Tromboflebits superfisialis biasanya lebih nyeri dripada trombosis vena profunda karena ujung-ujung saraf kulit berdekatan denga letak proses peradangannya. Kulit disepanjang vena tersebut mungkin menjadi eritematosa dan hangatmungkin kulit juga terlihat sedikit bengkak. Vena tersebut dapat teraba. Kekaukan vena ini kadang-kadang disebut tli subkutan. Dapat pula manifestasi sistemik dari peradangan ini, berupa demam dan malaise. (Price, 2006)

C. Pengobatan

Pengobatan tromboflebitis superfisialis berupa meninggikan ekstremitas yang terserang dan mengompresnya dengan air hangat. Obat anti radang (seperti aspirin) dapat mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan kerja anttrombosis. Kaus kai penekan atau pembalut elastic dapat mengurangi statis dan meningkatkan kerja antitrombosis. Kateter intravena pun pada daerah yang terserang harus diambil pabila kateter tersebut berperan dalam terjadinya tromflebitis superfisialis. Bila terdapat kemungkinan perluasan penyakit ke pembuluh darah vena profunda utama, dapat diindikasin ligasi atau pemotongan vena superfisialis yang terserang pada persambungan safenomoral. (Price, 2006)

3. Varises Vena

A. Etiologi

a. Varises primer

Kelemahan stuktur herediter dari dinding pembuluh darah. Dilatasi dapat diserati gangguan katup vena karena daun katup tidak mampu menutup & menahan aliran refluks.(Price and Wilson, 2012)b. Varises sekunder

Gangguan patologi system vena profunda yang timbul kongenital atau didapat, menyebabkan dilatasi vena vena superficialis, saluran penghubung, atau kolateral. Misalnya kerusakan katup vena pada system vena profunda akan mengganggu aliran darah menuju jantung.(Price and Wilson, 2012)B. Patofisiologi

Kerusakan akibat karena adanya suatu hambatan aliran darah & tekanan hidrostatik yang terlalu besar. Keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik keatas & masuk ke dalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superficialis di alirkan ke pembuluh darah vena yang lebih besar melewati katup vena menuju vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung & paru. lumen dalam yang sering disebabkan oleh terjadinya insufiensi vena dengan adanya refluks melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda / vena superficial.(Price and Wilson, 2012)C. Manifestasi klinikVarises dibagi menjadi 4 stadium :a. Stadium 1: keluhan tdk spesifik keluhan tungkai

b. Stadium 2: ditandai dengan warna kebiruan yang nyata pada pembuluh vena

c. Stadium 3: vena tampak membesar & berkelok- kelok

d. Stadium 4: timbulnya penyulit (komplikasi)

i. Tegang, kram otot & kelelahan tungkai bawah

ii. Edema & rasa berat tungkai ataupun kram pada malam hari

iii. kepekaan terhadap cedera & infeksi

iv. Ulserasi, pigmentasi dll

v. Rasa terbakar, gatal, kesemutan & perubahan warna kulit(Price and Wilson, 2012)

D. Penatalaksanaana. non farmako:menggunakan kaus kaki penekan elastis untuk mengurangi statis vena

b. farmako:obat sklerosan injeksi untuk diberikan pada varises kecil yang asimtomatis

c. pembedahan:dilakukan ligasi tinggi & pemotongan vena safena magma & parva.(Price and Wilson, 2012)

a. E. Faktor Pemicu

b. pembuluh darah

c. obesitas

d. berdiri lama

e. factor hormonal

f. factor genetik (Price and Wilson, 2012)1. Tromboangitis Obliterans

A. Pendahuluan

Penyakit Buerger atau dikenal juga dengan nama tromboangitis obliterans. Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Felix von Winiwarter pada tahun 1879 dalam sebuah artikel berjudul A strange form of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet . Kemudian pada tahun 1908, Leo Buerger menjelaskan secara akurat dan detail berdasarkan penemuan patologis pada 11 ekstremitas yang diamputasi akibat penyakit ini.1-3 Penyakit Buerger merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik yang ditandai oleh fenomena oklusi pembuluh darah, infl amasi segmental pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.

Penderita penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat mirip dengan penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.

B. EpidemiologiPrevalensi penyakit Buerger paling banyak di negara-negara Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Eropa Timur. Di Amerika Utara ditemukan pada 8-12,6 per 100.000 orang tiap tahun. Lebih banyak pada laki-laki, dan sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok.

C. EtiologiPenyebab penyakit Buerger belum diketahui dengan pasti. Merokok merupakan faktor utama onset dan progresifi tas penyakit ini. Hipersensitivitas seluler penderita penyakit Buerger meningkat setelah pemberian injeksi ekstrak tembakau. Selain itu dibandingkan dengan aterosklerosis terjadi peninggian titer antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin pembuluh darah.

Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang bersifat vasokonstriktor poten, peningkatan kadar molekul adhesi, dan sitokin yang berperan terhadap proses inflamasi.

Faktor genetik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini. Beberapa peneliti telah mendokumentasikan peningkatan antigen HLAA9 dan HLA-Bw5 atau HLA-B8, B35, dan B40 pada penderita Eropa dan Asia Timur.

D. Diagnosis

a. Kriteria Shionoya

Yang termasuk kriteria ini yaitu riwayat merokok, usia belum 50 tahun, memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal, flebitis migrans pada salah satu ekstremitas atas dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis selain merokok. Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis.

b. Kriteria Ollin

Yang termasuk kriteria ini sebagai berikut:

1) Berumur antara 20-40 tahun

2) Merokok atau memiliki riwayat merokok

3) Ditemukan iskemi ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulkus iskemik atau gangren dan didokumentasikan oleh tes pembuluh darah non-invasif

4) Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi, dan diabetes mellitus dengan pemeriksaan laboratorium

5) Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang diketahui dari echokardiografi atau arteriografi

6) Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada ekstremitas yang terlibat dan yang tidak terlibat

c. Kriteria Mills dan Poter :

Kriteria eksklusi:

1) Sumber emboli proksimal

2) Trauma dan lesi lokal

3) Penyakit autoimun

4) Keadaan hiperkoagubilitas

5) Aterosklerosis: Diabetes, Hiperlipidemia, Hipertensi, Gagal Ginjal.

Kriteria mayor:

1) Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun

2) Pecandu rokok

3) Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial

4) Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri segmental dan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.

Kriteria minor:

1) Phlebitis superfi sial migran

Episode berulang trombosis lokal vena superfi sial pada ekstremitas dan badan

2) Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud

Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme arteriola perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom ini paling sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung, telinga dan lidah dalam bentuk respons trifasik yaitu:

1. Pucat karena vasokonstriksi arteriol prekapiler

2. Sianosis karena vena terisi penuh oleh darah yang terdeoksigenasi

3. Eritema karena reaksi hiperemi

a. Melibatkan ekstremitas atas

b. Klaudikasio saat berjalanE. Histopatologi

Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri dari tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.

1) Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil polimorfonuklear (PMN), mikroabses, dan multinucleated giant cells. Meskipun inflamasi terjadi pada semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah tetap dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.

2) Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.

3) Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh darah, dan fibrosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit dibedakan dari penyakit pembuluh darah kronik lain.

F. Pemeriksaan Laboratorium

Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis adalah sebagai berikut :

a. Darah lengkap, hitung platelet

b. Tes fungsi hati

c. Tes fungsi ginjal dan urinalisis

d. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus

e. Profil lipid

f. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)

g. Penapisan autoimun:

1) Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit Buerger biasanya normal.

2) Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.

3) Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal.

4) Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk sindrom CREST dan Scl (penanda serologis untuk skleroderma).

h. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:

1) Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III

2) Antibodi antifosfolipid

3) Faktor V Leiden

4) Prothrombin

5) Homosisteinemia

F. Pemeriksaan RadiologiUSG Doppler, echokardiografi , ComputedTomograghy (CT) scan dan Magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk menyingkirkan sumber emboli proksimal. USG Doppler dan pletismografi diperlukan untuk mengetahui adanya oklusi distal. Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan gambaran lesi oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang (medium) diselingi gambaran segmen normal, tanda Martorell atau gambaran kolateral pembuluh darah seperti corkscrew, spider legs, or tree roots meskipun gambaran ini dapat juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST (Calcinosis, Raynauds phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactyly and telangiectasia), di arteri proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma dan sumber emboli lain.G. Diagnosis Banding1) Neuropati perifer, penyakit ateroskerosis perifer, emboli dan trombosis arteri, trombosis perifer idiopatik

2) Artritis Takayasu, sindrom CREST

3) Keadaan hiperkoagulasi, systemic lupus erythematosus, skleroderma4) Trauma okupasi, acrocyanosis, frostbite, ulkus neurotropik

H. Komplikasi1) Ulkus

2) Gangren yang menyebabkan amputasi

I. PenangananTujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang dapat dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk penyakit, memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi rasa sakit akibat iskemi, mengobati tromboflebitis, memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.

Terapi non bedah

a. Berhenti merokok merupakan salah satu cara mengatasi progresivitas penyakit.

b. Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu menghambat agregasi platelet.

c. Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi penyakit ini.

d. Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 sehingga memiliki kemampuan vasodilatasi. Pada peneltian de Haro dkk. (2012) menghasilkan perbaikan kondisi klinis penyembuhan ulkus dan gambaran angiografi .Bosentan selama 28 hari lebih efektif dibandingkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus (Flesinger dkk. 1990).

e. Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan etiopatologi penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Saha dkk. (2001) menunju kan bahwa obat ini dapat meningkatkan 20 kali lipat jarak klaudikasio dan menghilangkan nyeri pada saat istirahat.

f. Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti infl amasi non steroid mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.

g. Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF). Isner dkk. (1998) menyuntikkan total 4000 g VEGF165 plasmid DNA dengan dua kali penyuntikan intramuskular (2000 g VEGF165 plasmid DNA pada awal dan 2000 g VEGF165 plasmid DNA pada akhir minggu keempat) memberikan hasil menjanjikan dalam penyembuhan ulkus akibat iskemi dan menghilangkan nyeri saat istirahat.h. Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell (WBMSC) menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus, menghilangkan nyeri iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko amputasi tungkai. i. Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal penghantar nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibisi serabut saraf simpatis.

Terapi Bedah

a. Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf simpatis.

b. Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan nyeri saat istirahat.17

c. Operasi bypass arteri menunjukkan hasil baik.

J. SimpulanPenyakit Buerger merupakan penyakit inflamasi segmental pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. Penyakit ini berbeda dengan vaskulitis lain dan memerlukan ketelitian diagnosis. Penyebab penyakit ini belum diketahui tetapi faktor merokok, imunitas dan genetik saling berkaitan dan diduga berperan penting terhadap progresifivitas penyakit ini. Belum ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis pasti. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik. Penanganan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi progresivitas, mengurangi komplikasi; dapat dilakukan dengan pendekatan non bedah dan bedah. Deteksi dini sangat membantu mengatasi gejala dan dapat mengurangi komplikasi.

Kelainan Pembuluh Darah

Tidak memungkinkan

Iskemia Tungkai Akut

Viabel

Mengancam

Permanen

Heparin

Heparin

Amputasi

Pelaksanaan dan Evaluasi risiko

Pencitraan darurat

Teknik pencitraan semi darurat

Pembuatan keputusan

Treombektomi dan Trombolisis

Memungkinkan

Tidak memungkinkan

Lesi penyebab

Revaskularisasi terbuka

Revaskularisasi endovaskular

Memungkinkan ~>Lakukan

Memungkinkan ~> Lakukan

Tidak memungkinkan

Ya

Tidak

Terapi medis

Iskemia Tungkai Kritis

Nyeri saat istirahat

Gangren, lesi iskemia

Kontrol nyeri

Kontrol nyeri (morfin), Rawat luka, Terapi infeksi (antibiotik)

Revaskularisasi segera

Memungkinkan

Tidak memungkinkan

Revaskularisasi endovaskular

Teknik gagal (endovaskular tidak sesuai)

Revaskularisasi bedah

Penilaian klinis dan non klinis

Tidak baik

Kontrol faktor resiko, Kontrol nyeri (morfin), Rawat luka

Prostaglandin, pertimbangkan stimulasi korda spinalis

Baik

Kontrol faktor resiko kardiovaskular

Amputasi Rehabilitasi

Arteri

Vena