Laporan Fisiologi - Mata

download Laporan Fisiologi - Mata

If you can't read please download the document

description

kuliah

Transcript of Laporan Fisiologi - Mata

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGIPemeriksaan Ketajaman Penglihatan dan Buta Warna

Disusun oleh:Nama: Rosalia Septaviana RNIM: 41130059Kelompok: 3

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANAYOGYAKARTA2014/2015

I. HASIL

1. Uji Ketajaman Penglihatana. Data NaracobaNama Naracoba:Mega Dwi Putri S.

NIM:41130029

Kelompok:3.4

Tanggal:Jumat, 25 September 2015

Jam:13.00-15.00 WIB

Jenis Kelamin:Perempuan

Usia:20 tahun

Praktikan:M. Shinta Frennanda (41130015)Beatric Chindy W (41130027)Rosalia S.R (41130059)Yosaphat Aditya (41130077)Putu Damaya (41130078)

b. HasilPengakuan refraksi mata naracoba sebelum pemeriksaan: OD (occulus dexter): miopi dan astigmatismOS (occulus sinister): miopi dan astigmatismVisus sebelum dikoreksi:OD (occulus dexter): 4/60OS (occulus sinister): 4/60Visus setelah dikoreksi dengan lensa sferis +0,5D:OD (occulus dextra): (tidak dilakukan)OS (occulus sinister): (tidak dilakukan)

2. Tes Buta Warnaa. Data NaracobaNama Naracoba:Yosaphat Aditya M.

NIM:41130077

Kelompok:3.4

Tanggal:Jumat, 25 September 2015

Jam:13.00-15.00 WIB

Jenis Kelamin:Laki-laki

Usia:20 tahun

Praktikan:M. Shinta Frennanda (41130015)Beatric Chindy W (41130027)Rosalia S.R (41130059)Yosaphat Aditya (41130077)Putu Damaya (41130078)

Tes Buta Warna:Pernah, 2013

b. HasilNo.NaracobaPembanding (dianggap normal)

1.1212

2.88

3.55

4.2929

5.7174

6.77

7.4545

8.22

9.xx

10.1516

11.bisa merunutbisa merunut

12.3535

13.9696

14.bisa merunut 2 garisbisa merunut 2 garis

II. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, dilakukan 2 jenis tes dan uji, yaitu:a. Uji Ketajaman PenglihatanUji ketajaman penglihatan bertujuan untuk mengetahui fungsi penglihatan kedua mata secara terpisah. Ketajaman penglihatan atau visus dapat diukur menggunakan kartu Snellen, dan apabila penglihatan masih kurang maka tajam penglihatan dapat diukur dengan menentukan kemampuan hitung jari, lambaian tangan maupun proyeksi sinar. Kartu Snellen dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu dan pusat optik mata (nodal point) membentuk sudut sebesar 5 pada jarak tertentu. Pemeriksaan ketajaman penglihatan menggunakan kartu Snellen dilakukan secara langsung, pada mata kanan dan kiri satu persatu, dengan memperlihatkan seri gambar simbol dengan ukuran berbeda pada jarak tertentu terhadap pasien dan menentukan ukuran huruf terkecil yang dapat dikenali pasien. Sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter atau 20 kaki, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi). Sinar yang berasal dari suatu titik pada jarak 6 meter dapat dianggap sebagai sinar-sinar sejajar, atau seolah-olah berasal dari titik yang letaknya pada jarak tak terhingga di depan mata. Jika ada berkas sinar yang masuk, maka rangsangan tersebut akan diteruskan mulai dari kornea pupil dan terakhir ke retina. Kemudian, melalui nervus opticus akan berlanjut ke lobus occipitalis (area 17) sebagai pusat penglihatan pada cerebrum. Bagian lobus occipital kanan akan menerima rangsangan dari mata kiri, dan sebaliknya. Di dalam lobus ini, rangsangan akan diolah kemudian diinterpretasikan. Ketajaman penglihatan atau visus dinyatakan dalam rumus V=d/D, dimana V adalah visus; d adalah jarak antara pasien ke kartu Snellen (5 meter/6 meter/20 kaki); dan D adalah jarak seharusnya huruf itu bisa dibaca oleh orang normal. Visus (V) dipengaruhi oleh kemampuan lensa mata untuk dapat membiaskan berkas cahaya pada satu titik tepat di retina tanpa akomodasi (kemampuan lensa untuk mencembungkan diri, yang terjadi akibat kontraksi otot-otot siliar yang terletak pada badan siliar). Akibat daya akomodasi, daya bias lensa bertambah sehingga titik-titik yang letaknya lebih dekat pada mata dibiaskan jatuh tepat pada retina atau disebut juga emmetropia. Apabila didapat V = 6/6 berarti orang tersebut dapat melihat huruf pada jarak 6m, yang pada orang normal juga dapat dilihat pada jarak 6 meter, yang berarti visusnya normal (emmetropia). Namun, pada hipermetropi fakultatif juga dapat diperoleh visus 6/6, untuk membedakannya dengan emmetropia, digunakan lensa sferis +0,5 D. Jika visus tetap 6/6, pasien mengalami hipermetrop fakultatif. Sedangkan jika visus menjadi kurang dari 6/6, pasien mempunyai mata emmetrop. Apabila V = 6/50 berarti pasien hanya mampu membaca pada jarak 6 meter dimana orang normal mampu membaca huruf pada jarak 50 meter. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen di jarak 6 meter, maka dilakukan uji hitung jari mulai dari jarak 5 meter hingga 1 meter sampai pasien mampu melakukan uji hitung jari. Jari dapat terlihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Jika pasien mampu membaca hitung jari pada jarak 2 meter, V = 2/60. Apabila hitung jari tidak dapat dibaca dengan benar pada jarak 1 meter, dilanjutkan dengan uji lambaian tangan. Lambaian tangan dapat dilihat oleh orang nomal pada jarak 300 meter. Jika pasien mampu menentukan lambaian tangan horizontal/vertikal, V = 1/300. Apabila pasien tidak mampu melakukan uji lambaian tangan, dilakukan proyeksi sinar. Jika pasien bisa melihat adanya cahaya, V = 1/. Jika pasien tidak bisa membedakan gelap terang, V = 0.Selain pada hipermetropi, penurunan visus dapat terjadi pada kelainan refraksi seperti miopi (rabun jauh) dan astigmatisme (silinder). Saraf penglihatan yang terganggu juga dapat menyebabkan penurunan visus.Pada praktikum, diperoleh visus naracoba V=4/60 untuk mata kanan (OD) dan mata kiri (OS). Sebelum dilakukan pemeriksaan, naracoba mengakui bahwa naracoba mengalami miopi dan astigmatisme sekaligus di kedua mata. V= 4/60 menunjukkan bahwa naracoba hanya mampu melakukan hitung jari dengan benar pada jarak 4 meter, dimana orang dengan visus normal mampu melakukannya pada jarak 60 meter. Penurunan visus ini terjadi karena naracoba mengalami miopi dan astigmatisme di kedua mata. Pada penderita miopia, pembiasan sinar akan dijatuhkan tanpa akomodasi di depan retina, sehingga penderita akan sulit melihat benda pada jarak jauh dengan jelas. Miopi dapat disebabkan karena sumbu mata (jarak kornea-retina) terlalu panjang (miopia axial) dan/atau daya bias kornea, lensa, atau akuos humor terlalu kuat (miopia refraktif). Pasien miopi biasanya mengeluh sakit kepala, disertai juling, celah kelopak yang sempit dan melihat lebih jelas bila benda sangat dekat. Pasien miopia juga mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata untuk mendapatkan efek pinhole. Astenopia konvergensi (cepat lelah dalam melihat) juga muncul karena pasien miopi memiliki punctum remotum yang dekat sehingga mata terlalu dalam. Jika kedudukan mata yang terlalu dalam ini menetap, akan terjadi juling ke dalam. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis (-) terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.Selain menderita miopi, naracoba juga menderita astigmatisme di kedua mata. Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana mata memfokuskan cahaya pada banyak titik, bisa pada satu sumbu penglihatan (astigmatisme reguler) atau tidak pada satu sumbu (astigmatisme irreguler). Astigmatisma dapat terjadi karena adanya kelainan permukaan kornea yang tidak teratur (90%), kekeruhan lensa, poligenetik/polifaktorial. Pada astigmatisma, tajam penglihatan hampir selalu kurang dari 6/6. Untuk memperoleh tajam penglihatan terbaik, digunakan lensa silinder supaya semua titik pembiasan jatuh pada makula lutea. Jika penglihatan masih kurang baik, bisa ditambahi dengan lensa sferis negatif maupun positif (sesuai kondisi).Hipermetrop (rabun dekat) adalah kelainan dimana mata memfokuskan sinar ke belakang retina tanpa akomodasi. Hipermetrop dibagi menjadi dua, yaitu hipermetrop fakultatif (yang bisa dikoreksi) dan absolut (tidak dapat dikoreksi). Hipermetropi dapat disebabkan kerana sumbu mata (jarak kornea-retina) terlalu pendek dan/atau daya bias kornea/lensa/akuos humor terlalu lemah, atau bisa juga karena kelengkungan lensa atau kornea kurang sehingga fokus jatuh di belakang retina. Pasien hipermetrop akan mengeluh lelah, pusing dan sakit kepala. Hal ini dikarenakan pasien memaksakan matanya untuk selalu melakukan akomodasi agar mendapat tajam penglihatan terbaik. Penderita hipermetropi dapat dikoreksi dengan diberi lensa sferis (+) yang terbesar agar mendapat tajam penglihatan terbaik tanpa akomodasi.

b. Tes Buta Warna (Ishihara) Uji buta warna dengan menggunakan tes Ishihara bertujuan untuk menemukan ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna dan mengetahui ada tidaknya gangguan penglihatan persepsi warna.Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda, diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna dipengaruhi susunan saraf dan psikis pengamat warna. Warna merupakan corak gelombang dengan kejenuhan warna putih. Warna ditentukan oleh panjang gelombang sinar. Warna terlihat akibat gelombang elektromagnitnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 nm. Berikut jenis gelombang warna: Warna primer: warna dasar pada pigmen sel kerucut. Terdapat 3 warna dasar yaitu biru (gelombang pendek, 450 nm); hijau (gelombang sedang, 540 nm) dan merah (gelombang panjang, 655 nm). Warna komplemen: warna yang apabila dicampur dengan warna primer akan menjadi putih.Terdapat gelombang yang menimbulkan spektrum sinar tertentu. Bila gelombang panjang dicampur gelombang pendek maka akan menghasilkan warna dengan intensitas tertentu, tergantung seberapa banyak campuran yang digunakan. Warna kuning merupakan warna campuran, mempunyai panjang gelombang 570 nm. Penglihatan warna dibangkitkan oleh gelombang elektromagnetik yang diserap oleh pigmen retina yang fotosensitif, kemudian akan diteruskan ke korteks pusat penglihatan warna di otak. Retina masih dapat menerima rangsang diatas gelombang panjang (655 nm), sedangkan gelombang di bawah 360 nm akan dikeluarkan oleh lensa. Bila suatu panjang gelombang terletak diantara panjang gelombang 2 pigmen, maka akan terjadi penggabungan warna.Buta warna adalah penglihatan warna yang tidak sempurna. Pasien kurang atau tidak dapat membedakan warna yang dapat terjadi akibat kongenital atau karena penyakit tertentu. Buta warna lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 20:1. Buta warna kongenital biasanya berhubungan dengan kromosom X yang berhubungan dengan buta merah hijau. Biasanya bersifat tidak progresif dan tidak dapat diobati. Buta warna yang timbul kemudian dalam kehidupan dapat terjadi karena kelainan pada makula, seperti retinitis sentral dan degenerasi makula sentral. Buta warna dapat dikenal dalam berbagai bentuk seperti:1. Trikomat: keadaan dimana pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan warna tetapi interpretasinya berbeda dengan orang normal. Trikomat anomali: pasien mempunyai 3 pigmen kerucut tetapi salah satunya tidak normal. Protanomali: diperlukan lebih banyak merah untuk bergabung menjadi kuning baku. Diturunkan X linked. Deutranomali: cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku. Diturunkan X linked. Tritanomali: cacat pada melihat warna biru, yang diturunkan secara dominan pada 0.1% pasien. Akan sukar membedakan warna biru dengan kuning.2. Dikromat: keadaan dimana pasien hanya memiliki 2 pigmen kerucut dan mengakibatkan kesulitan melihat warna tertentu. Protanopia: tidak kenal merah Deutranopia: tidak kenal hijau Tritanopia: tidak kenal biru sulit membedakan warna merah dari kuning3. Monokromat: keadaan dimana seseorang hanya memiliki 2 pigmen kerucut sehingga hanya mampu membedakan warna hitam dan putih. Disebut juga akromaptosia atau buta warna total, merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Penderita akan sering mengeluh ketajaman penglihatan menurun (biasanga V= 6/30), fotofobia (merasa silau), nistagmus dan bersifat autosomal resesif. Monokromatisme rod (batang): dimana terdapat kelaianan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti visus menurun, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, hemeralopia (buta siang). Pada pemeriksaan terlihat makula dengan pigmen abnormal. Monokromatisme conus (kerucut): dimana terdapat hanya sedikit yang cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak ada nistagmus.Menurut hukum Kollner, cacat penglihatan merah-hijau merupakan lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan. Sedangkan pada cacat penglihatan biru-kuning merupakan kelainan pada epitel sensori retina atu lapis kerucut/batang retina. Terdapat pengecualian pada hukum ini, yaitu: Cacat merah-hijau disebabkan oleh: degenerasi makula (kerusakan pada sel ganglion retina), degenerasi makula juvenil, degenerasi makula Stargardt dan fundus flavimakulatus, kelainan saraf optik, keracunan, keracunan tembakau, neuritis retrobulbar, atrofi optik Leber dan lesi kompresi pada traktus optik. Cacat biru-kuning disebabkan oleh: neuropati optik iskemik, atropi optik pada glaukoma, atrofi optik diturunkan dominan, atrofi sekunder retina sebelah luar, degenerasi makula juvenil, peningkatan tekanan intraokular, ablasi retina, degenerasi pigmen retina, degenerasi makula senilis dini, miopia, korioretinitis, oklusi pembulus darah retina, retinopati diabetik, hipertensi, papiledema dan keracunan metil alkohol.Cara pemeriksaan persepsi warna dilakukan dengan tes Ishihara, anomaloskop, uji Farsnworth 100 Hue dan OA HRR (Hardly Rand Rittler).Tes Ishihara merupaan tes untuk mengetahui defek penglihatan warna didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Setiap gambar memiliki rangkaian titik-titik warna dengan berbagai ukuran yang disusun dengan pola besar-besar untuk membentuk angka-angka. Fungsi konus merah dan hijaulah yang paling diujikan pada tes ini. Angka-angka dibuat besar untuk membantu orang dengan penglihatan buruk agar dapat melihat jelas. Gambar pertama adalah gambar uji yang mengidentifikasi orang-orang yang ketrampilan membaca atau tingkat tajam - penglihatannya tidak memungkinkan untuk menjalani tes. Jika pasien tidak dapat membaca, minta pasien menyusuri dengan jarinya pola berwarna pada gambar untuk orang buta huruf.Pada praktikum yang telah dilakukan, naracoba menjawab 12 gambar dari 14 gambar dengan benar. Hal ini belum dikatakan naracoba mengalami buta warna, dikatakan buta warna apabila seseorang tidak mampu menjawab lebih dari 2 gambar warna. Naracoba hanya mampu menjawab 12 gambar mungkin dikarenakan posisi membaca yang tidak tegak lurus dari pandangan naracoba, sehingga mempersulit pembacaan dan waktu membaca yang singkat (kurang dari 3 detik) sehingga tidak terlalu tepat membaca gambar.

III. KESIMPULAN

Pada pemeriksaan ketajaman penglihatan didapatkan hasil V = 4/60 pada OD dan OS, yang berarti naacoba hanya mampu membaca hitung jari pada jarak 4 meter, dimana orang normal dapat melakukan hitung jari pada jarak 60 meter. Hal ini dikarenakan naracoba mengalami miopi dan astigmatism di kedua mata. Miopi adalah kelainan refraksi mata, dimana fokus sinar dijatuhkan di depan retina tanpa akomodasi. Sedangkan astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata, dimana pembiasan sinar tidak hanya difokuskan pada satu titik, tetapi banyak titik. Pada pemeriksaan buta warna menggunakan Tes Ishihara, didapatkan hasil yang normal, naracoba mampu membaca 12 gambar dari 14 gambar.

IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC2. Ilyas S., Mailangkay H.H.B., Taim H., Saman Raman R., Simarmata Monang., Widodo Purbo S. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI3. Ilyas S., Tanzil M., Salamun, Azhar Z. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI4. Ilyas, Sidarta. 1998. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI5. Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI6. Jane Olver & Lorraine Cassidy.2009. At a Glance Oftalmologi. Jakarta: Erlangga7. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC