LAPORAN FISIOLOGI

28
BAB I PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan Spirometer B. Waktu, Tanggal Praktikum Rabu, 13 Maret 2013 C. Tujuan Mahasiswa dapat : a. Menjelaskan pemeriksaan spirometri b. Melakukan pemeriksaan spirometri c. Menganalisa hasil pemeriksaan D. Dasar Teori Sebagian besar jaringan di tubuh manusia membutuhkan O 2 untuk menghasilkan energi, sehingga penyediaan O 2 harus tersedia agar jaringan- jaringan tersebut dapat melakukan fungsi mereka secara normal. CO 2 merupakan produk dari metabolisme aerobik, dan harus dikeluarkan dari jaringan tubuh. Sistem pernapasan mempunyai fungsi utama yaitu mengambil O 2 dari atmosfer ke dalam sel dan untuk mengeluarkan CO 2 yang dihasilkan oleh metabolisme sel (Levitzky, 2007 ). Proses tersebut biasa disebut dengan proses respirasi. Menurut Ganong (2009), respirasi meliputi dua proses, yaitu: 1. Respirasi eksternal 1

Transcript of LAPORAN FISIOLOGI

Page 1: LAPORAN FISIOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan Spirometer

B. Waktu, Tanggal Praktikum

Rabu, 13 Maret 2013

C. Tujuan

Mahasiswa dapat :

a. Menjelaskan pemeriksaan spirometri

b. Melakukan pemeriksaan spirometri

c. Menganalisa hasil pemeriksaan

D. Dasar Teori

Sebagian besar jaringan di tubuh manusia membutuhkan O2 untuk

menghasilkan energi, sehingga penyediaan O2 harus tersedia agar jaringan-

jaringan tersebut dapat melakukan fungsi mereka secara normal. CO2

merupakan produk dari metabolisme aerobik, dan harus dikeluarkan dari

jaringan tubuh. Sistem pernapasan mempunyai fungsi utama yaitu

mengambil O2 dari atmosfer ke dalam sel dan untuk mengeluarkan CO2

yang dihasilkan oleh metabolisme sel (Levitzky, 2007). Proses tersebut biasa

disebut dengan proses respirasi. Menurut Ganong (2009), respirasi meliputi

dua proses, yaitu:

1. Respirasi eksternal

Proses ini berupa penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh.

Respirasi eksternal ini masih dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu:

a. Ventilasi pulmonari

Ventilasi pulmonari merupakan tahapan dimana udara dapat

bergerak dan mengalir di antara atmosfer dan alveoli paru. Pada

dasarnya udara mengalir masuk dan keluar dari paru-paru karena

adanya perbedaan tekanan. Dalam kondisi normal, udara atmosfir

bertekanan 760mmHg sehingga dibutuhkan mekanisme ventilasi

paru yang mencakup 2 fase. Fase-fase tersebut diperlukan agar

1

Page 2: LAPORAN FISIOLOGI

terjadi perbedaan tekanan gradien antara atmosfir dan alveolus

(Asih, 2004). Fase- fase terpenting itu adalah

1) Inspirasi

Inspirasi merupakan bagian dari proses pernapasan.

Inspirasi diprakarsai oleh kontrol pernapasan di medula

oblongata. Medula oblongata merangsang saraf- saraf pernafasan

sehingga menyebabkan kontraksi otot diafragma dan interkostal .

Hal tersebut dapat menyebabkan bertambah luasnya rongga dada

dan terjadi penurunan tekanan di rongga pleura. Diafragma

merupakan struktur berbentuk kubah yang memisahkan rongga

dada dan perut . Otot ini jga paling penting dalam proses

inspirasi. Ketika mengkontraksi, diafragma bergerak ke bawah

dan berbentuk mendatar.hal tersebut akan memperluas rongga

thoraks. Otot-otot interkostalis eksternal menghubungkan tulang

rusuk yang berdekatan sehingga ketika otot tersebut berkontraksi

maka tulang rusuk pun tertarik ke atas dan ke depan. Hal ini

menyebabkan peningkatan volume rongga thoraks. Akibatnya

tekanan di dalam rongga thoraks menjadi lebih rendah dari

tekanan di atmosfer dan udara dari atmofer pun mengalir menuju

ke alveolus (Richardson, 2003).

2) Ekspirasi

Ekspirasi secara normal tanpa memerlukan kontraksi otot

karena adanya elastic recoil pada paru-paru. Fase isi terjadi ketika

otot diafragma dan intercostalis externus mengalami relaksasi.

Namun, otot-otot interkostal internal dan otot ekspirasi lainnya

dapat berkontraksi jika terjadi ekspirasi maksimum (Richardson,

2003).

2

Page 3: LAPORAN FISIOLOGI

Gambar 1. (Faller, 2004)

b. Pertukaran gas antara alveolus dan kapiler paru

Alveolus paru berbatasan dengan kapiler. Tekanan O2 alveolus

rata-rata sebesar 104 mmHg dan tekanan O2 pada kapiler paru

40mmHg. Perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan oksigen

berdifusi ke dalam kapiler paru. Sedangkan didalam kapiler paru

tekanan CO2 darah yang masuk di kapiler paru sebesar 45 mmHg

sedangkan Tekanan CO2 di alveolus 40 mmHg. Perbedaan tekanan

itupun mengakibatkan CO2 dari kapiler dapat berdifusi ke dalam

alveolus (Guyton, 2009).

3

Page 4: LAPORAN FISIOLOGI

Gambar 2. (Faller, 2004)

2. Respirasi internal

Respirasi internal merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara

kapiler sistemik dengan jaringan.ketika darah arteri sampai ke jaringan

perifer. Tekanan O2 dalam kapiler masih 95 mmHg. Sedangkan dalam

jaringan rata-rata hanya 40 mmHg. Perbedaan tekanan awal ini akan

menyebabkan O2 berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam

jaringan. O2 yang berdifusi terlalu cepat tersebut mengakibatkan tekanan

O2 kapiler turun hingga 40mmHg. CO2 pun meresap kearah yang

bertentangan karena adanya perbedaan tekanan pada arteri yang masuk

jaringan kira-kira 46mmHg dan vena yang meninggalkan jaringan

40mmHg (Guyton, 2009).

Gambar 3. (Guyton, 2009) Gambar 4. (Guyton, 2009)

Perubahan pada volume paru statik dan dinamik yang terjadi

selama pernafasan dapat diukur dengan menggunakan spirometer. Hasil

pengukuran tersebut disebut spirogram. Pada pengukuran tersebut

4

Page 5: LAPORAN FISIOLOGI

inspirasi digambarkan sebagai defleksi ke atas sedangkan ekspirasi

digambarkan sebagai defleksi ke bawah (Sheerwood, 2011).

Menurut Guyton (2009), volume dan kapasitas paru, dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang dapat diinspirasi atau

diekspirasi pada pernafasan normal. Pada laki-laki dewasa nilainya

berkisar 500 ml.

b. Volume cadangan inspirasi (VIC) adalah volume udara maksimal

yang dapat diinspirasikan setelah volume tidal normal bila dilakukan

dengan inspirasi maksimum. Nilainya biasanya dapat mencapai 3000

ml.

c. Volume cadangan ekspirasi (VEC) adalah volume udara maksimal

yang dapat diekspirasikan melalui ekspirasi kuat/ maksimal pada

akhir ekspirasi tidal normal.Nilai normalnya biasanya sekitar 1100

ml

d. Volume residual (VR) adalah volume udara yang tersisia dalam paru

setelah melakukan ekspirasi kuat. Volume ini besarnya kira-kira

1200 ml .

e. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat dihirup

seseorang , dan dimulai dari ekspirasi normal hingga pengembangan

paru pada jumlah maksimum. Besarnya didapatkan dengan

penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi

(KV=VT+VCI) dan nilai rata-ratanya 3500 ml.

f. Kapasitas residual fungsional (KFR) adalah jumlah udara yan masih

tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal. Jumlah udara ini

didapatkan dengan penambahan volume residual dan volume

cadangan ekspirasi (KFR=VR+VCE) dan nilai rata-ratanya 2300 ml.

g. Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimum udara yang dapat

dikeluarkan dari paru setelah inspirasi maksimum. Jumlah tersebut

dapat dihitung dari Volume tidal + Volume cadangan ekspirasi +

Volume cadangan inspirasi dengan nilai rata-rata 4600 ml.

5

Page 6: LAPORAN FISIOLOGI

h. Kapasitas paru total (KPT) adalah volume udara maksimum yang

dapat ditampung paru dengan inspirasi sekuat mungkin . Jumlah ini

dihitung dari inspirasi dan nilai rata-ratanya 5700 ml.

Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20-25% lebih

kecil jika dibandingkan dengan laik-laki (Guyton, 2009).

Gambar. 5 (Guyton, 2009)

Spirometri adalah metode untuk menilai fungsi paru-paru dengan

mengukur volume udara yang pasien mampu mengusir dari paru-paru

setelah inspirasi maksimal. Ini adalah metode yang dapat diandalkan

membedakan antara gangguan saluran napas obstruktif (misalnya PPOK,

asma) dan penyakit restriktif (dimana ukuran paru-paru berkurang,

misalnya fibrotik paru-paru penyakit).

Fungsi dilakukanya spirometri yaitu :

1. Mengetahui fungsi faal paru

2. Sebagai pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis

3. Pemeriksaan sebelum pembedahan

4. Mengetahui respon terapi

5. Mengetahui progresifitas penyakit

Indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan spirometri

INDIKASI KONTRAINDIKASI

Deteksi penyakit paru Hemoptosis

Riwayat penyakit paru Pneumothorak

Sakit dada atau ortopneu Status kardiovaskular tidak stabil

Kelainan dinding dada Infark miokard

6

Page 7: LAPORAN FISIOLOGI

Sianosis Emboli paru

Clubbing finger Aneurisma serebri

Penderita batuk kronik dan

produktif

Pasca bedah mata

Evaluasi perokok > 40 tahun Aneurisma toraks

Penderajatan asma akut kecemasan

Akan menjalani pembedahan

Pemeriksaan berkala untuk

progresifitas penyakit

Pasien yang akan melakukan

reseksi paru

Syarat – syarat pemeriksaan spirometri dikatakan valid,yaitu

1. Awalan pemeriksaan harus tegas

2. Pemeriksaan sampai selesai

3. Ekspirasi minimal 6 detik

4. Cepat mencapai puncak

5. Ada 3 hasil yang repodusibel

Syarat – syarat pasien sebelum pemeriksaan spirometri :

1. Tidak boleh memakai baju ketat

2. Tidak boleh terlalu kenyang

3. Tidak boleh merokok 2 jam sebelum pemeriksaan

4. Tidak boleh memakai bronchodilator 8-24 jam

E. Alat dan Bahan

1. Spirometer

2. Tisu

3. Tinta spirometri

4. Mouth piece dispossable

5. Penjepit hidung

F. Cara Kerja

Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru

a. Siapkan alat pencatatan atau spirometri.

7

Page 8: LAPORAN FISIOLOGI

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi

probandus menghadap alat.

c. Nyalakan alat (power on). Masukan/atur data probandus berupa nama dan

umur.

d. Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus

memasukan mounth piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung

dengan penjepit hidung.

e. Intruksikan probandus untuk bernapas tenang terlebih dahulu untuk

beradaptasi dengan alat.

f. Tekan tombol start alat spirometri untuk memulai pengukuran.

g. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk

ekspresi maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan secara benar akan

keluar data dan kurva di layar spirometri.

h. Bila perlu tanpa melepaskan mounth piece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi yang maksimal.

i. Setelah selesai lepaskan mounth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan

dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).

Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Paru (FVC=Force Vital Capacity)

a. Siapkan alat pencatatan atau spirometri.

b. Jelaskan tujuan dan cara kerja pemeriksaan kepada probandus, posisi

probandus menghadap alat.

c. Nyalakan alat (power on). Masukan/atur data probandus berupa nama dan

umur.

d. Intruksikan probandus untuk inspirasi dalam dari luar alat.

e. Segera setelah siap, tekan tombol start dilanjutkan dengan ekspirasi

dengan kuat melalui alat.

f. Bila perlu tanpa melepaskan mounth piece, ulangi pengukuran dengan

inspirasi dalam dan ekspirasi yang maksimal.

g. Setelah selesai lepaskan mounth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan

dengan mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).

8

Page 9: LAPORAN FISIOLOGI

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Nama Probandus : Fadlil Azka

Umur : 19 tahun

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 70 kg

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan dua kurva

pemeriksaan yaitu kurva kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa paru.

Pada hasil pemeriksaan kapasitas vital paru didapatkan nilai kapasitas vital

sebesar 78%. Volume total 0.85, volume cadangan inspirasi 1.59, volume

cadangan ekspirasi 1.62, kapasitas inspirasi 2.44.

9

Page 10: LAPORAN FISIOLOGI

Hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru didapat angka untuk

FVC 3.61 sedangkan untuk FEV1 sebesar 2.82. Sehingga FEV1/FVC=

2.82/3.61=78.1%. Pada obstructive lung disease indikasinya adalah apabila

FEV1/FVC < 75%. Semakin rendah rasionya semakin parah osbtruksinya.

Kemudian apabila restrictive lung disease indikasinya FEV1/FVC normal

atau meningkat dari standarnya adalah 75-80%.

B. Pembahasan

Hasil percobaan didapatkan bahwa kapasitas vital paru sebesar 78%

dari kapasitas total paru sehingga diperoleh angka dibawah normal (normal

untuk kapasitas vital paru adalah 4800 cc dan 80% dari kapasitas total paru).

Dan nilai kapasitas vital paksa paru sebesar 78.1% sehingga didapatkan

diagnosa restrictive lung disease. Namun data diatas merupakan data hasil

pengamatan pada praktikum yang status fungsional probandus

diperbandingkan dengan status fungsional pada populasi Eropa.

Ketidaksesuaian dalam penggunaan pembanding (pembanding tidak sesuai

karena tidak menggambarkan karakteristik populasi rata-rata yang diamati)

hal ini dapat sangat berbeda dalam beberapa faktor seperti faktor internal dan

faktor eksternal.

Faktor internal meliputi : genetik, umur, jenis kelamin, ras, tinggi

badan dan berat badan. Faktor eksternal meliputi : lingkungan (iklim,

pekerjaan) dan gaya hidup (pola hidup, olahraga). Diketahui bahwa faktor

internal maupun faktor eksternal dari populasi Eropa dan Asia sangat

berbeda, sehingga nilai standarnya pun akan berbeda, sehingga secara tidak

langsung standar dari hasil pengukuran itu kurang tepat digunakan pada

populasi Asia. Maka akan lebih baik digunakan pembanding yang sesuai.

Hasil penelitian TIM Penumobile Project Indonesia 1992 (UNAIR, UI,

Lembaga penelitian UI, field training programe WHO, Oregon university)

yang disajikan dalam bentuk tabel berikut :

FEV1(prediksi untuk warga indonesia) FEV1(Actual) Persentasi (%)

4223 ml 2030 ml 48.07

3759 ml 660 ml 17.55

10

Page 11: LAPORAN FISIOLOGI

Nilai perbandingan probandus menurun, hal ini dapat disebabkan karena :

1. Terjadi reaksi patologi pada saluran pernapasan probandus.

2. Kesalahan teknik pada saat melakukan pengukuran.

Kesalahan prosedur yang dapat mempengaruhi hasil dari grafik spirogram

adalah

1. Inadequate saat ekspirasi.

2. Saat ekspirasi terlalu cepat berhenti.

3. Awal mula ekspirasi tidak pas/terlambat mulai sehingga grafik tidak mulai

dari nol.

4. Ketika proses ekspirasi kemudian batuk.

5. Ada napas tambahan (inspirasi) saat ekspirasi

FEV1 atau Force Expiration Volume in 1 second adalah jumlah udara

yang dihembuskan paksa saat detik pertama. Individu yang sehat dapat

mengekspirasi sekitar 80% dari kapasitas vital dalam detik pertama. Pada

penyakit paru obstruktif seperti asma dan emfisema, ekspirasi biasanya

mengalami gangguan sehingga volume udara yang dihembuskan paksa pada

detik pertama berkurang. Pada individu yang mengalami restriksi jalan napas,

FEV1 cenderung normal tetapi kapasitas vital paru berkurang (Corwin, 2009).

Rasio antara FEV1 dan FVC (Forced Vital Capacity) diinterpretasikan

dalam spirometri sebagai FEV1-0%. Rasio FEV1 dengan FVC normalnya 70-

75%. Apabila menurun, orang tersebut mengalami obstruksi saluran napas

dan jika naik orang tersebut mengalami restriksi jalan napas. Hasil tersebut

bisa berubah karena berbagai faktor, yaitu:

1. Validitas alat

2. Probandus yang ragu-ragu

Walaupun nilai normal yang diperkirakan telah ditentukan untuk

berbagai populasi, nilai tersebut perlu disesuaikan secara berkala, bergantung

dari perubahan status sosioekonomi suatu negara (Jeyaratnam & Koh, 2010).

C. Aplikasi Klinis

Kelainan Restriktif

11

Page 12: LAPORAN FISIOLOGI

1. Sarkoidosis

Sarkoidosis merupakan penyakit yang relatif sering ditemukan

dengan etiologi yang tidak diketahui. Penyakit ini ditandai dengan

pembentukan granuloma nonkaseosa. Wanita lebih sering terkena

dibandingkan dengan laki-laki. Sarkoidosis dapat sepenuhnya bersifat

asimptomatik dan hanya ditemukan secara insidental pada saat

melakukan otopsi atau ditemukan dalam bentuk adenopati bilateral di

daerah hilus pada foto rontgen toraks. Penyakit ini ditandai dengan onset

insidius gangguan respirasi atau gejala konstitusional (demam, keringat

malam, penurunan berat badan), atau dengan onset agresif yang disertai

demam, eritema nodusum, serta poliartritis (Mitchell et al, 2009).

Paru-paru merupakan lokasi lesi yang paling sering ditemukan.

Granuloma yang difus dan tersebar membentuk pola retikulonoduler

pada foto rontgen. Namun, hal ini tidak tampak secara makroskopis

kecuali jika sudah terbentuk fokus tempat menyatunya granuloma. Lesi

paru cenderung sembuh sehingga hanya terlihat sisa jaringan parut yang

mengalami hialiniasi (Mitchell et al, 2009).

2. Pneumokoniosis

Istilah pneumokoniosis berhubungan dengan penyakit paru akibat

inhalasi debu mineral. Pneumokoniosis digunakan dalam menyatakan

keadaan berikut :

a. Kelainan akibat pajanan debu anorganik seperti silika, asbes, dan

timah

b. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batu

bara

c. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas

Oleh karena penumpukan debu tersebut, terjadilah reaksi jaringan

terhadap debu tersebut. Reaksi utama pajanan debu di paru adalah

fibrosis. Pneumokoniosis dibatasi pada kelainan non-neoplasma akibat

debu tanpa memasukkan asma dan PPOK lain, meskipun kelainan

12

Page 13: LAPORAN FISIOLOGI

tersebut dapat terjadi akibat debu dalam jangka waktu lama (Susanto,

2011).

3. Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah gangguan sistem saraf perifer yang

ditandai dengan pembentukan autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin

yang terdapat di daerah motor-end plate otot rangka. Autoantibodi IgG

secara kompetitif berikatan dengan reseptor asetilkolin, mencegah

pengikatan asetilkolin ke reseptor sehingga mencegah kontraksi otot

(Corwin, 2009).

Dengan demikian, miastenia gravis akan berpengaruh pada otot

yang berfungsi dalam pengembangan dada, seperti m. intercostalis

interna dan otot diafragma, sehingga akan mempersulit proses inspirasi.

4. Sindrom Guillain Barre

Sindrom Guillain Barre adalah penyakit sistem saraf perifer yang

ditandai dengan onset mendadak paralisis atau paresis otot. Sindrom ini

terjadi akibat serangan autoimun pada mielin yang membungkus saraf

perifer. Dengan demikian, akson dapat rusak. Gejala sindrom akan hilang

saat serangan autoimun berhenti dan akson mengalami regenerasi.

Namun, disabilitas tetap dapat terjadi apabila selama serangan terdapat

kerusakan badan sel. Biasanya sindrom ini pertama kali menyerang

ekstremitas bawah dan terjadi paralisis yang berkembang ke atas tubuh.

Otot pernapasan pun dapat terkena dan akan menyebabkan kolaps

pernapasan (Corwin, 2009).

Kelainan Obstruktif

1. Asma

Asma dapat didiagnosis menggunakan spirometri, alat yang dapat

mengukur dan mengidentifikasi penurunan kapasitas vital dan penurunan

laju aliran ekspirasi puncak (maksimum). Selama serangan asmatik,

volume ekspirasi maksimum dan laju maksimum ekspirasi menurun

(Corwin, 2006).

2. Bronkietaksis

13

Page 14: LAPORAN FISIOLOGI

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi

bronkus yang bersifat patologis dan dapat berlangsung kronik. Spirometri

pada kasus ringan mungkin dapat bersifat normal tetapi pada kasus berat

ada kelainan obretuksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1

menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai dengan

insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi, kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri,

hipoksemia, hiperkapnia (Corwin,2006).

3. PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit

yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis

dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran

udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel

dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru

terhadap gas atau partikel yang berbahaya.

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan

ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang

persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar

di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok dihentikan.

Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari

PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel,

pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin,

umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan

komorbiditas.

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi

selama hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan

komposisinya, dapat berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko

dan total dari risiko ini akan terintegrasi secara langsung terhadap pejanan

inhalasi yang didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada

selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja

serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu

sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif,

14

Page 15: LAPORAN FISIOLOGI

bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers

itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada

perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna

pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah

pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya

perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi

lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran

pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat.

Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa

ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang telah

terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK

yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar

46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita

penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita

penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok justru didapatkan pada

penderita PPOK sedang dibandingkan dengan derajat keparahan yang lain.

Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada, ternyata prevalensinya

tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang (7,1%,

p<0,02).Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-

debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts) dan bahan-bahan

kimia. Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi

penyebab tingginya insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu

organic dan inorganik berdasarkan analisa studi populasi NHANESIII

didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur 30-75 tahun menderita

PPOK terkait karena pekerjaan. American Thoracic Society (ATS)sendiri

menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan memberikan gejala dan

kerusakan yang bermakna pada PPOK.

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan,

kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan

menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain

itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas

kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan

15

Page 16: LAPORAN FISIOLOGI

bermotor. Kadar sulfur dioksida(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga

dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang

semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru. Pertumbuhan dan

perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada terjadinya PPOK

pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada

saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.

Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif

antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.

16

Page 17: LAPORAN FISIOLOGI

BAB III

KESIMPULAN

1. Respirasi terdiri dari 3 proses utama, yaitu ventilasi pulmonari, respirasi

eksternal, dan respirasi internal.

2. Volume paru terdiri dari 2, volume statis yang terdiri dari volume tidal,

volume residu, volume cadangan ekspirasi, volume cadangan inspirasi, dan

kapasitas vital, dan volume dinamis yang terdiri dari FEV1 dan FVC.

3. Spirometri adalah teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru, dengan

menggunakan spirometer dan hasil pemeriksaan dicantumkan dalam

spirogram.

4. Interpretasi dari pemeriksaan spirometri adalah normal, obstructive,

restrictive, dan mixed.

5. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan spirometri antara

lain adalah faktor probandus, yang meliputi usia, jenis kelamin, genetik, ras,

pekerjaan, riwayat penyakit pernapasan, penyakit jantung, & merokok, faktor

praktikan, dan faktor alat pengujian.

17

Page 18: LAPORAN FISIOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2006. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta. EGC

Corwin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Davis D.E., Wicks J., Powell R.M., Puddicombe S.M., Holgate S.T. 2003.

Airway Remodeling in Asthma. New Insights. J Allergy Clin Imunol

;111(2).

Faller, Adolf et al. 2004. The Human Body An Introduction to structure and

Function.New York: Thieme New York

Ganong, William F. 2009. Review of Medical Physiology Ed.23. New York:

McGraw-Hill Medical Publishing Division

Guyton, Arthur dan John Hall. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:

EGC

Jeyaratnam, J., David, Koh. 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta:

EGC

Levitzky, Michael G. 2007. Pulmonary Physiology Seventh Edition. USA: The

McGraw-Hill Companies, Inc.

Mitchell, Richard N., Kumar, Abbas, Fausto. 2009. Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit. Jakarta : EGC

Niluh, Asih., Effendy Christantie. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien

dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC

Richardson, Marion. 2003. Physiology for Practice : the Mechanisms Controlling

Respiration. NT 14 October 2003 vol 99 no41: 48-50

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta:

EGC

Susanto, Agus Dwi. 2011. Pneumokoniosis. J Indonesian Med Association, Vol :

61 No : 12, Desember 2011.

18