Laporan Final 1

19
Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae Laporan Riset – Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 1 Bab I : Pendahuluan Energi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam menunjang segala bentuk aktivitas manusia selama ini. Mayoritas konsumsi energi di dunia berasal dari bahan bakar fossil. Masalah yang terjadi saat ini adalah sumber bahan bakar fossil saat ini semakin sedikit, keadaan seperti ini dapat menyebabkan terjadinya krisis energi di berbagai belahan dunia, selain itu bahan bakar fossil juga menyebabkan emisi karbon di udara meningkat yang dapat menyebabkan pemanasan global dan juga dapat mengganggu kesehatan manusia. Banyak upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fossil segabai sumber energi yang utama yaitu dengan membuat bahan bakar alternatif. Salah satu bahan bakar alternatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah bioetanol. Etanol adalah salah satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, serta menghasilkan gas emisi karbon yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai 85% lebih rendah) [Daniel et al., 2012]. Pembuatan bioetanol memanfaatkan proses fermentasi dari glukosa menjadi alkohol atau alkoholisasi. Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat melalui proses glikolisis. Asam piruvat tersebut diubah menjadi alkohol melalui dua tahap. Pertama, asam piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid oleh enzim piruvat dekarboksilasle (katalis) dengan melibatkan tiamin pirofosfat. Kedua, asetaldehid oleh enzim alcohol dehydrogenase (katalis) direduksi dengan NADH2 menjadi alcohol. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang biasa digunakan dalam proses pembuatan bioetanol. Khamir Saccharomyces Cerevisiae sudah sejak lama digunakan dalam pembuatan ethanol yang digunakan dalam minuman minuman beralkohol seperti wine dan bir. Penggunaan Saccharomyces Cerevisiae dalam produksi etanol secara fermentasi telah banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat [Narita, 2005]. Saccharomyces Cerevisiae ini lebih sering digunakan dalam proses pembuatan etanol karena fisiologi dan morfologi nya yang sudah lebih dikenal dibandingkan dengan khamir atau fungi lain yang dapat berfungsi sama. Pada saat ini sebagian besar etanol dibuat dengan menggunakan fermentasi dari gula. Etanol sebenarnya dibagi menjadi dua generasi yaitu 1 st generation, dan 2 nd genertaion. Pada 1 st generation bahan baku utama yang digunakan adalah tanaman pangan seperti gula tebu, sorghum, biji-bijian, dan lain-lain. Di Eropa, etanol dibuat secara komersial menggunakan sereal gandum (50%), jelai (20%), dan sugarbeet (30%) [STS, 2005]. Namun proses ini memiliki kendala tersendiri, pemanfaatan tumbuhan yang penting secara ekonomi seperti jagung, gandum ,dan tebu memiliki banyak halangan karena persaingan dengan penggunaannya sebagai sumber makanan manusia, yang mempengaruhi keberlangsungan proses [Grey et al., 2006]. Sementara itu pada 2 nd generation, bahan baku yang digunakan adalah produk sampingan dari pengolahan 1 st generation atau tumbuhan lain seperti bagasse, jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain. Ketersediaan dari bahan baku 2 nd generation ini sangatlah melimpah karena memang bahan baku ini adalah hasil sampingan dari produk utama yang biasanya hanya dibuang saja. Kelimpahan dan kegunaannya yang masih tidak banyak diketahui orang juga membuat harga bahan baku 2 nd generation relatif rendah. Bahan baku ini mengandung polimer gula dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa, yang mana dapat

description

bioethanol

Transcript of Laporan Final 1

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 1

    Bab I : Pendahuluan

    Energi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam menunjang segala bentuk

    aktivitas manusia selama ini. Mayoritas konsumsi energi di dunia berasal dari bahan bakar

    fossil. Masalah yang terjadi saat ini adalah sumber bahan bakar fossil saat ini semakin sedikit,

    keadaan seperti ini dapat menyebabkan terjadinya krisis energi di berbagai belahan dunia,

    selain itu bahan bakar fossil juga menyebabkan emisi karbon di udara meningkat yang dapat

    menyebabkan pemanasan global dan juga dapat mengganggu kesehatan manusia. Banyak

    upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fossil segabai

    sumber energi yang utama yaitu dengan membuat bahan bakar alternatif. Salah satu bahan

    bakar alternatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah bioetanol. Etanol adalah salah satu

    bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, serta menghasilkan gas

    emisi karbon yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai

    85% lebih rendah) [Daniel et al., 2012].

    Pembuatan bioetanol memanfaatkan proses fermentasi dari glukosa menjadi alkohol

    atau alkoholisasi. Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat

    melalui proses glikolisis. Asam piruvat tersebut diubah menjadi alkohol melalui dua tahap.

    Pertama, asam piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid oleh enzim piruvat

    dekarboksilasle (katalis) dengan melibatkan tiamin pirofosfat. Kedua, asetaldehid oleh enzim

    alcohol dehydrogenase (katalis) direduksi dengan NADH2 menjadi alcohol.

    Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang biasa digunakan dalam proses

    pembuatan bioetanol. Khamir Saccharomyces Cerevisiae sudah sejak lama digunakan dalam

    pembuatan ethanol yang digunakan dalam minuman minuman beralkohol seperti wine dan

    bir. Penggunaan Saccharomyces Cerevisiae dalam produksi etanol secara fermentasi telah

    banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika

    Serikat [Narita, 2005]. Saccharomyces Cerevisiae ini lebih sering digunakan dalam proses

    pembuatan etanol karena fisiologi dan morfologi nya yang sudah lebih dikenal dibandingkan

    dengan khamir atau fungi lain yang dapat berfungsi sama.

    Pada saat ini sebagian besar etanol dibuat dengan menggunakan fermentasi dari gula.

    Etanol sebenarnya dibagi menjadi dua generasi yaitu 1st generation, dan 2nd genertaion. Pada

    1st generation bahan baku utama yang digunakan adalah tanaman pangan seperti gula tebu,

    sorghum, biji-bijian, dan lain-lain. Di Eropa, etanol dibuat secara komersial menggunakan

    sereal gandum (50%), jelai (20%), dan sugarbeet (30%) [STS, 2005]. Namun proses ini

    memiliki kendala tersendiri, pemanfaatan tumbuhan yang penting secara ekonomi seperti

    jagung, gandum ,dan tebu memiliki banyak halangan karena persaingan dengan

    penggunaannya sebagai sumber makanan manusia, yang mempengaruhi keberlangsungan

    proses [Grey et al., 2006]. Sementara itu pada 2nd generation, bahan baku yang digunakan

    adalah produk sampingan dari pengolahan 1st generation atau tumbuhan lain seperti bagasse,

    jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain. Ketersediaan dari bahan baku 2nd generation ini

    sangatlah melimpah karena memang bahan baku ini adalah hasil sampingan dari produk

    utama yang biasanya hanya dibuang saja. Kelimpahan dan kegunaannya yang masih tidak

    banyak diketahui orang juga membuat harga bahan baku 2nd generation relatif rendah. Bahan

    baku ini mengandung polimer gula dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa, yang mana dapat

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 2

    dibebaskan denga hidrolisis dan kemudian difermentasi menjadi etanol oleh mikroorganisme

    [Millati et al., 2002; Palmqvist and Hahn-Hargendal, 2000].

    Penggunaan agricultural by-product sebagai bahan baku utama pembuatan etanol

    memiliki keuntungan karena produk sampingan ini sangat berlimpah. kelimpahan

    agricultural by-product disebabkan karena masih kurangnya pemanfaatan dari produk

    sampingan ini untuk digunakan sebagai bahan baku penghasil energi. Pemanfaatan

    agricultural by-product sebagai bahan baku pembuatan etanol dapat mengurangi sampah

    agricultural. Bahan baku agricultural by-product, khususnya bagasse, juga menawarkan

    biaya yang rendah dengan jumlah yang banyak [ORNL, 2007], yang menandakan bahwa

    pengunaan agricultural by-product sebagai bahan baku tidak membutuhkan biaya yang besar.

    Selain itu, penggunaan agricultural by-product tidak berkompetisi dengan produk makanan

    [Yalun et al., 2013]

    Bagasse merupakan produk sampingan utama dari tebu, bagasse merupakan sisa

    padatan yang dihasilkan setelah tebu diambil sari gulanya. Saat ini bagasse biasanya dibakar

    dalam boiler untuk menghasilkan uap dan listrik [Dias et al., 2009]. Jumlah bagasse

    sangatlah banyak, hampir 35% berat dari tebu adalah bagasse [EUBIA, 2006]. Di Indonesia

    sendiri jumlah bagasse sangatlah melimpah dengan banyaknya pabrik pabrik gula yang

    beroprasi di Indonesia. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan limbah bagasse tebu sebesar

    47 juta ton [Rolanda et al., 2012]. Bagasse itu sendiri mengandung 43.6% selulosa, 33.8%

    hemiselulosa, 18.1% lignin, 2.3% abu, 0.8% wax [Sun et al., 2004].

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 3

    Bab II : Tujuan

    Secara umum tujuan dari dilakukannya riset ini adalah untuk mempelajari metode

    dasar pembuatan bioethanol dari khamir Saccharomyces Cerevisiae sebagai agen untuk

    memfermentasikan gula dari agricultural by-product yaitu bagasse. Selain tujuan diatas

    adapun tujuan khusus dari riset ini yakni mempelajari pembuatan media padat, pembuatan

    media cair, penanaman kultur khamir di media padat, pretreatment dan sakarifikasi bagasse,

    serta penanaman kultur khamir di media cair secara aerobik maupun secara anaerobik.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 4

    Bab III : Teori Dasar dan Metode Kerja

    3.1 Teori Dasar

    Pada riset ini akan dibuat bioetanol dengan bahan baku bagasse. Bagasse

    merupakan bahan baku lignoselulosa, lignoselulosa merupakan gabungan dari

    lignin, hemi selulosa dan selulosa [Amit et al., 2007]. Fungsi utama dari lignin

    adalah membentuk struktur pendukung untuk tanaman. Lignin menutupi hemi

    selulosa dan selulosa yang mengandung glukosa, oleh karena itu untuk dapat

    melakukan fermentasi dengan glukosa yang berasal dari bagasse perlu dilakukan

    pretreatment terlebih dahulu yaitu hidrolisis.

    Hidrolisis merupakan suatu proses pemecahan molekul air menjadi H+ dan

    OH- melalui suatu proses kimia. Dalam riset ini, dilakukan hidrolisis lignoselulosa

    yang terdiri dari pretreatment dan hidrolisis selulosa. Proses pretreatment ini

    bertujuan memecahkan hemiselulosa dan lignin. Pemecahan dilakukan dengan

    metode hidrolisis thermochemical dimana bagasse dicampurkan dengan basa kuat

    (NaOH) kemudian dikondisikan dalam suhu dan tekanan tinggi. Sedangkan untuk

    hidrolisis selulosa bertujuan untuk memutuskan ikatan glikosidik yang dilakukan

    dengan melarutkan asam kuat (H2SO4) encer dalam bagasse kemudian

    dikondisikan dalam suhu tinggi.

    Pembuatan etanol dilakukan dengan melakukan proses fermentasi.

    Fermentasi merupakan proses metabolic yang dilakukan oleh mikro organisme

    untuk mengubah karbohidrat seperti gula atau pati menjadi alcohol atau asam.

    Pada riset ini akan digunakan khamir atau yeast Saccharomyces Cerevisae. Pada

    proses fermentasi sample bagasse, yeast Saccharomyces Cerevisae akan

    dimasukkan kedalam larutan sample bagasse. Yeast mengandung enzim invertase

    yang akan mengkatalis dan membantu mengubah sukrosa menjadi glukosa dan

    fruktosa (C6H12O6).

    Invertase

    C12H22O11

    Sukrosa

    + H2O

    Air

    C6H12O6

    Fruktosa

    + C6H12O6

    Glukosa

    Fruktosa dan glukosa yang terbentuk akan bereaksi dengan enzim lain yang

    disebut enzim zymase yang juga terdapat dalam yeast dan berguna untuk

    mengubah glukosa/fruktosa menjadi etanol dan karbon dioksida.

    Zymase

    C6H12O6

    Glukosa / Fruktosa

    2C2H5OH

    Etanol

    + 2CO2

    Karbon dioksida

    Proses fermentasi dilakukan selama 3 hari pada suhu 25C 30C.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 5

    Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, masih tercampur dengan

    berbagai zat lain seperti air, media tumbuh, dan produk sampingan dari proses

    fermentasi yang harus dihilangkan. Untuk mendapatkan etanol yang murni maka

    diperlukan proses destilasi. Destilasi merupakan metode yang sering digunakan

    untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan kondisi yang dibutuhkan

    untuk berubah fasa, seperti perbedaan titik didih. Campuran hasil fermentasi yang

    mengandung etanol akan dipanaskan hingga etanol menguap pada 78.3C, etanol

    yang menguap kemudian dikondensasi hingga menjadi cair kembali.

    Dalam pengukuran kadar etanol, akan digunakan alkoholmeter. Alat ini

    biasanya digunakan dalam industri serta rumah tangga untuk mengukur kadar

    alkohol dalam suatu zat. Prinsip kerja alkoholmeter berdasarkan berat jenis antara

    air dan alkohol. Alkoholmeter dicelupkan kedalam larutan kemudian dilihat angka

    yang ditunjukan pada alkoholmeter. Alkohol yang sifatnya memiliki massa jenis

    rendah akan cenderung menenggelamkan alkoholmeter yang menunjukan kadar

    alkohol dalam larutan cenderung besar. Sebaliknya apabila alkoholmeter

    cenderung mengapung, menandakan bahwa densitas dari larutan tersebut tinggi

    dan kadar alkohol di dalam larutan cenderung sedikit dan banyak zat pengganggu

    lain yang mempengaruhi densitas larutan.

    3.2 Metode Kerja

    3.2.1 Pembuatan Medium Padat

    Dalam pembuatan medium padat digunakan bahan antara lain Yeast

    extract 1 % w/v, Peptone 2 % w/v, Dextrone 2 % w/v, Agar - agar 1.5 %

    w/v. Bahan - bahan tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL dan

    dilarutkan dengan 300 mL akuades. Setelah semua bahan tercampur tutup

    Erlenmeyer dengan aluminium foil agar tidak terjadi kontaminasi. Masukkan

    Erlenmeyer yang berisi campuran bahan kedalam autoclave selama 15 menit

    dengan suhu 121 o dengan tujuan mensterilisasi campuran bahan. Setelah

    selesai dilakukan sterilisasi, segera tuangkan campuran bahan kedalam

    cawan petri agar campuran media yang masih cair tidak membeku dalam

    Erlenmeyer, penuangan campuran bahan ini dilakukan dalam laminar agar

    tetap steril. Dalam menuangkan campuran bahan kedalam cawan petri

    usahakan jangan terlalu tipis atau terlalu tebal agar media padat yang

    dihasilkan dapat digunakan untuk menumbuhkan khamir Saccaromyces

    Cerevisiae. Seteleh itu inkubasi campuran bahan hingga menjadi padat.

    3.2.2 Pembuatan Medium Cair

    Pada proses pembuatan media cair semi-sintetik digunakan bahan

    (NH4)2SO4 5 g/L, K2SO4 6.58 g/L, KH2PO4 3 g/L, MgSO4 0.5 g/L, Yeast

    extract 2 g/L, Glucose 2% w/v. Bahan bahan tersebut dimasukkan kedalam

    botol pereaksi 1000 mL dan dilarutkan dengan 500 mL akuades, setelah itu

    ditera hingga 1000 mL dengan akuades. Setelah Tutup botol pereaksi,

    dalam menutup botol usahakan jangan terlalu keras agar saat disterilisasi

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 6

    dengan autoclave tidak meledak ketika tekanan tinggi. Masukkan botol

    pereaksi yang berisi campuran bahan kedalam autoclave untuk disterilisasi

    selama 15 menit pada suhu 121o. Medium cair ini nantinya akan digunakan

    dalam perkembang biakan khamir Saccaromyces Cerevisiae secara aerobik

    dan anaerobik.

    3.2.3 Penanaman Kultur Yeast di Medium Padat

    Pada penanaman kultur yeast Saccaromyces Cerevisiae di medium

    padat digunakan tusuk gigi untuk alat yang digunakan dalam melakukan

    metode T-streak. Metode T-streak ini dilakukan dengan cara seperti pada

    gambar.

    Gambar 1. Metode T-Streak

    Metode ini bertujuan untuk mendapat kan bentuk koloni tunggal dari kultur

    yeast Saccaromyces Cerevisiae.

    3.2.4 Pretreatment dan Sakarifikasi Bagasse

    A. Pretreatment dan sakarifikasi Bagasse (Thermochemical Hydrolysis

    Bagasse)

    Pada proses pretreatment bagasse digunakan 5 gram bagasse, 250 mL

    NaOH 1% w/v, 250 mL H2SO4 1%. Pada tahap campurkan bagasse

    dengan 250 mL NaOH 1% w/v, kemudian masukkan kedalam autoclave

    dengan suhu 121 o selama 30 menit. Campuran bagasse dan NaOH

    kemudian di saring menggunakan corong Buchner yang diberikan kertas

    saring, labu vakum, dan pompa vakum. Hasil saringan yang berupa

    padatan atau pelet dibilas dengan akuades hingga bersih dari sisa sisa

    NaOH. Pelet yang sudah dibilas selanjutnya dicampurkan dengan 250

    mL H2SO4 1%, kemudian masukkan kedalam autoclave dengan suhu

    121o selama 30 menit. Campuran bagasse dan H2SO4 kemudian disaring

    dengan corong Buchner, labu vakum, dan pompa vakum. Pada

    penyaringan kali ini ambil air hasil saringan yang berupa sample

    bagasse, kemudian masukkan kedalam Erlenmeyer dan tutup dengan

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 7

    aluminium foil. Tujuan dari pretreatment dan sakarifikasi bagasse

    dengan metode Thermochemical Hydrolisis Bagasse ini adalah untuk

    memecah lignin dengan basa dan panas yang terdapat pada bagasse dan

    memutus rantai selulosa dengan asam dan panas yang terdapat pada

    bagasse menjadi rantai pendek glukosa yang natinya akan difermentasi

    dengan yeast Saccaromyces Cerevisiae menjadi etanol.

    B. DNS Method

    Proses ini bertujuan untuk mengukur kadar gula yang terkandung

    dalam bagasse menggunakan kurva standar yang dibuat dengan 5

    larutan gula yang sudah diketahui konsentrasi dan dihitung absorbance-

    nya dengan spektrofotometer. Pada proses tahap pertama ini dibutuhkan

    5 larutan gula dengan konsentrasi 0.75 gr/mL, 0.5 gr/mL, 0.3 gr/mL, 0.2

    gr/mL, 0.1 gr/mL yang masing masing dibuat sebanyak 5 mL. Masukkan sampel sampel tersebut kedalam tabung reaksi menggunakan mikro pipet 1000 L agar dapat mencapai konsentarasi

    larutan yang tepat karena kuantitas larutan yang dipakai dalam proses is

    sangat sedikit. Kemudian masukkan masing - masing 0.5 mL larutan

    glukosa kedalam tabung reaksi dengan mikro pipet 1000 L, tambahkan

    0.5 mL akuades dan 1.5 mL DNS, siapkan juga 1 mL akuades ditambah

    1.5 mL DNS yang akan digunakan sebagai blanko, larutan blanko ini

    digunakan untuk menstandarisasi spektometer sebelum digunakan

    untuk mengukur absorbance dari larutan gula. Masukkan setiap larutan

    gula kedalam kuvette, ukur absorbance masing masing larutan glukosa dengan spektometer dengan panjang gelombang 540 nm,

    panjang gelombang ini digunakan berdasarkan hasil serapan maksimum

    dan bisa didapatkan dengan percobaan. Setelah didapatkan absorbance

    dari larutan gula, buat kurva standar yang bertujuan untuk mendapatkan

    persamaan hukum Lambert-Beer yang nantinya dapat digunakan untuk

    menentukan kandungan gula dalam bagasse.

    Pada proses tahap kedua dibutuhkan sampel bagasse yang sudah

    diencerkan 10x dan 20x, pengenceran ini bertujuan agar konsentrasi

    sampel bagasse tidak terlalu pekat dan dapat dibaca dengan tepat oleh

    spektrofotometer. Sebelum diencerkan sampel bagasse akan dinetralkan

    terlebih dahulu menggunakan KOH 5 M yang ditambahkan secara

    terukur menggunakan mikro pipet, perhitungan pH dilakukan dengan

    pH meter. Masukkan sampet bagasse yang sudah diencerkan dan

    dinetralkan masing masing ke dalam tabung reaksi sebanyak 0.5 mL. Tambahkan 0.5 mL akuades dan 1.5 mL DNS, kemudian tutup tabung

    reaksi dengan aluminium foil agar sampel tidak tereduksi oleh cahaya.

    Panaskan semua sampel bagasse selama 10 menit, tutup tabung reaksi

    dengan klereng agar larutan tidak menyembur keluar saat dipanaskan.

    Setelah 10, ambil sampel dan diamkan pada suhu ruang.

    Pada tahap ketiga akan dilakuan pengukuran absorbance dari

    sampel bagasse. Pindahkan larutan dalam tabung reaksi ke kuvette

    untuk diukur absorbance-nya dalam spektometer dengan panjang

    gelombang 540 nm. Setelah diketahui absorbance danri sampel

    bagasse, persamaan yang sudah didapatkan dalam proses tahap pertama

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 8

    dapat digunakan untuk menentukan kadar gula dalam sampel bagasse

    ini.

    3.2.5 Penanaman Kultur Yeast di Medium Cair secara Aerobik dan

    Anaerobik

    Untuk penanaman kultur di medium cair secara aerobik dibutuhkan

    medium cair sebanyak 100 mL. Tambahkan gula sebanyak 5 gram dan aduk

    hingga larut dengan tujuan mendapatkan larutan dengan 5 % gula. Untuk

    mensterilisasi medium cair yang sudah ditambahkan gula, digunakan

    membrane filter dengan ukuran pori 0.22 m, cara filtrasi dengan membran

    filtrat lebih baik untuk tahap ini jika dibandingkan sterilisasi dengan panas

    dengan alasan panas dapat merusak protein yang ada dalam media cair.

    Medium cair yang sudah steril kemudian di pisahkan ke dalam dua tempat

    yang berbeda dengan perbandigan 50 : 50 dengan tujuan 50 mL untuk

    penanaman kultur secara aerobik dan 50 mL untuk penanaman kultur secara

    anaerobik. Untuk kultur secara aerobik digunakan erlenmeyer buffel flask

    agar yeast dapat menangkap udara dengan baik saat diinkubasi dan untuk

    kultur secara anaerobik digunakan Erlenmeyer biasa. Sebelum inokulum

    Yeast Saccaromyces Cerevisiae dimasukkan kedlam media, akan diukur

    terlebih dahulu optical density-nya dengan menggunakan spektofotometer

    dengan panjang gelombang 660 nm. Sebelum diukur, encerkan inokulum

    sampai 10x. Masukkan inokulum Yeast Saccaromyces Cerevisiae 0.36 mL

    kedalam masing - masing media cair yang sudah dipisahkan. Inkubasi kedua

    media cair, untuk kultur secara aerobik inkubasi dilakukan dalam shaker

    dengan suhu 30 o dan rotasi 200 rpm agar yeast dapat lebih baik menagkap

    udara karena adanya rotasi, dan untuk kultur secara anaerobik inkubasi

    dilakukan dalam oven dengan suhu 30 o.

    3.2.6 Scale Up

    Dalam penanaman kultur yeast secara anaerob dalam skala besar (2

    liter) ini dibuat media cair semi sintetik yang dibuat dari (NH4)2SO4

    sebanyak 10 gram/L, K2SO4 13.16 gram/L, KH2PO4 6 gram/L, MgSO4 1

    gram/L Yeast extract 4 gram/L, dan gula pasir 10% w/v. setelah itu media

    dilarutkan dengan akuades 1950 mL dan inokulum 50 mL ke dalam tabung

    Erlenmeyer 2000 mL. setelah larut kemudian diambil sampel dalam larutan

    ini untuk pengukuran OD. Dalam scale up ini, glukosa yang akan

    difermentasikan tidak lagi didapat dari bagasse karena konsentrasi glukosa

    yang didapat dari metode DNS sebelumnya terlalu kecil dan meleset dari

    perkiraan sehingga akan sulit apabila melanjutkan fermentasi menggunakan

    bagasse sebagai sumber glukosa. Karena itu digunakan gula pasir sebagai

    pengganti sumber glukosa. Media cair tersebut kemudian di sterilkan dan

    dikondisikan anaerobik. Media dimasukan kedalam oven dengan suhu

    sebesar 30 0C selama 3 hari yang bertujuan agar glukosa di dalam larutan

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 9

    yang kita dapatkan benar-benar habis terkonversi menjadi etanol. Setelah 3

    hari, Erlenmeyer di keluarkan dari oven dan di dibiarkan dalam suhu

    ruangan dan etanol siap diukur. Tujuan dari scale up ini adalah untuk

    memperbesar volume glukosa yang difermentasi sehingga hasil etanol akan

    lebih banyak dan pengukuran kadar alkohol dapat dilakukan dengan lebih

    mudah.

    Pengukuran OD (optical density) bertujuan untuk mengetahui jumlah

    yeast saccharomyces cerevisiae sebelum dan sesudah fermentasi.

    Pengukuran OD dari kultur di lakukan pada saat sebelum fermentasi dan

    sebelum fermentasi. Sampel di ambil dengan pipet kemudian di simpan

    (untuk sampel sebelum fermentasi). Setelah fermentasi, diambil sampel dari

    media dengan pipet kemudian dimasukan kedalam kuvet. Ke dalam kuvet

    yang berbeda juga dimasukan sampel sebelum fermentasi serta larutan

    blanko yang didapat dari YPD. Dari ketiga kuvet tersebut di ukur optical

    density dengan metode spektrofotometri.

    3.2.7 Pengukuran Kadar Alkohol

    Dalam pengukuran kadar etanol, ada 2 metode yang dapat diterapkan

    yakni metode analitik dan metode skala rumah tangga / industri. Dalam

    metode analitik, dapat digunakan beberapa alat seperti HPLC (High

    Performance Liquid Chromatography) atau GC-MS (Gas Chromatography

    Mass Spectrometry) yang dapat melihat profil keseluruhan analit didalam

    sampel yang ingin diketahui komponennya.

    Dalam riset ini, akan digunakan pengukuran dengan metode skala

    rumah tangga / industri dengan menggunakan alkoholmeter. Pengukuran

    dilakukan dengan menggunakan air keran (air tawar), alkohol 95% dan

    media cair semi sintetik sebagai pembanding, serta fermentation broth yang

    akan diukur kadar alkoholnya. Air keran dimasukan kedalam silinder ukur

    kemudian alkoholmeter dicelupkan kedalamnya kemudian dilihat angka

    yang tertera dalam alkoholmeter yang menunjukan % alkohol didalam

    larutan. Apabila kadar alkohol semakin tinggi alkoholmeter akan semakin

    tenggelam sebaliknya apabila kadar alkohol semakin rendah maka

    alkoholmeter akan semakin terangkat / mengambang. Percobaan dilakukan

    dengan volume yang berbeda-beda. Kemudian, dilakukan perlakuan yang

    sama seperti air keran terhadap alkohol 95%, media cair dan fermentation

    broth.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 10

    Bab IV : Hasil dan Pembahasan

    4.1 Medium Padat

    Komponen medium padat dengan pengukuran aktual :

    Yeast Extract 1% 3.0050 gr.

    Peptone 2% 6.0559 gr.

    Dextrose 2% 6.0163 gr.

    Agar 1.5% 4.5273 gr.

    Akuades hingga 300 ml

    Gambar 2. Media padat YPD

    4.2 Medium Cair

    Komponen media cair semi-sintetik dengan pengukuran actual dalam 1000 ml :

    (NH4)2SO4 5.00 gr K2SO4 6.58 gr KH2PO4 2.99 gr MgSO4 0.5097 gr Yeast extract 2.0066 gr Glukosa 20.0613 gr

    Akuades hingga 1000 mL

    Gambar 3. Media cair semi sintetik

    4.3 Penanaman Kultur Yeast dalam Medium Padat

    Gambar 4. YPD yang sudah ditumbuhi kultur yeast dengan metode T-Streak.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 11

    4.4 Pretreatment, Sakarifikasi Bagasse dan DNS Method

    Pada awalnya sebelum kami mengukur kandungan gula dalam bagasse,

    digunakan prinsip hukum Lambert-Beer untuk membuat plot grafik hubungan

    antara konsentrasi sampel (glukosa) dengan absorbansinya dengan metode DNS.

    Untuk kalibrasi dibuat larutan blanko yang mendapat perlakuan sama dengan

    sampel namun tidak mengandung sampel.

    Komponen larutan yang diujikan:

    o Sampel 0.5 mL

    o DNS 1.5 mL

    o Akuades 0.5 mL

    Komponen larutan blanko:

    o DNS 1.5 mL

    o Akuades 1 mL

    Untuk sampel bagasse, karena asumsi kami kandungan gula didalam bagasse

    cukup besar, maka kami melakukan pengenceran sebesar 10x dan 20x.

    Konsentrasi Sampel

    (mg/mL)

    Absorbansi

    0.1 0.034

    0.2 0.155

    0.3 0.277

    0.5 0.502

    0.75 0.907

    pengenceran 10x 0.045

    Pengenceran 20x 0.021

    Table 1. Data pengamatan absorbansi pada spektrofotometer

    Dari tabel diatas di buatlah kurva standar untuk mendapatkan persamaan untuk

    mencari nilai kandungan gula didalam sampel uji.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 12

    Grafik 1. Kurva standar sampel glukosa

    Dari persamaan yang didapat dari kurva diatas, dimana:

    Y = 1.3246X - 0.1151

    Dimana Y adalah absorbansi dan X adalah kandungan gula yang terdapat di dalam

    sampel maka didapat:

    Konsentrasi sampel bagasse pengenceran 10x = 0.12086 mg/mL.

    Konsentrasi sampel bagasse pengenceran 20x = 0.10274 mg/mL.

    Gambar 5.1. Sampel dalam tabung reaksi Gambar 5.2. Sampel di dalam kuvet

    Karena asumsi sedikit meleset, dimana kandungan gula yang didapat dari sampel

    bagasse pengenceran 10x dan pengenceran 20x terlalu kecil kami melakukan

    pengujian ulang dengan konsentrasi sampel yang berbeda yakni:

    Pengenceran sampel bagasse 5x yang didapat nilai absorbansinya sebesar

    0.189.

    Sampel bagasse tanpa pengenceran yang didapat nilai absorbansinya sebesar

    1.649.

    Masih dengan persamaan yang sama yang didapat dari kurva diatas

    didapat konsentrasi sampel bagasse dengan pengenceran 5x sebesar 0.2295

    mg/mL dan konsentrasi sampel bagasse tanpa pengenceran sebesar 1.33719

    mg/mL.

    Dari nilai konsentrasi yang didapat, akan sulit apabila melanjutkan ke

    tahap berikutnya karena jumlah etanol yang terkonversi dari gula yang sangat

    sedikit juga akan menghasilkan entanol yang sedikit. Untuk itu sebelum

    melanjutkan ke proses berikutnya, ditambahkan gula sebanyak 5 gram pada media

    cair. Penambahan gula di tengah proses seperti ini memang tidak disarankan

    karena media yang sudah ada sudah steril namun karena adanya penambahan gula

    kita harus mensterilisasikannya lagi.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 13

    4.5 Penanaman Kultur Yeast di Medium Cair secara Aerobik dan

    Anaerobik

    Gambar 6. Penanaman kultur secara anerobik dan aerobik

    Dari nilai konsentrasi yang didapat pada proses sebelumnya, akan sulit

    apabila melanjutkan ke tahap berikutnya karena jumlah etanol yang terkonversi

    dari gula yang sangat sedikit juga akan menghasilkan etanol yang sedikit. Untuk

    itu sebelum melanjutkan ke proses berikutnya, kami tidak lagi menggunakan

    bagasse tapi melainkan menggantikannya dengan menambahkan gula sebanyak 5

    gram pada media cair dalam 100 mL. Penambahan gula di tengah proses seperti

    ini memang tidak disarankan karena media yang sudah ada sudah steril namun

    karena adanya penambahan gula kita harus mensterilisasikannya lagi.

    Inokulum ini setelah kami encerkan 10x, didapat nilai optical density sebesar

    1.4 yang berarti nilai optical density sebenarnya sebesar 14. Hal ini

    mengindikasikan bahwa terdapat 3-4 gram Saccharomyces Cerevisiae di tiap liter

    inokulum tersebut.

    4.6 Scale Up

    Dalam pembuatan media cair semi sintetik, komposisi bahan yang terukur

    adalah sebagai berikut:

    (NH4)2SO4 10.04 gr

    K2SO4 13.20 gr

    KH2PO4 6.09 gr

    MgSO4 1.06 gr

    Yeast extract 4.03 gr

    Gula pasir 200.11 gr

    Gambar 7. Fermentation broth

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 14

    Dalam pengukuran optical density, digunakan panjang gelombang 660 nm

    dan didapat optical density sebelum fermentasi sebesar 0.413 dan sesudah

    fermentasi di dapat OD sebesar 0.639. Kenaikan optical density ini menandakan

    adanya petambahan jumlah yeast dalam fermentation broth selama proses terjadi,

    hal ini terjadi karena yeast Saccharomyces Cerevisiae berkembang biak saat

    proses fermentasi terjadi.

    4.7 Pengukuran Kadar Alkohol

    4.7.1 Pada Alkohol 95%

    Gambar 8. Pengukuran kadar alkohol pada alkohol 95%

    Jika dilihat dari gambar, dapat dilihat bahwa alkoholmeter menunjukan

    angka 80, hal ini menunjukan bahwa kadar alkohol yang terdapat pada

    larutan alkohol tersebut adalah 80%. Memang ada ketidak sesuaian antara

    kadar alkohol hasil pengukuran dengan kadar alkohol yang terdapat pada

    label yaitu 95%.

    4.7.2 Pada Air Tawar

    Gambar 9. Pengukuran kadar alkohol pada air tawar

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 15

    Jika dilihat pada gambar, kadar alkohol pada air adalah 0. Percobaan ini

    membuktikan bahwa alkoholmeter yang digunakan tidak mengalami kerusakan

    sehingga dapat digunakan untuk mengukur larutan yang mempunyai kadar alkohol

    tertentu, karena pada saat mengukur air yang tidak mengandung alkohol, angka

    pada alkoholmeter menunjukan angka 0.

    4.7.3 Pada Media Cair Semi sintetik

    Gambar 10. Pengukuran kadar alkohol pada media cair semi sintetik

    Pada pegukuran kadar alkohol yang terdapat dalam media cair semi

    sintetik, angka kadar alkohol tidak dapat terbaca seperti yang terlihat pada

    gambar. Seperti yang telah diketahui bahwa prinsip pengukuran dengan

    alkoholmeter adalah berdasarkan massa jenis dari larutan yang diukur. Pada

    media cari semi sintetik diketahui bahwa didalamnya banyak campuran-

    campuran bahan seperti gula, dan yeast extract yang dapat mempengaruhi

    pengukuran, diketahui juga bahwa pada media cair semi sintetik tidak

    terkandung alkohol karena belum ada yeast yang dicampurkan dan belum

    difermentasikan, sehingga seharusnya kadar alkohol dari media cair semi

    sintetik adalah 0.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 16

    4.7.4 Pada Fermentation Broth

    Gambar 11. Pengukuran kadar alkohol pada fermentation broth.

    Sama halnya dengan pengukuran kadar alkohol pada media cair semi

    sintetik. Kadar alkohol pada fermentation broth juga tidak dapat ditentukan

    walaupun yeast sudah dicampurkan dan proses fermentasi sudah terjadi

    sehingga seharusnya terdapat alkohol di dalam fermentation broth. Keadaan

    seperti ini terjadi karena dalam fermentation broth tidak hanya ada alkohol

    saja melainkan masih banyak senyawa senyawa lain yang mungkin masih

    tersisa, seperti gula dan yeast atau adanya hasil sampingan dari proses

    fermentasi, seperti karbon dioksida dan asam, sehingga kadar dari alkohol

    dalam fermentation broth tidak dapat terukur.

    Jika dilakukan perhitungan secara teoritis maka seharusnya jumlah

    etanol yang didapatkan adalah :

    C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

    0.5843 mol - -

    0.5843 mol 0.5843 mol 0.5843 mol

    -

    0.5843 mol 0.5843 mol

    C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

    0.5843 mol - -

    0.5843 mol 1.1686 mol 1.1686 mol

    - 1.1686 mol 1.1686 mol

    MWsukrosa = 342.29648 g/mol etanol = 789 g/L

    MWetanol = 46.06844 g/mol

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 17

    Nsukrosa =

    metanol = 1.1686 x 46.06844 = 53.8345 g

    Vetanol =

    Etanol yang didapatkan dengan asumsi seluruh sukrosa sebanyak 200 g

    yang dimasukan terfermentasi semua menjadi etanol, maka akan didapatkan

    etanol sebanyak 68.2314 mL.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 18

    Bab V : Kesimpulan

    5.1 Kesimpulan

    Penggunaan agricultural by-product dalam pembuatan bioetanol dengan yeast

    Saccaromyces Cerevisiae merupakan langkah yang baik dalam mengatasi krisis

    energi dalam skala kecil dan pencemaran lingkungan. Tetapi disamping itu

    penggunaan bahan bakar dari bioetanol dalam skala besar masih kurang efisien,

    karena energi yang dihasilkan dari etanol masih jauh lebih kecil jika dibandingkan

    dengan bensin, hal ini dapat dilihat dari rantai karbon etanol yang lebih pendek dari

    rantai karbon bensin. Selain itu proses pembuatan etanol sendiri tidak mudah,

    dibutuhkan waktu dan effort yang cukup besar dan juga biaya yang tidak sedikit, hal

    ini juga mempengaruhi harga etanol yang menjadi lebih mahal jika dibandingkan

    dengan bensin.

    5.2 Future Work

    Dalam riset ini terdapat kendala yaitu konsentrasi glukosa yang terkandung

    dalam sampel bagasse sangat kecil sehingga sulit untuk dilakukan tahap selanjutnya

    yaitu fermentasi. Kendala ini kemungkinan besar terjadi karena proses hidrolisis dan

    sakarifikasi bagasse yang kurang sempurna. Hidrolisis dan sakarifikasi yang kurang

    sempurna dapat mempengaruhi seluruh proses pembuatan bioethanol ini, karena

    proses hidrolisis dan sakarifikasi yang kurang sempurna mengakibatkan masih

    banyaknya lignin yang menutupi selulosa dan hemi selulosa yang mengandung gula

    sehingga sulit untuk mengambil kandungan gula yang terdapat dalam selulosa dan

    hemi selulosa. Selain itu pemutusan rantai gula yang kurang sempurna dapat

    menyebabkan kesalahan dalam pengukuran kadar gula dengan metode

    spektofotometri, karena satu rantai panjang gula yang bisa saja terdiri dari beberapa

    rantai glukosa hanya terbaca satu rantai glukosa saja sehingga kadar glukosa yang

    terbaca hanya sedikit. Untuk mengatasi kendala ini dapat dilakukan dengan

    memperpanjang waktu hidrolisis dan sakarifikasi agar proses tersebut berlangsung

    secara sempurna.

    Dalam melakukan pengukuran kadar alkohol dengan alkoholmeter, sebaiknya

    etanol dalam fermentation broth di murnikan terlebih dahulu dengan cara distilasi

    untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang dapat mengganggu pengukuran kadar

    alkohol, sehingga kadar alkohol dapat diukur dengan lebih baik.

  • Fermentasi etanol dari agricultural by products oleh yeast Saccharomyces cerevisiae

    Laporan Riset Ditri Satrio Pramudito, Rendi Standy 19

    Refrensi

    Agence Internationale De LEnergie. 2008. FROM 1st- TO 2nd-GENERATION BIOFUEL

    TECHNOLOGIES.

    Amores I, Ballesteros I, Manzanares P, Sez F, Michelena G, Ballesteros M. 2013. Ethanol

    Production from Sugarcane Bagasse Pretreated by Steam Explosion.

    Arifin Y, Tanudjaja E, Dimyati A, Pinontoan R. 2013. A Second Generation Biofuel from

    Cellulosic Agricultural By-product Fermentation Using Clostridium Species for

    Electricity Generatio.

    Dias M, Ensinas A, Nebra S, Filho R, Rossell C, Maciel M. 2009. Production of bioethanol

    and other bio-based materials from sugarcane bagasse: Integration to conventional

    bioethanol production process.

    Elevri P, Putra S. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccaromyces Cerevisiae yang

    dimobilisasi Dengan Agar Batang.

    EUBIA (European Biomass Industry Association). 2006. Creating Markets for Renewable

    Energy Technologies EU RES Technology Marketing Campaign.

    Indral D, Salim M, Mardiah E. 2012. Pembuatan Bioetanol dari Ampas Sagu dengan

    Hidrolisis Asam dan Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae.

    Laopaiboon P, Thani A, Leelavatcharamas V, Laopaiboon L. 2009. Acid Hydrolysis of

    Sugarcane Bagasse for Lactic Acid Production.

    Nag A, Pradhan R. 2007. Production of Ethanol From Bagasse.

    Nerdy Science Blog. 2014. http://science.kukuchew.com/2008/04/13/plate-streaking/.

    Diakses pada hari Kamis, 19 Juni 2014 pukul 15.30 WIB.

    Rolanda E, Yuwono T, Widjaja A, Soeprijanto. 2012. Fermentasi Hidrolisat Enzimatik

    Bagasse Tebu Menjadi Hidrogen.

    STS (Sustainable Tranport Solusion). 2005. Bioethanol Fact Sheet.

    Taherzadeh M, Karimi K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from

    Lignocellulosic Materials.