Laporan Fermentasi DV

28
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam meningkatkan konsumsi ikan sudah digalakkan sejak tahun 2001. Melalui berbagai upaya antara lain meningkatkan hasil tangkapan ikan yang menjadi sumber gizi bagi manusia. Namun, kandungan gizi yang sangat kaya ini tentu memiliki kecemasan tersendiri dalam mempertahankan nilai gizi dari ikan setelah ikan mati. Dikarenakan, komoditi ikan merupakan bahan pangan yang mudah membusuk (Perishable food). Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging hewan umumnya, hal ini dikarenakan pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Alhasil, apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat

description

perikanan

Transcript of Laporan Fermentasi DV

Page 1: Laporan Fermentasi DV

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya pemerintah dalam meningkatkan konsumsi ikan sudah digalakkan

sejak tahun 2001. Melalui berbagai upaya antara lain meningkatkan hasil

tangkapan ikan yang menjadi sumber gizi bagi manusia. Namun, kandungan gizi

yang sangat kaya ini tentu memiliki kecemasan tersendiri dalam mempertahankan

nilai gizi dari ikan setelah ikan mati. Dikarenakan, komoditi ikan merupakan

bahan pangan yang mudah membusuk (Perishable food). Ikan relatif lebih cepat

mengalami pembusukan daripada daging hewan umumnya, hal ini dikarenakan

pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen

dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami

glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat.

Alhasil, apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan

banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan

menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai

pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, apalagi

didukung oleh tingginya kandungan air pada tubuh ikan, sehingga ikan segar

harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi.

Banyak cara yang dapat digunakan guna mempertahankan mutu ikan

setelah ikan mati. Cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan mengelolah secara

langsung ikan setelah ditangkap atau dapat juga dilakukan dengan metode

pengolahan sementara ikan sebelum dikelola lebih lanjut guna mempertahankan

Page 2: Laporan Fermentasi DV

keawetan bahan ikan tersebut. Salah satu metode pengolahan yang dapat

dilakukan yaitu dengan metode fermentasi.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pH pada masing-masing

perlakuan dan perbedaan waktu fermentasi silase dengan metode pengukusan

dengan penambahan asam dan penambahan kanji, silase dengan penambahan

asam dan tanpa pengukusan serta penambahan asam tanpa pengukusan. Serta

dapat mengetahui pengaruh penambahan dedak halus pada pembuatan tepung

silase ikan.

Page 3: Laporan Fermentasi DV

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Ikan

Limbah ikan (kepala, isi perut, dan ekor) maupun ikan laut yang telah

rusak baik berasal dari industri pengalengan, tempat pelelangan ikan maupun

pasar dapat diolah. Limbah ikan jika tidak dikelola akan menimbulkan

pencemaran karena proses pembusukan protein ikan. Selain itu bisa menjadi

sumber penyakit menular terhadap manusia yang ditularkan lewat lalat (misalnya

muntaber). Pengolahan sumber buangan tersebut secara terencana dapat memberi

keuntungan ganda berupa pemanfaatan limbah perikanan sebagai sumber protein

khususnya sebagai komponen bahan makanan ternak serta dapat mengurangi

pencemaran lingkungan. Selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang

baik, limbah ikan juga merupakan sumber mineral dan vitamin.

B. Fermentasi

Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa fermentasi merupakan

metode pengawetan secara tradisional yang mudah dan murah dengan tujuan

untuk pengawetan dan pengolahan. Selama proses fermentasi bahan pangan akan

mengalami perubahan sifat fisik dan kimia, seperti flavor, aroma, teksturdaya

cerna, dan daya simpan. Proses fermentasi biasanya dilakukan terhadap ikan

dengan ukuran kecilikan yang kurang baik mutunya, dan sisa-sisa ikan pada

waktu penangkapan yang terdiri dari campuranberbagai jenis ikan (rucah). Proses

ini dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis ikan tersebut. Penelitian

Page 4: Laporan Fermentasi DV

fermentasi semakin penting untuk masa yang akan datang, disamping sebagai

pengawetan juga sebagai usaha diversifikasi produk pangan sehingga dapat

menjadi pangan fungsional. Kualitas produk yang dihasilkan sangat ditentukan

oleh peranan bakteri yang terlibat selama proses fermentasi (Hasanah, 2013).

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa

keuntungan-keuntungan, antara lain :

- Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi ph dan suhu normal, sehingga

tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan

organoleptik produk pangan

- Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak

dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.

- Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada

kisaran suhu normal

- Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah.

Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti

protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi

komponen sederhana (Kompiang et al.,1994). Fermentasi merupakan proses

perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan

dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi

lebih efisien (Zakariah, 2012).

Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan

perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan

perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan).

Page 5: Laporan Fermentasi DV

Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 (dua)

yaitu:

(1) Fermentasi spontan, adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam

pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi,

tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang

baik secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk

pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat

dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin.

(2) Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan

yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau

ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara

aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan,

contohnya pada pembuatan tempe dan oncom.

Proses Fermentasi anaerob yaitu terjadinya perubahan–perubahan bahan

organik yang kompleks menjadi bahanbahan yang lebih sederhana oleh adanya

kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan

mikroorganisme pembusuk tanpa adanya kontak dengan udara bebas. Selain

menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan,

perubahan-perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk.

C. Mekanisme Pembentukan Asam Laktat pada Proses Fermrntasi Silase

Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara

fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga

hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses

Page 6: Laporan Fermentasi DV

fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang

menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL.

Stefani et al. (2010), proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan.

Tahapan pertama adalah fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2

jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel

tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan

oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan

enterobacteria untuk melakukan proses respirasi (Zakariah, 2012)..

Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari

reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu

tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan

sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini

menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai 5.

Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan

dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase aerobik. Silo

yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan

menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi kebocoran

pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan silase.

Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat,

sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa

diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water

soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam.

Page 7: Laporan Fermentasi DV

Penambahan bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive

silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase.

Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk

menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam

laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang

berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang

terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang

menjadikan pH turun. pH yang menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri

aerob menjadi terhambat dan mati serta mendukung pertumbuhan bakteri asam

laktat untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai

mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4

(Zakariah, 2012).

D. Bakteri Asam Propionat

Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan

Propionibacterium, berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini

penting dalam fermentasi bahan pangan karena kamampuannya memfermentasi

karbohidrat dan juga asam laktat dan menghasilkan asam-asam propionat, asetat,

dan karbondioksida. Jenis-jenis ini penting dalam fermentasi keju Swiss.

E. Dedak Halus

Dedak merupakan sisa/limbah dari proses pengolahan gabah. Dedak tidak

bersaing dengan manusia, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

pakan. Namun, kandungan asam amino dari dedak tidak dapat mencukupi

kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya. Dedak halus

Page 8: Laporan Fermentasi DV

merupakan sumber energi yang ditandai dengan tingginya kandungan Bahan

Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Dedak mengandung granula-granula pati yang

dapat menyerap air dingin hingga 30%. Setelah pengeringan, granula-granula pati

ini akan tersusun rapat dan sedikit dapat ditembus air (Mukodiningsih, 2007).

Proses penggilingan padi menjadi beras akan menghasilkan 16 - 28 %

sekam, 6 - 11 % dedak, 2 - 4 % bekatul, dan 60% endosperma. Selain digunakan

sebagai bahan pakan ternak dedak juga berfungsi sebagai bahan zat adiktif dalam

pembuatan silase seperti pembuatan silase limbah ikan. Dedak dalam pembuatan

silase berfungsi sebagai sumber karbohidrat merupakan substrat bagi bakteri asam

laktat dan menghasilkan senyawa asam terjadi penurunan pH, sehingga

mematikan bakteri pembusuk maupun bakteri patogen tidak dapat tumbuh

(Dharmawati, 2014).

Page 9: Laporan Fermentasi DV

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2015 dan

bertempat di Hatchery abalone Desa Tapulaga, Kecamatan Soropia, Kabupaten

Konawe, Sulawesi Tenggara.

B. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 1. Alat dan Bahan beserta kegunaannyaNo Alat dan Bahan Kegunaan1 Alat

Botol sampel BaskomPisauTimbangan analitik

Sebagai wadah penyimpanan silase ikanDigunakan untuk pencampuran silaseUntuk memotong ikanMenimbang bahan

2 BahanIkanKanjiAsam FormatAsam Profionat

Bahan utama pembuatan silase ikanBahan tambahanBahan tambahan Bahan tambahan

Page 10: Laporan Fermentasi DV

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum pembuatan silase

ikan adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan bahan baku

Persiapan bahan baku utama berupa ikan yang telah di potong-potong

Penimbangan bahan baku

Penambahan asam Format dan asam Propionat

Page 11: Laporan Fermentasi DV

Ntu

2. Pengadukan tiap 2 kali sehari (pagi dan sore) selama 6 hari(Minggu, 21 Juni 2015 sampai Sabtu, 27 Juni 2015)

3. Tahap pengukuran pH (Derajat keasaman)yang dilakukan tiap 2 hari sekali dan sebanyak 4 kali pengukuran.

4. Tahap Pembuatan Tepung Silase

- Menimbang silase dan dedak yang akan digunakan dalam pembuatan tepung.

- Menggiling dedak agar memudahkan dalam proses pencampuran.

- Mencampur silase dan dedak

Pengisisan silase kedalam botol Silase yang siap untuk di simpan (Fermantasi)

Step 1 Step 2

Step 3 Step 4

Page 12: Laporan Fermentasi DV

- Menjemur campuran silase dan dedak

Silase Dedak Halus

Tepung Silase yang Dikeringkan

Page 13: Laporan Fermentasi DV

IV. PEMBAHASAN

A. Hasil PengamatanTabel 1.Data hasil pengukuran pH (derajat keasaman) silase.

Sampling Hari/ Tanggal pHI Ahad, 21 Juni 2015 3,2IIIIIIV

Senin, 22 Juni 2015Selasa, 23 Juni 2015Rabu, 24 Juni 2015

444

B. Pembahasan

- Proses Fermentasi Silase

Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara

fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga

hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses

fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang

menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL.

Proses pembuatan silase dapat dilakukan secara kimia dan mikrobiologi.

Pembuatan silase secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkan asam

organik atau asam mineral maupun campuran keduanya dan diawetkan dalam

suasana asam. Secara biologis dilakukan dengan mempergunakan kemampuan

bakteri asam laktat (BAL) serta dengan penambahan sumber karbohidrat yang

menyebabkan jalannya proses fermentasi (Noviana N, 2012).

Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan silase secara kimiawi dimana

limbah ikan yang sudah dibersihkan dicampur dengan asam format sebanyak 3%

dan asam propionat sebanyak 1 % selama 6 hari. Dalam proses pembuatan

fermentasi silase ini hal yang penting dilakukan adalah proses pengadukan.

Page 14: Laporan Fermentasi DV

Menurut Adiyana, 2007, bahan yang akan difermentasi jika tidak dilakukan

pengadukan maka akan mengakibatkan pembusukan. Asam organik terutama

asam format umumnya lebih mahal daripada asam mineral, tetapi dengan

menggunakan asam ini silase yang dihasilkan tidak begitu asam. Penggunaan

asam format ini pun dapat langsung digunakan sebagai ransum ikan maupun

ternak tanpa harus dinetralkan terlebih dahulu. Penambahan asam format pada

penelitian ini juga bertujuan mempercepat penurunan pH dan mengaktifkan kerja

enzim. Enzim mengubah protein ke dalam unit yang lebih kecil sehingga asam

amino sebagai penyusun protein menjadi lebih pendek (Noviana, N, 2012).

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan data

pengukuran pH yaitu; pada sampling pertama, pH silase 3,2 dan pada sampling

ke-2 hingga sampling ke-4 pH silase berada pada pH 4. kondisi tersebut dapat

menjadi kondisi dimana bakteri asam laktat bisa berkembang. Hal ini sesuai

dengan pernyataan (Zakariah, 2012) bahwa asam laktat akan terus diproduksi

sampai mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4.

Proses fermentasi ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu perlakuan pertama

menggunakan limbah ikan yang dicampur dengan tepung kanji dan asam.

Perlakuan kedua menggunakan limbah ikan yang dikukus terlebih dahulu

kemudian dicampur dengan asam. Dan perlakuan ketiga menggunakan limbah

ikan yang langsung dicampur asam tanpa adanya penambahan bahan lain. Dari

ketiga perlakuan tersebut yang paling cepat mengalami pencairan (terfermentasi)

adalah perlakuan I dan III. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas organisme

pada saat proses fermentasi. Selain itu juga, dengan adanya penambahan asam

Page 15: Laporan Fermentasi DV

dapat memfasilitasi kerja enzim. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(Junianto, 2004) bahwa peranan senyawa asam ini adalah

melunakkan jaringan ikan dan menurunkan derajat keasaman.

Akibatnya enzimproteolitik yang terdapat dalam tubuh ikan akan

aktif bekerja memecah protein (senyawa komplek)menjadi

dipeptida-dipeptida dan asam asam amino (senyawa sederhana)

yang bersifat larut dalam air. Sedangkan untuk perlakuan yang

limbah ikannya dikukus terlebih dahulu kemudian ditambahkan

dengan asam, membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk

proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena, dalam proses

pengukusan terjadi proses inaktivasi enzim sehingga

memperlambat terjadinya proses fermentasi.

- Proses Pembuatan Tepung Silase

Pembuatan tepung silase pada praktikum ini menggunakan silase yang

telah difermentasi yang kemudian dicampur dengan dedak halus. Banyaknya

silase yang digunakan sebanyak 1,5 kg, sedangkan dedak halus juga sebanyak

1,5.pembuatan tepung silase ini bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan

untuk meningkatkan kecernaan ikan terhadap pakan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan (Amrina, 2013) yang menyatakan bahwa tepung silase ikan memiliki

kelebihan, karena dapat menciptakan pakan murah dan ramah lingkungan. Selain

itu juga tepung silase yang digunakan berasal dari silase yang melalui proses

autolysis pada kondisi asam sehingga dapat digunakan sebagai aktraktan sehingga

Page 16: Laporan Fermentasi DV

dapat meningkatkan kecernaan oleh pakan karena tersedia dalam bentuk rantai

peptida.

Dalam proses pembuatan, silase dicampurkan dengan dedak halus agar dapat

dapat memudahkan proses pengeringan. Pengeringan secara langsung dari suatu

bahan pakan sumber protein akan menghasilkan tepung yang masih bersifat

higroskopis, yang pada akhirnya menyebabkan bahan tersebut tidak tahan lama

dan menyebabkan penggumpalan. Oleh karena itu, dalam proses pengolahan

silase ini harus digunakan pemanbahan berupa dedak yang menjadi bahan pengisi

pada silase. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dahrmawati, 2014) yang

menyatakan bahwa umumnya produk silase hewan mengadung banyak air,

sehingga dalam pencampuran perlu dikurangi kadar airnya sebelum dicampur

dalam pakan atau diberikan langsung pada ternak. Salah satu bahan yang dapat

digunakan sebagai aditif dalam pengolahan silase adalah dedak.

Page 17: Laporan Fermentasi DV

V. PENUTUP

A. Simpulan

- Pengukuran pH (derajat keasaman) yakni sampling pertama, pH silase 3,2

kemudian sampling ke-dua pH 4, sampling ke-3 pH 4, dan sampling ke-empat

pH tetap berada di 4.

- Silase dengan perlakuan pemasakan membutuhkan waktu fermentasi lebih

lama dibandingkan silase yang diberi asam dan silase yang diberikan asam dan

tepung kanji.

- Dalam pembuatan tepung silase perlu adanya penambahan filler berupa dedak

halus agar dapat memudahkan dalam proses pengeringan tepung silase.

B. Saran

Saran yang penulis sampaikan pada praktikum ini adalah perlu

dilakukannya uji proksimat agar komposisi yang terkandung dalam silase dapat

diketahui.

Page 18: Laporan Fermentasi DV

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Dina. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah pada Produksi Biomassa Artemia franciscana. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Amrina, W.D. Rahmiathi., W. Iba., A. Rahman. 2013. Pemberian Silase Ikan Gabus Pada Pakan Buatan Bagi Pertumbuahan dan Kelangsungan Hidup Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Stadia Post Larva.

Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Kebdari. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vol. 02, No. 06 Jun 2013. 91-99. ISSN: 2303-3959.

Dharmawati, Siti., A. Malik., M. Rifa’i. Tingkat Penggunaan Dedak Sebagai Aditif Terhadap Kualitas Fisik dan Kadar Protein Silase Limbah Ikan. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary. Kalimantan. Media Sains, Volume 7 Nomor 1, April 2014. ISSN 2085-3548

Hasanah, Rafitah. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Dari Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma Temminckii C.V). Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Samarinda. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 1, Oktober 2013 – Issn 1402-2006

Mukodiningsih, Sri. 2007. Penambahan Dedak Halus pada pengeringan Awetan Becikot Secara Ensilase untuk Mengurangi Sifat Higroskopis sebagai Bahan Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Media Kedokteran Hewan. Vol. 23, No. 3, September 2007

Nelson Hage, Yandres., K. Suwetja. F.G. ijong. 2012. Nira Lontar Sebagai Kandidat dalam Mempertahankan Kandungan Protein Silase Jeroan Ikan Cakalang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis.

Noviana N, Yofitaro., S. Lestari., S. Hanggita RJ. Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Silase Keong Mas (Pomacea canaliculata) Dengan Penambahan Asam Format Dan Bakteri Asam Laktat 3b104. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya. Fishtech Volume I, Nomor 01, November 2012.

Park, Eun Jin. Kim, Kyoung-Ho. Abell, Guy C.J. Kim, Min-Soo. Roh, Seong Woon. Bae, Jin Woo. 2011. Metagenomic Analysis of the Viral Communities in Fermented Foods. South Korea.

Page 19: Laporan Fermentasi DV

Rimbawanto, E. Aris., Suwandyastuti., S. Rahayu. 2012. Biotransformasi Limbah Ikan Menjadi Bahan Pakan untuk Ruminansia. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto. Vol (12) No. 1:41-46

Siswati, N. Dyah., A. Zain., Mohammad. 2010. Animal Feed Making From Tuna Fish Waste With Fermentation Proses. Department of Chemical Engineering FTI UPN "Veteran" East Java. Jurnal Teknik Kimia, Vol .4, No.2, April 2010.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press. Ukuran buku: 15.5 x 23 cm. 43 Hal. ISBN : 978-602-8915-50-2

Zakariah, M. Askari. 2012. Teknologi Fermentasi Dan Enzim “Fermentasi Asam Laktat Pada Silase”. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.