Laporan Fermentasi DV
-
Upload
dayatpettasiri -
Category
Documents
-
view
48 -
download
1
description
Transcript of Laporan Fermentasi DV
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya pemerintah dalam meningkatkan konsumsi ikan sudah digalakkan
sejak tahun 2001. Melalui berbagai upaya antara lain meningkatkan hasil
tangkapan ikan yang menjadi sumber gizi bagi manusia. Namun, kandungan gizi
yang sangat kaya ini tentu memiliki kecemasan tersendiri dalam mempertahankan
nilai gizi dari ikan setelah ikan mati. Dikarenakan, komoditi ikan merupakan
bahan pangan yang mudah membusuk (Perishable food). Ikan relatif lebih cepat
mengalami pembusukan daripada daging hewan umumnya, hal ini dikarenakan
pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen
dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami
glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat.
Alhasil, apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan
banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan
menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai
pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, apalagi
didukung oleh tingginya kandungan air pada tubuh ikan, sehingga ikan segar
harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi.
Banyak cara yang dapat digunakan guna mempertahankan mutu ikan
setelah ikan mati. Cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan mengelolah secara
langsung ikan setelah ditangkap atau dapat juga dilakukan dengan metode
pengolahan sementara ikan sebelum dikelola lebih lanjut guna mempertahankan
keawetan bahan ikan tersebut. Salah satu metode pengolahan yang dapat
dilakukan yaitu dengan metode fermentasi.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pH pada masing-masing
perlakuan dan perbedaan waktu fermentasi silase dengan metode pengukusan
dengan penambahan asam dan penambahan kanji, silase dengan penambahan
asam dan tanpa pengukusan serta penambahan asam tanpa pengukusan. Serta
dapat mengetahui pengaruh penambahan dedak halus pada pembuatan tepung
silase ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Ikan
Limbah ikan (kepala, isi perut, dan ekor) maupun ikan laut yang telah
rusak baik berasal dari industri pengalengan, tempat pelelangan ikan maupun
pasar dapat diolah. Limbah ikan jika tidak dikelola akan menimbulkan
pencemaran karena proses pembusukan protein ikan. Selain itu bisa menjadi
sumber penyakit menular terhadap manusia yang ditularkan lewat lalat (misalnya
muntaber). Pengolahan sumber buangan tersebut secara terencana dapat memberi
keuntungan ganda berupa pemanfaatan limbah perikanan sebagai sumber protein
khususnya sebagai komponen bahan makanan ternak serta dapat mengurangi
pencemaran lingkungan. Selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang
baik, limbah ikan juga merupakan sumber mineral dan vitamin.
B. Fermentasi
Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa fermentasi merupakan
metode pengawetan secara tradisional yang mudah dan murah dengan tujuan
untuk pengawetan dan pengolahan. Selama proses fermentasi bahan pangan akan
mengalami perubahan sifat fisik dan kimia, seperti flavor, aroma, teksturdaya
cerna, dan daya simpan. Proses fermentasi biasanya dilakukan terhadap ikan
dengan ukuran kecilikan yang kurang baik mutunya, dan sisa-sisa ikan pada
waktu penangkapan yang terdiri dari campuranberbagai jenis ikan (rucah). Proses
ini dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis ikan tersebut. Penelitian
fermentasi semakin penting untuk masa yang akan datang, disamping sebagai
pengawetan juga sebagai usaha diversifikasi produk pangan sehingga dapat
menjadi pangan fungsional. Kualitas produk yang dihasilkan sangat ditentukan
oleh peranan bakteri yang terlibat selama proses fermentasi (Hasanah, 2013).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa
keuntungan-keuntungan, antara lain :
- Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi ph dan suhu normal, sehingga
tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan
organoleptik produk pangan
- Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak
dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
- Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada
kisaran suhu normal
- Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah.
Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti
protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi
komponen sederhana (Kompiang et al.,1994). Fermentasi merupakan proses
perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan
dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi
lebih efisien (Zakariah, 2012).
Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan
perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan
perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan).
Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 (dua)
yaitu:
(1) Fermentasi spontan, adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam
pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi,
tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang
baik secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk
pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat
dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin.
(2) Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan
yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau
ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara
aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan,
contohnya pada pembuatan tempe dan oncom.
Proses Fermentasi anaerob yaitu terjadinya perubahan–perubahan bahan
organik yang kompleks menjadi bahanbahan yang lebih sederhana oleh adanya
kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan
mikroorganisme pembusuk tanpa adanya kontak dengan udara bebas. Selain
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan,
perubahan-perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk.
C. Mekanisme Pembentukan Asam Laktat pada Proses Fermrntasi Silase
Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara
fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga
hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses
fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang
menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL.
Stefani et al. (2010), proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan.
Tahapan pertama adalah fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2
jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel
tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan
oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan
enterobacteria untuk melakukan proses respirasi (Zakariah, 2012)..
Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari
reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu
tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan
sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini
menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai 5.
Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan
dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase aerobik. Silo
yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan
menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi kebocoran
pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan silase.
Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat,
sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa
diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water
soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam.
Penambahan bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive
silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase.
Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk
menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam
laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang
berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang
terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang
menjadikan pH turun. pH yang menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri
aerob menjadi terhambat dan mati serta mendukung pertumbuhan bakteri asam
laktat untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai
mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4
(Zakariah, 2012).
D. Bakteri Asam Propionat
Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan
Propionibacterium, berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini
penting dalam fermentasi bahan pangan karena kamampuannya memfermentasi
karbohidrat dan juga asam laktat dan menghasilkan asam-asam propionat, asetat,
dan karbondioksida. Jenis-jenis ini penting dalam fermentasi keju Swiss.
E. Dedak Halus
Dedak merupakan sisa/limbah dari proses pengolahan gabah. Dedak tidak
bersaing dengan manusia, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pakan. Namun, kandungan asam amino dari dedak tidak dapat mencukupi
kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya. Dedak halus
merupakan sumber energi yang ditandai dengan tingginya kandungan Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Dedak mengandung granula-granula pati yang
dapat menyerap air dingin hingga 30%. Setelah pengeringan, granula-granula pati
ini akan tersusun rapat dan sedikit dapat ditembus air (Mukodiningsih, 2007).
Proses penggilingan padi menjadi beras akan menghasilkan 16 - 28 %
sekam, 6 - 11 % dedak, 2 - 4 % bekatul, dan 60% endosperma. Selain digunakan
sebagai bahan pakan ternak dedak juga berfungsi sebagai bahan zat adiktif dalam
pembuatan silase seperti pembuatan silase limbah ikan. Dedak dalam pembuatan
silase berfungsi sebagai sumber karbohidrat merupakan substrat bagi bakteri asam
laktat dan menghasilkan senyawa asam terjadi penurunan pH, sehingga
mematikan bakteri pembusuk maupun bakteri patogen tidak dapat tumbuh
(Dharmawati, 2014).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2015 dan
bertempat di Hatchery abalone Desa Tapulaga, Kecamatan Soropia, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara.
B. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan beserta kegunaannyaNo Alat dan Bahan Kegunaan1 Alat
Botol sampel BaskomPisauTimbangan analitik
Sebagai wadah penyimpanan silase ikanDigunakan untuk pencampuran silaseUntuk memotong ikanMenimbang bahan
2 BahanIkanKanjiAsam FormatAsam Profionat
Bahan utama pembuatan silase ikanBahan tambahanBahan tambahan Bahan tambahan
C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum pembuatan silase
ikan adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku utama berupa ikan yang telah di potong-potong
Penimbangan bahan baku
Penambahan asam Format dan asam Propionat
Ntu
2. Pengadukan tiap 2 kali sehari (pagi dan sore) selama 6 hari(Minggu, 21 Juni 2015 sampai Sabtu, 27 Juni 2015)
3. Tahap pengukuran pH (Derajat keasaman)yang dilakukan tiap 2 hari sekali dan sebanyak 4 kali pengukuran.
4. Tahap Pembuatan Tepung Silase
- Menimbang silase dan dedak yang akan digunakan dalam pembuatan tepung.
- Menggiling dedak agar memudahkan dalam proses pencampuran.
- Mencampur silase dan dedak
Pengisisan silase kedalam botol Silase yang siap untuk di simpan (Fermantasi)
Step 1 Step 2
Step 3 Step 4
- Menjemur campuran silase dan dedak
Silase Dedak Halus
Tepung Silase yang Dikeringkan
IV. PEMBAHASAN
A. Hasil PengamatanTabel 1.Data hasil pengukuran pH (derajat keasaman) silase.
Sampling Hari/ Tanggal pHI Ahad, 21 Juni 2015 3,2IIIIIIV
Senin, 22 Juni 2015Selasa, 23 Juni 2015Rabu, 24 Juni 2015
444
B. Pembahasan
- Proses Fermentasi Silase
Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara
fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga
hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses
fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang
menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL.
Proses pembuatan silase dapat dilakukan secara kimia dan mikrobiologi.
Pembuatan silase secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkan asam
organik atau asam mineral maupun campuran keduanya dan diawetkan dalam
suasana asam. Secara biologis dilakukan dengan mempergunakan kemampuan
bakteri asam laktat (BAL) serta dengan penambahan sumber karbohidrat yang
menyebabkan jalannya proses fermentasi (Noviana N, 2012).
Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan silase secara kimiawi dimana
limbah ikan yang sudah dibersihkan dicampur dengan asam format sebanyak 3%
dan asam propionat sebanyak 1 % selama 6 hari. Dalam proses pembuatan
fermentasi silase ini hal yang penting dilakukan adalah proses pengadukan.
Menurut Adiyana, 2007, bahan yang akan difermentasi jika tidak dilakukan
pengadukan maka akan mengakibatkan pembusukan. Asam organik terutama
asam format umumnya lebih mahal daripada asam mineral, tetapi dengan
menggunakan asam ini silase yang dihasilkan tidak begitu asam. Penggunaan
asam format ini pun dapat langsung digunakan sebagai ransum ikan maupun
ternak tanpa harus dinetralkan terlebih dahulu. Penambahan asam format pada
penelitian ini juga bertujuan mempercepat penurunan pH dan mengaktifkan kerja
enzim. Enzim mengubah protein ke dalam unit yang lebih kecil sehingga asam
amino sebagai penyusun protein menjadi lebih pendek (Noviana, N, 2012).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan data
pengukuran pH yaitu; pada sampling pertama, pH silase 3,2 dan pada sampling
ke-2 hingga sampling ke-4 pH silase berada pada pH 4. kondisi tersebut dapat
menjadi kondisi dimana bakteri asam laktat bisa berkembang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Zakariah, 2012) bahwa asam laktat akan terus diproduksi
sampai mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4.
Proses fermentasi ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu perlakuan pertama
menggunakan limbah ikan yang dicampur dengan tepung kanji dan asam.
Perlakuan kedua menggunakan limbah ikan yang dikukus terlebih dahulu
kemudian dicampur dengan asam. Dan perlakuan ketiga menggunakan limbah
ikan yang langsung dicampur asam tanpa adanya penambahan bahan lain. Dari
ketiga perlakuan tersebut yang paling cepat mengalami pencairan (terfermentasi)
adalah perlakuan I dan III. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas organisme
pada saat proses fermentasi. Selain itu juga, dengan adanya penambahan asam
dapat memfasilitasi kerja enzim. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Junianto, 2004) bahwa peranan senyawa asam ini adalah
melunakkan jaringan ikan dan menurunkan derajat keasaman.
Akibatnya enzimproteolitik yang terdapat dalam tubuh ikan akan
aktif bekerja memecah protein (senyawa komplek)menjadi
dipeptida-dipeptida dan asam asam amino (senyawa sederhana)
yang bersifat larut dalam air. Sedangkan untuk perlakuan yang
limbah ikannya dikukus terlebih dahulu kemudian ditambahkan
dengan asam, membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk
proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena, dalam proses
pengukusan terjadi proses inaktivasi enzim sehingga
memperlambat terjadinya proses fermentasi.
- Proses Pembuatan Tepung Silase
Pembuatan tepung silase pada praktikum ini menggunakan silase yang
telah difermentasi yang kemudian dicampur dengan dedak halus. Banyaknya
silase yang digunakan sebanyak 1,5 kg, sedangkan dedak halus juga sebanyak
1,5.pembuatan tepung silase ini bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan
untuk meningkatkan kecernaan ikan terhadap pakan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Amrina, 2013) yang menyatakan bahwa tepung silase ikan memiliki
kelebihan, karena dapat menciptakan pakan murah dan ramah lingkungan. Selain
itu juga tepung silase yang digunakan berasal dari silase yang melalui proses
autolysis pada kondisi asam sehingga dapat digunakan sebagai aktraktan sehingga
dapat meningkatkan kecernaan oleh pakan karena tersedia dalam bentuk rantai
peptida.
Dalam proses pembuatan, silase dicampurkan dengan dedak halus agar dapat
dapat memudahkan proses pengeringan. Pengeringan secara langsung dari suatu
bahan pakan sumber protein akan menghasilkan tepung yang masih bersifat
higroskopis, yang pada akhirnya menyebabkan bahan tersebut tidak tahan lama
dan menyebabkan penggumpalan. Oleh karena itu, dalam proses pengolahan
silase ini harus digunakan pemanbahan berupa dedak yang menjadi bahan pengisi
pada silase. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dahrmawati, 2014) yang
menyatakan bahwa umumnya produk silase hewan mengadung banyak air,
sehingga dalam pencampuran perlu dikurangi kadar airnya sebelum dicampur
dalam pakan atau diberikan langsung pada ternak. Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai aditif dalam pengolahan silase adalah dedak.
V. PENUTUP
A. Simpulan
- Pengukuran pH (derajat keasaman) yakni sampling pertama, pH silase 3,2
kemudian sampling ke-dua pH 4, sampling ke-3 pH 4, dan sampling ke-empat
pH tetap berada di 4.
- Silase dengan perlakuan pemasakan membutuhkan waktu fermentasi lebih
lama dibandingkan silase yang diberi asam dan silase yang diberikan asam dan
tepung kanji.
- Dalam pembuatan tepung silase perlu adanya penambahan filler berupa dedak
halus agar dapat memudahkan dalam proses pengeringan tepung silase.
B. Saran
Saran yang penulis sampaikan pada praktikum ini adalah perlu
dilakukannya uji proksimat agar komposisi yang terkandung dalam silase dapat
diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Dina. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah pada Produksi Biomassa Artemia franciscana. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Amrina, W.D. Rahmiathi., W. Iba., A. Rahman. 2013. Pemberian Silase Ikan Gabus Pada Pakan Buatan Bagi Pertumbuahan dan Kelangsungan Hidup Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Stadia Post Larva.
Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Kebdari. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vol. 02, No. 06 Jun 2013. 91-99. ISSN: 2303-3959.
Dharmawati, Siti., A. Malik., M. Rifa’i. Tingkat Penggunaan Dedak Sebagai Aditif Terhadap Kualitas Fisik dan Kadar Protein Silase Limbah Ikan. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary. Kalimantan. Media Sains, Volume 7 Nomor 1, April 2014. ISSN 2085-3548
Hasanah, Rafitah. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Dari Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma Temminckii C.V). Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Samarinda. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 1, Oktober 2013 – Issn 1402-2006
Mukodiningsih, Sri. 2007. Penambahan Dedak Halus pada pengeringan Awetan Becikot Secara Ensilase untuk Mengurangi Sifat Higroskopis sebagai Bahan Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Media Kedokteran Hewan. Vol. 23, No. 3, September 2007
Nelson Hage, Yandres., K. Suwetja. F.G. ijong. 2012. Nira Lontar Sebagai Kandidat dalam Mempertahankan Kandungan Protein Silase Jeroan Ikan Cakalang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis.
Noviana N, Yofitaro., S. Lestari., S. Hanggita RJ. Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Silase Keong Mas (Pomacea canaliculata) Dengan Penambahan Asam Format Dan Bakteri Asam Laktat 3b104. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya. Fishtech Volume I, Nomor 01, November 2012.
Park, Eun Jin. Kim, Kyoung-Ho. Abell, Guy C.J. Kim, Min-Soo. Roh, Seong Woon. Bae, Jin Woo. 2011. Metagenomic Analysis of the Viral Communities in Fermented Foods. South Korea.
Rimbawanto, E. Aris., Suwandyastuti., S. Rahayu. 2012. Biotransformasi Limbah Ikan Menjadi Bahan Pakan untuk Ruminansia. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto. Vol (12) No. 1:41-46
Siswati, N. Dyah., A. Zain., Mohammad. 2010. Animal Feed Making From Tuna Fish Waste With Fermentation Proses. Department of Chemical Engineering FTI UPN "Veteran" East Java. Jurnal Teknik Kimia, Vol .4, No.2, April 2010.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press. Ukuran buku: 15.5 x 23 cm. 43 Hal. ISBN : 978-602-8915-50-2
Zakariah, M. Askari. 2012. Teknologi Fermentasi Dan Enzim “Fermentasi Asam Laktat Pada Silase”. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.