Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

25
TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013 LAPORAN PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI LINGKUNGAN Disusun Oleh : Ellen Putri Edita 2108011130063 Widyani Sumarsono 2108011130087 Widyastuti Kusuma W 21080110130067 Abdullah Ibrahim 21080110151024

description

Uji racun terhadap ikan cethul

Transcript of Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

Page 1: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOTOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Disusun Oleh :

Ellen Putri Edita 2108011130063

Widyani Sumarsono 2108011130087

Widyastuti Kusuma W 21080110130067

Abdullah Ibrahim 21080110151024

Page 2: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa

kimia terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung

(DFG, 1983 dalam Rudolph, 1991). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nagel (1988), Rudolph

& Boje (1986) dalam Rudolph (1991) bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi

menitikberatkan pada peribahan struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia

lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi organism.

Perairan yang dekat dengan tempat tinggal manusia sering kali telah terakumulasi

pestisida dan deterjen. Menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida, (2011), pestisida dalam

sektor pertanian dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan

penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil

pertanian, memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma. Menurut Hunter

(1993), deterjen merupakan pembersih sintesis yang terbuat dari bahan-bahan turunan

minyak bumi. Deterjen mengandung bahan-bahan kimiawi antara lain surfaktan, builder,

filler, dan additives. Surfaktan mempunyai ujung yang berbeda yaitu hydrophile (suka

air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan

permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan

bahan.

Akumulasi limbah, baik itu pestisida maupun deterjen jika dalam jumlah yang

melebihi ambang batas akan mempengaruhi kehidupan organisme di perairan tersebut.

Salah satu organisme yang rentan terhadap perubahan lingkungannya akibat akumulasi

deterjen di perairan adalah ikan. Fosfat adalah bentuk persenyawaan fosfor yang berperan

penting dalam menununjang kehidupan organisme akuatik. Secara alami fosfat dalam

perairan berasal dari pelapukan batuan dan mineral. Dalam air laut sendiri terdapat dalam

bentuk organik dan anorganik yang berasal dari beberapa surnber, antara lain

dekomposisi bahan organik (Jeffries dan Mills, 1996).

Page 3: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

Ikan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis penting bagi

manusia. Di samping itu, selama beberapa decade terakhir ini ikan dijadikan obyek

penelitian untuk mengetahui akumulasi dari bahan-bahan kimia di lingkungan perairan.

Ikan menjadi model standar di berbagai kawasan di dunia untuk menentukan kualitas

lingkungan dan penurunan fungsi habitatnya yang menyebabkan penurunan kuantitas

ikan di dunia.

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum

Tujuan dan manfaat dari praktikum Ekotoksikologi Lingkungan adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui bahaya suatu bahan toksik yaitu deterjen cair yang masuk ke dalam

perairan; dan

2. Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik yaitu deterjen cair yang dipaparkan ke

ikan uji

Manfaat dari Praktikum Ekotoksikologi Lingkungan adalah sebagai berkut:

1. Dapat Mengetahui bahaya suatu bahan toksik yaitu deterjen cair yang masuk ke

dalam perairan; dan

2. Dapat Mengetahui besarnya konsentrasi suatu bahan toksik yaitu deterjen cair yang

masih dapat diterima oleh organisme perairan.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Ekotoksikologi dilaksanakan pada tanggal 20 April – 5 Juni 2013, di

Teras Laboratorium Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,

Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang.

Page 4: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Gupi (Poecilia reticulata)

a. Klasifikasi

Gupi, ikan seribu, ikan cere, atau suwadakar (Poecilia reticulata), adalah salah satu

spesies ikan hias air tawar yang paling populer di dunia. Karena mudahnya

menyesuaikan diri dan beranak-pinak, di banyak tempat di Indonesia ikan ini telah

menjadi ikan liar yang memenuhi parit-parit dan selokan. Dalam perdagangan ikan

hias dikenal sebagai guppy atau juga millionfish, di berbagai daerah ikan ini juga

dikenal dengan aneka nama lokal seperti gepi (Btw.), bungkreung (Sd.), cethul atau

cithul (Jw.), klataw (Bjn), dan lain-lain.

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Cyprinodontiformes

Famili: Poeciliidae

Genus: Poecilia

Spesies: P. reticulata

Page 5: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

Gambar 2.1 Ikan Gupi (Poecilia reticulata)

b. Morfologi

Gupi merupakan anggota suku Poecilidae yang berukuran kecil. Jantan dan betina

dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan bentuk tubuhnya, maupun dari

warnanya (dimorfisme seksual). Panjang total tubuh ikan betina antara 4–6 cm,

sedangkan jantannya lebih kecil, sekitar 2½–3Β½ cm. Ikan jantan memiliki warna-

warni yang cemerlang dan amat bervariasi, terutama pada ikan hibrida. Ikan gupi liar

warnanya lebih sederhana, meski jantannya tetap berwarna-warni dengan dua buah

bintik hitam seperti mata di sisi badan: yang satu di bawah sirip punggung dan yang

lainnya di atas sirip dubur. Gupi liar betina bertubuh tambun dengan warna kuning

kecoklatan dan susunan sisik yang membentuk pola seperti jala (reticulata = dengan

pola jaring atau jala), dan perut gendut berwarna putih

c. Kebiasaan Hidup di Alam

Ikan gupi yang bersifat omnivora ini dapat berkembangbiak secara optimal pada

suhu sekitar 25-28Β° C, pH sekitar 7,0 dan kekerasan 20Β° dH.

d. Siklus Hidup

Ikan Gupi (P. reticulata Peters) mempunyai siklus hidup generasi yang singkat.

Diduga turun-naiknya jumlah populasi, akibat dari perilaku agresif ikan Guppy

dewasa dalam berreproduksi dan kebiasaan memangsa larva anaknya

e. Reproduksi

Ikan guppy umumnya memproduksi telur setiap 30 hari selama 20 kali semasa

hidup. Guppy awalnya hidup di rawa air payau. Ikan ini berkembang biak dengan

cara beranak sehingga pemijahannya tergolong mudah. Induk jantan mempunyai

warna yang cerah, tubuh yang ramping, sirip punggung yang lebih panjang,

mempunyai gondopodium (berupa tonjolan memanjang di belakang sirip perut) yang

Page 6: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

merupakan modifikasi sirip anal berupa sirip panjang. Untuk indukan betina

mempunyai tubuh gemuk, warna yang kurang cerah, sirip punggung kecil, sirip perut

berupa sirip yang halus.

f. Penyebaran

Gupi dimasukkan ke Indonesia sebagai ikan akuarium pada sekitar tahun 1920an,

namun kemudian terlepas atau dilepaskan ke perairan bebas. Agaknya ikan ini semula

diharapkan dapat membasmi larva nyamuk di alam untuk mengendalikan penyakit

malaria, akan tetapi tidak berhasil. Ikan gupi di akuarium dapat mencapai panjang 60

mm, namun di alam kebanyakan hanya tumbuh hingga sekitar 35 mm saja; dan ukuran

ini terlalu kecil untuk memangsa jentik-jentik nyamuk.

Karena keperidiannya, gupi lekas membiak dan merambah aneka perairan bebas.

Pada tahun 1929 tercatat bahwa ikan ini dapat ditemukan di hampir semua kolam dan

parit di Jawa Barat. Sekarang ikan ini telah meluas ke pelbagai tempat di Nusantara, dan

mungkin telah menjadi ikan yang paling melimpah di Jawa dan Bali

2.2 Tinjauan Umum Bahan Toksik

Bahan toksik yang digunakan dalam percobaan ini adalah pembersih lantai.

Pembersih lantai umumnya mengandung formalin sebagai bahan aktif. Formalin

berfungsi sebagai pembunuh kuman, akan tetapi beracun jika termakan. Untuk itu

berhati- hatilah menggunakan pembersih lantai. Untuk lebih memberikan kenyamanan

pada si pemakai, biasanya pembersih lantai diberi pewangi. Hal ini karena bau formalin

yang tidak enak.

Pemebersih lantai juga banyak mengandung asam-asam kuat seperti klorida (HCL).

Asam tersebut berguna untuk melarutkan kotoran yang ada di porselen. Produk rumah

tangga yang mengandung asam klorida antara lain pembersih lantai/porselen,

penghilang karat pada besi atau baja, baterai, lampu blitz kamera dan kembang api.

Larutan asam klorida ( HCl ) adalah cairan kimia yang sangat korosif, berbau

menyengat dan sangat iritatif dan beracun, larutan HCl termasuk bahan kimia berbahaya

atau B3. Di dalam tubuh HCl diproduksi didalam lambung yang lebih dikenal dengan

Page 7: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

asam lambung yang dihasilkan oleh sel parietal, secara alami salah satu fungsi asam

lambung ini untuk menghancurkan bahan makanan yang masuk kedalam usus, jika

produksi asam lambung meningkat dari keadaan normal akan mengiritasi lambung dan

menimbulkan rasa perih di lambung yang lebih dikenal dengan sakit maag.

.

2.3 Analisa Probit

Analisis probit adalah jenis regresi digunakan untuk menganalisis variabel respon

binomial. Analisa probit dapat dilakukan dengan menggunakan table, perhitungan

manual, maupun dengan menggunakan software EPA Probit Analysis.

Pengukuran toksisitas (daya racun) dari suatu jenis bahan pencemar dapat

dilakukan dengan menetapkan nilai LC50 dari bahan pencemar tersebut terhadap hewan

percobaan dengan melakukan analisa probit. Analisa probit adalah suatu metode

pengujian yang umum dipergunakan untuk menilai toksisitas dari suatu bahan pencemar,

yang diukur dari lethal concentration, yang diartikan sebagai berapa miligram bahan

pencemar untuk setiap kilogram hewan uji yang dapat mengakibatkan kematian sebanyak

50 % dari populasinya. Meskipun analisa probit merupakan teknik parametrik yang biasa

dipakai untuk menangani data toksisitas, simpangan nyata dari model log probit dapat

terjadi, sebagai contoh, pada saat data tidak tersebar normal (Buikema et al, 1982).

Page 8: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

1.1 Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum Ekotoksikologi dan Kesehatan

Lingkungan adalah Ikan Gupi untuk dihitung nilai LC50-96 jam terhadap bahan toksik

(pemebrsih lantai). Untuk menunjang praktikum Ekotoksikologi Perairan maka

dibutuhkan alat dan bahan sebagai berikut :

a) Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ekotoksikologi antara lain:

1. 6 buah toples

2. 1 buah Saringan ikan

3. 1 buah Gelas ukur

4. 1 buah pipet ukur

5. 2 buah aerator dengan selang yang dicabang

6. Alat tulis

7. Kertas Label

8. 1 buah suntikan

b) Bahan

1. 60 ekor ikan (30 ekor untuk uji pendahuluan, 30 ekor untuk uji sesungguhnya)

2. Pembersih lantai

3. Air

1.2 Metode Praktikum

Sebelum melakukan uji pendahuluan dan uji sesungguhnya, lakukan tahap

pemeliharaan dan tahap aklimasi. Tahap pemeliharaan dilakukan selama 2 hari untuk

membiarkan ikan beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada tahap ini ikan diberi makan

sehari sekali. Setelah tahap pemeliharaan, ikan uji menjalani tahap aklimasi selama 2

hari, yaitu ikan uji dibiarkan tidak makan untuk membersihkan perutnya.

Page 9: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

a) Uji Pendahuluan

Dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi batas ambang atas dan ambang

bawah. Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Memasukkan air sebanyak 5 L pada masing-masing aquarium yang sudah

dibersihkan sebelumnya;

2. Memasang selang yang sudah dihubungkan dengan aerator;

3. Mencampurkan deterjen dengan konsentrasi berturut-turut 10 ml/1.2 Liter; 1

ml/1.2 Liter; 0,1 ml/1.2 Liter; 0,01 ml/1.2 Liter; 0,001 ml/1.2 Liter; dan 0 ml/1.2

Liter untuk control;

4. Memasukkan ikan uji dengan kepadatan 5 ekor ikan dalam satu aquarium;dan

5. Melakukan pengamatan mortalitas ikan setelah 24 jam hingga 96 jam.

b) Uji Sesungguhnya

Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana ikan uji mati 50%

selama jangka waktu 96 jam. Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Memberi air media pada aquarium yang sudah dibersihkan sebelumnya;

2. Melakukan perhitungan menggunakan rumus untuk mencari konsentrasi deterjen:

𝐋𝐨𝐠 𝐍

𝐧 = 𝐀 (𝐋𝐨𝐠

𝐚

𝐧)

𝐚

𝐧 =

𝐛

𝐚 =

𝐜

𝐛 =

𝐝

𝐜 =

𝐞

𝐝

Dimana: N = konsentrasi ambang atas

n = konsentrasi ambang bawah

3. Memasukkan deterjen dengan konsentrasi berturut-turut a ml/1.2 Liter; b ml/1.2

Liter; c ml/1.2 Liter; d ml/1.2 Liter; e ml/1.2 Liter; dan 0 ml/1.2 Liter untuk

control;

4. Memasukkan ikan uji ke dalam akuarium;

5. Melakukan pengamatan pergerakan dan tingkah laku ikan pada jam ke 24, 48, 72

dan 96; dan

Page 10: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

6. Melakukan pengamatan mortalitas ikan uji.

1.3 Analisa data

Pada praktikum Ekotoksikologi ini dilakukan analisis data untuk mengolah data

yang sudah didapat dari uji di atas. Dalam praktikum ini, dalam melakukan analisa probit

digunakan software EPA Probit Analysis untuk menentukan nilai LC50-96 jam.

Page 11: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

a. Uji Pendahuluan

Tabel 4.1 Hasil Uji Pendahuluan

Konsentrasi Jam Ke - Prosentase

(%) 24 48 72 96

0 ml 0 0 0 0 0

0,1 ml 0 0 0 0 0

0,2 ml 0 1 2 0 50

0,3 ml 1 1 3 0 83,3

0,4 ml 2 2 2 0 100

0,5 ml 6 0 0 0 100

Sumber : Analisa Praktikan, 2013

Dari hasil tes pendahuluan di dapatkan range konsentrasi untuk tes

sesungguhnya adalah 0,1 ml – 0,4 ml. Dilakukan 5 perlakuan, untuk mendapatkan

konsentrasi untuk uji sesungguhnya melalui perhitungan di bawah ini:

π’π’π’ˆπ‘΅

𝒏= π’Œ (π’π’π’ˆ

𝒂

𝒏)

Keterangan :

N = Konsentrasi ambang atas

n = Konsentrasi ambang bawah

K = Jumlah konsentrasi yang di uji

𝒂

𝒏=

𝒃

𝒂=

𝒄

𝒃=

𝒅

𝒄=

𝒆

𝒅=

𝑡

𝒆

Page 12: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

log0,4

0,1= π‘˜ (log

π‘Ž

0,1)

log0,4

0,1= 6 (log

π‘Ž

0,1)

log 4 = 6 (logπ‘Ž

0,1)

0,602059 = 6 (logπ‘Ž

0,1)

0,602059 = 6 (logπ‘Ž βˆ’ log 0,1)

0,602059 = 6 logπ‘Ž βˆ’ 6 log 0,1

6 logπ‘Ž = 0,602059 βˆ’ 6

logπ‘Ž =βˆ’5,397941

6

logπ‘Ž = βˆ’0,899 ------ a = 0,1259 β‰ˆ 0,126

setelah diketahui nilai a maka nilai b,c,d,dan e dapat kita cari sesuai perhitungan di

bawah ini

π‘Ž

𝑛=

𝑏

π‘Ž

0,126

0,1=

𝑏

0,126

b = 0,15876 β‰ˆ 0,16

𝑏

π‘Ž=𝑐

𝑏

0,16

0,126=

𝑐

0,16

Page 13: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

c = 0,2016 β‰ˆ 0,2

𝑐

𝑏=

𝑑

𝑐

0,2

0,16=

𝑑

0,2

d = 0,252 β‰ˆ 0,25

𝑑

𝑐=𝑒

𝑑

0,25

0,2=

𝑒

0,25

e = 0,315

dari perhitungan di atas maka di dapatkan konsentrasi untuk Uji Sesungguhnya, yaitu:

a = 0,13 ml

b = 0,16 ml

c = 0,2 ml

d = 0,25 ml

e = 0,315

b. Uji Sesungguhnya

Tabel 4.2 Hasil Uji Sesungguhnya

Konsentrasi Jam Ke - Prosentase

(%) 24 48 72 96

0 ml 0 0 0 0 0

0,13 ml 0 1 0 0 16,67

0,16 ml 1 1 0 0 33,33

0,2 ml 1 2 0 0 50

0,25 ml 2 2 0 0 66,67

0,315 ml 6 0 0 0 100

Sumber : Analisa Praktikan, 2013

Page 14: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

c. Analisa Probit (EPA Probit Analysis)

Hasil yang diperoleh dari simulasi program komputer adalah sebagai berikut :

Probit Analysis

Warnings

Relative Median Potency Estimates are not displayed because there is no grouping

variable in the model.

Data Information

N of Cases

Valid 5

Rejected Missing 0

LOG Transform Cannot be

Done 0

Number of Responses >

Number of Subjects 0

Control Group 1

Convergence Information

Number of

Iterations

Optimal Solution

Found

PROBIT 14 Yes

Parameter Estimates

Parameter Estimate Std. Error Z Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

PROBITa Konsentrasi 6.481 2.185 2.967 .003 2.199 10.762

Intercept 4.652 1.577 2.950 .003 3.075 6.229

Page 15: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

Parameter Estimates

Parameter Estimate Std. Error Z Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

PROBITa Konsentrasi 6.481 2.185 2.967 .003 2.199 10.762

Intercept 4.652 1.577 2.950 .003 3.075 6.229

a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 10.000 logarithm.)

Chi-Square Tests

Chi-Square dfa Sig.

PROBIT Pearson Goodness-of-Fit

Test 1.036 3 .793

b

a. Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated

cases.

b. Since the significance level is greater than .150, no heterogeneity factor is

used in the calculation of confidence limits.

Cell Counts and Residuals

Number Konsentrasi

Number of

Subjects

Observed

Responses

Expected

Responses Residual Probability

PROBIT 1 -.886 6 1 .826 .174 .138

2 -.796 6 2 1.838 .162 .306

3 -.699 6 3 3.291 -.291 .549

4 -.602 6 4 4.640 -.640 .773

5 -.502 6 6 5.516 .484 .919

Confidence Limits

Probabil

ity

95% Confidence Limits for Konsentrasi 95% Confidence Limits for log(Konsentrasi)a

Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound

PROBIT 0.01 .084 .016 .121 -1.077 -1.800 -.919

Page 16: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

0.02 .092 .021 .128 -1.035 -1.677 -.892

0.03 .098 .025 .133 -1.008 -1.600 -.875

0.04 .103 .029 .138 -.988 -1.542 -.862

0.05 .107 .032 .141 -.972 -1.495 -.851

0.06 .110 .035 .144 -.958 -1.455 -.841

0.07 .113 .038 .147 -.945 -1.420 -.833

0.08 .116 .041 .149 -.935 -1.388 -.826

0.09 .119 .044 .152 -.925 -1.360 -.819

0.1 .121 .046 .154 -.916 -1.334 -.812

0.15 .133 .059 .164 -.878 -1.227 -.785

0.2 .142 .072 .173 -.848 -1.143 -.762

0.25 .151 .084 .182 -.822 -1.073 -.741

0.3 .159 .097 .191 -.799 -1.012 -.720

0.35 .167 .110 .201 -.777 -.958 -.698

0.4 .175 .123 .212 -.757 -.909 -.674

0.45 .183 .136 .225 -.737 -.866 -.648

0.5 .192 .149 .242 -.718 -.828 -.617

0.55 .200 .161 .262 -.698 -.794 -.582

0.6 .210 .172 .288 -.679 -.765 -.541

0.65 .220 .182 .320 -.658 -.739 -.494

0.7 .231 .192 .362 -.637 -.716 -.442

0.75 .243 .203 .415 -.614 -.694 -.382

0.8 .258 .213 .487 -.588 -.671 -.312

0.85 .277 .225 .590 -.558 -.648 -.229

0.9 .302 .240 .753 -.520 -.620 -.123

0.91 .308 .244 .800 -.511 -.613 -.097

0.92 .316 .248 .854 -.501 -.606 -.069

0.93 .324 .252 .917 -.490 -.599 -.038

0.94 .333 .257 .994 -.478 -.590 -.003

0.95 .344 .262 1.090 -.464 -.581 .037

Page 17: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

0.96 .357 .269 1.214 -.448 -.570 .084

0.97 .374 .277 1.388 -.428 -.557 .142

0.98 .397 .289 1.658 -.401 -.539 .220

0.99 .438 .307 2.197 -.359 -.512 .342

a. Logarithm base = 10.

4.2 Pembahasan

a. Uji Pendahuluan

Pada percobaan ini terdapat 6 buah aquarium berisi masing-masing 1.2 Liter

air dengan konsentrasi detergen cair yang berbeda-beda. Masing-masing aquarium

ini diisi dengan 6 ekor ikan. Pada perlakuan kontrol kondisi ikan dalam keadaan

normal, baik proses metabolisme maupun respirasinya. Untuk perlakuan ini ikan

Page 18: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

yang digunakan sebagai ikan uji tidak mendapat tambahan bahan toksik dalam

lingkungannya, sehingga proses yang terjadi dalam tubuhnya tidak terganggu.

Berdasarkan hasil praktikum pada uji pendahuluan dengan pemberian

deterjen dalam berbagai konsentrasi pada Ikan Komet (Carassius auratus auratus),

dapat diketahui pengaruh penggunaan toksik ini pada kehidupan ikan khususnya

ikan mas komet, yang dapat dilihat dari tingkat kematian atau mortalitas ikan.

Konsentrasi yang digunakan pada uji pendahuluan adalah 0,1 ml/1.2 Liter ; 0,21

ml/1.2 Liter ; 0,3 ml/1.2 Liter ; 0,4 ml/1.2 Liter dan 0,5 ml/1.2 Liter. Ikan uji mati

seratus persen selama 24 jam terdapat pada konsentrasi 0,5 ml/1.2 Liter. Ikan uji

yang digunakan mati semua sebelum 48 jam sehingga dapat disimpulkan bahwa

ambang atas (LC100-24jam) dari bahan toksik deterjen adalah 0,5 mg/l dan pada

ambang bawah (LC0-96jam) dari bahan toksik deterjen adalah 0,1 mg/l dimana dalam

jangka waktu 96 jam tidak ada ikan uji yang mati dalam konsentrasi tersebut.

Dengan didapatkannya konsentrasi ambang atas (N) dan konsentrasi ambang bawah

(n), maka kita dapat melakukan perhitungan konsentrasi untuk uji sesungguhnya.

Berdasarkan uji pendahuluan ini, kita dapat mengetahui bahwa deterjen

dapat bersifat lethal dan sublethal terhadap ikan. Pada konsentrasi sublethal deterjen

akan merusak jaringan epithelium insang ikan. Kondisi ini akan lebih

membahayakan kehidupan ikan, apabila kandungan oksigen terlarutnya rendah.

Rusaknya jaringan epithelium tersebut dapat mengganggu kerja insang yang pada

akhirnya dapat mengakibatkan kematian pada hewan uji.

b. Uji Sesungguhnya

Setelah kita melakukan uji pendahuluan untuk menentukan konsentrasi

bahan toksik, selanjutnya kita melakukan uji sesungguhnya, yaitu untuk mengetahui

dampak perbedaan konsentrasi bahan toksik yang diberikan terhadap ikan uji, dan

untuk menetukan LC50-96jam. Untuk uji sesungguhnya ini, disediakan 6 aquarium

yang diisi masing-masing 5 ekor ikan dan 1.2 Liter air dengan konsentrasi bahan

toksik hasil perhitungan, yaitu 0,13 ml/1.2 Liter; 0,16 ml/1.2 Liter; 0,2 ml/1.2 Liter;

0,25 ml/l; dan 0,315 l/1.2 Liter. Uji ini dimulai pada pukul 09.30 WIB.

Page 19: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

1. Perlakuan Pertama

Pada perlakuan ini digunakan konsentrasi bahan toksik (detergen cair) terendah,

yaitu 0,13 ml/1.2 Liter. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui ikan uji

masih menunjukkan tingkah laku dalam keadaan normal. Ikan masih berenang

dengan aktif. Warna air pada konsentrasi ini masih bersih bila dibandingkan

dengan warna air pada aquarium dengan konsentrasi yang lebih besar. Ikan uji

pada konsentrasi terendah ini mampu bertahan hingga 96 jam dengan tingkat

mortalitas sebanyak 0% (tidak ada yang mati).

2. Perlakuan Kedua

Ikan komet dimasukkan ke dalam 1.2 Liter air yang telah dicampur dengan 0,16

ml detergen cair. Pada konsentrasi ini, ikan uji masih menunjukkan tingkah laku

yang pasif pada ikan pada jangka waktu 24 jam terdapat 1 ekor ikan yang mati.

Kemudian, pada jangka waktu 48 jam, ditemukan kembali 1 ikan yang mati.

Ikan yang mati ini memiliki warna yang normal dengan mulut terbuka.

Terbukanya mulut ikan ini menandakan bahwa ikan mengalami sufokasi atau

kekurangan oksigen). Dalam jangka waktu 96 jam, hanya 1 ikan uji yang mati

sehingga tingkat mortalitasnya 33,3%.

3. Perlakuan Ketiga

Pada perlakuan ini, ikan komet dimasukkan dalam 1.2 Liter air yang telah

dicampur dengan 0,2 ml detergen cair. Pada konsentrasi ini, mulai dapat dilihat

perubahan tingkah laku pada ikan komet, yaitu sebagian ikan uji lebih pasif dan

berada pada dasar aquarium. Warna air pada konsentrasi ini juga lebih keruh

karena keberadaan detergen. Dalam jangka waktu 24 jam 1 ikan mati, dan dalam

jangka waktu 48 jam, 2 ikan uji mati,sehingga total ikan uji yang mati adalah 3

ekor.

4. Perlakuan Keempat

Pada perlakuan ini, ikan komet dimasukkan ke dalam 1.2 Liter air yang telah

dicampur dengan 0,25 ml detergen cair. Konsentrasi detergen cair pada

perlakuan ini cukup tinggi, dapat dilihat dari banyaknya busa yang ditimbulkan

di dalam aquarium. Perbedaan perilaku ikan uji mulai terlihat jelas di sini. Sejak

Page 20: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

pertama kali dimasukkan, ikan uji terlihat pasif dan berenang pada dasar

aquarium. Pada 6 jam pertama, terlihat ikan membuka mulutnya secara perlahan

dan mulai mengeluarkan banyak kotoran yang menandakan adanya detergen juga

mengganggu mekanisme di dalam tubuh ikan.

Gambar 5.1 Beberapa ikan yang sudah ada yang mati

Selain itu,kondisi air pada perlakuan ini menunjukkan air berwarna keruh

dikarenakan kandungan detergen dan kotoran yang dikeluarkan oleh ikan. Pada

perlakuan ini, dalam jangka waktu 48 jam 4 ekor ikan uji mati. Sehingga tingkat

mortalitas pada perlakuan ini yaitu 66,67%, dengan kondisi ikan mati dengan

mulut terbuka.

5. Perlakuan Kelima

Pada perlakuan ini, digunakan konsentrasi bahan toksik tertinggi, yaitu ikan uji

dimasukkan ke dalam 1.2 Liter air yang telah dicampur dengan 0,315 ml

detergen cair. Sama seperti perlakuan keempat, perbedaan perilaku ikan sudah

terlihat jelas pada saat ikan baru dimasukkan. Ikan uji bergerak pasif di dasar

aquarium dan menunjukkan perilaku aneh, seperti melompat ke permukaan dan

berenang miring. Pada konsentrasi ini, ikan uji juga menghasilkan banyak

kotoran yang membuat air menjadi semakin keruh. Pada 3 jam pertama, ikan uji

berenang mendekati aerator. Ini merupak salah satu respon ikan menanggapi

Page 21: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

minimnya kandungan oksigen di dalam air. Mulut ikan juga membuka dan

menutup secara perlahan

Gambar 5.3 Ikan 100% mati pada 24 jam

Dalam waktu 24 jam, 6 ikan uji mati pada perlakuan ini, sehingga tingkat

mortalitas adalah 100%. Kondisi ikan mati berbeda dengan ikan mati pada

konsentrasi lainnya. Pada perlakuan ini, ikan yang mati mulutnya terbuka dan

berdarah, insang berdarah, dan mata berwarna putih.

Berbeda dengan hasil uji pendahuluan, uji sesungguhnya yang dilakukan

dengan pemberian konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,13 ml/1.2 Liter; 0,16

ml/1.2 Liter; 0,2 ml/1.2 Liter; 0,25 ml/1.2 Liter; dan 0,315 l/1.2 Liter. Kelima

konsentrasi ini berpengaruh terhadap tingkat mortalitas ikan uji. Pada konsentrasi

0,13 ml/1.2 Liter jumlah ikan uji yang mati adalah 1 ekor, pada konsentrasi 0,16

ml/1.2 Liter jumlah ikan uji yang mati adalah 2 ekor, pada konsentrasi 0,2 ml/1.2

Liter jumlah ikan uji yang mati adalah 3 ekor, pada konsentrasi 0,25 ml/1.2 L

jumlah ikan uji yang mati adalah 4 ekor dan pada konsentrasi 0,315 l/1.2 Liter

jumlah ikan uji yang mati adalah 6 ekor. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa

ikan uji mati seratus persen pada konsentrasi tertinggi yaitu 0,315 l/1.2 Liter.

Kematian ikan uji disebabkan karena rusaknya jaringan insang dan proses

metabolisme tubuh akibat kontak langsung dengan toksik. Hal itu dibuktikan

dengan melihat warna insang pada ikan yang telah mati yaitu berwarna putih

pucat dan tingkah laku ikan yang tidak seimbang. Mortalitas ikan uji tidak hanya

disebabkan oleh kandungan toksik saja, tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor

lain yaitu kebersihan air media dan metabolisme dari ikan itu sendiri.

Page 22: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

Tingkah laku ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.

Adanya bahan toksik dalam hal ini deterjen dapat merubah tingkah laku ikan.

Pada perlakuan kontrol tanpa penambahan deterjen, tingkah laku ikan normal,

pergerakannya aktif. Hal itu disebabkan karena proses fisiologis dan

metabolismenya berlangsung normal sedangkan pada perlakuan dengan

konsentrasi deterjen yang lebih tinggi, ikan lebih sering berada di dasar akuarium

dan telihat pasif, namun ikan masih aktif berenang. Kandungan deterjen yang

tinggi menyebabkan tertutupnya jaringan yang terdapat di insang yang

menghambat proses pernapasan. Kematian ikan-ikan tersebut disebabkan oleh

absorbsi racun dalam tubuh ikan terjadi sangat cepat sehingga akumulasi racun

pada organ tubuh ikan berlangsung cepat (Sastrawijaya, 1991).

Menurut Mautudina (2000), zat toksikan atau polutan dapat menghambat

kerja enzim di dalam tubuh ikan. Kematian ikan uji tersebut disebabkan karena

zat toksikan (deterjen) yang terjerap ke dalam tubuh ikan berinteraksi dengan

membran sel dan enzim sehingga kerja enzim menjadi tidak stabil. Dengan

demikian, kerja enzim terhambat atau terjadi transmisi selektif ion-ion melalui

membran sel.

Penyebab lainnya adalah berkaitan dengan ketersediaan oksigen terlarut,

dimana deterjen dengan kepekatan tinggi akan menghambat masuknya oksigen

dari udara ke dalam larutan uji (air limbah deterjen) sehingga ikan-ikan tersebut

lama kelamaan kehabisan oksigen. Busa yang ditimbulkan oleh deterjen juga

dapat memperbesar tegangan perrmukaan air dan menghambat masuknya oksigen

dalam air. Semakin tinggi konsentrasi deterjen yang dipakai semakin banyak busa

yang ditimbulkan sehingga semakin berkurang oksigen dan semakin membuat

jenuh perairan. Varley (1997) mengatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut

tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri, kejenuhan air dapat disebabkan

oleh koloidal yang melayang di air maupun jumlah larutan limbah deterjen yang

terlarut di air.

c. Analisa Probit

Analisa probit merupakan suatu metode pengujian yang umum digunakan

untuk mengukur nilai toksisitas suatu bahan pencemar yang diukur dari lethal

Page 23: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

concentration yang diartikan sebagai milligram bahan pencemar untuk setiap

kilogram hewan uji yang mengakibatkan kematian 50% dari populasinya.

Pernyataan dosis atau konsentrasi tanggapan mengacu pada hubungan kekhasan

kontak antara suatu zat racun dengan objek yang diamati. Dari analisa ini dapat

dilihat bahwa untuk deterjen daya racunnya sangat kuat (tergantung tingkat

konsentrasi), sehingga mampu mematikan 50% populasi dalam waktu 96 jam hanya

dengan konsentrasi 0,18 ml.

Menurut Mangkoedihardjo (1999), mengatakan bahwa suatu zat toksikan

efeknya terhadap organisme bersifat akut apabila zat tesebut mampu mematikan

dalam jangka waktu tidak lebih dari 14 hari. Berdasarkan kenyatan diatas didapatkan

bahwa limbah deterjen (jenis anti noda) merupakan zat toksikan yang mempunyai

efek berbahaya terhadap suatu biota yang hidup di perairan, karena dalam waktu 96

jam populasi ikan yang terdapat dalam media yang terpapar oleh deterjen tersebut

mati.

Page 24: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari Praktikum Ekotoksikologi ini adalah :

1. Bahan toksik yang dimasukkan ke dalam air pada saat percobaan, memberikan

dampak pada perilaku ikan uji. Dampak yang diperlihatkan tergantung dari

konsentrasi bahan toksik yang ditambahkan.

2. Nilai LC50-96 jam dari bahan toksik deterjen yang digunakan pada ikan komet

(Carassius auratus auratus) adalah sebesar 0,192 ml.

5.2. Saran

Saran yang diberikan untuk Praktikum Ekotoksikologi ini adalah:

1. Sebaiknya bahan toksik yang digunakan lebih bervariasi hasil yang didapat antar

kelompok dapat dibandingkan.

2. Sebaiknya terdapat juga variasi jenis ikan yang digunakan agar hasil yang didapat

juga dapat dibandingkan.

Page 25: Laporan Ekotoksikologi Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

http://rofisacob.blogspot.com/2013/12/1.html

Anonim, 2011. Buku Petunjuk Praktikum Ekotoksikologi. Jurusan Perikanan, Universitas

Diponegoro

Aldridge, W.N. 1980. The Need to Understand Mechanism. Dalam H.R. Witschi (Ed.), The

Scientific Basis of Toxicity Assessment. Elsevier/North Holland Biomedical Press.

Amsterdam.

Buikema, Jr., A.L., Niederlehner, B.R., dan Cairns, Jr.,J. 1982. Biological monitoring. Bagian IV

- Toxicity testing. Water Res.

Halang, Bunda. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas. FKIP Universitas

Lambung Mangkurat. (Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

http://diskanlut-jateng.go.id/index.php/read/news/detail/77

http://duniaikanikan.blogspot.com/