Laporan analitik 3

7
TITRASI ARGENTOMETRI DAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS TUJUAN Memahami teknik-teknik titrasi argentometri Menentukan kandungan klorida dalam garam dapur kasar dengan metode Mohr dan Fajans Memahami teknik-teknik titrasi pembentukan kompleks Menentukan kesadahan air HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan Titrasi argentometri o Standarisasi larutan standar NH₄CNS 0,1 N Titrasi ke- Volume larutan NH₄CNS yang diperlukan 1 2 22,2 ml 22,2 ml o Penentuan bromide dengan cara Volhard Titrasi ke- Volume larutan NH₄CNS yang diperlukan 1 2 10,1 ml 10,4 ml o Penentuan klorida dalam garam dapur kasar dengan Mohr Titrasi ke- Volume larutan AgNO₃ yang diperlukan 1 2 9,9 ml 9,8 ml o Penentuan klorida dalam garam dapur kasar dengan Fajans Titrasi ke- Volume larutan AgNO₃ yang diperlukan 1 2 9,4 ml 9,3 ml Titrasi pembentukan kompleks o Penentuan Mg dengan titrasi langsung Titrasi ke- Volume larutan EDTA yang diperlukan

description

LAPORAN PRAKTIKUM kimia analitik I - titrasi argentometri dan pembentukan kompleks

Transcript of Laporan analitik 3

Page 1: Laporan analitik 3

TITRASI ARGENTOMETRI DAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS

TUJUAN

Memahami teknik-teknik titrasi argentometri

Menentukan kandungan klorida dalam garam dapur kasar dengan metode Mohr dan

Fajans

Memahami teknik-teknik titrasi pembentukan kompleks

Menentukan kesadahan air

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan

Titrasi argentometri

o Standarisasi larutan standar NH₄CNS 0,1 N

Titrasi ke- Volume larutan NH₄CNS yang diperlukan

1 2

22,2 ml 22,2 ml

o Penentuan bromide dengan cara Volhard

Titrasi ke- Volume larutan NH₄CNS yang diperlukan

1 2

10,1 ml 10,4 ml

o Penentuan klorida dalam garam dapur kasar dengan Mohr

Titrasi ke- Volume larutan AgNO₃ yang diperlukan

1 2

9,9 ml 9,8 ml

o Penentuan klorida dalam garam dapur kasar dengan Fajans

Titrasi ke- Volume larutan AgNO₃ yang diperlukan

1 2

9,4 ml 9,3 ml

Titrasi pembentukan kompleks

o Penentuan Mg dengan titrasi langsung

Titrasi ke- Volume larutan EDTA yang diperlukan

Page 2: Laporan analitik 3

1 2

3,3 ml 3,0 ml

o Penentuan kesadahan air

Titrasi ke- Volume larutan EDTA yang diperlukan

1 2

6,4 ml 6,2 ml

Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan dua macam metode percobaan, yakni percobaan

argentometri dan percobaan pembentukan kompleks. Pada percobaan argentometri dibagi

menjadi empat percobaan yaitu standarisasi larutan standar NH₄CNS, penentuan bromide

dengan Volhard, penentuan klorida garam dapur dengan cara Mohr dan Fajans. Sedangkan

pada percobaan pembentukan kompleks dibagi menjadi dua yaitu penentuan Mg dengan

titrasi langsung dan penentuan kesadahan air.

Pembuatan larutan standar NH₄CNS 0,1 N

Pada percobaan pertama, larutan NH₄CNS perlu distandarisasi terlebih

dahulu karena larutan ini merupakan tipe larutan standar sekunder, di mana larutan

ini bersifat mudah bereaksi dengan senyawa lain di udara. Sehingga larutan ini tidak

dapat dibuat dan ditentukan konsentrasinya hanya dengan melarutkan padatannya

dalam sebuah pelarut karena bersifat higrokopis, menyerap uap air, dan menyerap

CO2 pada waktu proses penimbangannya, sehingga konsentrasinya dapat berubah

degan cepat. Oleh sebab itu, setiap kali ingin digunakan dalam proses titrasi maka

harus distandarisasi terlebih dahulu. Larutan NH₄CNS ini akan distandarisasi

menggunakan larutan AgNO₃ 0,1 N.

Proses standarisasi larutan NH₄CNS merupakan salah satu proses titrasi

argentometri di mana menggunakan metode Valhard karena menggunakan indicator

Fe³⁺ (ferri ammonium sulfat). Sebelum dititrasi, ke dalam larutan AgNO₃

ditambahkan 2 ml HNO₃ 6 N dan 1 ml indicator ferri ammonium sulfat. Penambahan

HNO3 bertujuan untuk menciptakan suasana asam pada larutan. Hal ini dikarenakan

untuk titrasi pada metode Valhard harus dilakukan dalam suasana asam, sebab jika

titrasi dilakukan dalam suasana basa, ion Fe³⁺ akan diendapkan menjadi Fe(OH)₃.

Saat sebelum dititrasi dengan NH₄CNS, larutan AgNO₃ berwarna putih keruh.

Sementara itu, pada awal titrasi akan membentuk larutan berwarna bening dengan

endapan berwarna putih. Endapan putih ini berasal dari reaksi AgNO₃ dengan

NH₄CNS yang membentuk AgCNS (endapan putih).

Page 3: Laporan analitik 3

Reaksi yang terjadi pada AgNO₃ saat awal penambahan NH₄CNS adalah

sebagai berikut.

Namun, saat

Ag⁺ pada AgNO₃ telah habis bereaksi, maka kelebihan NH₄CNS dalam larutan akan

menyebabkan ion CNS⁻ bereaksi dengan Fe³⁺ dari indicator ferri ammonium sulfat

membentuk senyawa kompleks *Fe(CNS)₆+³⁻ yang berwarna merah bata pada titik

ekivalennya.

Reaksi antara ion CNS⁻ dengan Fe³⁺ adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata larutan NH₄CNS

yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen yaitu 22,2 ml. Sehingga, dapat

diperoleh normalitas standarisasi larutan NH₄CNS yaitu 0,113 N. nilai normalitas ini

jelas tidak sama dengan yang tertulis yaitu 0,1 N, karena telah dijelaskan sebelumnya

bahwa larutan NH₄CNS merupakan jenis larutan standar sekunder yang tidak dapat

ditentukan konsentrasinya hanya dengan melarutkan padatannya dalam pelarut

karena bersifat higrokopis, sehingga konsentrasinya dapat berubah degan cepat.

Penentuan Bromida dengan Cara Volhard

Pada percobaan penentuan bromide dengan cara Volhard, digunakan larutan

KBr sebagai larutan yang akan ditentukan massanya. Sebelum mengalami titrasi KBr

perlu ditambahkan dengan HNO₃. Hal ini dikarenakan metode yang digunakan sama

dengan sebelumnya yakni metode Volhard, di mana metode ini harus dilakukan

dalam keadaan asam. Sehingga penambahan HNO₃ bertujuan agar larutan

bersuasana asam. Dikarenakan metode Volhard, maka indicator yang digunakan

yaitu ion Fe³⁺ (ferri ammonium asetat). Adanya larutan HNO₃ tidak akan

berpengaruh terhadap mekanisme reaksi yang terjadi, karena larutan tersebut hanya

berfungsi sebagai pengasam larutan saja.

Setelah itu larutan ditambahakan AgNO₃ 0,1 N (berlebih) yang mana

menyebabkan larutan menjadi keruh yang dikarenakan terbentuknya endapan putih

AgBr. AgNO₃ dibuat berlebih agar saat telah habis bereaksi dengan KBr maka sisa

AgNO₃ dapat bereaksi dengan NH₄CNS.

Reaksi antara AgNO₃ dan KBr adalah sebagai berikut.

Larutan lalu

dititrasi dengan larutan NH₄CNS. Pada awal titrasi AgNO₃ akan bereaksi dengan

NH₄CNS membentuk AgCNS. Saat Ag⁺ dari AgNO₃ telah habis bereaksi, maka akan

Page 4: Laporan analitik 3

terjadi kelebihan NH₄CNS. Kelebihan NH₄CNS ini akan menyebabkan ion CNS⁻

bereaksi dengan Fe³⁺ dari indicator ferri ammonium sulfat.

Reaksi antara AgNO₃ dan NH₄CNS adalah sebagai berikut.

Saat dititrasi dengan larutan NH₄CNS larutan awal berwana putih keruh,

namun saat telah mencapai titik ekivalen warna kecoklatan. Warna ini terjadi karena

dari reaksi membentuk senyawa kompleks .

Reaksi saat tercapai titik ekivalen adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil percobaan

diperoleh volume rata NH₄CNS yang diperlukan yaitu 10,25 ml. Sehingga dapat

diperoleh massa KBr yaitu 159,698 mg. Dikarenakan volume sampel KBr yang

digunakan yaitu 15 ml, sehingga hal ini berarti di dalam 15 ml sampel KBr

mengandung KBr sebanyak 159,698 mg, atau 0,1597 gram.

Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar dengan Mohr

Pada percobaan penentuan klorida dalam garam dapur dengan metode Mohr

tentu sudah pasti digunakan indicator kalium kromat (K₂CrO₄). 15 ml sampel garam

dapur yang telah ditambahkan dengan indicator K₂CrO₄ akan membentuk warna

kuning (berasal dari penambahan K₂CrO₄).

Larutan kemudian dititrasi menggunakan larutan AgNO₃ 0,1 N. Pada awal

titrasi larutan akan membentuk endapan putih yang berasal dari hasil reaksi antara

ion Cl⁻ dari NaCl dengan Ag⁺ dari AgNO³, sehingga membentuk endapan putih AgCl.

Reaksi antara NaCl (garam dapur) dan AgNO₃ pada awal titrasi adalah sebagai

berikut.

Saat tercapai titik ekivalen, ion Cl⁻ pada NaCl telah habis bereaksi dengan Ag⁺,

sehingga dengan adanya penambahan AgNO₃ yang berlebih menyebabkan Ag⁺ akan

bereaksi dengan CrO₄²⁻ yang berasal dari indicator K₂CrO₄ yang mana akan

membentuk endapan Ag₂CrO₄ yang berwarna putih sedangkan larutannya berwarna

coklat muda (merah bata).

Reaksi yang terjadi saat tercapainya titik ekivalen (Ag⁺ bereaksi dengan

CrO₄²⁻) adalah sebagai berikut.

Page 5: Laporan analitik 3

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata AgNO₃ 0,1 N yang

diperlukan adalah 9,85 ml. Kadar NaCl dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

Sehingga, dapat diperoleh kadar NaCl dalam 15 ml larutan sampel garam

dapur adalah 85,357%.

Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar dengan Fajans

Metode percobaan dengan Fajans ini samadengan pada Mohr, namun yang

membedakan hanya pada indikatornya, di mana pada metode Fajans menggunakan

indicator adsorpsi (pada percobaan ini digunakan indicator diklorofluoresin).

Sehingga, metode ini menggunakan prinsip adsorpsi yakni zat dapat diserap pada

permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna tertentu. Pada metode ini,

pengendapan larutan dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalennya, antara lain

yaitu dengan memilih jenis indicator yang dipakai dan pH.

15 ml larutan sampel garam dapur ditambahkan dengan indicator

diklorofluoresin yang menyebabkan perubahan warna larutan menjadi kuning

kehijauan (hijau lemon). Larutan kemudian dititrasi dengan larutan AgNO₃ 0,1 N yang

mana penambahan ini akan menyebabkan perubahan warna larutan menjadi agak

kecoklatan, sedangkan endapannya berwarna merah bata. Endapan ini berasal dari

reaksi antara AgNO₃ dan NaCl yang membentuk endapan AgCl.

Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl⁻ berada dalam lapisan primer dan

setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl⁻ akan

digantikan oleh Ag⁺ sehingga ion Cl⁻ akan berada pada lapisan sekunder.

Reaksi yang terjadi antara AgNO₃ dan NaCl saat mencapai titik ekivalen

adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata AgNO₃ 0,1 N yang

diperlukan adalah 9,35 ml. Kadar NaCl dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

Sehingga, dapat diperoleh kadar NaCl dalam 15 ml larutan sampel garam

dapur adalah 81,033%.

Penentuan Mg dengan Titrasi Langsung

Page 6: Laporan analitik 3

Pada percobaan ini penentuan konsentrasi Mg digunakan metode titrasi

langsung, yang mana merupakan titrasi yang dilakukan pada pengujian yang

mengandung ion logam yang diperoleh pada pH tertentu.

25 ml larutan sampel ditambahkan dengan larutan buffer pH 10 dan indicator

Eriokrom Black T. Penggunaan larutan buffer pH 10 di sini yakni untuk mencegah

terjadinya perubahan pH yang diakibatkan oleh terbentuknya H⁺ saat proses reaksi

berlangsung, atau dengan kata lain yakni mempertahankan kondisi larutan agar

selalu dalam keadaan basa (pada pH 10). Sementara itu, dikarenakan suasana

larutan dipertahankan pada pH 10, maka perlu digunakan indicator yang mencakup

pH tersebut, sehingga digunakan indicator EBT, di mana indicator ini merupakan

salah satu indicator logam yang memiliki range pH 7-11. Penambahan indicator EBT

akan menyebabkan larutan berwarna ungu (merah anggur). Hal ini dikarenakan

reaksi antara Mg²⁺ dan indicator EBT akan menghasilkan kompleks MgIn⁻ yang

berwarna ungu (merah anggur).

Reaksi antara Mg²⁺ dan indicator EBT adalah sebagai berikut.

Larutan kemudian dititrasi dengan larutan EDTA. Titrasi ini menyebabkan

terjadinya perubahan warna dari ungu menjadi biru. Hal ini dapat terjadi karena saat

ke dalam larutan yang mengandung senyawa kompleks MgIn⁻ ditambahkan EDTA,

maka ion magnesium (Mg²⁺) akan terikat pada EDTA, sedangkan ion indikator

EBT akan lepas dan kembali berwarna biru pada pH 7-11.

Reaksi saat tercapainya titik ekivalen adalah sebag ai berikut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata EDTA yang

diperlukan yaitu 3,15 ml. Konsentrasi Mg²⁺ dapat dicari dengan rumus:

Sehingga diperoleh nilai konsentrasi Mg²⁺ dalam 25 ml larutan sampel yaitu

0,0306 M.

Penentuan Kesadahan Air

Pada percobaan kesadahan air, 50 ml sampel air kran ditambahkan beberapa

tetes HCl. Penambahan HCl ini bertujuan untuk menjadikan larutan dalam keadaan

asam. Kemudian larutan dididihkan untuk menguapkan CO₂.

Reaksi saat air sadah (ion Ca²⁺) dididihkan adalah sebagai berikut.

Page 7: Laporan analitik 3

Pendidihan air sadah menyebabkan terbentuknya endapan ion sadah (Ca²⁺).

Larutan yang telah dididihkan lalu didinginkan, dan ditambahkan beberapa tetes

indicator metil red dan NaOH. Penambahan indicator metal red ini berguna sebagai

penanda apakan pada larutan masih berifat asam atau tidak, di mana indicator ini

memiliki range pH 4,2 (merah) – 6,2 (kuning). Jika dalam larutan masih mengandung

asam, maka larutan akan berwarna merah. Sehingga, penambahan NaOH ini

bertujuan untuk menetralkan kondisi asam pada larutan (karena penambahan HCl

sebelumnya).

Larutan kemudian ditambahkan larutan buffer pH 10 dan indicator Eriokrom

Black T (EBT). Penggunaan larutan buffer pH 10 untuk mencegah terjadinya

perubahan pH yang disebabkan oleh terbentuknya H⁺ saat proses reaksi

berlangsung, dengan kata lain untuk mempertahankan kondisi larutan agar selalu

dalam keadaan basa (pada pH 10). Sementara itu, dikarenakan suasana larutan

dipertahankan pada pH 10, maka perlu digunakan indicator yang mencakup pH

tersebut, sehingga digunakan indicator EBT, di mana indicator tersebut merupakan

salah satu indicator logam yang memiliki range pH 7-11. Penambahan indicator EBT

akan menyebabkan larutan berwarna ungu (merah anggur). Hal ini dikarenakan

reaksi antara Ca²⁺ (ion sadah) dan indicator EBT akan menghasilkan kompleks CaIn⁻

yang berwarna ungu (merah anggur).

Reaksi antara Ca²⁺ dan indicator EBT adalah sebagai berikut.

Larutan kemudian dititrasi dengan larutan EDTA. Titrasi ini menyebabkan

terjadinya perubahan warna dari ungu (merah anggur) menjadi biru. Hal ini dapat

terjadi karena saat ke dalam larutan yang mengandung senyawa kompleks MgIn⁻

ditambahkan EDTA, maka ion Ca²⁺ akan terikat pada EDTA, sedangkan ion

indikator EBT akan lepas dan kembali berwarna b iru pada pH 7-11.

Reaksi saat tercapainya titik ekivalen adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata EDTA yang

diperlukan yaitu 3,15 ml. Sehingga dapat ditentukan nilai kesadahan air dalam 50 ml

sampel adalah 0,00126 M atau 126 ppm.