Lapkas - Fraktur Tulang Panjang

27
Laporan Kasus “FRAKTUR TULANG PANJANG” Pembimbing : dr. Usman Wahid, Sp.B Oleh : Nama : M. Hafidz Ramadhan NIDM : 2306.834.2011 SMF ILMU BEDAH

description

Bedah Ortopedi

Transcript of Lapkas - Fraktur Tulang Panjang

Laporan Kasus“FRAKTUR TULANG PANJANG”

Pembimbing :dr. Usman Wahid, Sp.B

Oleh :Nama : M. Hafidz Ramadhan

NIDM : 2306.834.2011

SMF ILMU BEDAHKEPANITERAAN KLINIK BLUD RS SEKARWANGI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPenyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat pelayanan

kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah menetapkan pada dekade

ini (2000-2010) menjadi dekade “Tulang dan Persendian”. Penyebab fraktur terbanyak adalah

kecelakaan lalu lintas, hal ini selain menyebabkan fraktur, menurut WHO juga menyebabkan

kematian 1,25 juta penduduk setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya berusia

remaja atau dewasa muda.1

Fraktur adalah terputusnya hubungan atau diskontinuitas struktur tulang atau tulang rawan

dapat berupa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya

yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan

fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti

osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.2

Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, yang

ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk membantu

menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi komplikasi yang terjadi dalam rangka

menunjang pengambilan keputusan terapi pada pasien.

Untuk menentukan jenis penatalaksanaan dari fraktur yang spesifik, seorang ahli bedah

harus menggunakan sebuah dasar, untuk mengetahui apakah sebuah fraktur termasuk derajat

yang ringan atau berat, berdasarkan penampakan morfologi dari fraktur. Fraktur tulang panjang

tidak hanya merupakan kasus yang jarang terjadi, tetapi juga sulit diklasifikasikan. Oleh karena

itu Fraktur Tulang Panjang menjadi hal yang penting untuk dibahas dan diketahui.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi TulangTulang adalah jaringan hidup yang memiliki kemampuan untuk merubah strukturnya

sebagai hasil dari stres yang diarahkan kepadanya. Sebagaimana jaringan ikat, tulang terdiri

dari sel, serat, dan matriks. Memiliki struktur yang keras karena adanya kalsifikasi dari matriks

ekstraseluler dan memiliki tingkat elastisitas karena adanya serat organik. Tulang memiliki

fungsi protektif: tulang tengkorak dan collumna vertebrae, sebagai contohnya, untuk melindungi

otak dan korda spinalis dari cedera; sternum dan costae melindungi rongga toraks dan viscera

abdominal superior. Tulang berfungsi sebagai alat gerak, sebagaimana yang dapat terlihat pada

tulang panjang, dan sebagai tempat penyimpanan deposit garam kalsium. Selain itu, tulang

menjadi tempat untuk sumsum tulang. Tulang tersusun dari dua, kompakta dan spongiosa.

Tulang kompakta sebagai massa padat; spongiosa terdiri atas trabekula atau balok tulang

langsing, tidak teratur, bercabang, dan saling berhubungan membentuk anyaman. Celah di

antara anyaman ditempati oleh sumsum tulang. Trabekula tersususun sedemikian rupa untuk

menahan tegangan dan tekanan yang mengenainya.

Tulang panjang terdiri dari epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian

paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang

panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian

tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.3

2.2. Klasifikasi TulangTulang dapat diklasifikasikan secara regional atau berdasarkan bentuknya secara umum.

Klasifikasi regional terangkum dalam tabel berikut. Tulang yang dikelompokkan berdasarkan

bentuknya secara umum, terdiri dari : tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang

irregular, dan tulang sesamoid.

2.2.1. Tulang PanjangTulang panjang dapat ditemukan di badan, contohnya humerus, radius/ulna, femur,

tibia/fibula, metacarpal, metatarsal, dan phalanges. Panjangnya lebih daripada lebarnya,

memiliki poros tubular, diafisis, dan biasanya epifisis pada setiap ujung. Pada tulang

panjang, bagian batang (diafisis) terutama terdiri atas tulang kompakta yang mengelilingi

sumsum tulang. Sedangkan ujung tulang (epifisis) terdiri atas tulang spongiosa yang

dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Selama fase pertumbuhan, diafisis

dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian dari diafisis yang terletak berdekatan

dengan tulang rawan epifisis disebut metafisis. Poros memiliki rongga sumsum yang

mengandung sumsum tulang. Bagian luar dari poros, terdiri dari tulang padat yang ditutupi

selubung jaringan ikat periosteum. Ujung-ujung tulang panjang yang terdiri dari tulang

berongga dikelilingi oleh lapisan tipis tulang padat. Permukaan articular dari ujung tulang

ditutupi oleh kartilago hyalin.

2.2.2. Tulang PendekTulang pendek ditemukan di tangan dan kaki, misalnya tulang scaphoid, talus, dan

kalkaneus. Bentuk tulang pendek kuboid dan terdiri dari tulang berongga yang dikelilingi

oleh lapisan tipis tulang padat. Tulang pendek ditutupi dengan periosteum, dan permukaan

articular ditutupi oleh kartilago hyaline.

2.2.3. Tulang PipihTulang pipih dapat ditemukan di kubah tulang tengkorak, misalnya tulang frontal dan

parietal, tulang ini terdiri dari lapisan tipis luar dan dalam dari tulang padat yang dipisahkan

oleh lapisan tulang berongga, yaitu diploe. Tulang scapula, meskipun irregular, juga

termasuk dalam kelompok tulang pipih.

2.2.4. Tulang IregularTulang irregular adalah tulang yang tidak termasuk dalam tiga kelompok

sebelumnya, misalnya tulang tengkorak, tulang belakang, dan tulang-tulang panggul.

Tulang-tulang ini terdiri dari lapisan tipis tulang padat dengan bagian inferior terdiri dari

tulang berongga.

2.2.5. Tulang SesamoidTulang sesamoid adalah nodul kecil pada tulang yang ditemukan di tendon tertentu

di mana mereka menggosok permukaan atas tulang. Sebagian besar dari tulang sesamoid

tertutup oleh tendon dan permukaan yang bebas tertutup oleh tulang rawan. Tulang

sesamoid terbesar adalah patella, yang terletak di tendon quadriceps femoris. Contoh lain

ditemukan di tendon fleksor policis brevis dan fleksor halusis brevis. Fungsi dari tulang

sesamoid adalah untuk mengurangi gesekan pada tendon, dan juga dapat mengubah arah

tarikan tendon.

2.3. Definisi FrakturFraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Mungkin saja tidak lebih dari

sebuah celah atau retakan dari korteks tulang; tetapi yang lebih sering terjadi adalah fraktur

inkomplet dan fragmen tulang yang berpindah tempat. Apabila kulit di permukaan daerah fraktur

tetap intak, tergolong ke dalam fraktur tertutup atau sederhana. Namun, apabila kulit di

permukaannya rusak, tergolong ke dalam fraktur terbuka yang cenderung terkena infeksi dan

kontaminasi. Fraktur tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah

tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.2

Fraktur atau patah tulang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya

jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.2

2.4. Etiologi FrakturTulang relatif rapuh, namun memiliki ketahanan yang cukup untuk menahan stress. Fraktur

merupakan hasil dari kejadian traumatik tunggal, stres fisik terhadap tulang yang terjadi

berulang, atau pelunakan tulang yang abnormal (fraktur patologis). Sebagian besar fraktur

disebabkan karena kekuatan yang sangat besar dan tiba-tiba, dapat berupa benturan, pukulan,

tekanan, tekukan, putaran, atau dorongan.

Akibat trauma langsung, tulang dapat patah pada region yang terkena dampak; jaringan

lunak di sekitarnya juga bisa saja rusak. Pukulan biasanya dapat menyebabkan fraktur yang

transversal dan merusak kulit yang ada di permukaan tulang; benturan biasanya menyebabkan

fraktur kominuta dengan kerusakan jaringan lunak yang parah. Trauma yang tidak langsung,

dapat menyebabkan tulang mengalami fraktur di tempat yang relative jauh dari tempat trauma;

kerusakan jaringan lunak pada daerah fraktur biasanya tidak dapat dihindari. Putaran (twisting)

dapat menyebabkan fraktur spiral, pembengkokan dapat menyebabkan fraktur transversal,

pembengkokan dan tekanan dapat menyebabkan fraktur yang sebagian transversal tetapi

dipisahkan dengan fragment triangular “butterfly”. Kombinasi dari twisting, bending, dan

kompresi dapat menyebabkan short oblique fracture; sedangkan dorongan

2.5. Patofisiologi FrakturTrauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan

gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup

ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya

sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon,

ligamen, dan pembuluh darah.10

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat

menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka

dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya

darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang

disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada

tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.10

2.6. Klasifikasi FrakturFraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi

menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang

yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka.4

Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan

berta ringannya patah tulang.

Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, trauma yang ringan saja dapat

menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri sudah terkena penyakit tertentu. Oleh karena itu

dikenal juga berbagai jenis fraktur5 :

1. Fraktur yang disebabkan trauma yang berat

2. Fraktur Patologik

Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami proses

patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista

tulang, dan osteomielitis sehingga trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan

fraktur.

3. Fraktur Stress

Fraktur ringan yang terus menerus, misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur

tibia pada penari balet, dan fraktur fibula pada pelari jarak jauh.

Menurut garis frakturnya, fraktur dibagi menjadi fraktur komplet atau inkomplet

(termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simpel, kominutif,

segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).

Gambar 2.2. Mekanisme Fraktur. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi); (c)

Triangular butterfly fragment/kupu-kupu (membengkok);

(d) Transversal/lintang (mengencang)4

Gambar 2.3. Jenis Fraktur. Fraktur komplet : (a) Transversal; (b) Segmental; (c) Spiral. Fraktur

inkomplete : (d) Buckle/torus/melengkung; (e,f) greenstick.4

Fraktur berdasarkan garisnya dibagi menjadi :

1. Greenstick yaitu fraktur di mana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok

2. Transversal yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang

3. Spiral yaitu fraktur yang mengelilingi tulang tungkai/ lengan

4. Obliq yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang

Fraktur berdasarkan bentuk patah tulang

1. Komplet yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen

tulang biasanya tergeser

2. Inkomplet yaitu meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang

3. Kompresi yaitu fraktur di mana tulang terdorong ke arah permukaan tulang

4. Avulsi yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament

5. Kominuta / Segmental yaitu fraktur di mana tulang terpecah menjadi beberapa

bagian

6. Simple yaitu fraktur di mana tulang patah dan kulit utuh

7. Fraktur dengan perubahan posisi yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari

tempat yang patah

8. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang

normal

9. Fraktur Komplikata yaitu tulang yang patah dan merusak kulit

Berdasarkan lokasinya, fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal

(shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang terdiri dari bagian

diafisis (corpus/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis ini terletak di

kedua ujung tulang panjang. Bagian dari diaphysis yang terletak paling dekat dengan epifisis

disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus tulang yang melebar. Fraktur dapat terjadi di 3

bagian ini. 7

Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement.

Displacement ini dibagi menjadi 4, yaitu : 4

1. Aposisi

Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami perubahan letak

sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang proksimal dan distal. Pada

pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan dalam persentase kontak antara fragmen

proksimal dan distal. Jadi, misalnya dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada

kontak sama sekali antara permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan

aposisi 0%, disebut juga aposisi komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi

parsial, misalnya aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal masih kontak

dengan fragmen distal.

2. Alignment

Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang sehingga arah aksis

longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal fragmen proksimal dan distal

membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini

dinyatakan dalam derajat.

3. Rotasi

Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya, misalnya fragmen

distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.

4.  Length (panjang)

Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang) yang

menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang menyebabkan tulang

memanjang.

Tabel 2.1. Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson (1976).2

Grade Batasan

I Robekan kulit dengan kerusakan kulit, otot, luka bersih, panjang < 1

cm

II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat.

Seperti Grade I namun disertai memar kulit dan otot, luka lebih luas

tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental

terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi,

fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan

fraktur yang  lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Tabel 2.2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo,

Mendoza dan Williams (1984):2

Grade Batasan

III A Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan

jaringan lunak yang luas

III B Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi  berat, periosteal

striping atau terjadi bone expose

III C Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat

tingkat kerusakan jaringan lunak.

Ada jenis fraktur yang patahnya tidak disebabkan oleh trauma, tetapi disebabkan oleh

adanya proses patologis, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh

kekuatan tulang yang berkurang, dan disebut fraktur patologis.

Ada juga fraktur, yang biasanya berbentuk fisura, yang disebabkan oleh beban lama

atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan. Hal ini misalnya terjadi

pada tungkai bawah di tibia atau tulang metatarsus pada tentara, penari, atau olahragawan

yang sering berbaris atau berlari. Akan tetapi, fisura tulang lebih sering disebabkan cedera.

Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, fraktur juga dibagi atas

dasar usia pasien, yaitu fraktur pada anak-anak, fraktur pada orang dewasa, dan fraktur pada

orang tua. Pola anatomis kejadian fraktur dan penanganannya pada ketiga golongan umur

tersebut berbeda. Orang tua lebih sering menderita fraktur pada tulang yang osteoporotic,

seperti vertebra atau kolum femur; orang dewasa lebih banyak menderita fraktur tulang

panjang, sedangkan anak jarang menderita robekan ligament. Penanganan fraktur pada anak

membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Selain itu, kemampuan penyembuhan

anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta perubahan bentuk akibat patah lebih

dapat ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi karena pada anak terdapat

percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah. Perubahan bentuk dapat ditoleransi

karena anak mempunyai daya penyesuaian bentuk yang lebih besar.

Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai cakram

pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat perhatian khusus

karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram epifisis ini dibagi menjadi

lima tipe. 8

Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi

periosteumnya masih utuh

Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis

lepas sama sekali dari metafisis

Tipe 3 Fraktur cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus

cakram epifisis

Tipe 5 Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang

menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut

2.7. Penyembuhan FrakturProses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :1,3

2.7.1. Fase HematomaApabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan

akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh

periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan

hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur

akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler

tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2.7.2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endostealPada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang

berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah

endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.

Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari

diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada

tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik

yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat

dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan

hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan

membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis

kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

2.7.3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar

yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.

Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida

oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut

sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat

dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

2.7.4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah

menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar

dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

2.7.5. Fase remodellingBilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase

remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses

osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus

intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus

bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

Gambar 2.3. Fase Penyembuhan Tulang

2.8. Penilaian Penyembuhan FrakturPenilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union

secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan

melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui

adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh

pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara

klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat

adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah

menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau

ruangan dalam daerah fraktur.

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang

menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen

tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi

fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,

endosteum dan medulla.

Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh Siregar (1998,

Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska operasi internal

fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien fraktur femur dan

peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya menjadi:

Grade Kriteria

Grade 0 Kalus belum / tidak terbentuk / non union

Grade 1+ Bintik-bintik radioopak pada daerah

fraktur

Grade 2+ Bintik-bintik atau garis radioopak dengan

lusensi sama dengan lusensi medulla.

Grade 3+ Bintik-bintik atau garis radioopak dengan

lusensi antara medulla dengan korteks.

Grade 4+ Densitas kalus sama dengan atau lebih

radioopak dari pada korteks.

Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada penderita fraktur tulang

panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia, dan Fibula. Sampai saat ini belum ditemukan

data awal tentang pertumbuhan kalus pada masing – masing tulang panjang tersebut.6

2.9. Komplikasi Penyembuhan FrakturKomplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan

fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

2.9.1. Komplikasi umumSyok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan

gangguan fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca

trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,

berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,

trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

2.9.2. Komplikasi Lokala. Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,

sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut

komplikasi lanjut.

Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi

pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau

bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering

terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga

terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.

Pada Jaringan lunak

1. Lepuh

Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena

edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan

melakukan pemasangan elastik.

2. Dekubitus

Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu

perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut

yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit

dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.

Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.

Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami

retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.

Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan

tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme.

Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada

kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome

crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah

kongesti bagian distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada

tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler

sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada

pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah

dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat

menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan

jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan

kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia,

Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis

Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi

nervus.1

b. Komplikasi lanjutPada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau

perpanjangan.

Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.

Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-

ujung fraktur.

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila

lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe Klasifikasi

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses

penyembuhan fraktur dan

diantara fragmen fraktur

tumbuh jaringan fibrus

yang masih mempunyai

potensi untuk union

dengan melakukan koreksi

fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu

(pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai

kapsul sendi beserta

rongga sinovial yang berisi

cairan, proses union tidak

akan dicapai walaupun

dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum

yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi

yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,

infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)

Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.

Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.

Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi

pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non

union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami

osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan

atropi otot.

Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi

lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,

perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek

waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.

Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada

penderita dengan kekakuan sendi menetap.

2.10. Tujuan Penanganan Fraktur2.10.1.Reposisi

Dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik reposisi terdiri

dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang

dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,

mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis.

2.10.2. ImobilisasiDengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.

Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable serta

kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

a. Jenis Fiksasi :

1. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips (plester cast)

Traksi

- Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

- Skin traksi untuk menarik otot dari jaringan sekitar fraktur

sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban

maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

- Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi

koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun

komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan

sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) ,

sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

Indikasi OREF

- Fraktur terbuka derajat III

- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

- Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

- Fraktur Kominutif

- Fraktur Pelvis

- Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

- Non Union

- Trauma multiple

b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah

reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

1. Indikasi ORIF :

- Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya

fraktur talus dan fraktur collum femur.

- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur

dislokasi.

- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur

Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan

operasi, misalnya : fraktur femur.