LAPKAS

40
BAB I PENDAHULUAN Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat pasang dinding penopang (buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal yang menyokong unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental, airway) dalam relasi yang optimal dan menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue diatasnya. Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilari lateral (dinding orbital lateral) atau zygomatic buttress, maksilari medial (dinding orbital medial) atau nasofrontal buttress, pterygomaxillary buttress dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress. Horizontal buttresses juga terdiri dari sepasang maksilari tranversal atas (lantai orbital), maksilari transversal bawah (palatum), mandibular transversal atas dan mandibular tranversal bawah. Gambar 1. Kerangka wajah

description

parese n 4 dan 5

Transcript of LAPKAS

Page 1: LAPKAS

BAB I

PENDAHULUAN

Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat pasang dinding penopang

(buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal yang

menyokong unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental, airway) dalam relasi yang

optimal dan menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue

diatasnya. Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilari lateral (dinding orbital

lateral) atau zygomatic buttress, maksilari medial (dinding orbital medial) atau nasofrontal

buttress, pterygomaxillary buttress dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress.

Horizontal buttresses juga terdiri dari sepasang maksilari tranversal atas (lantai orbital),

maksilari transversal bawah (palatum), mandibular transversal atas dan mandibular

tranversal bawah.

Gambar 1. Kerangka wajah

Skeleton fasial secara kasar dapat dibagi menjadi 3 daerah, yaitu sepertiga bawah atau

mandibula, sepertiga atas yang dibentuk oleh tulag dahi dan sepertiga tengah daerah yang

membentang dari tulang dahi menuju kepermukaan gigi geligi atas. Fraktur yang terjadi pada

daerah sepertiga tengah dan atau mandibula dikenal segabai trauma maksillo fasial.

Trauma maksillo facial cukup sering terjadi. Fraktur maksila sendiri sebagai bagian

dari trauma maxillofacial cukup sering ditemukan, walaupun lebih jarang dibandingkan

Page 2: LAPKAS

dengan fraktur mandibula. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab tersering

fraktur maksila maupun fraktur wajah lainnya. Pada fraktur maksila juga dapat muncul

berbagai komplikasi yang cukup berat, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mengakibatkan kecacatan dan kematian.

Fraktur maksila juga dapat terjadi pada anak-anak, dengan peningkatan prevalensi

seiring dengan meningkatnya usia anak terkait dengan peningkatan aktivitas fisik. Fraktur

maksila pada anak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan orang dewasa baik

itu dari segi pola, maupun treatment. Dengan demikian, adanya fraktur maxillofacial harus

dapat didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan akurat untuk menghindari gangguan

pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, mengingat adanya gangguan fungsional dan

masalah estetika yang mungkin terjadi.

Page 3: LAPKAS

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. F

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 22 thn

Alamat : Desa Uteun Bayii, Lhokseumawe

Status Perkawinan : Belum Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : S 1

Suku Bangsa : WNI

No RM : 1-05-58-76

Tanggal Kunjungan RS : 16 September 2015

Poliklinik : Syaraf

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan pandangan ganda.

Keluhan Tambahan

Sulit membaca buku dan sebelah wajah terasa kebas.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan pandangan ganda. Keluhan dirasakan sudah sejak 3

bulan yang lalu. Keluhan pertama kali muncul setelah pasien terkena pukulan di daerah

sekitar mata. Keluhan ini muncul sehari setelah pasien terkena pukulan. Pasien juga

mengeluhkan sulit membaca buku dan sebelah wajah bagian pipi mendekati hidung terasa

kebas. Keluhan ini juga timbul setelah terkena pukulan. Pasien mengatakan mata merah dan

lebam setelah dipukul. Tidak ada riwayat penurunan kesadaran setelah terkena pukulan. tidak

ada riwayar perdarahan dari hidung. Pasien tidak mengeluhkan kepala pusing, tidak ada mual

dan muntah. Pasien mengatakan kalau keluhan mulai dirasakan membaik setelah beberapa

kali kontrol ke poli syaraf.

Riwayat Penyakit Dahulu

Page 4: LAPKAS

Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Tidak ada

riwayat alergi, asama, hipertensi dan diabetes melitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien adalah seorang mahasiswa.

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi obat untuk mengurangi keluhan

sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Denyut nadi : 88 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur, equal

Frekuensi Nafas : 18 x /mnt

Suhu : 36,7oC

BB : 65 kg

TB : 163 cm

B. STATUS GENERALIS

Kepala

Bentuk : normochepali, simetri

Nyeri tekan : (-)

Rambut : hitam ikal, distribusi merata, allopecia (-)

Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)

Mata : ptosis (-/-), edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 3 mm/3mm,

RCL (+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

sekret (-/-), pseudoptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)

Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)

Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)

Gigi Mulut : Jumlah gigi 31, terdapat gigi tanggal molar 1 dan premolar 1, karies

Page 5: LAPKAS

gigi (-), perdarahan gusi (-), oral hygiene cukup baik.

Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)

Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Leher

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi

JVP : 5-2 cm H20

Thoraks

Paru

Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),

deformitas (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri

Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri

Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen datar, jaringan parut (-)

Auskultasi : Bising usus 2x/menit

Palpasi : Soepel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani (+) pada 9 regio abdomen

Ekstremitas

- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)

Page 6: LAPKAS

- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

C. STATUS NEUROLOGIS

1) Kesadaran : Compos mentis

2) GCS : E 4 V5 M 6

3) Tanda Rangsang meningeal :

Kaku kuduk : -

Brudzinsky 1 : -

Brudzinsky 2 : -|-

Laseque : >700 | >700

Kernig : >1350 | >1350

4) Saraf kranial :

1. N. I (Olfactorius )

Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau Dbn dbn Dalam batas

normal

2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan

Daya penglihatan

Lapang pandang

Pengenalan warna

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dalam batas

normal

3. N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan

Ptosis

Pupil

Bentuk

Ukuran

akomodasi

Refleks pupil

Langsung

Tidak langsung

(+)

Bulat

Φ2mm

baik

(+)

(+)

(-)

Bulat

Φ2mm

baik

(+)

(+)

Dalam batas

normal

Page 7: LAPKAS

Gerak bola mata

Kedudukan bola mata

Dbn

Ortoforia

Dbn

Ortoforia

4. N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata Dbn Terganggu Gangguan N. IV

(Troklearis)

sinistra

5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Sensibilitas

Opthalmikus

Maxilaris

Mandibularis

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Terganggu

Dbn

Gangguan N. V

(trigeminus)

ramus

maksilaris

sinistra

6. N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata

Strabismus

Dbn

(-)

Dbn

(-)

Dalam batas

normal

7. N. VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Saat diam

Mengernyitkan dahi

Senyum

memperlihatkan gigi

Daya perasa 2/3

anterior lidah

simetris

Dbn

Dbn

Dbn

Tidak

dilakukan

simetris

Dbn

Dbn

Dbn

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

Page 8: LAPKAS

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran

Tuli konduktif

Tuli sensorieural

Vestibular

Vertigo

Nistagmus

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Dalam batas

normal

9. N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Daya perasa 1/3

posterior lidah

Simetris

Tidak

dilakukan

Simetris

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

10. N. X (Vagus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Disfonia

Refleks muntah

Simetris

-

Tidak

dilakukan

Simetris

-

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

11. N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Menoleh

Mengankat bahu

Trofi

dbn

dbn

Eutrofi

dbn

dbn

Eutrofi

Dalam batas

normal

12. N. XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik Dbn Dbn

Page 9: LAPKAS

Trofi

Tremor

Disartri

Eutrofi

(-)

(-)

Eutrofi

(-)

(-)

Dalam batas

normal

5) Sistem motorik

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas

Kekuatan

Tonus

Trofi

Ger.involunter

5555

N

Eu

(-)

5555

N

Eu

(-) Dalam Batas

NormalEkstremitas bawah

Kekuatan

Tonus

Trofi

Ger.involunter

5555

N

Eu

(-)

5555

N

Eu

(-)

6) Sistem sensorik

Sensasi Kanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

Propioseptif

Baik

baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

baik

baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

7) Refleks

Refleks Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

Patella

Achilles

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Patologis

Hoffman Tromer (-) (-)

Page 10: LAPKAS

Babinski

Chaddock

Openheim

Gordon

Schaeffer

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Dalam batas

normal

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan

Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan

Jari tangan – jari tangan

Jari tangan – hidung

Tumit – lutut

Pronasi – supinasi

Romberg test

Baik

Baik

Baik

Baik

Tidak

dilakukan

Baik

Baik

Baik

Baik

Tidak dilakukan

9) Sistem otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Keringat : Baik

10) Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur.

11) Vertebra : Tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah

Tidak ada data.

2. CT – Scan

CT – Scan kepala tanpa kontras tanggal 16 Juni 2015.

Kesan:

- Pembengkakan jaringan lunak regio anterior orbita kiri.

Page 11: LAPKAS

- Fraktur dinding anterior sinus maksilaris kiri dengan hematosinus maksilaris

dan ethmoidalis kiri.

- Tidak tampak perdarahan intrakranial.

CT – Scan kepala dengam kontras tanggal 17 Juni 2015.

Kesan:

- Hematoma regio anterior orbita kiri.

- Fraktur dinding anterior sinus maksilaris kiri dengan hematosinus maksilaris

dan ethmoidalis kiri.

V. DIAGNOSIS KERJA

a. Diagnosis klinis : Paresis nervus troklearis dan nervus trigeminus sinistra

b. Diagnosis Topis : Nervus troklearis dextra dan nervus trigeminus ramus maksilaris

sinistra.

c. Diagnosis Etiologi : Trauma

d. Diagnosis Patologis : -

VI. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

- Citicolin 1000 mg 2x1 tab.

- Mecobalamin 500 mg 2x1 tab.

- Na. Diklofenat 50 mg 2x1 tab.

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 12: LAPKAS

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI

a. Anatomi Fasioskaletal.

Maksila terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang berkontribusi

terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian orbit, hidung dan palatum. Maksila

berlubang pada aspek anteriornya untuk menyediakan celah bagi sinus maksila sehingga

membentuk bagian besar dari orbit, nasal fossa, oral cavity dan sebagian besar palatum, nasal

cavity, serta apertura piriformis. Maksila terdiri dari badan dan empat prosesus; frontal,

zygomatic, palatina dan alveolar. Badan maksila mengandung sinus maksila yang besar.

Pada masa anak-anak, ukuran sinus ini masih kecil, tapi pada saat dewasa ukuran akan

mebesar dan menembus sebagian besar struktur sentral pada wajah.

Terdapat otot-otot kecil dan tipis yang melekat pada maksila dan termasuk dalam

golongan otot mimik yang mendapat persarafan motorik dari N. VIII. Secara mikroskopis

maksilla merupakan tulang kanselous, dimana pada fraktur akan terjadi penyembuhan primer.

Oklusi merupakan suatu konsep dinamis dimana menurut Sicher posisi oklusi adalah

terjadinya kontak antara beberapa atau seluruh gigi atas dan bawah. Oklusi median

menunjukkan adanya interdigitasi dari geligi, mandibula dan maksila. Untuk mendapatkan

penyembuhan yang sempurna maka perlu diperhatikan oklusi median, oleh karena reduksi

dan fiksasi dari fraktur wajah tergantung pada restorasi dan immobilisasi pada posisi oklusi

median selama beberapa waktu.

Tujuan utama reduksi fraktur tulang adalah mengembalikan bentuk dan fungsi normal

dari tulang keposisi normal dengan mengembalikan posisi gigi dan struktur tulang. Oleh

karena gigi-geligi mempunyai hubungan yang sangat penting dengan proc. Alveolaris dan

terhadap struktur utama mandibula dan makssila, maka hubungan ini akan tetap konstan.

Adanya oklusi intermaksilaris yang normal menunjukkan posisi fragmen tulang pada posisi

normal. Hubungan intermaksilaris yang normal juga beeguna sebagai petunjuk pada reposisi

tulang maksila dan zygomaticus pada trauma wajah multipel.

Klasifikasi fraktur sepertiga tengah muka.

1. Dento alveoler.

Page 13: LAPKAS

Bagian dento alveoler maksila dapat mengalami fraktur oleh karena trauma baik

langsung maupun tak langsung. Fraktur proc. Alveolaris dapat disertai dengan

displacement fragmen fraktur.

2. Kompleks zygomaticus.

3. Kompleks nasalis.

4. Fraktur vertikal.

Tipe fraktur ini akan menyebabkan separasi bagian maksila. Pada umumnya garis

fraktur melewati satu atau kedua os. Nasale dan bagian tipis dari proc. Palatinus,

maksila dan os. Palatina.

5. Fraktur dasar orbita.

Dikenal 2 macam fraktur dasar orbita, yaitu:

a. Orbita blow out fracture

Terjadi karena fragmen fraktur dasar orbital berpindah tempat kebawah dan

masuk kedalam rongga antrum dan melekat pada periosteum orbital

membentuk suatu perangkap bagi lemak periorbita.

b. Orbita blow in fracture

Pada fraktur ini fragmen dasar orbita menekuk ke dalam cavum occuli. Fraktur

ini terjadi akibat trauma pada pinggir orbita bagian bawah.

6. Fraktur Le Fort I (frac. Guerin/maksiler-transversa).

Dikenal pula sebagai ‘low level fracture.’ Garis fraktur berupa garis transversal

diatas proc. Alveolaris maksila. Fragmen fraktur terdiri atas proc. Alveolaris,

sebagian dinding proc. Alveolaris, palatum dan bagian bawah proc. Pterigoideus

dan os. Sphenoid.

7. Fraktur Le Fort II (pyramidal/infra zygomatik).

Disebabkan oleh tenaga pukulanpada bagian atas maksila, dan menyebabkan

fraktur os. Nasale dan proc. Frontalis maksila. Garis fraktur akan diteruskan ke

arah lateral melalui os. Lakrimale, tepi bawah cavum orbita, serta zygomatiko

maksilar. Garis fraktur akan berlanjut kebelakang sepanjang sisi lateral dinding

maksila, permukaan pterigoideum dan masuk kedalam fossa pterigo-maksilar.

8. Fraktur Le Fort III (fraktur supra zygomatik).

Terjadu akibat trauma kuat wajah, sehingga menyebabkan terlepasnya tulang-

tulang wajah dari perlekatannya pada kranuim. Garis fraktur melewati sutur

azygomatico-frontal, maksilo-frontal dan naso-frontal, melalui dasar orbita dan os.

Page 14: LAPKAS

Etmoidal dan spenoid, disertai dengan terlepasnya tulang sepertiga tengah wajah

dari perlekatannya pada kranium.

Gambar 2. Fraktur Le fort I (maksiler-transversa), fraktur Le Fort II (infra zygomatik) dan

fraktur Le Fort III (supra zygomatik).

b. Neuroanatomi Nervus Troklearis dan Nervus Trigeminus.

Saraf otak terdiri atas 12 pasang, saraf otak pertama langsung berhubungan dengan

otak tanpa melalui batang otak, saraf otak kedua sampai keduabelas semuanya berasal dari

batang otak. Saraf otak kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf otak keempat,

lima, enam dan tujuh berinduk di pons, dan saraf otak kedelapan sampai keduabelas berasal

dari medulla oblongata.

Nucleus syaraf troklearis terletak di dalam substansia grisea, dorsal dari otak tengah,

berdampingan dengan nucleus syaraf okulomotor. Fasikulus nervus troklearis sangat pendek,

mengandung 2000 serat syaraf. Nervus troklearis merupakan satu-satunya syaraf cranial yang

keluar dari batang otak, sehingga rentan terganggu oleh trauma kepala. Kemudian melewati

sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior mempersyarafi m. oblique superior.

Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan kepala

serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus trigeminus muncul dari

pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik kecil yang terletak di depan dan

radiks sensorik besar yang terletak di medial. Nervus ini terdiri atas tiga cabang, yaitu : n.

Opthalmicus, n. Maxillaris dan n. Mandibularis. Seperti halnya bagian tubuh manusia, saraf

Page 15: LAPKAS

juga sering mengalami cedera atau kelainan, begitu juga dengan saraf trigeminus. Adapun

kelainan atau yang sering terjadi pada nervus ini adalah trigeminal neuralgia dan cedera

trigeminal. Cedera saraf sensoris pada daerah maksilofasial biasanya terjadi akibat fraktur

fasialis, selama terapi neoplasma atau ketika tindakan rekonstruksi. Untungnya sebagian

besar dari cedera tersebut pulih dengan sendirinya. Namun demiklian sebagian ada yang

memerlukan terapi akibat gangguan yang persisten pada saraf sensorisnya.

Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami)

utama yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:

1. Nervus ophtalmicus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus

paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga

tengkorak melalui fissura orbitalis superior.

2. Nervus maxillaries, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir

atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung. Saraf ini

memasuki rongga tengkorak melalui foramen rotundum.

3. Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi,

lidah, sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan

selaput otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale.

Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam ganglion

semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar. Juluran aferen perifer dari sel-sel

unipolar ini lewat pada ketiga cabang utama dari nervus trigeminus itu. Juluran aferen sentral

dari sel-sel unipolar itu lewat di dalam porsio mayor nervus V yang masuk ke pons. Setelah

msuk ke dalam pons (di perbatasan 1/3 depan dengan 2/3 belakang pons), maka porsio mayor

nervus V itu bercabang dua, yaitu:

a. Rami ascendens (pendek), yang bersinaps di nukleus sensibilis prinseps nervi

trigemini. Serabut-serabut ini menghantarkan rasa peraba.

b. Rami desendens (panjang), yang menjulur ke distal dan membentuk tractus

spinalis nervi trigemini. Tractus ini menjulur ke caudal, sampai di bagian atas dari

medulla spinalis cervicalis. Dalam perjalanan ke caudal ini, serabut tractus

spinalis N V ini melepaskan kolateral-kolateral untuk bersinaps dalam nuklei

tracti spinalis nervi trigemini. Serabut-serabut ini menghantarkan rasa peraba,

nyeri dan suhu.

Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari trigeminus dan merupakan saraf

sensorik. Cabgng-cabang n. opthalmicus menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris,

glandula lacrimalis, conjunctiva, bagian membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra, alis,

Page 16: LAPKAS

dahi dan hidung. Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus.

Nervus opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek

dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous, di bawah

nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki cavum orbita

melewati fissura orbitalis superior, nervus opthalmicus bercabang menjadi tiga cabang:

lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.

Persarafan otot mata

1. Superior oblique (SO)—oleh nervus ke IV (Trochlear).

2. Inferior oblique (IO)— oleh nervus ke III (Oculomotor).

3. Superior rectus (SR)— oleh nervus ke III (Oculomotor).

4. Inferior rectus (IR)— oleh nervus ke III (Oculomotor).

5. Medial rectus (MR)— oleh nervus ke III (Oculomotor).

6. Lateral rectus (LR)— oleh nervus ke VI (Abducens).

Gambar 3: Nervus ophtalmicus.

Nervus opthalmicus bergabung dengan serabut dari pleksus cavernous dan

berhubungan dengan nervus occulomotor, trochlear dan abdusen dan mengeluarkan filamen

recurrent yang melewati diantara lapisan tentorium.

Yang berperan dalam mengurus gerakan ke dua bola mata adalah sara otak ke 3, ke 4,

dan ke 6. Oleh karena itu maka ke tiga saraf otak tersebut dinamakan nervi okulares yang

didalam klinik diperiksa secara bersama sama. Dalam gerakan tersebut ke dua mata bertindak

sebagai organ visual yang tunggal, dimana gambaran obyek yang tiba di retina kedua sisi

Page 17: LAPKAS

menduduki tempat yang identik, gerakan ini dikenal sebagai gerakan konyugat. Jika terdapat

selisih dalam sinkronisasi itu akan menyebabkan timbulnya diplopia.

Untuk mengatur gerakan mata secara konyugat tersebut dikelola oleh area 8

Brodmann di lobus frontalis, yang impulsnya di batang otak dikordinasikan melalui fasikulus

longitudinalis medialis, serebelum dan alat keseimbangan. Sinkron dengan dikirimnya impuls

okulomotorik oleh area 8, dikirim pula impuls akulomotorik yang mengatur fiksasi ke dua

bola mata sehingga proyeksi di retina kedua sisi terjadi pada tempat yang identik. Sumber

impuls tersebut yaitu 19 Broadmann.

Otot penggerak bola mata disebut juga otot ekstraokuler yang sangat kecil ukurannya

namun sangat kuat dan efisien gerakannya. Ada enam otot penggerak bola mata yang melekat

pada bola mata. Keenam otot ini harus bekerja secara bersama-sama secara sinkron dan tepat

serta serentak agar manusia bisa melihat secara normal untuk melihat ke atas, bawah,

samping kanan, samping kiri dan rotasi atau memutar.

Otot-otot tersebut adalah:

a. medial rectus (MR),

b. lateral rectus (LR),

c. superior rectus (SR),

d. inferior rectus (IR),

e. superior oblique (SO),

f. inferior oblique (IO).

Pergerakan mata

Medial rectus (MR)— menggerakkan mata ke arah dalam atau mendekati

hidung (adduction).

Lateral rectus (LR)— menggerakan mata ke arah luar atau menjauhi hidung

(abduction).

Superior rectus (SR)— menggerakkan mata ke atas (elevation)

o membantu otot superior oblique memutarkan bagian atas mata kearah

mendekati hidung (intorsion)

o membantu otot medial rectus melakukan gerakan adduction

inferior rectus (IR)— menggerakkan mata ke bawah (depression)

o membantu otot inferior oblique memutarkan bagian tas mata ke arah

menjauhi hidung (extorsion)

o membantu oto lateral rectus melakukan gerakan abduction.

Page 18: LAPKAS

superior oblique (SO)— memutarkan bagian atas mata mendekati hidung

(intorsion)

o membantu gerakan depression dan abduction

inferior oblique (IO)— memutarkan bagian atas mata menjauhi hidung

(extorsion)

o membantu gerakan elevation dan abduction.

Gambar 4: Otot-otot pergerakan bola mata

Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik. Ukuran dan

posisinya berada di tengah-tengah nervus opthalmicus dan mandibularis. N. maxillaris

bermula dari pertengahan ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk pleksus dan datar dan

berjalan horizontal ke depan keluar dari cranium menuju foramen rotundum yang kemudian

bentuknya menjadi lebih silindris dan teksturnya menjadi lebih keras. N. maxillaris lalu

melewati fossa pterygopalatina, menuruni dinding lateral maxilla dan memasuki cavum

orbital lewat fissure orbitalis inferior. Lalu melintasi fissure dan canalis infraorbitalis dan

muncul di foramen infraorbital. Akhiran sarafnya terletak di bawah musculus quadratus labii

superioris dan terbagi menjadi serabut yang lebih kecil yang mengincervasi hidung, palpebra

bagian bawah dan bibir superior bersatu dengan serabut nervus facial.

Page 19: LAPKAS

Gambar 5: Percabangan Nervus Trigeminus.

3.2 DEFINISI

Paresis nervus adalah gangguan fungsi fisiologis baik motorik maupun sensorik akibat

dari adanya lesi pada jaringan saraf pada nervus. 

3.3 EPIDEMIOLOGI

Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus (3%)

dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan sekitar 7

dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui

penyebabnya (Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-

75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral.

Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia 40 tahun

meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah pada anak di

bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis

kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua

kasus kelumpuhan saraf fasialis.

3.4 ETIOPATOFISIOLOGI

Page 20: LAPKAS

Tempat dimana saraf okuler sering mendapat gangguan perifer ialah fisura orbitalis superior,

sinus kavernosus dan didalam ruang orbita. Karena proses patologik di tempat tempat

tersebut,maka kelumpuhan nervus okulomotorius, nervus abducens dan nervus trokhlearis

sering ditemukan secara tergabung berupa suatu sindroma.

1) Lesi di Fissura orbitalis superior dan orbita:

Lesi disini biasanya disebabkan oleh tumor:

a) Meningioma

b) Haemangioma

c) Gliomas

d) Retro orbital carcinoma

2) Lesi di sinus kavernosus

a) Sinus cavernosus trombosis, biasanya terjadi sebagai komplikasi dari sepsis infeksi

dari kulit muka atas atau dari sinus paranasal

b) Meningioma dari sphenoid wing

c) Chordoma pada basis sphenoid

d) Craniopharyngioma

e) Tumor intra sellar

f) Aneurisma arteri karotis interna di intra cavernosus

g) Aneurisma arteri komunikans posterior

h) Perluasan lobus temporal atau displacement yang menyebabkan saraf teregang di tepi

bebas tentorium cerebeli karena dinding sinus kavernosus melanjutkan dirinya ke

lateral sebagai dura yang membungkus tulang yang membentuk fisura orbitalis

superior. Maka sindroma fisura orbitalis superior dan sindroma sinus kavernosus pada

intinya sama. Keduanya mencakup kelumpuhan N3, N4, N6, N5 ke 1 dan 2 disertai

proptosis dan edema kelopak mata serta konjunctiva.

3) Lesi di area basiler

a) Meningitis basalis

b) Nasopharynx carcinoma

c) Meningovaskular syphilis

d) Aneurisma arteri basiler

e) Guillain-Barre Syndrome

f) Herpes zoster

Page 21: LAPKAS

g) Sarcoid

h) Frakture

4) Lesi di intinya

a) Vascular disease (DM, hipertensi dan aterosklerosis)

b) Multiple aklerosis

c) Pontine glioma

d) Kompresi extrinsik

e) Poliomyelitis

f) Werbicke encephalopaty

g) Kelainan kongenital

Lesi nuklearis di inti nervus trokhlearis yang ipsilateral menimbulkan kelumpuhan

otot oblikus superior kontralateral. Gejala tersebut jarang terjadi secara tersendiri. Pada

umunya lesi nuklearis trokhlearis merupakan bagian dari lesi yang lebih luas, sehingga

kelumpuhan otot oblikus superior menjadi salah satu gejala dari sindroma ophtalmopegia

internuklearis atau sindroma fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat medula oblongata

(lesi yang merusak FLM disebut lesi internuklearis, gejalanya disebut ophtalmoplegia

internuklearis).

3.5 GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIS

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat

perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan

sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang

lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada

di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga

termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama

N. Fasialis.

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari

korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat

persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper

motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan

mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya

tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata

(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,

Page 22: LAPKAS

memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih

dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang

involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan

bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space

occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,kapsula interna, talamus, mesensefalon

dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak

terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis

pseudobulber.

3.6 KLASIFIKASI PARESE FASIALIS

Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari parese ini

sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980. Sistem house-

Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan

fungsi yang normal dan grade 6 merupakan parese yang komplit. Pertengahan grade ini

sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas

dalam tabel:

Grade Penjelasan KarakteristikI Normal Fungsi fasialis normalII Disfungsi

ringanKelemahan yang sedikit terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada sedikit sinkinesis. Pada istirahat simetri dan selaras. Pergerakan dahi sedang sampai baik. Menutup mata dengan usaha yang minimal. Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan.

III Disfungsi sedang

Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisi. Adanya sinkinesis ringan. Dapat ditemukan spasme atau kontraktur hemifaisal. Pada istirahat simetris dan selaras. Pergerakan dahi ringan sampai sedang. Menutup mata dengan usaha. Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum.

IV Disfungsi sedang berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetris. Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada. Tidak dapat menutup mata dengan sempurna. Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

V Disfungsi berat

Wajah tampak asimetris. Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai. Dahi tidak dapat digerakkan. Tidak dapat menutup mata. Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan.

VI Disfungsi total

Tidak ada pergerakan.

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 23: LAPKAS

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parese

nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang

tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi

maksimal.

1. Elektromiografi (EMG).

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk

menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan

sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang

mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas

kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak,

EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu

tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat

sebelum 21 hari.

2. Elektroneuronografi (ENOG).

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan

stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari

saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada

ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan

sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu

penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen

pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di

atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.

3. Uji Stimulasi Maksimal Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde

ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian dinaikkan perlahan-

lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis, daerah

periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara

perlahan. Tiap gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal.

Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh

dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila

terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus

yang digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen

penderita Bell’s Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris

hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak lengkap.

Page 24: LAPKAS

Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat diandalkan adalah

uji fungsi saraf secara langsung.

3.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :

1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis

A. Fisioterapi

1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise Basahkan handuk dengan air panas,

setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian

pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar mata,

mulut dan daerah tengah wajah. Masase dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan

idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk

berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata,

memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,

menggembungkan pipi dan menyeringai. Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.

2. Electrical Stimulation Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.

Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otototot yang lumpuh dan juga

berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.

B. Farmakologi

Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain:

1. Asam Nikotinik

Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemia. Asam nikotinik dan obat-obatan yang

bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi

sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.

2. Vasokonstriktor

Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi nervus

fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan

inflamasi pada keadaan diatas.

3. Steroid Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s

Palsy.

4. Sodium Kromoglikat Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi

alergi.

5. Antivirus Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone

secara simultan.

Page 25: LAPKAS

C. Pengobatan Psikofisikal Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback

dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.

1. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa ) Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan

antara lain:

A. Depresi Pasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka

memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh

darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang

sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi tersebut.

B. Nyeri Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes

Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik.

Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10

hari penggunaan.

C. Perawatan Mata Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban

mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk

meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.

2. Indikasi Untuk Operasi Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi

denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus

fasialis transmastoid.

Pada otitis media akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Hanya

perlu diberikan antibiotic dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan

tekanan di kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent, maka perlu

dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian

antibiotic yang kebanyakan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka waktu tertentu

tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, baru dipikirkan untuk

melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik, diindikasikan operasi eksplorasi mastoid.

Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segeradilakukan tanpa harus menunggu

pemeriksaan elektrodiagnostik.

3.9 KOMPLIKASI

Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom

dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson

baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat

menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik

wajah.

Page 26: LAPKAS

Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan

oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur

tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada

asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.

3.10 PROGNOSIS

Prognosis pasien tergantung dari tergantung pada kemampuan neuroplastisitas derajat

kedalaman lesi pada saraf tersebut. Neuroplastisitas adalah konsepneurosains yang merujuk

kepada kemampuan otak dan sistem syaraf semua spesies untuk berubah secara struktural dan

fungsional sebagai akibat dari input lingkungan. Plastisitas terjadi dalam berbagai tingkatan,

dari perubahan seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan bersakal besar

yang terlibat dalam pemetaan ulang kortikalsebagai tanggapan kepada luka. Bentuk

plastisitas yang paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan pemulihan dari luka

otak.

Page 27: LAPKAS

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini dicurigai mengalami parese nervus troklearis dan trigeminus sinistra

berdasarkan data yaitu dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari

anamnesis didapatkan pasien mengalami pandangan ganda dan sebagian wajah kiri terasa

kebas. Selain itu pasien juga mngeluhkan sulit membaca yang sudah dialami pasien selama

tiga bulan belakangan ini. Berdasarkan teori, paresis nerrvus troklearis memiliki gejala klinis

yang khas yaitu pandangan ganda, pada paresis nervus trigeminus katakan gejala yang terjadi

adalah kurang sampai hilangnya sensibilitas pada wajah. Dari riwayat penyakit sebelumnya,

pasien tidak pernah mengeluhkan hal yang sama. Berdasarkan sumber referensi, salah satu

penyebab keluhan yang diderita pasien adalah trauma.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien sudah dalam keadaan perbaikan dan sudah

mengonsumsi obat sekitar 2 bulan. Gejala yang tampak pada saat pemeriksaan adalah

gangguan pergerakan mata kiri dan kurangnya sensibilitas pada sebagian wajah sebelah kiri

pasien. Sedangkan dari pemeriksaan neurologis yang lain tidak ditemukan adanya kelainan.

Pada pemeriksaan ct scan kepala kontras, didapatkan kesan adanya pembengkakan jaringan

lunak regio anterior orbita kiri, fraktur dinding anterior sinus maksilaris kiri dengan

hematosinus maksilaris dan ethmoidalis kiri dan tidak tampak perdarahan intrakranial. Pada

pemeriksaan ct scan didapatkan kesan hematoma regio anterior orbita kiri dan fraktur dinding

anterior sinus maksilaris kiri dengan hematosinus maksilaris dan ethmoidalis kiri.

Terdapat beberapa pilihan terapi yang dapat diberikan terhadap penyakit ini, sesuai

dengan tingkatan gejala dan respon obat, pada tahap awal, biasanya diberikan obat asam

nikotinik. Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemia. Asam nikotinik dan obat-

obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu

vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis. Vasokonstriktor,

obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi nervus

fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan, pembengkakkan, dan

inflamasi. Steroid, obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan

Bell’s Palsy. Sodium Kromoglikat, diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan

adanya reaksi alergi. Antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara

simultan. Pada pasien ini, obat yang sudah dikonsumsi selama 3 bulan belakangan adalah

citicolin 1000 mg 2x1 tab, mecobalamin 500 mg 2x1 tab dan Na. Diklofenat 50 mg 2x1 tab.

Page 28: LAPKAS

Prognosis pada pasien ini baik untuk ad vitam, ad functionam dan ad sacactionam

adalah dubia ad bonam. Pada pasien ini saat ini tidak terdapat adanya tanda-tanda yang dapat

mengancam nyawa. Sehingga diambil prognosisnya adalah dubia ad bonam.

Page 29: LAPKAS

BAB V

DAFTAR PUSTAKA