laparotomi

19
Perguruan Tinggi Ahli Bedah Inggris GENERAL & EMERGENCY Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687 doi 10.1308/003588409X12486167520993 Pengalaman pertama laparotomi dengan terapi vakum segera pada pasien dengan peritonitis berat JAMES HORWOOD, FAYAZ AKBAR, ANDREW MAW Bagian Bedah Umum, Rumah Sakit Glan Clwyd, Rhyl, UK ABSTRAK PENDAHULUAN melaporkan pengalaman pertama kami dalam melakukan laparostomi dan terapi vakum intra-abdomen secara segera pada pasien dengan peritonitis berat akibat gangguan intra abdominal. PASIEN DAN METODE Dua puluh tujuh pasien menjalani laparotomi darurat dan formasi laparostomi dengan mengaplikasikan terapi intra-abdomen TRAC-VAC ® segera (rasio laki-laki: perempuan, 1:1.2, usia rata-rata, 73 tahun, rentang usia, 34-84 tahun). Prediksi angka kematian dinilai menggunakan skor P-possum dan dibandingkan dengan hasil klinis yang diamati. HASIL Sepuluh pasien (37%) dengan prediksi angka mortalitas rata- rata P-possum dari 72%, meninggal karena sepsis dan kegagalan/kerusakan multi-organ. Tujuh belas pasien (angka mortalitas rata-rata P-Possum diperkirakan mencapai 48%) sembuh sampai keluar Rumah Sakit. Satu pasien dengan pankreatitis meninggal karena obstruksi usus halus 1-tahun pasca keluar Rumah Sakit, dua pasien muncul fistula usus halus. Satu pasien memiliki reaksi alergi dengan pembalut/dress VAC. Pasien kami, yang Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Transcript of laparotomi

Page 1: laparotomi

Perguruan Tinggi Ahli Bedah Inggris GENERAL & EMERGENCY Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

doi 10.1308/003588409X12486167520993

Pengalaman pertama laparotomi dengan terapi vakum segera pada pasien dengan

peritonitis berat

JAMES HORWOOD, FAYAZ AKBAR, ANDREW MAW

Bagian Bedah Umum, Rumah Sakit Glan Clwyd, Rhyl, UK

ABSTRAKPENDAHULUAN melaporkan pengalaman pertama kami dalam melakukan laparostomi dan terapi vakum intra-abdomen secara segera pada pasien dengan peritonitis berat akibat gangguan intra abdominal.

PASIEN DAN METODE Dua puluh tujuh pasien menjalani laparotomi darurat dan formasi laparostomi dengan mengaplikasikan terapi intra-abdomen TRAC-VAC® segera (rasio laki-laki: perempuan, 1:1.2, usia rata-rata, 73 tahun, rentang usia, 34-84 tahun). Prediksi angka kematian dinilai menggunakan skor P-possum dan dibandingkan dengan hasil klinis yang diamati.

HASIL Sepuluh pasien (37%) dengan prediksi angka mortalitas rata-rata P-possum dari 72%, meninggal karena sepsis dan kegagalan/kerusakan multi-organ. Tujuh belas pasien (angka mortalitas rata-rata P-Possum diperkirakan mencapai 48%) sembuh sampai keluar Rumah Sakit. Satu pasien dengan pankreatitis meninggal karena obstruksi usus halus 1-tahun pasca keluar Rumah Sakit, dua pasien muncul fistula usus halus. Satu pasien memiliki reaksi alergi dengan pembalut/dress VAC. Pasien kami, yang diterapi dengan laparostomi dan terapi VAC TRAC, pada obsevasi terhadap penyembuhan didapat peningkatan secara signifikan bila dibandingkan dengan perkiraan kesemuhan penderita P-Possum (P = 0,004).

KESIMPULAN Laparostomi dengan terapi VAC intraperitoneal segera adalah sistem yang sempurna dan efektif untuk mengatasi pasien dengan gangguan intra-abdominal. Didapatkan peningkatan hasil yang signifikan dibandingkan dengan perkiraan angka mortalitas oleh Skor P-possum. Pengendalian kerusakan/damage operasi dengan formasi laparostomi dan terapi VAC intra-abdomen harus dipertimbangkan pada pasien dengan peritonitis berat.

KEYWORDSLaparostomy – terapi VAC intraabdominal – Pengendalian kerusakan operasi – POSSUM

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 2: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

KORESPONDENAndrew Maw, Konsultan Bedah Umum dan kolorektal, Rumah Sakit Glan Clwyd, Rhyl LL18 5UJ, InggrisE: andrew.maw @ cd-tr.wales.nhs.uk

Pendahuluan

Penutupan segera dari dinding abdomen setelah laparotomi tidak memungkinkan atau diinginkan, khususnya pada pasien dengan gangguan perut yang parah seperti peritonitis difuse, pankreatitis nekrosis atau trauma. percobaan untuk menutup perut dalam kasus ini dapat mengakibatkan terjadinya sindroma kompartemen intra-abdominal yang berpotensi mengancam nyawa. Dalam keadaan seperti itu, adalah lebih baik untuk meninggalkan pembukaan awal dinding perut saat laparostomi.

Menggunaan laparostomy setelah kontrol kerusakan operasi sangatlah baik,1-3 tapi tindakan membuka perut ini pengelolaannya sangat kompleks dan ini sendiri terkait dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang lebih dari 25% .4 Berbagai upaya untuk mengelola tindakan membuka perut telah digambarkan seperti penggunaan prostetik mesh, tas Bogota dan penampung Wittman.1,5 Idealnya, alat penutup abdomen sementara harus mampu menahan muatan visceral, aktif menghilangkan eksudat, menggantikan kehilangan ruang ketiga, mendukung terbentuknya jaringan granulasi dan membantu penutupan abdomen berikutnya. Tak satu pun dari langkah-langkah sementara yang tersedia sampai saat ini memenuhi semua persyaratan ini, karena itu, teknik 'standar emas' untuk manajemen laparostomi tetap sulit ditemui.4, 6,7

Terapi tekanan negatif telah menjadi semakin terpancang/mapan dalam manejemen 'penyembuhan perlahan' luka seperficial. Selain itu, bukti yang ada dalam literatur seputar peran penggunaan dress/pembalut tekanan negatif dengan bantuan vakum untuk mencapai penutupan abdomen setelah perlukaan. Namun, relatif sedikit studi prospektif yang telah dipublikasikan untuk mengevaluasi penggunaan terapi tekanan negatif untuk mencapai penutupan perut setelah operasi pada sepsis intraabdominal. Sebanyak 144 pasien, yang memakai dress/pembalut tekanan negatif yang dipasangkan untuk membantu penutupan luka abdominal, sudah termasuk dalam lima studies.8-12 Penutupan perut akhirnya tercapai pada 52% kasus (kisaran, 31-75%). Tingkat terjadinya fistula mencapai 16% (kisaran, 6-21%) dan tingkat angka mortalitas secara keseluruhan mencapai 30%.

Pada hewan percobaan telah memperlihatkan adanya peningkatan dari pembelahan sel, proliferasi dan angiogenesis, faktor penting yang efektif untuk penyembuhan, pada luka yang diobati dengan terapi vakum.13, 14 Tekanan negatif meningkatkan perfusi jaringan, meningkatkan aliran darah lokal dan oksigenasi jaringan, dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi. Dan juga adanya bukti bahwa akumulasi cairan luka yang kronis dapat menghambat proliferasi sel, 15 dan terbukti bahwa hambatan ini berkurang ketika luka terekspos dengan terapi tekanan negatif, yang secara aktif menghilangkan eksudat tersebut.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 3: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

Kami menyajikan pengalaman pertama kami menggunakan sistem laparostomi tekanan negatif, untuk pasien yang mengalami gangguan intra-abdomen dan beresiko terkena sindrom kompartemen abdominal.

Kami telah melakukan laparostomi dengan mengaplikasikan langsung terapi vakum intraperitoneal dan menemukan terapi ini menjadi teknik yang sempurna yang memenuhi banyak persyaratan. ® TRAC-VAC mengacu pada perangkat/alat penutup yang dibantu vakum, untuk mengaplikasikan terapi tekanan negatif pada luka laparostomi (Kinetik Concepts Inc (KCI) Medis, San Antonio, TX, USA).

Pasien dan Metode

Antara bulan Maret 2003 dan Agustus 2008, awal/bakal dari database berisi semua pasien yang menjalani formasi laparostomy, telah disahkan/terpancangkan. Demografi pasien, penyajian diagnosis, skor P-possum individu, temuan selama operasi dan prosedur bedah yang dilakukan telah tercatat. Rincian intervensi selanjutnya, komplikasi dan hasilnya telah didokumentasikan.

Semua pasien diresustasi dengan cairan intravena dan kateter uretra, nasogastrik tube dan terapi antibiotik sebelum operasi. Keputusan itu dibuat di dalam kamar operasi oleh ahli bedah senior yang hadir sehingga akan lebih baik untuk melakukan laparostomi daripada mencoba penutupan primer abdomen. pertimbangan ini merupakan variabel tapi juga termasuk hal berikut: (i) penaksiran fasia yang tidak memungkinkan, (ii) kontrol kerusakan operasi dengan perencanaan laparotomi ulang yang telah dilakukan dan tambahan laparotomi ulangan yang dini setelah direncanakan pengobatan definitif, atau (iii) adanya percobaan penutupan awal dari fasia di kamar operasi, tetapi dari parameter fisiologis yang buruk mensuggesti bahwa pasien secara signifikan dapat beresiko menjadi sindrom kompartemen abdominal.

Skor P-possum, awalnya dirancang untuk penyesuaian risiko audit, digunakan dimana-mana dalam praktek bedah umum di Inggris tidak hanya untuk audit, tetapi juga untuk kinerja kelembagaan/institusi dan ahli bedah khusus dan untuk membantu dalam informed consent. Hasil pengamatan kami dibandingkan dengan hasil yang diharapkan seperti yang diperkirakan oleh nilai P-possum, menggunakan analisa statistik standar. Skor P-Possum bersifat individual dan spesifik untuk pasien tertentu yang tergantung pada faktor-faktor individu pasien. Oleh karena itu, setiap pengamatan pasien P-Possum dibandingkan dengan hasil pasien mereka secara individual.

Penutupan abdomen sementara dapat dicapai dengan penggunaan sistem ® TRAC-VAC. Sistem pembalut/dress yang enkapsulasi/tidak terbungkus, tidak disokong, terbuat dari busa poliuretan. Busa yang tidak tertutup di dalam pembalut/dress bilayer fenestrated yang memungkinkan cairan dan rembesan akan tersedot menuju ke pusat busa yang sementara dipertahankan pembalut sebagai pelindung sekitar usus. Dress ditempatkan di atas usus terbuka dan membalut sekitarnya agar kontak dengan peritoneum viseral dan parietal. Kemudian potongan busa dipotong sesuai dengan ukuran laparostomi dan tempatkan agar kontak dengan tepi dinding perut. Ini diikuti dengan memasangkan penutup semiocclusive di atas luka perut. Sebuah lubang kecil berukuran 2 cm dibuat pada penutup dan pad penghisap pasangkan. Ini kemudian dihubungkan ke alat hisap/suction device dan diatur dengan tekanan subatmospheric dari 125 mmHg menggunakan mode terapi terus menerus untuk mempertahankan tekanan ini. Jika pasien telah memakai stoma, dress oklusif ditempatkan di atas stoma dan jendela/lubang

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 4: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

kecil kemudian dipotong di tengahnya sehingga memungkinkan terpasangnya kantong stoma di atasnya. Ini menghindari kehilangan daya hisap pada luka utama. Inspeksi Laparostomy dilakukan di kamar operasi setiap 24-48 jam sesuai kebutuhan individu, dan dress yang baru kembali dipasang setelah itu. saat inspeksi/pemeriksaan, jika kondisi fisiologis dan patologis pasien menguntungkan, penutupan primer yang tertunda dari dinding perut dapat dicoba. Jika jahitan penutup dinding perut pada akhirnya tidak mungkin, sering sebagai akibat dari kontraksi otot dinding perut lateral, pengobatan dengan terapi tekanan negatif 'intraperitoneal' dilanjutkan sampai waktu hisapan usus telah 'fixed' dan eviserasi/pengeluaran isi perut tidak terjadi. Luka-luka itu akan sembuh sempurna pada intensi sekunder, baik menggunakan pengelolaan luka dengan kantong stoma (misalnya DermaSure ® sistem manajemen luka [ADI Medis Ltd Sunny Hollow, Handleton Common, Lane End, Bucks, Inggris]), atau dengan memasang terapi tekanan negatif tanpa dress/pembalut intraperitoneal fenestrated dari sistem ® TRAC-VAC. Dalam kasus ini, pembalut Mepitel (Direct Medical Inc, Alabaster, AL, USA), berpori, semi-transparan, kontak ringan dengan lapisan penyokong luka, yang terdiri dari jaring pelapis poliamida yang fleksibel dengan silikon yang lembut, yang ditempatkan di atas isi perut yang terexpose dan di sekitar tepi kulit luka sebelum dipasangkan dress busa di atasnya. Luka-luka dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder sampai terepitelisasi sempurna.

Kami memilih untuk membandingkan hasil yang kita amati terhadap hasil yang diharapkan menggunakan sistem skoring P-possum. Sistem P-possum, awalnya dibuat oleh Copeland et al.16 dan kemudian dimodifikasi dengan 'Portsmouth prediktor', telah terbukti menjadi model yang valid dan reliabel untuk memprediksi angka morbiditas dan mortalitas yang berdasarkan pada 12 ahli fisiologi dan 6 parameter operasi. 16,17

Hasil

Antara bulan Maret 2003 dan Agustus 2008, 27 pasien dengan sepsis intra-bdominal difus yang berat menjalani laparotomi dan formasi laparostomy dengan mengaplikasikan secara langsung terapi vakum yang dibantu tekanan negatif. Ada 13 pria dan 14 wanita, usia rata-rata 73 tahun (berkisar, 34-84 tahun). Berarti skor ASAnya adalah 3,75 (rata-rata, 3; kisaran, 2-5).

Sebab patologi yang mengarah ke formasi laparostomy ditunjukkan pada Tabel 1. Delapan pasien menderita penyakit sigmoid divertikular perforasi (Hinchey grade 3 dan 4) dan satu pasien menderita karsinoma kolon perforasi. Tiga pasien yang menderita penyakit kolon sigmoid segera direseksi tanpa pembentukan/formasi anastomosis atau stoma: akhir dari kolon proksimal dan distal dilakukan reseksi segmen dengan stapled off/dijepit dan potong (kontrol kerusakan operasi). Salah satu pasien kemudian mendapat penundaan anastomosis primer dan penutupan dinding perut. Dua menjalani model kolostomi akhir (prosedur Hartmann) pada laparotomi ulang mereka. Sisa enam pasien menjalani prosedur Hartmann dan laparostomy pada awal laparotomi.

Enam pasien mendapat formasi laparostomi setelah operasi akibat kebocoran anastomosis. Lima pasien tersebut sebelumnya telah menjalani reseksi anterior ca rectal, tidak ada satupun yang setelah dilakukan ileostomi terjadi defunctioning/ketidakberfungsian. Satu pasien mengalami suatu kebocoran anastomosis setelah pembalikan dari prosedur Hartmann. Semua kelompok ini mengalami laparotomi dan washout panggul yang luas dan semua yang tidak berfungsi diakhiri dengan kolostomi.

Satu pasien dengan pankreatitis nekrosis (akibat sekunder dari alkohol) dan nekrosis pankreas akibat infeksi, menjalani nekrosektomi pankreas, dan formasi laparostomi.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 5: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

Gambar 1 observasi dan prediksi mortalitas kumulatif

Tabel 1 Diagnosis selama operasi dan hasilDiagnosis Nomor MortalitasPenyakit divertikular perforasi 8 2Ca sigmoid perforasi 1 0Kebocoran anastomosis usus 6 3Pankreatitis nekrotik 1 1Perforasi usus halus 6 1Sindrom kompartemen abdominal setelah splenektomi emergency 1 1Appendicitis perforasi 1 0Peritonitis biliari setelah anastomosis choledochoduodenal 1 1Pyosalpinx yang besar 1 0Ischemia colon akibat sekunder dari infeksi C. difficle 1 1

Enam pasien menjalani operasi perforasi usus halus. Dua dari ini merupakan sekunder dari iskemia usus halus. Dua pasien mengalami perforasi multiple yang mencakup penyakit Crohn akut dan satu pasien mengalami cedera usus halus iatrogenik, mungkin akibat sekunder dari cedera diathermy yang tidak terlihat, setelah operasi laparoskopi pada karsinoma rektum. Satu pasien mengalami cedera usus iatrogenik yang diakui selama kolesistektomi laparoskopi.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 6: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

Semua pasien menjalani washout/cuci perut dan reseksi usus halus. Lima pasien mendapatkan anastomosis usus halus primer, satu pasien, dengan kontaminasi peritoneal yang berat, dimana usus yang sakit direseksi dan usus buntu stapled off/dijepit dan potong. Suatu anastomosis primer yang tertunda sudah diperlihatkan pada laparotomi ulangan.

Satu pasien memperlihatkan tanda-tanda sindrom kompartemen menyusul splenektomi darurat untuk trauma dan penutupan primer. Pada laparotomi ulangan, perut dicuci, kolesistektomi dilakukan pada kolesistitis acalculous yang jelas dan dress laparostomy topikal tekanan negatif dipasang.

Satu pasien mengalami luka dehiscence (lapisan luka yang terbuka) yang dalam setelah sebelumnya menjalani laparotomi akibat appendictitis nekrosis perforasi dengan peritonitis faecal. Satu pasien mengalami peritonitis bilier dan telah mengalami kebocoran dari anastomosis cholodoco-duodenum, yang telah dilakukan selama operasi terbuka pada kolangitis sekunder sebagai dampak dari batu saluran empedu bagian distal, pada pasien dengan anatomi empedu yang abnormal yang telah menjalani dua kali gagal dalam prosedur endoscopic cholangiopancreatography retrograde. Satu pasien, didapati pyosalphinx masif dengan peritonitis difus dan menjalani salpingectomy dan washout/cuci perut. Satu pasien yang menjalani laparotomi, kolektomi subtotal dan formasi laparostomy, akan mengalami kolitis pseudomembran iskemik sekunder yang terbukti sebagai akibat infeksi Clostridium difficile. Dalam kasus ini, didapatkan peritonitis generalisata difus yang berat dan sepsis retroperitoneal.

Dari 27 pasien yang menjalani laparostomi dengan aplikasi langsung dari laparostomi tekanan negatif, 10 pasien (37%) dengan prediksi rata-rata angka mortalitas P-Possum dari 72% (rata-rata ASA 4) meninggal pada pengakuan yang sama (Gambar 1). 17 pasien sisanya sembuh sampai keluar rumah sakit (rata-rata angka mortalitas P-Possum yang diprediksi 48%, rata-rata ASA 3), 16 pasien bersedia untuk dilakukan follow up jangka panjang. Dari 17 pasien yang sembuh sampai keluar rumah sakit, rata-rata dilakukan empat laparotomi ulang dan 'penggantian dress' (Tabel 2).

Dari lima pasien,penutupan luka jahitan dianggap sempurna pada salah satu dari laparotomi ulangan. Empat luka yang dijahit menggunakan teknik menutup massa/mass closure technique dan satunya ditutup menggunakan jahitan dalam terputus. Dua dari pasien ini menderita perforasi usus halus di daerah yang mengalami iskemia, dan telah menjalani reseksi dan anastomosis usus terbatas. Pasien pertama, penutupan luka di perutnya terjadi 4 hari setelah operasi pertama, pasien kedua penutupan lukanya 6 hari. selanjutnya, seorang pasien muda, telah ditemukan mengalami multipel perforasi usus halus pada penyakit radang akut dari usus/acute inflammatory bowel disease, menjalani hemikolektomi kanan terbatas dan lukanya telah ditutup, selama laparotomi ulangan pertama, 48 jam setelah operasi pertama. Salah satu pasien, yang menderita cedera iatrogenik usus halus yang belum sembuh selama reseksi rektal laparoskopi, ditutup dengan jahitan dalam terputus, selama laparotomi ulangan ketiga, 6 hari setelah operasi pertama. Satu pasien lagi, didapati memiliki pyosalpinx yang besar, menjalani penundaan penutupan luka primer pada perutnya selama prosedur ulangan pertama, setelah pencucian lebih lanjut.

Pasien dengan penundaan penutupan primer dari dinding perut mecapai statistik yang lebih muda (P = 0,03) tetapi tidak ada perbedaan yang diperlihatkan oleh nilai P-Possum yang mereka ditemukan. Tidak ada pasien dengan usus besar yang patologi mencapai penutupan primer dari luka perutnya. Tidak ada luka dehiscences (lapisan luka yang terbuka) setelah penutupan dinding perut primer yang tertunda di dalam seri kami.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 7: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

Dari 12 pasien yang tersisa, luka dibiarkan membentuk jaringan granula dan sembuh dengan intensi sekunder. Luka menyembuh dan ukurannya mengecil, dress/pembalut diganti dengan sistem 'mini vac', yang dalam beberapa kasus, dapat dirawat di rumah.

Dalam kelompok ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 'penutupan' (penghentian terapi VAC Mini) adalah 6 minggu. Meskipun luka pada tahap ini secara signifikan telah menutup, terbentuk jaringan granulasi yang sehat dan cairan sekresi yang mengering, epithelialisasi yang sempurna tidak selalu tercapai. Sebagian besar pasien tersebut dikelola/dirawat lebih lanjut dalam rumah dan, dengan demikian, kita tidak memiliki data yang berkaitan dengan waktu terjadinya epithelialisasi lengkap dari luka tersebut. Tidak ada pasien dari seri kami membutuhkan split skin grafting untuk mencapai penutupan luka yang sempurna. Cangkok kulit terpisah/split skin grafting mungkin dapat mempercepat waktu penyembuhan dalam beberapa kasus, tetapi tidak digunakan pada salah satu pasien di seri ini.

Dua pasien (11%) membentuk suatu fistula enterocutaneous selama diterapi tekanan negatif. Satu fistula ditemukan saat laparotomi kedua. Defec/cacat pada usus kecil sudah ditutup dan luka laparostomi kemudian sembuh dengan intensi sekunder. 6 bulan kemudian pasien sembuh dan tidak terbukti terjadinya fistula. Pasien kedua, yang telah menjalani reseksi usus kecil dan anastomosis, mucul fistula ringan, yang dikelola secara konservatif dan menutup tanpa ada syarat untuk dilakukan intervensi bedah lebih lanjut.

Satu pasien berkembang menjadi suatu reaksi alergi ringan dari pembalut/dress penutup luka. Ini tidak cukup untuk menjamin penghentian terapi tekanan negatif.

Dua pasien dikembalikan ke kamar operasi lebih awal dari yang direncanakan. Ini dikarenakan pengangkatan bagian perekat dari dress/pembalut yang menutup oklusif dan kegagalan dress untuk mempertahankan tekanan negatif secara konstan, sehingga menyebabkan terjadinya pengeluaran/eviserasi dari usus halus. Pada kesempatan kedua, usus diperiksa dan masih sehat. Usus dikembali ke rongga perut dan pembalut/dress baru dipasangkan. Kedua pasien sembuh tanpa insiden lanjutan. Kedua pasien ini memiliki obesitas dan ketidakmampuan untuk mempertahankan tekanan negatif dari pembalut vakum itu mungkin karena kesulitan dalam menjaga kontak dari perekatan pembalut pada kulit dinding perut, terutama di lipatan kulit dan di lipatan paha.

Dalam seri kami, tidak ada pasien yang berkembang sampai menjadi hernia ventral yang selanjutnya memerlukan intervensi korektif.

Dalam menerapkan sistem penilaian P-Possum pada seri pasien kami, yang mungkin kami harapkan 15 orang meninggal dari 27 pasien kami (Gambar 1). Namun, yang kami amati hanya 10 orang yang meninggal. Empat pasien, dari total sembilan, dengan skor P-possum dari lebih dari 75% perkiraan angka mortalitas, sembuh sampai keluar rumah sakit (yaitu 44% pasien yang diamati sembuh pada skor P-Possum> 75%).

Kami melakukan uji randomisasi pada data dengan membandingkan nilai P-possum dengan hasil yang diamati menggunakan uji distribusi Bernouilli untuk mensimulasikan menyangkut kesembuhan (pasien yang sembuh) yang diharapkan dari masing-masing pasien dari 27 pasien. Dengan menggunakan teknik statistik ini, kami menghasilkan 999 set data, hanya 3 dari data set ini yang memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik daripada data yang diamati. Dengan memasukkan set/kumpulan data yang diamati, hanya 4 set yang memperkirakan tingkat kelangsungan hidup dari 10/27 atau lebih baik. Dengan melakukan suatu tes one-tailed pada P = 0.004, oleh karena itu, kita dapat, menyimpulkan bahwa tingkat kelangsungan hidup yang diamati secara signifikan lebih baik dari yang diperkirakan oleh P-possum (P = 0,004).

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 8: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

DiskusiPenutupan primer dari dinding abdomen setelah laparotomi tidak selalu memungkinkan atau dianjurkan, terutama dalam situasi seperti operasi dengan kerusakan terbatas, dimana mungkin memicu terjadinya kardiorespirasi, gastrointestinal dan disfungsi ginjal sekunder sampai sindrom kompartemen abdomen. Peran dari laparostomi dalam keadaan ini sudah mapan. Manajemen Laparostomy menyajikan tantangan berat dan, di dalamnya sendiri, terkait dengan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan lebih dari 25% .18

Berbagai metode dalam mengelola laparostomi telah diuraikan.6, 19,20 Banyak dari metode ini sulit untuk diterapkan dan agak rumit dalam pengelolaannya. Dibutuhan suatu perangkat/alat penutupan sementara yang tidak mudah untuk diterapkan, tetapi juga secara aktif menghilangkan/menyembuhkan luka dan eksudat visceral, membentuk jaringan granulasi, meminimalkan komplikasi, dan membuat mekanisme di dalam perut menjadi baik. Kami telah menemukan bahwa bantuan terapi vacuum intraperitoneal sebagian besar memenuhi kriteria tersebut. Dalam seri kami pasien dengan gangguan intraabdomen yang parah dikelola dengan laparostomi dengan menerapkan langsung terapi tekanan negatif, telah didapatkan peningkatan statistik terkait dengan kemampuan untuk sembuh secara signifikan bila dibandingkan dengan hasil yang diharapkan seperti yang diperkirakan oleh nilai P-possum.

Beberapa penulis, bagaimanapun, telah menemukan bahwa sistem penilaian P-possum cenderung berlebihan dalam memprediksi angka morbiditas dan mortalitas, dan prediksi yang berlebihan dalam hal ini terutama yang disampaikan dalam kasus-kasus bedah terdahulu, yang berisiko rendah dan dalam memilih kasus bedah, 21,22 yang telah menghasilkan berbagai modifikasi tertentu khusus untuk sistem penilaian yang asli (v-possum, cr-possum). Bagaimanapun, kebanyakan penelitian telah membandingkan sistem penilaian dalam pembedahan yang tersedia, terutama dalam konteks kedaruratan dan kontrol kerusakan pembedahan, menyimpulkan bahwa sistem P-possum adalah suatu sistem penilaian yang sempurna yang secara akurat memprediksikan hasil.23, 24

Meskipun ketepatan mekanisme kerja dari terapi tekanan negatif masih belum jelas, banyak penulis percaya bahwa dengan keaktifan menghilangkan kelebihan cairan interstitial, meningkatkan sistem suplai darah lokal, memberikan oksigen dan nutrisi adalah cara yang penting yang efektif dalam perbaikkan jaringan.17 Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi vakum dikaitkan dengan penurunan luka sepsis, mungkin dengan menurunkan jumlah bakteri yang terdapat pada luka.14 dengan menerapkan tekanan sub-atmosfir, terapi tekanan negatif menyempurnakan kolapsnya busa yang terdapat di antara tepi luka. Banwell et al.18 mengatakan bahwa kekuatan centripedial ini membentuk jaringan granulasi pada luka / busa diantara permukaan.

Selain membentuk luka granulasi, sistem laparostomy tekanan negatif memungkinkan untuk menahan isi perut, yang mungkinkan untuk mendrainase bahan purulen dan eksudat di antara celahnya. Ini terbukti sangat populer di ITU, dimana memudahkan staf perawat untuk merawatnya dibandingkan mengelola luka laparostomy tradisional dengan kantong, yang telah kami gunakan secara rutin sebelumnya.

Kontrol damage/kerusakan operasi dilakukan pada tiga pasien yang mengalami penyakit divertikular perforasi dan satu pasien yang menderita perforasi usus halus dengan kontaminasi peritoneal yang parah. Keputusan untuk melakukan kontrol kerusakan dari operasi ini diambil bersama oleh para ahli bedah senior, dokter anestesi dan/atau intensivist yang hadir. Keputusan yang diambil berdasarkan pada status hemodinamik pasien di bawah anestesi (yakni waktu yang

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 9: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

dibutuhkan untuk menyingkat operasi), kondisi intraperitoneal yang menolak anastomosis primer, kontaminasi peritoneal yang parah akibat tidak keringnya cavum intraabdomen yang kemungkinan selanjutnya terjadi sepsis, prediksi risiko yang signifikan dari sindrom kompartemen abdominal oleh dokter yang berpengalaman (yaitu perut kembung, tekanan ventilasi yang tinggi pada percobaan penutupan abdomen) dan kebutuhan yang mendesak untuk mengembalikan respon fisiologis yang negatif terhadap trauma patologis dan pembedahan (yaitu koagulopati, hipotermia, asidosis). Kami percaya, terutama pada pasien dengan penyakit divertikular perforasi yang parah, penambahan waktu operasi untuk mobilisasi colon descenden dan flexura lienalis untuk membuat stoma/lubang drainase, tidak mungkin berfungsi untuk beberapa waktu pasca operasi, yang kadang-kadang tidak baik digunakan pada waktu kritis seperti ini. Kami merasa bahwa para pasien ini lebih beruntung dengan kontrol kerusakan dari operasi dan laparostomi diikuti perawatan yang intensif, adanya institusi yng memantau secara invasif dan support organ, dan mengoreksi kelainan fisiologi, pembekuan darah, dll. Pengembalian ke kamar operasi dapat dilakukan atas dasar 'terpilih' diikuti optimasi fisiologis, mungkin dilakukan oleh seorang ahli bedah spesialis kolorektal, untuk washout peritoneum lebih lanjut, diakhiri pembentukan stoma. Jika kondisi intra-abdomen telah meningkat secara signifikan, anastomosis primer dan penundaan penutupan primer dari dinding perut dapat mungkin terjadi.

Para produsen merekomendasikan untuk kembali ke kamar operasi untuk mengganti dress/pembalut setiap 48-72 jam. Dalam prakteknya, kami menemukan bahwa kami harus lebih dulu melakukan pengamatan ulang dari operasi yang sedikit lebih cepat dalam seri pasien kami (24-48 jam). Kadang-kadang hal yang tidak direncanakan, berkaitan dengan kegagalan dari pembalut/dressing laparostomi yang mengakibatkan hilangnya tekanan negatif atau, yang dalam satu kasus, terjadi pengeluaran/evisceration isi perut. Indikasi lain untuk mengembalikan pasien ke ruangan lebih awal (<48 h) meliputi: (i) mendadak, tingginya volume cairan drainase yang terinfeksi, dan (ii) memburuknya kondisi pasien karena yang diperkirakan terjadi suatu patologi intra-abdominal yang lebih lanjut.

Semua penggantian pembalut dalam penelitian kami dilakukan dengan kondisi steril di kamar operasi, di bawah anestesi umum. Untuk penggantian pembalut pertama, mayoritas pasien masih diintubasi pada unit perawatan intensif (ICU), yang berarti selama perpindahan tempat untuk penggantian pembalut relatif tetap terdepan. Setelah ekstubasi, kami memilih untuk melakukan penggantian selanjutnya dari semua pembalut di bawah anestesi umum sampai komponen dari pembalut 'intraperitoneal' dapat disingkirkan. Meskipun kita tidak memiliki pengalaman mengubah pembalut laparostomi 'intraperitoneal' 'di kamar operasi ' tanpa anestesi atau sedasi, kami merasa ini akan menyusahkan bagi pasien dan dapat membentuk luka perut yang luas. Baru-baru ini, kami telah mulai mengganti dressing intraperitoneal dengan pembalut/dressing Blue Sky Medis V1STA ® (Smith & Nephew Ltd, UK) bertekanan negatif, suatu alat terapi vacuum superfisial, saat penutupan luka primer tertunda dianggap tidak memungkinkan, untuk menyembuhkan luka laparostomi. Pembalut V1STA memanfaatkan tekanan negatif yang sedikit lebih rendah, dan dapat berubah pada lingkungan kamar operasi, meniadakan kebutuhan untuk kembali ke kamar operasi dan anestesi berikutnya, pada pasien yang tepat yang sepenuhnya telah dikonsulkan. Awalnya kami memilih untuk menggunakan dressing intraperitoneal,

Kami melaporkan dua pasien (11%) muncul fistula usus halus berhubungan dengan dressing/pembalut topikal bertekanan negatif. Fistula telah dilaporkan sampai dengan 25% dari pasien yang memakai manajemen laparostomi jenis lain.18, 19 Fistula dikaitkan dengan

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 10: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

pengeringan dan erosi dari dinding usus, mungkin sebagai akibat dari adhesions/perlengketan dengan didasari dressing/pembalut.20

Rao et al.12 melaporkan 20% kejadian terjadinya fistula pada seri mereka dari pasien dengan open abdomen yang diobati dengan terapi tekanan negatif, dari pasien-pasien ini akhirnya 66% meninggal. Mereka dianjurkan berhati-hati dalam penggunaan dress bertekanan negatif, terutama yang telah dilakukan anastomosis usus atau enterotomi yang telah metutup.12

Pengalaman kami, pasien pertama, yang telah menjalani prosedur Hartmann, sudah diketahui didapati enterotomi kecil di bagian usus halus di dekat dressing/pembalut, selama pengamatan ulang laparotomi. Enterotomi sudah menutup dan pasien sembuh tanpa ada bukti ditemukan fistula. Pasien kedua, yang menderita cedera usus halus iatrogenik dan mengalami reseksi usus dan anastomosis, muncul fistula enterocutaneous yang ringan, setelah komponen dressing intraperitoneal dihentikan dan luka itu dikelola dengan dressing tekanan negatif superficial. Fistulogram dilakukan dan usus distal dicatheter oleh campur tangan radiologi, untuk memanfaatkan bagian distal usus untuk nutrisi enteral. Fistula menutup diikuti penghentian pemberian makan tanpa membutuhkan intervensi pembedahan. Pasien tetap baik saat 18 bulan masa perawatan.

Sistem laparostomi KCI tekanan negatif memakai suatu lapisan poliuretan, pembalut yang dapat ditembus ditempatkan atas omentum dan menyingkap usus. Banyak studi dari hewan dan manusia telah menunjukkan manfaat dari bahan intraperitoneal berlapis poliuretan dalam mengurangi terjadinya adhesi dan pengikisan usus.25 Perkembangan awal yang terjadi dari adhesi multipel antara peritoneum parietal dan peritoneum visceral dari dinding usus dapat memicu enterotomies selama penggantian pembalut. Kami berharap, dengan menggunakan pembalut berlapis polyurethane bertekanan negatif, dapat diamati terjadinya komplikasi yang ada kaitanya dengan adhesi dari yang telah dilaporkan dengan membandingkan dengan teknik laparostomi tradisional, sekalipun akan setuju dengan Rao et al., 12 dan dianjurkan berhati-hati terhadap penggunaan tekanan negatif yang tinggi pada pasien dengan anastomosis usus, terutama jika tersedia omentum yang cukup untuk mengkover lengkap organ visceral.

Dalam seri kami, satu pasien timbul reaksi kulit ringan terhadap dress luka. Seperti yang telah kita dilaporkan sebelumnya, 26 hal ini sering tidak mengalami kemerosotan yang besar ketika kulit dapat dilindungi secara efektif dengan mempergunakan pembalut silikon dibawah dress laparostomi.

Dalam seri kami, lima dari pasien yang sembuh (29%) mengalami penundaan penutupan luka primer selama pengamatan ulang laparotomi kedua. Kami percaya bahwa ini mungkin, dan memang diinginkan. Kaplan et al.27 melaporkan hal ini, jika abdomen tidak menututup dalam waktu 7-10 hari, terjadinya adhesi dan retraksi fasia dapat membuat hal seperti ini menjadi mustahil. Sebaliknya, beberapa penulis telah menemukan hal seperti ini, ketika menggunakan sistem laparostomi tekanan negatif, penutupan primer yang tertunda, bahkan sampai 49 hari pasca operasi, berhasil.21

Namun, jika penundaan penutupan primer tidak memungkinkan, efek tekanan negatif dari sistem laparostomi menghambat kontraksi dari m. oblique (sebaliknya kontraksi tidakkan terhambat pada teknik laparostomi lainnya) dan menarik fasia bersama-sama, sehingga kejadian herniasi ventral lebih rendah daripada yang telah ditemukan pada metode manajemen laparostomi yang lain.6

Dengan mengganti kehilangan ruang ketiga, sistem tekanan negatif secara signifikan membantu klinisi dengan menggantikan cairan guna memenuhi kebutuhan dan jumlahnya pada pasien yang sering tidak stabil. Barringer et al.28 melaporkan dua kasus hipovolemia yang

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 11: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

langsung berhubungan dengan penggunaan sistem vakum. Kelompok ini menyimpulkan bahwa ini suatu kebijakan manajemen dalam keseimbangan cairan selama terapi tekanan negatif diperlukan.

KesimpulanLaparostomi dengan aplikasi langsung dari terapi vakum tekanan negatif adalah teknik yang sempurna dan sederhana yang tidak hanya mendorong perbaikan jaringan tetapi kaitannya dengan komplikasi lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditemukan pada beberapa teknik laparostomi lainnya. Seri kami telah menunjukkan kecenderungan yang signifikan secara statistik terhadap penurunan angka morbiditas dan mortalitas daripada cara lain yang mungkin diharapkan oleh pasien dengan gangguan intra-abdomen tersebut. Meskipun ada sejumlah faktor yang mungkin mengacaukan, kami percaya bahwa penggunaan pembalut luka laparostomi, dengan meningkatnya angka mortalitas yang terkaitan dengan sindrom kompartemen abdomen, ikut bertanggung jawab untuk meninjau peningkatan hasil dari seri kami.

Kami telah menemukan sistem yang memajukan perawat dan meminimalkan ketidaknyamanan pasien. Selain itu, dressing laparostomy dengan mudah dapat dikonversi untuk 'terapi mini-VAC' (KCI), sehingga memungkinkan secara terus-menerus melakukan perawatan luka di rumah. Kami percaya bahwa laparostomi dengan terapi tekanan negatif harus lebih sering digunakan dalam mengatrur pengendalian kerusakan pembedahan.

Referensi

1. Hadeed JG, Staman GW, Sariol HS, Kumar S, Ross SE. Delayed primary closure in damage control laparotomy: the value of the Wittmann patch. Am Surg 2007; 73: 10–2.

2. Chorbadjian M, Bown M, Graham C, Sayers R. Laparostomy healing by secondary intention after ruptured abdominal aortic aneurysm repair. J Tissue Viability 2004; 14: 24–7.

3. Finlay IG, Edwards TJ, Lambert AW. Damage control laparotomy. Br J Surg 2004; 91: 83–5.

4. de Laet IE, Malbrain M. Current insights in intra-abdominal hypertension and abdominal compartment syndrome. Med Intensiva 2007; 31: 88–99.

5. Brox-Jimenez A, Ruiz-luque V, Torres-Arros C. Experience with the Bogata bag technique for temporary abdominal closure. Cir Esp 2007; 83: 150–4.

6. Barker DE, Kaufman HJ, Smith LA, Ciraulo DL, Richart CL, Burns RP. Vacuum pack technique of temporary abdominal closure: A 7 year experience with 112 patients. J Trauma 2000; 48: 201–7.

7. Morris Jr JA, Eddy VA, Blinman TA Rutherford EJ, Sharp KW. The staged celiotomy for trauma. Issues in unpacking and reconstruction. Ann Surg 1993; 217: 567–84.

8. Durmishi Y, Gervaz P, Buhler L, Bucher P, Zufferey G, Al-Mazrouei A et al. Vacuum-assisted abdominal closure: its role in the treatment of complex abdominal and perineal wounds. Experience in 48 patients. J Chir (Paris) 2007; 144: 209–13.

9. Wondberg D, Larusson HJ, Metzger U, Platz A, Zingg U. Treatment of the open abdomen with the commercially available vacuum-assisted closure system in patients with abdominal sepsis: low primary closure rate. World J Surg 2008; 32: 2724–9.

10. Perez DG, Loprinzi CL, Barton DL, Pockaj BA, Sloan J, Novotny PJ et al. Prospective evaluation of vacuum-assisted closure in abdominal compartment syndrome and severe abdominal sepsis. J Am Coll Surg 2007; 204: 586–92.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687

Page 12: laparotomi

HORWOOD AKBAR MAW PENGALAMAN PERTAMA LAPAROTOMI DENGAN TERAPI VAKUM SEGERA PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS BERAT

11. Bee TK, Croce MA, Magnotti LJ, Zarzaur BL, Maish 3rd GO, Minard G et al. Temporary abdominal closure techniques: a prospective randomized trial comparing polyglactin 910 mesh and vacuum-assisted closure. J Trauma 2008; 65: 337–42.

12. Rao M, Burke D, Finan PJ, Sagar PM. The use of vacuum-assisted closure of abdominal wounds: a word of caution. Colorectal Dis 2007; 9: 266–8.

13. Ingber D. In search of cellular control: signal transduction in context. J Cell Biochem Suppl 1998; 30/31: 232–7.

14. Chen SZ, Li J, Li XY. Effects of vacuum-assisted closure: an experimental study. Asian J Surg 2005; 28: 211–7.

15. Bucalo B, Eaglestein W, Falanga V. Inhibition of cell proliferation by chronic wound fluid. Wound Repair Regen 1993; 1: 181–6.

16. Copeland GP, Jones D, Walters M. POSSUM: a scoring system for surgical audit. Br J Surg 1991; 78: 355–60.

17. Midwinter MJ, Tytherleigh M, Ashley S. Estimation of mortality and morbidity risk in vascular surgery using POSSUM and the Portsmouth predictor equation. Br J Surg 1999; 86: 471–4.

18. Banwell PE, Teot L. Topical negative pressure (TNP): the evolution of a novel wound therapy. J Wound Care 2003; 12: 22–8.

19. Aprahamian C, Wittman DH, Bergstein JM. Temporary abdominal closure (TAC) for planned relaparotomy in trauma. J Trauma 1990; 30: 719–23.

20. Navaria PH, Bunting M, Omoshoro-Jones J, Nicol AJ, Kahn D. Temporary closure of open abdominal wounds by the modified sandwich-vacuum pack technique. Br J Surg 2003; 90: 718–22.

21. WH, Al-Sanea N. POSSUM: a re-evaluation in patients undergoing surgery for rectal cancer. The Physiological and Operative Severity Score for Enumeration of Mortality and Morbidity. Aust NZ J Surg 2002; 72: 421–5.

22. Tang TY, Walsh SR, Prytherch DR, Wijewardena C, Gaunt ME, Varty K et al. POSSUM models in open abdominal aortic aneurysm surgery. Eur J Vasc Endovasc Surg 2007; 34: 499–504.

23. Stawicki SP, Brooks A, Bilski T, Scaff D, Gupta R, Schwab CW et al. The concept of damage control: extending the paradigm to emergency general surgery. Injury 2008; 39: 93–101.

24. Ishizuka M, Nagata H, Takagi K, Horie T, Kubota K. POSSUM is an optimal system for predicting mortality due to colorectal perforation. Hepatogastroenterology 2008; 55: 430–3.

25. Ansaloni L, Catena F, Coccolini F, Fini M, Gazzotti F, Giardino R et al. Peritoneal adhesions to prosthetic materials: an experimental comparative study of treated and untreated polypropylene meshes placed in the abdominal cavity. J Laparoendosc Adv Surg Tech A 2009; 19: 369–74.

26. Quah HM, Maw A, Young T, Hay DJ. Vacuum-assisted closure in the management of the open abdomen : a report of a case and initial experiences. J Tissue Viability 2004; 14: 59–62.

27. Kaplan M, Banwell P, Orgill D, Ivatury R, Demetriades D, Moore FA et al. Guidelines for the management of the open abdomen. Supplement to Wounds: A Compendium of Clinical Research and Practice, 2005.

28. Barringer CB, Gorse SJ, Burge TS. The VAC dressing – a cautionary tale. Br J Plast Surg 2004; 57: 482.

Ann R Coll Surg Engl 2009; 91: 681–687