Laparotomi

17
1 BAB I PENDAHULUAN Laparotomi adalah tindakan insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen (Sanusi C, 1999).Kata “laparotomy” pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant.Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, “lapara” dan “tome”.Kata “lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul.Sedangkan “tome” berarti pemotongan. Tindakan laparotomi biasanya dilakukan atas indikasi appendisitis, hernia, kista ovarium, kanker tuba falopii, kanker uterus, kanker hati, kanker lambung, kanker kolon, kanker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, serta peritonitis. Ada 4 cara, yaitu; 1. Midline incision 2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). 3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy

Transcript of Laparotomi

Page 1: Laparotomi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Laparotomi adalah tindakan insisi pembedahan melalui dinding perut atau

abdomen (Sanusi C, 1999).Kata “laparotomy” pertama kali digunakan untuk

merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris,

Thomas Bryant.Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, “lapara” dan

“tome”.Kata “lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang

rusuk dan pinggul.Sedangkan “tome” berarti pemotongan.

Tindakan laparotomi biasanya dilakukan atas indikasi appendisitis, hernia,

kista ovarium, kanker tuba falopii, kanker uterus, kanker hati, kanker lambung,

kanker kolon, kanker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, serta

peritonitis.

Ada 4 cara, yaitu;

1. Midline incision

2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang

(12,5 cm).

3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya

pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian

bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi

appendictomy

Page 2: Laparotomi

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bp. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 49 tahun

Alamat :Plupuh, Sragen

Agama : Islam

No RM : 2266xx

Tanggal masuk RS : 09 juli 2012

Tanggal Operasi : 11 juli 2012 Jam : 12.20 WIB

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama: Nyeri perut

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

2 jam SMS: pasien mengeluh nyeri perut, perut kaku dan keras, perut

terasa kembung, tidak bisa kentut, BAB terakhir 16 jam sebelum masuk

Rumah Sakit.

SMRS: pasien masih mengeluh nyeri pada perut dan terasa kembung,

perut masih terasa kaku dan tidak bisa kentut.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Obat : disangkal

Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

Page 3: Laparotomi

D. Anamnesis Sistem

E.

Sistem serebrospinal : Dbn

Sistem respirasi : Dbn

Sistem kardiovaskuler : Dbn

Sistem digestivus : Dbn

Sistem urogenital : Dbn

Sistem muskuloskeletal : Dbn

Sistem integumentum : Dbn

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Gizi : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

BB : 49 kg

Vital Sign

- TD : 120/80 mmHg

- N : 80 x/ menit

- RR

:Tidakdidapatkaninformas

i

- Suhu : 36,60C

B. Status Lokalis

a) Kepala

Bentuk : mesocephal

Rambut :

Mata :

o Palpebra : Tidak didapatkan informasi

o Konjungtiva : Tidak didapatkan informasi

Page 4: Laparotomi

o Sklera : Tidak didapatkan informasi

o Pupil : Tidak didapatkan informasi

o Refleks cahaya : Tidak didapatkan informasi

o Pandangan kabur : Tidak didapatkan informasi

o Adanya pemandangan dua : Tidak didapatkan informasi

Hidung : Tidak didapatkan informasi

Mulut : Tidak didapatkan informasi

Mallampati : Tidak didapatkan informasi

b) Leher

KGB : Tidak didapatkan informasi

Kelenjar thyroid : Tidak didapatkan informasi

Sikatrik : Tidak didapatkan informasi

c) Thoraks

Paru : Tidak didapatkan informasi

Jantung : Tidak didapatkan informasi

Dada dan Aksila : dalam batas normal

d) Abdomen : Tidak didapatkan informasi

e) Ekstremitas

Tungkai simetris (+)

Akral hangat

Oedem

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah (7 juli 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Lekosit 6.600 4000-12000 /µL

- -

- -

Page 5: Laparotomi

Eritrosit 5,81 4.5-5.9 jt/ul

Hemoglobin 16,8 14.0-18.0 g/dL

hematokrit 54,0 40-52 %

Trombosit 258.000 15000-400000 /µL

Waktu

perdarahan 1’30” 1 sd 5 Menit

Waktu

pembekuan 4’30” 2 sd 6 Menit

Gol. darah ORh +

Imunoserologi

HbSAg Negative < 0.13

(negative) -

Kimia Darah

SGOT 29 < 35 u/L

SGPT 45 <41 u/L

ureum 44,2 10-50 mg/dL

Kreatinin 1,1 0.9-13 mg/dL

Gula Darah

Sewaktu 127,8 70-115 mg/dL

V. DIAGNOSA KERJA

VI. KESIMPULAN

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi operatif : laparotomi dengan general anestesi pada pasien

ASA II.

Page 6: Laparotomi

VIII. TINDAKAN ANESTESI PADA PERI-OPERASI

Macam :

Jenis AN : General anestesi

Teknik AN : IV

- Induksi Propofol 160 mg dan Notrixum 35 mg

Anestesi mulai : 12.15 WIB Operasi mulai :12.20 WIB

Anestesi selesai : 13.50 WIB Operasi selesai :13.50 WIB

A. Pre-operatif

Pasien puasa 6 jam pre-operatif.

Infus RL 25 tpm

Keadaan umum dan vital sign baik (TD=110/80 mmHg, N=76/’,

RR=20/’, S=360C)

B. Intra operatif

Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi,

pasang alat monitoring: monitor tensi, Heart Rate, SpO2, untuk

monitoring ulang vital sign pasien.

(TD : 160/80 mmHg, N : 80x/menit, Saturasi O2%)

Pasien diminta untuk tetap berbaring dimeja operasi kemudian

diberi injeksi obat premedikasi Fentanhyl 2,5 mg IV untuk

memberi efek analgetik.Induksi anestesi dilakukan dengan injeksi

Propofol 160 mg IV secara perlahan agar mengurangi rasa nyeri

terbakar. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6

lt/menit, kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon nafas

(below) secara periodik untuk mengatasi timbulnya apneu setelah

induksi Fentanhyl dan untuk memberikan efek hiperventilasi pada

paru. Setelah reflek bulu mata menghilang, berikan obat pelumpuh

otot Notrixum 3 mg. Pemberian notrixum mengakibatkan

fasikulasi (getaran otot) dan apnue sehingga nafas harus tetap

Page 7: Laparotomi

dibantu dengan memberikan tekanan pada balon nafas. Setelah

fasikulasi menghilang, pasien diintubasi dengan Endotrakeal Tube

(ET), kemudian balon pipa ET dikembangkan sampai tidak ada

kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon

nafas. Yakinkan bahwa pipa ET benar-benar didalam trakea dan

tidak masuk terlalu dalam di salah satu bronkus atau esofagus,

periksa dengan stetoskop dan dengarkan bising nafas yang harus

sama di paru kiri dan kanan, dinding dada juga harus bergerak

sama (simetris) pada setiap inspirasi buatan. Kemudian masukkan

Orofaringeal Airway (Guedel) pada mulut supaya pipa ET tidak

tergigit lalu kedua-duanya difiksasi. Kemudian pipa ET

dihubungkan dengan konektor kepada sirkuit nafas alat anestesi.

Selanjutnya dilakukan tahap pemeliharaan anestesi (maintenance)

dengan N2O dibuka 2,5 liter/menit dan O2 2 liter/menit (50% :

50%), kemudian Isoflurane 1,5-2 vol % dibuka. Nafas pasien

dikendalikan dengan menekan balon nafas (12-16 x/menit) setelah

ada tanda-tanda nafas spontan kemudian dicoba membantu nafas

sedikit-sedikit sampai pernafasan normal kuat kembali. Nafas

dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas ternyata cukup kuat, ini

dapat dilihat dari besarnya kembang kempis balon nafas.

Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O 2,5

L/menit dan O2 2 lt/menit, serta isoflurane 1,5-2 vol%. Ketika

operasi menjelang selesai (±10 menit), N2O mulai diturunkan

volumenya dan O2 dinaikkan volumenya, serta dosis Isoflurane

juga perlahan dikurangi hingga akhirnya 0 vol%.

Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi

senantiasa dikontrol setiap 5 menit, sebagai berikut :

Menit ke- Sistole Diastole Pulse Sp O2

1 140 80 75 98 %

5 115 70 70 98 %

Page 8: Laparotomi

10 185 95 60 98 %

15 110 70 58 98%

20 100 60 58 98%

25 140 90 58 98%

30 130 90 59 98%

35 120 80 58 98%

40 135 75 57 98%

45 120 70 56 98%

50 130 75 56 98%

51 130 80 57 98%

52 130 90 58 98%

53 125 80 58 98%

54 125 80 58 98%

55 140 90 57 98%

56 145 90 58 97%

57 140 85 58 97%

58 120 80 58 97%

Kemudian didukung dengan pemberian Ringer Laktat sebanyak 3

flabot yang diberikan selama operasi berlangsung.Untuk induksi,

diinjeksikan juga lewat iv fentanyl 2,5 mg, notrixum 3mg, dan

propofol sebanyak 160mg.

Kemudian dilakukan rangsang pada bulu mata, ketika pasien telah

tertidur, pasien diberikan O2 sebanyak 2L/menit bersamaan dengan

pemberian Isofluran 2,5 L/menit sebagai maintenance. Setelah itu

dilakukan pemasangan cateter urine.

Sebagai antiemetik, diberikan Cedantron 8mg dan analgetik

Remopain 30mg.

Page 9: Laparotomi

Kemudian setelah operasi selesai, sebagai instruksi pasca anestesi,

diberikan fentanil 100 µg dan remopain 60mg dalam NS 50cc

(4cc/jam)

C. Post operatif

Operasi berakhir pukul 13.40WIB.

Rawat pasien di RR (Recovery Room) dengan posisi

supine. Berikan oksigen 3 liter/menit (nasal). Kemudian awasi

respirasi, nadi, tensi setiap 15 menit. Bila pasien muntah, berikan

Cedantron 8mg intravena. Bila pasien merasakan kesakitan,

berikan Remopain 30mg intravena.

Monitoring keadaan umum pasien dengan Aldrette score:

o Kesadaran: dapat dibangunkan tapi cepat tidur = 1

o Warna: merah muda = 2

o Aktivitas: 4 ekstremitas bergerak = 2

o Respirasi: Dapat napas dalam/batuk = 2

o Kardiovaskular: TD deviasi 20 % dari normal = 2

o Total aldrete score = 9

Keterangan: Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau

Aldrette Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

Page 10: Laparotomi

BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

B. ETIOLOGI

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

D. TANDA DAN GEJALA

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

F. KOMPLIKASI

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

H. CARA PENCEGAHAN

I. OBAT YANG DIGUNAKAN

Anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesia

cukup, dan relaksasi otot lurik yang cukup.Pada pasien ini diberikan maintenance

oksigen + N2O + sevoflurane.Oksigen (O2) diberikan untuk mencukupi

oksigenasi jaringan.N2O sebagai analgetik dan sevoflurane untuk efek

Page 11: Laparotomi

hipnotik.N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,

tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O

harus disertai O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi

analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan

sebagainya.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O :

O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic

digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan

pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien

pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

Hentikan pemberian 10 menit sebelum operasi selesai namun naikkan volume O2.

ONDANSETRON

Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi

reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema

otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron juga

mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal

rendah.Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi

konstipasi.Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.

Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Kadar maksimum

tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak 70-76 %, dan waktu

paruh 3 jam. Ondansetron di eliminasi dengan cepat dari tubuh.Metabolism obat

ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat

dalam hati.

Indikasi

Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang

berhubungan dengan oprasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan

sitostatika. Dosis 0,1 – 0,2 mg/kg IV.

Efek samping

Ondansetron biasanya ditoleransi secara baik.Keluhan yang umum

ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing,

mengantuk, gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi

Page 12: Laparotomi

dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alcohol, morfin atau anti emetic

lainnya.

Kontraindikasi

Keadaaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan

ondasetron.Obat ini dapat digunakan pada anak-anak.Obat ini sebaiknya tidak

digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi

dalam ASI.Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada

insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.Karena obat ini sangat

mahal, maka penggunaannya harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat obat

dengan indikasi sejenis tersedia cukup banyak.

MIDAZOLAM

Merupakan golongan benzodiazepine.Dimana lebih dianjurkan daripada

opioid dan barbiturate.Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi napas

akibat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepine juga menyebabkan

amnesia retrograde dan dapat mengurangi rasa cemas. Namun benzodiazepine

sedikit mengurangi tonus sfingter esophagus sehingga ada kemungkinan masuk ke

esophagus asam lambung.Umumnya benzodiazepine diberikan secara oral karena

absorbsinya baik. Benzodiazepine yang tidak larut dalam air misalnya diazepam

dan lorazepam tidak diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena.

Tetapi dapat diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol.Sedangkan

midazolam yang larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih

lambat mula kerjanya, dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4mg) diberikan

paling sedikit 2 jam prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit

prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih

sedikit efek sampingnya.

Efek amnesia anterograd benzodiazepine bermanfaat untuk pasien tertentu,

tetapi efek itu diperoleh pada dosis besar yang dapat memperpanjang masa

pemulihan.Untuk mempercepat pemulihan, kalau perlu, dapat digunakan

flumazenil (antagonis benzodiazepine) tetapi tidak dapat memperbaiki depresi

napas yang telah terjadi.

DEKSKETOPROFEN

Page 13: Laparotomi

Merupakan analgetik non narkotika.Indikasi dari obat ini yaitu pada nyeri

musculoskeletal akut, dismenore, sakit gigi, nyeri pasca operasi. Kontra indikasi

dari obat ini yaitu riwayat serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut atau polip

nasal, urtikaria atau edeme angioneurotik, tukak lambung atau dyspepsia kronik,

perdarahan lambung, penyakit Crohn atau colitis ulseratif, gagal jantung berat,

disfungsi ginjal sedang sampai berat, disfungsi hati berat, diathesis hemoragik,

gangguan pembekuan darah, terapi antikoagulan, hamil, laktasi. Perhatian pada

riwayat alergi obat, esofagitis, gastritis dan ulkus peptic. Kelainan darah, SLE atau

penyakit jaringan ikat tipe campuran, fungsi hati atau ginjal abnormal, mendapat

terapi diuretic, dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan

mesin, anak, dan lanjut usia.

Dosis standar :

a. Tablet 12,5 mg tiap 4-5 jam atau 25 mg tiap 8 jam. Untuk nyeri paska

operasi 25mg tiap 8 jam maksimal 75 mg.

b. Ampul 50mg/mL tiap 8-12 jam. Dosis IV/IM maksimal 150mg.

PETHIDIN

Merupakan narkotik sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek

terhadap susunan saraf pusat yaitu menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria,

depresi pernapasan serta efek sentral lain seperti morfin. Efek analgesi pethidin

timbul agal lebih cepat daripada efek analgesic morfin, yaitu kira-kira 10 menit,

setelah suntikan subkutan atau intramuscular, tetapi masa kerjanya lebih pendek,

yaitu 2-4 jam. Obat ini mengalami metabolisme di hati dan diekskresikan melalui

urin.Digunakan untuk meringankan rasa nyeri sedang sampai berat yang tidak

responsive terhadap analgetik non-narkotika.

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang

kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai

penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan

yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.Tujuan utama

Page 14: Laparotomi

terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca

bedah.Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda

hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan.Pada prakteknya

banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular

dankompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit

(Na+,K+,Cl- ,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses

pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis,

difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena

perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume),

perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit

perioperatif berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit

pra, saat, dan pasca pembedahan.Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata

30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1

mmol/kgBB/hari.Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk

digantikan.Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan

yang digunakan untuk menggantinya.Cairan tersbut dapat berupa kristaloid atau

koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan

sesuai dengan kondisi pasien.

Pada kasus ini, terapi cairan yang digunakan ada dua macam yaitu larutan

koloid dan kristaloid.Pada pre-operatif dan awal operatif, digunakan cairan gelatin

(koloid) yaitu succinylated gelatins. Cairan koloid disebut juga sebagai cairan

pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”.

Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi

dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak

lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Sedangkan gelatin sendiri

adalah larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul

Page 15: Laparotomi

rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Penggunaan koloid pada

kasus ini diindikasikan pada anestesi spinal untuk resusitasi cairan akibat

kehilangan darah yang cukup banyak serta mengatasi hipoalbuminemia pada

pasien ini (protein urine didapatkan +++ ).

Sedangkan cairan kristaloid yang digunakan adalah Ringer Laktat. Cairan

kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan

ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah,

tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross

match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana

dan dapat disimpan lama. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang

paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan

susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung

dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.

BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa impending eklampsia IUGR. Berdasarkan

jenis operasi pada pasien ini yaitu seksio sesarea maka dipilih tehnik terbaik untuk

tindakan anestesi adalah anestesi regional-spinaldengan bupivacain. Selama

operasi pasien mendapatkan oksitosin, metilergometrin, ondansetron, midazolam,

dexketoprofen, dan pethidin.

Page 16: Laparotomi

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., et al. 2005. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan dalam

Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

EP Nurul Falah.2010.Informasi Spesialite Obat Indonesia.Jakarta : PT. ISFI

Penerbitan.

Gunawan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : FKUI

Hadi H., 2000. Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan.FK USU.

Hartanto, W.W. 2007.Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif.Bandung: FK

Unpad.

Page 17: Laparotomi

Lim,. Preeclampsia (document on the internet). Update 2011 November 10.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview.

Lubis A.B., 2010. Agen Anestesi Lokal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Yarsi.

Muhiman, M. dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI.

Ruchili, A. 1984.Anestesi Spinal pada Seksio Sesarea.Cermin Dunia Kedokteran

33 (15-7).

Riback, W. Plasma Expanders: Expanding The Options.

http://www.traumasa.co.za. Diakses tanggal 19 Januari 2012.

Sridana, 2009. Uterotonika.Palembang: FK UNSRI.

Wibowo, B., Rachimhadhi, T. 2006. Pre-Eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu

Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.