Lapak Analisis Kualitatif Asam Askorbat
-
Upload
rhara-millatina -
Category
Documents
-
view
652 -
download
140
description
Transcript of Lapak Analisis Kualitatif Asam Askorbat
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 1
ANALISIS KUALITATIF BAHAN BAKU I ( ASAM ASKORBAT)
Dinar Erina, Nur Rahayu, Tami Diyah Nurani, Zahra Millatina Yunika*
Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran
ABSTRAK
Asam askorbat merupakan suatu zat yang biasa digunakan sebagai multivitamin bagi
sebagian besar masyarakat, khususnya di Indonesia. Asam askorbat ini biasa disebut sebagai
vitamin C. Kegunaan asam askorbat secara umum adalah untuk meningkatkan sistem imun
manusia. Pemeriksaan kualitatif asam askorbat dapat dilakukan dengan berbagai metode,
antara lain reaksi warna, penentuan pH, spektroskopi infra merah, organoleptis, kelarutan,
serta titik lebur. Didapatkan hasil positif yang sesuai dengan literatur terhadap kriteria
pemeriksaan asam askorbat secara kualitatif dalam pengujian ini.
Kata kunci : Asam askorbat, Kelarutan, Kualitatif, Organoleptis, pH, Reaksi Warna,
Spektroskopi Infra Merah, Titik Lebur.
ABSTRACT
Ascorbic acid is a compound that usually being used by people, especially in
Indonesia. Ascorbic acid has been known as vitamin C. The used of ascorbic acid was to
increasing human immunity system. Qualitative tests of ascorbic acid can be done by several
methods, such as color reactions, pH, spectroscopy infra red, organoleptic, solubility, and
melting point. Positive results that suitable with the literature had been obtained towards test’
criteria of ascorbic acid qualitatively in this test.
Keywords : Ascorbic Acid, Color Reactions, Melting Point, Organoleptic, pH, Solubility,
Spectroscopy Infra Red, Qualitative
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 2
I. PENDAHULUAN
Asam askorbat atau vitamin C
adalah salah satu zat gizi yang berperan
sebagai antioksidan efektif atau mengatasi
radikal bebas yang dapat merusak sel atau
jaringan, termasuk melindungi lensa dari
kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh
radiasi [11]. Vitamin C sangat mudah larut
dalam air (1 gram dapat larut sempurna
dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol
(1 gram larut dalam 50 ml alkohol absolute
atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam
benzene, eter, chloroform, minyak dan
sejenisnya. Sifat yang paling utama dari
Vitamin C adalah kemampuan
mereduksinya yang kuat dan mudah
teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa
logam, terutam Cu dan Ag [9].
Vitamin C lebih stabil pada pH
rendah daripada pH tinggi. Vitamin C
mudah teroksidasi, terutama apabila
terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat
oksidase, sinar, dan temperatur tinggi.
Larutan encer Vitamin C pada pH kurang
dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada
katalisator seperti di atas. Oksidasi
Vitamin C menghasilkan asam
dehidroaskorbat. Vitamin C dengan iod
akan membentuk ikatan dengan atom C
nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkap
hilang [10].
Analisa kualitatif mempunyai arti
mendeteksi keberadaan suatu unsur
kimia dalam cuplikan yang tidak
diketahui. Analisa kulaitatif merupakan
salah satu cara yang paling efektif
untuk mempelajari kimia dan unsur -
unsur serta ion - ionnya dalam larutan.
Dalam metode analisis kualitatif kita
menggunakan beberapa pereaksi
golongan dan pereaksi spesifik [12].
Pengujian zat ini dilakukan untuk
mengetahui metode analisis asam askorbat
secara kualitatif dan menggunakan
spektroskopi infra merah, di mana prinsip
pengujian ini antara lain kelarutan,
organoleptis, pH, reaksi warna,
spektroskopi infra merah, dan titik lebur.
Selain dengan reaksi warna; pH;
kelarutan; titik lebur; serta organoleptis, uji
kualitatif juga dapat dilakukan dengan
spektroskopi inframerah. Spektrum
inframerah terletak pada daerah dengan
panjang gelombang 0,78 sampai 1000 m
atau bilangan gelombang dari 12800
sampai 10 cm-1. Aplikasi spektroskopi
infra merah sangat luas baik untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Penggunaan yang paling banyak adalah
pada daerah pertengahan dengan kisaran
bilangan gelombang 4000 sampai 670
cm-1 atau dengan panjang gelombang 2.5
sampai 15 μm. Kegunaan yang paling
penting adalah untuk identifikasi senyawa
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 3
berikatan kovalen karena spektrumnya
sangat kompleks terdiri dari banyak
puncak-puncak [5].
Salah satu metode spektroskopi
yang sangat populer adalah metode
spektroskopi FTIR (Fourier Transform
Infrared), yaitu metode spektroskopi
inframerah yang dilengkapi dengan
transformasi Fourier untuk analisis hasil
spektrumnya. Metode spektroskopi yang
digunakan adalah metode absorpsi, yaitu
metode spektroskopi yang didasarkan atas
perbedaan penyerapan radiasi inframerah.
Absorbsi inframerah oleh suatu materi
dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yaitu
kesesuaian antara frekuensi radiasi
inframerah dengan frekuensi
vibrasionalmolekul sampel dan perubahan
momen dipol selama bervibrasi [2].
[7]
II. METODE
2.1 Reaksi dengan Amoniak dan
AgNO3
Sampel dilarutkan dalam air
kemudian ditambahkan reagen
amoniak dan AgNO3, lalu
dipanaskan dalam waterbath
pada suhu 100oC selama 30
detik. Warna hitam
menunjukan kekuatan potensi
mereduksi, terjadi ketika atom
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 4
karbon pada cincin berdekatan
yang mengandung gugus
hidroksil.
2.2 Reaksi dengan Reagen
Benedict
Sampel ditambahkan sebanyak
0,5 ml reagen benedict, lalu
dipanaskan dalam waterbath
100oC selama 30 menit. Warna
merah menunjukan pereduksi
yang kuat, terjadi pada
senyawa yang setidaknya
memiliki 4 cincin-OH pada
rantai non aromatik.
2.3 Reaksi dengan Reagen Nessler
Sampel ditambahkan 3 tetes
reagen kemudian dikocok dan
dipanaskan pada suhu 100oC,
pengujian dilakukan setiap 10
menit. Warna hitam dihasilkan
dari substansi orto atau para,
atau gugus fungsi OH.
2.4 Reaksi dengan FeCl3
Sampel direaksikan dengan
FeCl3 dan sejumlah basa
hingga pH 6-8. Warna ungu
menunjukan sampel positif
mengandung asam askorbat.
2.5 Reaksi dengan KMnO4
Penambahan larutan uji
KMnO4 pada larutan sampel
menghasilkan perubahan
warna KMnO4 menjadi bening
dengan endapan coklat.
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 5
III. HASIL
Tabel 1. Organoleptis
Pustaka Pengamatan Kriteria
Hablur atau serbuk putih
atau agak kuning. Oleh
pengaruh cahaya lambat laun
menjadi berwarna gelap.
Dalam keadaan kering stabil
di udara, dalam larutan cepat
teroksidasi
(Depkes RI, 1995)
Bentuk : serbuk
Warna : putih kekuningan
Bau : asam
Rasa : Masam
Memenuhi
Tabel 2. Kelarutan
Pustaka Pengamatan Kriteria
1. Larut dalam 10 bagian
air
Asam askorbat terlarut Memenuhi
2. Larut dalam 20 bagian
etanol
Asam askorbat terlarut Memenuhi
3. Larut dalam 10 bagian
methanol
Asam askorbat terlarut Memenuhi
4. Larut dalam aseton Asam askorbat terlarut Memenuhi
5. Tidak larut dalam
kloroform
Asam askorbat tidak terlarut
dalam kloroform
Memenuhi
Tabel 3. pH
Pustaka Pengamatan Kriteria
pH = 2,5-2,6 [8] pH : 2 Memenuhi
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 6
Tabel 4. Titik Leleh
Pustaka Pengamatan Kriteria
Melebur pada suhu lebih
kurang 190 °? (Depkes
RI,1995)
- -
Tabel 5. Reaksi Warna untuk Gugus Fungsi
No Reagen Hasil Pengamatan
1 Amoniak AgNO3
Terdapat endapan abu kehitaman dengan larutan
cokelat kekuningan.
2 Benedict
Terbentuk larutan berwarna merah bata.
3 Nessler
Terbentuk larutan berwarna hitam.
4 FeCl3.NH4OH
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 7
Terbentuk warna ungu kehitaman pekat.
5 KMnO4
Warna ungu KMnO4 hilang,
larutan berubah warna menjadi
kuning.
IV. DISKUSI
Pada uji kualitatif, yang pertama
dilakukan adalah uji organoleptis,
didapatkan hasil sampel uji berupa serbuk
putih kekuningan, tidak bau, dan berasa
asam (tabel 1). Hal ini telah sesuai dengan
literatur dimana asam askorbat berbentuk
hablur atau serbuk putih agak kuning.
Pengujian titik leleh tidak dilakukan
karena keterbatasan alat. Namun menurut
Farmakope IV, titik leleh asam askorbat
adalah 190°C. Sifat fisika dan sifat kimia
asam askorbat terutama ditentukan oleh
posisi atom C pada strukturnya.
Identifikasi kualitatif lain dari
asam askorbat adalah dengan pengukuran
pH dan kelarutan . Pengukuran pH (tabel
3) yang dilakukan menggunakan pH
universal menghasilkan pH sebesar 2,
sedangkan untuk kelarutannya (tabel 2)
hasil yang didapatkan adalah asam
askorbat larut sepenuhnya dalam etanol,
air, metanol dan aseton, dalam kloroform
tidak larut. Asam askorbat sendiri
memiliki sifat polar karena memiliki gugus
hidroksil yang banyak. Pada hukum like
dissolve like zat yang bersifat polar
cenderung akan terlarut dalam pelarut
yang memiliki gugus polar karena muatan
parsial positif pada pelarut akan
berinteraksi dengan muatan negatif dari
asam askorbat, muatan parsial negatif dari
pelarut akan berinteraksi dengan muatan
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 8
positif dari asam askorbat. Untuk methanol
dan etanol, perbandingan pelarut yang
digunakan lebih banyak digunakan etanol
untuk melarutkan asam askorbat karena
kepolaran etanol yang kurang dibanding
methanol. Asam askorbat tidak terlarut di
dalam kloroform karena sifat kloroform
yang non polar.
Untuk menentukan gugus fungsi
dapat dilakukan uji warna (tabel 5) pada
sampel asam askorbat. Pada reaksi warna
yang pertama, reagen yang digunakan
adalah Amoniak AgNO3. Setelah sampel
dilarutkan dalam air atau etanol, reagen
ditambahkan dan campuran dipanaskan
pada 100°C selama 30 menit dengan
maksud untuk mempercepat reaksi. Pada
hasil pengamatan terlihat adanya endapan
abu kehitaman dan larutan menjadi cokelat
kekuningan. Warna hitam yang muncul
menunjukkan adanya potensi mereduksi
sampel, hal ini terjadi apabila terdapat
atom karbon pada cincin berdekatan yang
memiliki gugus hidroksil [3]. Uji warna
yang kedua menggunakan reagen benedict.
Sampel ditambahkan 0,5 mL reagen
Benedict kemudian dipanaskan di
waterbath pada suhu 100°C selama 30
menit. Hasil pengamatan sesuai dengan
literatur yang menunjukkan warna larutan
merah bata. Maksud dilakukannya
pemanasan adalah untuk mempercepat
reaksi. Warna merah yang terbentuk
menunjukkan agen pereduksi kuat yang
memiliki setidaknya 4 buah gugus –OH
pada cincin non aromatik [3]. Sifat
pereduksi asam askorbat ini dikarenakan
adanya struktur radial yang berkonjugasi
dengan gugus karbonil dalam cincin lekton
[1]. Asam askorbat sebagai reduktor kuat
mereduksi ion Pb2+ pada pereaksi benedict
menjadi Pb+ yang menghasilkan endapan
berwarna merah bata. Uji warna ketiga
menggunakan reagen Nessler. Sampel
asam askorbat ditambahkan 3 tetes reagen
kemudian dikocok dan dipanaskan pada
suhu 100°C. pengujian ini diamati tiap 10
menit. Maksud dari pengocokkan adalah
untuk mencampur sampel dan reagen
sedangkan pemanasan dimaksudkan untuk
mempercepat reaksi. Hasil pengamatan
menunjukkan terbentuknya warna hitam
pada larutan setelah pemanasan. Hasil ini
sesuai dengan literature, karena warna
hitam dapat dihasilkan dari senyawa yang
memiliki gugus hidroksil pada posisi orto
dan para serta senyawa dengan gugus –
NH-NH2 dan –NH-NH- pada rantai
samping alifatik [3]. Dalam hal ini vitamin
C memiliki gugus hidroksi pada posisi orto
dan para. Uji warna yang keempat
menggunakan reagen FeCl3.NH4OH.
FeCl3 dibuat pH 6-8 dengan penambahan
ammoniak. Hasil pengamatan
menunjukkan terbentuknya warna ungu
kehitaman pekat. Asam askorbat sebagai
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 9
reduktor kuat akan berubah menjadi asam
dehidroaskrobat dan mereduksi ion besi
(III) pada FeCl3 menjadi ion besi (II).
Penambahan NH4OH untuk mengatur pH
larutan berada diantara 6-8 karena reaksi
reduksi FeCl3 semakin jelas pada suasana
netral hingga basa.
Uji kualitatif asam askorbat lainnya
dapat menggunakan instrument
spektroskopi IR. Pada gambar 1 terlihat
bahwa terdapat 5 pita absorbsi yang berada
pada frekuensi diatas 3000 cm-1. Semua
pita dapat diasumsikan dengan ikatan O-H
stretching. Puncak pada frekuensi 2916
dan 2730 dikorelasikan dengan C-H
alifatik stretching. Pada frekuensi 1754
dikorelasikan dengan ikatan C=O. puncak
dengan intensitas cukup tinggi pada
frekuensi 1673 dikorelasikan dengan
ikatan C=C. Pada frekuensi 1139 ditemui
puncak intensitas tinggi berkorelasi dengan
ikatan C-O, sedang pada frekuensi 1026
ditemui puncak intensitas tinggi yang
berkorelasi dengan ikatan C-C stretch [6].
Gambar 1. Pita absorbsi yang dihasilkan asam askorbat pada spektroskopi infra merah
Peak Intensity Functional group
3526 Strong O-H stretch
3411 Strong O-H stretch
3316 Strong O-H stretch
3217 Medium O-H stretch
3029 Strong, broad O-H stretch
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 10
2916 (Shoulder peak) Medium C-H stretch
1754 Strong C=O stretch
1673 Very strong C=C stretch
1320 Very strong O-H def
1139 Strong C-O stretch
1026 Strong C-C stretch
Tabel 6. Peak masing-masing gugus fungsi pada spektroskopi infra merah
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Identifikasi atau analisis
kualitatif asam askorbat dapat
dilakukan dengan uji fisika-kimia,
reaksi warna, dan dengan instrument
spektroskopi IR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asam askorbat
memiliki banyak gugus –OH
(hidroksi) dan merupakan reduktor
kuat sehingga memberikan variasi
warna pada uji reaksi warna dengan
berbagai macam reagen. Diharapkan
pada pengujian selanjutnya ditelaah
kembali reaksi yang lebih spesifik
untuk mengidentifikasi zat yang akan
diuji, serta diantisipasi adanya hal-hal
yang dapat mengganggu pelaksanaan
pengujian.
REFERENSI
[1]Basset, J., R. C. Denney, G.H
Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar
Vogel Kimia
[2]Chatwal, G., 1985, “Spectroscopy
Atomic and Molecule”, Himalaya
Publishing House, Bombay.
[3]Clarke. 2004. Clarke’s Analysis of
Drugs and Poisons, Pharmaceutical
Press.
[4]Dirjen POM Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
(1995). Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
[5]Fernandez, Benny Rio. 2011.
Spektroskopi Inframerah (FT-IR) dan
Sinar Tampak UV-Vis. Padang:
Pascasarjana Universitas Andalas.
[6]Hvoslef, Jan and peter
klaeboe.1977. Vibrational
Penyusun dapat dihubungiDi [email protected] Page 11
spectroscopic studies of l ascorbic
acid and sodium ascorbate. Acta
chemica scandinavica(25): 3043-3053
[7]Lestari, Ike Kurniasih Dwi. 2011.
Pemanfaatan Vitamin C dan
Resorsinol sebagai Reduktor Au(III)
Menjadi Logam Au. Yogyakarta :
Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. [SKRIPSI].
[8]Merck Index. 1976. Merck &
Company Inc. Edisi ke-9. Rahway NJ,
USA. 274. Analisa Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : EGC.
[9]Nuri, Andarwulan., Sutrisno
Kaswari. 1992. Kimia Vitamin Edisi
Pertama. Jakarta : Rajawali Press.
[10]Sudarmadji, S., Haryono, B.,
Suhardi. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Liberty.
[11]Taylor A. 1993. Relationships
Between Nutrition and Oxidation. J.
Am. Coll. Nutr. 12, 138-146.
[12]Vogel, A.I. 1957. A Textbook of
Macro and Semimicro Qualitative
Inorganic Analysis, 5th ed. Longman
Green and Co. London.