Lap Salmonella I
-
Upload
savitri-siskayani -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of Lap Salmonella I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat,
lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan
minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang
dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan
minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan
sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari
makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ).
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna,
sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di
dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak
mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp.
Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram
negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase
negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau
setengah matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri
Salmonella sp ( Aidafitriyah, 2012 ).
Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak
telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan
telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk
menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp. Sedangkan
masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya misalnya
berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran tersebut diantaranya
adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri
ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika
lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang
terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori. Kerusakan pada telur umumnya
1
disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit
ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak ( Aidafitriyah, 2012 ).
Sedangkan jamu adalah salah satu kelompok obat tradisional. Jamu sudah dikenal
diIndonesia, khususnya sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai
sarana pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. Ramuan yang ada di dalam
jamu terdiri dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan yang saling bekerja sama
membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Pembuatan jamu yg tidak
higienis dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya bakteri ( Aidafitriyah, 2012 ).
Dari uraian di atas, maka penting dilakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp. pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur
dan jamu ?
1.2.2 Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur
dan jamu ?
1.3 Tujuan
1.2.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.3.1 Untuk Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
Dengan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat teknik
pemeriksaan Salmonella dan hasil pemeriksaan pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dengan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan
pemahaman pembaca tentang pemeriksaan Salmonella pada sampel putih
telur, kuning telur dan jamu.
2
Sebagai sumbangan pemikiran yang akan berguna bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi kepentingan keilmuan di
bidang mikrobiologi.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Telur
Kandungan Gizi Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain
itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan
31% kuning telur. kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 garam, karbohidrat 0,6 gram,
lemak 5 gram vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).
Klasifikasi Dan Kualitas Telur
Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur ayam, dasar inilah yang
disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja,
tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi
seperti berat dan mutu telur ( Salmi, 2006 ).
Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya mengahasilkan telur degan
sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, medium, kecil dan peewee. Sementara itu
grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA. mutu A,
mutu B dan mutu C ( Salmi, 2006 ).
Kerusakan Telur
Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik
maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat
masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui
air, udara, maupun kotoran ayam. Mikroba perusak yang dapat mendekomposisi
bahan pangan ini antara lain Pseudomonas, Aloaligenes
Escherichia dan Salmonella. Pseudomonas dapat menyebabkan green rot, yaitu
kerusakan telur yang ditandai dengan isi telur menjadi encer, kadang-kadang dijumpai
warna kehijauan, kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah jambu keputih-
putihan, putih telur kadang-kadang menjadi hitam, serta telur berbau busuk dan
4
rasanya agak asam (Rachmawan, 2001). Bakteri ini juga menyebabkan kerusakan
telur yang disebut red rot yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada kuning
telur, putih telur menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati
merah. Aloaligenes dan Escherichiamenyebabkan black rot, yaitu telur menjadi sangat
busuk, isinya berwarna coklat kehijauan, encer dan berair, serta kuning telur
berwarna hitam (Rachmawan 2001).
Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur
adalah Salmonella (Coufal et al. 2003, Lu et al. 2003) Kontaminasi Salmonella di
dalam telur, terutama oleh Salmonella pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana
bakteri ini masuk ke dalam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi (Hartoko
2009). Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah penetrasi
dari kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika telur kemudian
tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di
dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan
untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam
pada penderita salmonellosis dan demam tifus.
Penyimpanan pada suhu kamar dapat menyebabkan telur mengalami
penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, dan pengenceran putih
dan kuning telur. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena
pertumbuhan bakteri pembusuk, timbulnya bintik-bintik berwarna karena
pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-bintik hijau, hitam, dan merah), dan
bulukan yang disebabkan oleh kapang. Pencucian telur dengan air tidak menjamin
telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan
tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh
karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam
menggunakan air bersih yang hangat dan segera dikeringkan. Telur utuh yang
disimpan dalam keadaan bersih dan kering dapat bertahan dalam kondisi baik selama
3-4 minggu. Setelah batas jangka waktu tersebut maka akan muncul tanda-tanda
kerusakan secara signifikan.
Produk olahan telur seperti tepung telur mudah dirusak oleh mikroba yang
tahan kekeringan seperti mikrokoki, spora bakteri, dan kapang. Pada umumnya,
5
kandungan air yang sedikit pada produk olahan telur akan mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme. Kandungan protein tinggi pada tepung telur terutama mudah
dimanfaatkan mikroba proteolitik sepertiPseudomonas dan Proteus. Munculnya
penyakit akibat adanya Pseudomonas bervariasi tergantung jenis dan toksik yang
dihasilkannya.
2.2 Salmonella sp
Salmonella pertama kali ditemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi oleh
Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis), namun Salmonella
dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika.
Gambar 1 Bakteri Salmonella
Genus Salmonella masuk dalam anggota family Enterobacteriaceae. Bakteri ini
bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-rata 2 - 5 µm dengan lebar 0.8 – 1.5 µm,
bentuk bacillus. Salmonella merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan
Salmonella Gallinarum) dan memiliki banyak flagela. Bakteri ini fakultatif anaerob
yang dapat tumbuh pada temperatur dengan kisaran 5–45°C dengan suhu optimum 35–
37°C. Bentuk Salmonella berupa rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur
ekstrim yaitu 4-8°C atau pada suhu 45°C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Salmonella
merupakan bakteri motil yang menggunakan flagella peritrichous dalam pergerakannya.
Secara umum Salmonella tidak mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin,
katalase positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk
memproduksi asam atau asam dan gas.
Bakteri ini dapat tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada
konsentrasi garam tinggi. Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana
tidak tahan pada suhu lebih dari 70 oC. Pasteurisasi pada suhu 71.1oC selama 15 menit
dapat menghancurkan Salmonella pada susu.
6
Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi dehidrasi dalam kurun waktu yang sama
pada feses dan makanan untuk konsumsi hewan dan manusia.
Gambar Bentuk dan warna koloni Salmonella
1. Sumber dan Transmisi
Salmonella terdapat pada usus unggas, reptil, katak, seranga, hewan
peternakan, dan manusia.Ternak merupakan sumber utama untuk foodborne
salmonellosis pada manusia, hal ini karena di peternakan, dalam tubuh unggas terjadi
kolonisasi pada usus unggas dan secara cepat menyebar ke unggas lain. Kolonisasi
intestinal akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat meningkatkan risiko
kontamninasi selama pemotongan. Telur juga merupakan resevoir untuk Salmonella
khusunya S. Enteritidis sebagai organisme yang dapat berkoloni pada ovarium ayam.
Kontaminasi Salmonella enteritidis pada telur diketahui dengan dua
mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh Salmonella enteritidis atau secara
vertikal dan secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi
transovarial (transovarial contaminated). Teori penularan vertikal menyebutkan
bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam, berasal dari induk ayam yang
terinfeksi.
Transmisi melalui transovari yang menyebabkan bakteri bisa mencapai bagian
dalam telur sebelum pembentukan cangkang telur dalam oviduk. Sebagai hasilnya,
telur yang disimpan dalam temperatur kamar dapat mengandung konsentrasi S.
Enteritidis yang tinggi, dapat mencapai 1011 sel per telur. Salmonellosis pada
manusia yang umumnya bersifat foodborne dapat diperoleh melalui konsumsi
makanan asal hewan seperti daging, susu, daging ayam dan telur. Produk peternakan
7
termasuk keju, es krim juga dapat mengakibatkan kejadian outbreak bahkan baru-baru
ini juga dilaporkan kasus outbreak akibat mengkonsumsi mentega. Transmisi dapat
terjadi antara hewan ke manusia, transmisi manusia ke manusia juga dapat terjadi.
Pada penyakit enteritik dapat digambarkan prosesnya dimulai masuknya
salmonella kedalam tubuh inang, Salmonella enteritidis tahan terhadap asam
lambung, menempel pada sel epitel ileum melalui mannose-resistant fimbriae. Mereka
ditelan oleh sel dalam proses yang dikenal sebagai receptor mediated endocytosis.
Kemampuan Salmonella untuk masuk ke sel non-phago-cytic merupakan sifat penting
untuk patogenisitasnya. Endosit Salmonella melewati sel-sel epitel dalam vakuola
membran yang terikat, dimana Salmonella memperbanyak diri dan kemudian keluar
menuju lamina propria melalui membrane sel basal. Hal ini menyebabkan sel
inflamasi mengeluarkan prostaglandin yang mengaktifkan adenylate cyclase
memproduksi cairan yang disekresikan kedalam lumen usus. Sementara pada penyakit
sistemik prosesnya dimulai dengan serotip yang dapat beradaptasi dengan inang lebih
invasif dan menyebabkan penyakit sistemik pada inang, sifat/cirri ini dikaitkan
dengan resisten terhadap fagositosis. Salmonella melakukan penetrasi terhadap
epithelium usus dan terbawa oleh lymphatic ke limfonodus mensenterika. Setelah
multiflikasi di makrofag, Salmonella dilepaskan untuk mengalir kedalam aliran darah
dan kemudian disebarkan keseluruh tubuh. Salmonella dibersihkan dari darah oleh
makrofag tetapi kembali memperbanyak diri. Hal ini mampu membunuh makrofag
yang kemudian mengeluarkan bakteri dalam jumlah banyak kedalam darah yang
menyebabkan septicaemia.
2. Diagnosa
Pada manusia diagnosa klinis yang disebabkan oleh salmonella dikonfirmasi
dengan isolasi agen, serologis, dan ketika kita membutuhkan tipe fase dan profil
plasmid. Pada kasus septikemia, agen dapat diisolasi dari darah selama minggu
pertama dan feses pada minggu kedua dan ketiga. Diagnosa salmonella pada manusia
juga dibuat dengan kultur feces. Screening test juga dapat digunakan untuk membantu
diagnosa awal Salmonella enteritidis. Uji serologis dapat dilakukan dengan
menggunakan ELISA dan PCR.
8
3. Pengobatan
Penggobatan gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis
tergantung dari berat ringannya gejala yang ditimbulkan, usia pasien dan
coomobidities penyakit lain yang diderita pasien seperti diabetess, dll). Pengobatan
yang diberikan meliputi:
Menghindari dehidrasi
Terapi oral : jika muntah dan dehidrasi tidak berat, jumlahnya sedikit dan
sering, idealnya diterapi dengan larutan elektrolit yang seimbang, hindari
minuman dengan kadar gula yang tinggi karena dapat memperparah diare dan
dehidrasi.
Terapi nasogastrik di rumah sakit dapat dilakukan untuk menghindari terapi
melalui intravena.Terapi intravena bila kondisi muntah/ atau dehidrasi yang parah,
atau terjadi lemahnya tingkat kesadaran serta memiliki penyakit lain.
Pengobatan gejala klinis yang muncul
Pemberian paracetamol atau ibuprofen untuk pengobatan nyeri dan demam
Anti emetic (anti muntah) diberikan bila disertai muntah, namun tidak dianjurkan
untuk anak – anak. Anti diare diberikan untuk mengobati diare yang disebabkan
bakterimia, dapat mengobati diare ringan hingga sedang.
Pemberian antibiotik
Tidak dianjurkan secara rutin karena cinderung meningkatkan efek samping.
Diberikan pada kondisi yang parah, anak – anak berusia kurang dari 2 bulan,
pasien usia lanjut, serta pasien yang menunjukkan gganggguan usus yang parah.
Rawat inap, direkomendasikan untuk :
- Dilakukan terhadap pasien ussia lanjut dan bayi di bawah 6 bulan
- Pasien dengan dehidrasi yang parah dan muntah terus menerus
- Kondisi menurun ssecara signifikan
- Terjadi penurunan kesadaran
9
2.3 Jamu
Menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Dan menurut Kontanas 2007, jamu adalah obat tradisional dalam bentuk
rajangan maupun serbuk, yang siap digunakan dengan cara diseduh (Didik, 2004).
Obat-obatan dari bahan alam itu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (Didik, 2004)
1. Jamu
Adalah obat asli Indonesia yang ramuan, cara pembuatan, cara penggunaan,
pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan pengetahuan tradisional.
Pembuktian khasiat jamu hanya berdasarkan pengalaman atau data empiris bukan uji
ilmiah dan uji klinis.
2. Herbal terstandar
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah melalui uji praklinis (pengujian terhadap hewan percobaan) tapi belum
uji klinis atau pada manusia meski bahan bakunya telah distandarisasi.
3. Fitofarmaka
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji
praklinis dan klinis, dimana bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
Produk fitofarmaka dapat disetarakan dengan obat moderen dan sudah dapat
diresepkan oleh dokter.
Jamu merupakan obat turun temurun yang telah digunakan untuk pengobatan dan
diterapkan berdasarkan pengalaman yang berlaku di masyarakat. Tapi untuk pelayanan
kesehatan seperti di puskesmas dan rumah sakit, jamu yang digunakan harus telah
distandarisasi.
2.1.1 Pengertian jamu
Jamu atau obat tradisional adalah ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Jamu adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk, seduhan, pil
maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman. Pada umumnya, jamu dibuat
berdasarkan resep peninggalan leluhur yang diracik dan berbagai tanaman obat yang
10
jumlahnya cukup banyak, sekitar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu merupakan ramuan
tradisional yang terbuat dari berbagai jenis bahan baku, baik dari tumbuhan maupun
hewan (Anonim, 2012).
2.1.12 Jenis-jenis jamu
Beberapa jamu yang aman bagi orang lain bisa menjadi tidak aman bagi wanita
hamil karena bisa mempengaruhi janin di dalam kandungannya, bisa menyebabkan
janin cacat, atau mengalami keguguran. Jamu tersebut diantaranya adalah : (Anonim,
2012).
a. Cabe Jawa (Piper retrofracturn Vahl)
Bagian Tanaman yang digunakan adalah buah yang sudah tua, daun, dan akarnya.
Rasanya pedas dan hangat.
1) Sifat dan Khasiat
Buah cabe jawa masuk dalam meridian limpa dan lambung. Cabe jawa berkhasiat
untuk mengusir dingin, menghilangkan nyeri (analgesik), peluruh keringat
(diaforetik), peluruh kentut (karminatif), dan membersihkan rahim setelah
melahirkan. Akar cabe jawa pedas dan rasanya hangat, berkhasiat sebagai tonik,
diuretik, stomatik, dan peluruh haid (emenagog). Daun cabe jawa untuk mengatasi
kejang perut dan sakit gigi.
2) Kandungan kimia
Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids,
tetrahydropiperic acids, piperidin, minyak atsiri, dan sesamine. Piperin memiliki
daya antipiretik, analgesik, anti inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat.
Bagian akar mengandung piperine, piplartine, dan piperlongimine.
3) Efek samping
Wanita hamil sebaiknya menghindari minum jamu cabe jawa karena memiliki
efek menghambat kontraksi uterus pada saat persalinan. Kontraksi uterus yang
dihambat terus menerus akan memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin
yang ada didalamnya. Kondisi ini sebenarnya sangat bermanfaat untuk menjaga
resiko keguguran jika diminum pada masa awal kehamilan, tetapi akan berakibat
buruk jika diminum pada masa menjelang persalinan.
b. Kunyit Asam
1) Sifat dan khasiat
11
Bagian tanaman yang digunakan adalah akarnya rasanya pahit (kecuali daging
buah rasanya manis). Khasiat dan kunyit tersebut adalah mengobati demam,
terlambat haid, eksim, radang rahim, radang usus buntu, hepatitis, gatal akibat
cacar air, radang gusi, radang amandel, tekanan darah tinggi dan keputihan.
2) Kandungan kimia
Kunyit sangat kaya dengan kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain
azadirachtin, minyak gliserida, asam asetiloksifuranil, dekahidrote, trametil,
oksosiklopentanatolfuran asetat, keton, heksahidro, hidroksitetrametil, fenantenon.
3) Efek samping
Kunyit asam meningkatkan risiko keguguran pada masa awal kehamilan., karena
ekstrak kunyit memiliki efek stimulan pada kontraksi uterus dan berefek abortus,
sehingga wanita hamil tidak dianjurkan meminum jamu tersebut pada masa awal
kehamilan karena akan meningkatkan risiko keguguran.
c. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees)
Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya.
1) Sifat dan Khasiat
Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan
usus kecil. Khasiatnya adalah sebagai anti bakteri, anti radang, menghambat
reaksi imunitas (imunosupresi), penghilang nyeri (analagesik), pereda demam
(antipiretik), menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun
(detoksifikasi).
2) Kandungan kimia
Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari
deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid. Juga terdapat
flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalsium, kalium, natrium), asam
kersik, dan damar. Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu
polimetoksiflavon, andrografin, panikulin. Zat aktif andrografolid terbukti
berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung sel hati).
3) Efek samping
12
Wanita hamil yang mengkonsumsi herba ini dapat mengakibat ketuban keruh dan
volumenya sedikit sehingga bayi yang dilahirkan bisa BBLR dan keriput.
e. Sirih
Bahan yang digunakan adalah daunnya.
1) Sifat dan Khasiat
Iler berbau harum, rasanya agak pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai peluruh
haid (emenagog), perangsang nafsu makan, penetralisir racun (detoksikan),
penghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), membuyarkan gumpalan darah,
mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida).
2) Kandungan kimia
Batang dan daun mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, phytosterol,
calsium oxalat, dan peptic substances.
3) Efek samping
Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi antara ibu
dan janin sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan janin sehingga
berat badan janin yang dilahirkan kurang (BBLR).
13
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Tahap I
Pembuatan Media SCB, SSA, dan Mac Conkey Agar.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 20 Maret 2013
Pukul 11.00 – selesai
Tahap II
Preparasi Sampel dan Inokulasi pada Media SCB.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 3 April 2013
Pukul 11.00 – selesai
Tahap III
Pengamatan Hasil Inokulasi pada Media SCB serta Inokulasi pada Media SSA dan
Mac Conkey Agar.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 4 April 2013
Pukul 11.00 – selesai
3.2 ALAT DAN BAHAN
3.2.1 Alat-alat yang digunakan, antara lain :
A. Pembuatan Media SCB, SSA dan Mac Conkey
1. Neraca Analitik Digital
2. Spatel
3. Gelas Ukur 250 ml
4. Gelas Beaker 50
5. Batang pengaduk
6. Erlenmeyer 250 dan 500 ml
7. Pipet Ukur 10 ml
14
8. Bola hisap
9. Kompor listrik
10. Botol semprot
11. Aluminium foil
12. Kertas
13. Autoclave
14. Api bunsen
15. Benang Pulung
16. Tabung reaksi
17. Plate
18. Rak tabung reaksi
19. Kapas berlemak
B. Preparasi Sampel dan Inokulasi ke dalam Media SCB.
1. Inkubator
2. Gelas beaker 50 dan 250 ml
3. Gelas ukur 250 ml
4. Pipet ukur 10 ml
5. Ball pipet
6. Kapas lemak
7. Rak tabung reaksi
8. Api bunsen
9. Label
10. Spatel
C. Inokulasi ke Media SSA dan Mac Conkey Agar
1. Api bunsen
2. Ose bulat
3. Rak tabung reaksi
4. Inkubator
15
3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan, antara lain :
1. Sampel jamu sirih
2. Bubuk Media :
Bubuk media Selenite Cistine Broth (SCB)
Bubuk media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)
Bubuk media Mac Conkey Agar (MCA)
3. Air garam fisiologis (PZ 0,85 %)
4. Aquades
3.3 LANGKAH KERJA
3.3.1 Pembuatan Media Enrichment dan Selektif
a. Media Selenite Cystine Broth (SCB)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk SCB ditimbang sebanyak 3,8 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 200 ml di dalam erlenmeyer sambil
diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Lalu dipipet media SCB sebanyak 10 ml, kemudian dituang ke dalam masing-
masing tabung reaksi.
6. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
7. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
8. Media siap digunakan.
b. Media Mac Conkey Agar (MCA)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk MCA ditimbang sebanyak 15,3 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
7. Dituangkan media ke dalam plate.
8. Media siap digunakan.
c. Media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk SSA ditimbang sebanyak 18,9 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
7. Dituangkan media ke dalam plate.
8. Media siap digunakan.
3.3.2 Inokulasi sampel (telur dan jamu) pada media SCB
a. Untuk sampel telur ayam, dipisahkan antara bagian putih dan kuningnya
sedangkan sampel jamu langsung dituang pada gelas beaker.
b. Bagian kuning telur dihomogenkan pada gelas beaker dengan ose steril.
c. Lalu bagian kuning, putih telur, dan sampel jamu dipipet masing-masing 5 mL
ke dalam tabung yang telah berisi media SCB.
d. Dihomogenkan.
e. Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18- 24 jam.
3.3.3 Inokulasi biakan ke media MCA dan SSA
a. Media MCA dan SSA yang telah diberi label disiapkan.
b. Dari tabung media SCB, diinokulasikan/digoreskan dengan ose steril ke media
MCA dan SSA dengan metode gores kuadran (4 kuadran)
c. Media yang telah digoreskan tersebut diinkubasi pada suhu 370 C selama 18-24
jam
3.3.4 Pengamatan pada media MCA dan SSA
Diamati koloni yang tumbuh pada media MCA dan SSA secara makroskopis,
dibandingkan dengan ciri-ciri koloni untuk bakteri Salmonella sp. pada media MCA
dan SSA.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Sampel yang digunakan adalah jamu sirih dan telur ayam
4.1.1 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Jamu Sirih)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel jamu
sirih
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.1.2 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Putih Telur)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel putih
telur
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada putih telur ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil negatif karena tidak ada kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke media
SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke media
MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.1.3 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Kuning Telur)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel kuning
telur
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media MCA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Teknik Pemeriksaan Salmonella
Dalam hal ini metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri
Salmonella yakni metode analisa secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya suatu bakteri salmonella dalam suatu makanan.
Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk basil yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti tifus, paratifus, dan penyakit foodborne.
Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat pathogen
baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri
indikator keamanan pangan. Hal ini berarti, karena semua serotipe Salmonella yang
diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap
membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penting dilakukannya uji Salmonella pada
bahan makanan untuk dapat mengetahui kualitas mikrobiologis bahan pangan tersebut
sehingga dapat menghindari diri dari bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat bahan
pangan tersebut.
Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam bahan pangan, dilakukan teknik
pemeriksaan yang dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pengkayaan selektif dan inokulasi dan
identifikasi ke media selektif.
1) Pengkayaan Selektif (Pre-enrichment)
Pada tahap pertama dilakukan pengkayaan selektif pada bakteri Salmonella yang
diduga terdapat dalam sampel telur dan sampel jamu. Proses enrichment atau
pengkayaan selektif ini menggunakan media Selenite Cytine Broth (SCB) yang
dimana media ini memang merupakan media penyubur yang khusus untuk bakteri
Salmonella. Sebelum proses inokulasi dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel.
Untuk sampel telur dilakukakn pemisahan sampel putih telur dengan kuning telur dan
masing-masing bagian dihomogenkan. Sedangkan untuk jamu karena merupakan
sampel yang cair maka langsung dilakukan penghomogenan saja.
Tujuan tahap ini adalah dilakukan penumbuhan peningkatan jumlah bakteri
Salmonella yang mungkin ada pada sampel kuning dan putih telur ayam serta jamu
sirih. Masing-masing sampel yang telah disiapkan kemudia dituang sebanyak 5 ml ke
dalam media SCB cair 10 ml dalam tabung dan dihomogenkan. Lalu diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 370 C selama 24 jam. Keberhasilan perbanyakan selektif
Salmonella ini nantinya hanya dapat dilihat dari perubahan media SCB setelah masa
inkubasi berakhir. Apabila terjadi kekeruhan, maka perbanyakan bakteri telah terjadi
dan akan dilanjutkan dengan tahap inokulasi ke media selektif. Namun indikator
kekeruhan ini tidak selamanya dapat terlihat karena perbedaan faktor subjektivitas
seseorang, sehingga hasil dalam tahap ini tidak sepenuhnya berarti dan dapat
dilanjutkan pada proses inokulasi selanjutnya.
2) Inokulasi pada media Selektif
Setelah pengkayaan pada media SCB dengan sampel telur dan jamu sirih yang
diduga mengandung bakteri Salmonella, untuk tahap selanjutnya dilakukan proses
identifikasi Salmonella pada media selektif. Dimana tahap ini bertujuan untuk
menyeleksi dan membedakan bakteri Salmonela sehingga akan dapat terlihat morfologi
dan struktur bakteri Salmonella tersebut atau mengkarakteristik bakteri tersebut
(mendapat koloni tunggal). Media yang digunakan dalam praktikum ini adalah media
SSA (Salmonella dan Shigella Agar) dan MCA (Mac Conkey Agar). SSA merupakan
media selektif untuk bakteri Salmonella dan Shigella. Sedangkan media MCA merupakan
media selektif differensial. Selektif untuk golongan bakteri enterobacter, differensial
yaitu berfungsi untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif. Seperti yang dapat
diketahui bahwa Salmonella merupakan bakteri gram negatif sehingga dapat
diidentifikasi menggunakan media ini.
Pada praktikum ini, dari tiap-tiap tabung positif dari uji pengkayaan selektif pada
media SCB setelah inkubasi pada suhu 370C, ditanam masing-masing pada 4 plate
media SSA dan MCA untuk jamu, sedangkan pada masing-masing 2 plate media SSA
dan MCA untuk sampel kuning dan putih telur.
Dalam proses inokulasi biakan yang berasal dari media SCB dilakukan dengan
teknik aseptis dimana pengerjaan dilakukan dibelakang api bunsen dan menghindari
terjadinya kontaminasi dengan menggunakan alat-aklat yang sterilisasi juga.
Gambar Teknik Aseptis Penanaman Bakteri
Penginokulasian biakan dari media SCB dilakukan dengan menggunakan
metode gores pada media MCA san SSA karena kedua media ini merupakan media
padat pada plate. Metode gores (streak plate) dilakukan dengan menggunakan ose bulat
dimana bertujuan untuk menghasilkan koloni yang terisolasi sehingga dapat
dipindahkan pada media baru dengan keyakinan bahwa koloni tersebut adalah murni.
Penggoresan ini bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau
meremajakan kultur ke dalam medium baru.
Metode gores yang digunakan adalah metode gores kuadran. Yaitu dengan
membagi media menjadi 4 bagian kuadran dimana goresan dilakukan secara bertahap
dari goresan dengan jarak berdekatan atau rapat hingga pada goresan pada jarak yang
renggang. Pada daerah 1 goresan merupakan goresan awal sehingga akan masih
mengandung banyak sel mikroorganisme/bakteri dalam penataan yang bergerombol.
Sedangkan untuk goresan pada daerah 2-4 akan merenggang sehingga jumlah koloni
akan semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. Tujuan
utama pada penginokulasian pada media selektif ini adalah memperoleh koloni tunggal
yang nantinya akan digunakan dalam proses idntifikasi selanjutnya dengan uji biokimia,
uji gula-gula, dan mikroskopis. Setelah itu media diinkubasi dalam inkubator pada suhu
370 C selam 24 jam.
Gambar Teknik Inokulasi Metode Gores Kuadran
(http://sakamboy.wordpress.com/2011/03/09/hello-world/)
Hasil pengamatan secara makroskopis yang didapat dari inokulasi pada media
SSA dan MCA adalah sebagai berikut :
a. Media MCA ciri-ciri koloni jika dilihat secara makroskopis adalah koloni tidak
berwarna, jernih keping, sedang, bulat,smooth.
b. Media SSA ciri-ciri koloni yang akan tampak jika hasil uji positif adalah koloni
tidak berwarna, kecil-kecil, keping, smooth, bulat.
Secara umum hasil koloni yang diperoleh tidak sepenuhnya tumbuh pada semua
media MCA dan SSA yang diinokulasi, kemungkinan hasil tersebut diperoleh karena
terjadinya kesalahan pada praktikan pada saat proses penginokulasian biakan dari media
SCB misalnya ose yang digunakan masih dalam keadaan panas sehingga hal tersebut
dapat membunuh bakteri yang ada.
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Sampel Telur Ayam
Pemeriksaan Salmonella sp pada sampel telur dan jamu sirih pada praktikum
ini dilakukan dalam 2 tahapan yaitu inokulasi pada media enrichment danmedia
selektif. Adapun hasil pengamatan dari masing-masing tahapan, antara lain :
Tahap pengkayaan selektif (enrichment exclusive) pada media SCB
Dari 4 tabung yang diinokulasikan sampel jamu sirih pada media SCB dan
masing-masing 2 tabung untuk sampel putih telur dan kuning telur,
menunjukkan kekeruhan pada media untuk sampel jamu sirih dan kuning telur.
Sedangkan untuk sampel putih telur dari hasil pengamatan tidak terjadinya
perubahan kekeruhan pada media SCB dengan kata lain media masih sama
seperti sebelum diinkubasi sehingga dapat dikatakan untuk sementara pada
sampel tidak terjadi perbanyakan bakteri. Karena SCB merupakan media
enrichment exclusive untuk bakteri Salmonella, maka kekeruhan pada media
bisa dikatakan menunjukkan telah terjadi perbanyakan bakteri Salmonella yang
diduga ada pada sampel kuning telur tersebut. Namun kekeruhan disini
bukanlah menjadi patokan indikator positif bagi pertumbuhan koloni tersebut.
Untuk itu walaupun pada sampel putih telur tidak menunjukkan terjadinya
kekeruhan, tetap dilakukan inokulasi pada media selektif. Dimana mempunyai
tujuan untuk mengetahui apakah pada sampel putih telur memang tidak
terdapat bakteri Salmonella sp.
Tahap inokulasi ke media Selektif
Selanjutnya untuk mengetahui lebih jauh mengenai morfologi dan struktur
bakteri Salmonella yang diduga telah tumbuh di media SCB tersebut atau
mengkarakteristik bakteri tersebut (mendapat koloni tunggal) dilakukan
inokulasi ke media selektif , yaitu media MCA dan SSA.
Pada hasil inokulasi sampel jamu untuk 4 plate media MCA dan 4 plate
media SSA, setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, menunjukkan
bahwa terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada kedelapan plate media.
Dimana secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada kedelapan plate ini
berbeda yaitu ada koloni tidak berwarna dan koloni berwarna hitam, jernih
keping, sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi
kuning bening. Hasil pada keempat plate MCA dan empat plate media
SSA ini ada yang menunjukkan ciri-ciri makroskopis yang sesuai untuk
pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (gram negatif), namun ada
juga menunjukkan koloni bakteri Salmonella sp dengan strain yang
berbeda. Perubahan warna media pada pengamatan terjadi karena adanya
sifat bakteri Salmonella sp yang tidak dapat memfermentasikan laktosa
sehingga ditandai dengan colorless koloni dan perubahan warna media.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa koloni yang tumbuh pada plate
media MCA dan SSA untuk sampel jamu sirih memang merupakan
bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil positif).
Sedangkan untuk hasil inokulasi sampel kuning telur dan putih telur ke
masing-masing 2 plate media MCA dan masing-masing 2 plate SSA,
setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, didapatkan bahwa
ternyata untuk sampel putih telur, memang benar tidak terjadi
pertumbuhan koloni bakteri pada kedua plate media MCA dan kedua plate
media SSA (menunjukkan hasil negatif). Sedangkan untuk sampel kuning
telur, terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada plate media MCA 1 saja
dan plate media SSA 2. Secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada plate
media MCA 1 dan SSA 2 ini adalah koloni tidak berwarna, jernih keping,
sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi kuning
bening seperti pada sampel jamu sirih sebelumnya. Sehingga bisa
disimpulkan pertumbuhan koloni pada media MCA 1 dan SSA 2 ini sesuai
dengan pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil
positif).
Walaupun sama-sama merupakan bagian dari telur ayam, namun bagian
kuning telur memang akan lebih berpotensi mengandung bakteri
Salmonella dibandingkan putih telur. Hal ini karena bagian kuning telur
merupakan bagian sel hidup yang akan berkembang menjadi embrio dan
seekor anak ayam. Telah diketahui sebelumnya bahwa Salmonella
merupakan jenis bakteri yang hidup dengan memakan sel hidup. Oleh
karena itu tidak jarang bagian kuning telur akan lebih mudah
terkontaminasi bakteri ini.
Dari 2 tahap uji yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel jamu
sirih dan kuning telur yang diperiksa telah terkontaminasi bakteri
Salmonella sp. Namun untuk memastikannya lebih lanjut dapat dilakukan
uji konfirmasi (biokimia, gula-gula ataupun mikroskopis).
Berdasarkan syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-4473-1998, bahwa
Salmonella sp. tidak diperbolehkan sama sekali dalam sampel makanan maupun
minuman, yaitu dengan syarat negatif koloni/ 25 gram atau negatif koloni/25 mL. Jadi
sampel telur ayam dan jamu sirih yang diperiksa tersebut memiliki tingkat sanitasi yang
buruk dan selayaknya tidak dikonsumsi karena akan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan.
Namun untuk mengetahui lebih lanjut lagi dilakukanlah penegakkan
pengisolasian kembali terhadap bakteri tersebut dengan uji biokimia, gula-gula dan
uji mikroskopis dengan pewarnaan gram.
Sebagian besar dari proses identifikasi bakteri Salmonella menunjukkan hasil
yang positif bahwa sampel yang dibiakan adalah bakteri Salmonella, namun hal ini
masih juga harus ditegakkan dengan uji lain misalnya uji serologis.
Terdapat beberapa kendala yang dihadapi praktikan saat praktikum ini, antara
lain :
1. Terdapat beberapa kesalahan praktikan dalam penginokulasian media karen
kurangnya pengetahuan praktikan akan bentuk koloni yang seharusnya
positif.
2. Terdapat kendala teknis dalam pengamatan yaitu waktu pengamatan yang
tertunda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil karena umur
biakan yang tua.
3. Terdapat keraguan praktikan dalam mengidentifikasi koloni hasil biakan
pada setiap ujinya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
5.1.1 Secara umum teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam dilakukan
melalui 3 tahap utama , yaitu tahap pengkayaan selektif, inokulasi dan
identifikasi ke media selektif, dan konfirmasi terhadap identitas Salmonella yang
diuji dengan melakukan uji biokimia, gula-gula, dan mikroskopis.
5.1.2 Hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel kuning telur ayam yang diperiksa
menunjukkan hasil positif terhadap beberapa tahapan. Hasil ini menunjukkan
bahwa sampel telur ini memiliki higienie yang buruk dan tidak baik untuk
dikonsumsi dalam keadaan mentah.
5.2 Saran
Adapun saran-saran dari praktikan, antara lain:
5.2.1 Sebaiknya penjelasan mengenai praktikum harus diberikan terlebih dahulu agar
tidak membingungkan mahasiswa dalm pembuatan laporan hasil praktikum.