Lap Praktek KA

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Analisa kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekivalen titrasi. Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat ditetapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang menadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998) Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis volumetri dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan yang dapat bereaksi hingga tercapai titik ekivalen atau titik akhir. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood, 1983). Indikator yang digunakan harus 1

description

Teknik Kimia

Transcript of Lap Praktek KA

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangAnalisa kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekivalen titrasi. Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat ditetapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang menadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998)Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis volumetri dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan yang dapat bereaksi hingga tercapai titik ekivalen atau titik akhir. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood, 1983). Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut. (Ika, 2009).

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana penentuan kadar dalam sampel larutan dengan menggunakan titrasi volumetri.2. Bagaimana perubahan warna yang terjadi selama proses titrasi.

1.3 Maksud dan Tujuan1. Praktikan mampu menetapkan kadar menggunakan prinsip-prinsip titrasi volumetri. 2. Praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.

BAB IIACIDI ALKALIMETRI

2.1 Dasar TeoriAcidi-Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Acidimetri merupakan penatapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan asam, sedangkan alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan basa. Untuk menetapkan titik akhir proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk lainnya pada konsentrasi H+ tertentu dan pH tertentu.Dasar reaksi Acidi-Alkalimetri adalah :Aa + BbprodukDimana: A = Zat penitrasi B = Zat yang dititrasiTetapi tidak semua reaksi kimia dapat dipakai sebagai dasar reaksi. Syarat yang harus dipenuhi adalah :1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat selesei dalam beberapa menit. Untuk mempercepat reaksi dilakukan pemanasan atau penambahan katalisator yang sesuai.2. Perubahan harus besar dan sekonyong-konyong pada penambahan sejumlah ekivalen dari zat penitrasi.3. Reaksi harus stokiometri dan tidak terjadi reaksi-reaksi samping zat-zat lain dalam larutan yang bereaksi atau mengganggu reaksi utama.4. Harus ada indikator untuk menunjukkan perubahan yang terjadi.Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang dititrasi sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik akhir ekivalen, maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH nya 7 (netral). Dalam reaksi Acidi-Alkalimetri diperlukan 2 macam larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder adalah :1. Larutan Standar PrimerAdapun syarat zat yang dapat dijadikan standar primer adalah : Zat harus 100% murni Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan, standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang Mudah diperoleh Sedapat mungkin mempunyai masa relative dan masa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan Reaksi yang berlangsung tersebut harus bersifat stokiometri dan langsung2. Larutan Standar SekunderAdalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan standar primer. Syarat-syarat larutan standar sekunder adalah : Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan2.2 TujuanMencari kadar CO2 dan HCO3 dalam sampel (Air mineral dan air PDAM).2.3 Metodologi Percobaan2.3.1 Alat dan BahanA. Alat-Alat Percobaan1. Buret, klem, statif2. Corong gelas3. Erlenmeyer4. Labu takar5. Pipet volume6. Gelas ukurB. Bahan-Bahan Percobaan1. Sampel (Air mineral dan Air PDAM)2. Larutan NaOH 0,1 N 250 ml3. Larutan HCL 0,1 N 500 ml4. Larutan Na2B4O7 0,1 N 50 ml5. Indikator PP dan MO6. Aquadest2.3.2 Gambar Alat-Alat Percobaan 12345 62.3.3 Prosedur Kerja1. Membuat larutan HCl 0,1 N 500 mlPerhitungan : BJ HCl= 1,19 gr/mlKadar HCl= 37%BM HCl= 36,5 gr/mol

Volume HCl pekat yang diambil Cara: Ambil HCl pekat 4,1 ml, masukkan dalam labu takar yang telah diisi dengan aquadest. Sebagian melalui di dinding labu takar hingga tanda batas 500 ml. Gojog pelan hingga homogen.

2. Membuat larutan NaOH 0,1 N 250 mlPerhitungan :BM= 40 gr/mol1grek= 1 grolBasis= 1000 ml

Cara: Menimbang NaOH sebanyak 1 gram dengan kaca arloji, masukkan dalam beaker glass tambahkan sedikit aquadest untuk melarutkannya. Jika sudah larut masukkkan dalam labu takar 200 ml. Tambahkan sisa aquadest hingga tanda batas dan gojog hingga homogen.3. Membuat Na Borax 0,1 Nsebanyak 50 mlPerhitungan: BM Na2B4O7= 381,37 gr/mol1 grek= grolBasis = 1000 ml Berat Na2B4O7 yang ditimbang

Cara: Menimbang Na2B4O7 sebanyak 0.95 gram dengan gelas arloji larutkan dengan aquadest secukupnya dalam beaker glass, lalu tuang dalam labu takar 50 ml. Tambahkan aquadest sampai tanda dan gojog hingga homogen.4. Standarisasi HCl dengan Na2B4O7 0,1 NCara: Mengambil larutan Na2B4O7 0,1 N sebanyak 10 ml, masukkan dalam erlenmeyer dan teteskan indikator MO 2 tetes. Titrasi dengan HCl sampai TAT (kuning menjadi merah). Catat kebutuhan HCl dan lakukan titrasi 3 kali.5. Standarisasi NaOH dengan HCl yang telah distandarisasiCara: Mengambil HCl yang telah distandarisasi sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer, lalu tambahkan indikator PP 2 tetes. Titrasi dengan larutan NaOH hingga TAT ( jenuh menjadi merah muda). Catat kebutuhan HCl dan ulangi titrasi 3 kali.6. Analisa kadar CO2 dalam sampelCara: Mengambil 20 ml sampel air mineral dalam erlenmeyer, tambahkan indikator PP 4 tetes. Titrasi dengan NaOH sampai TAT (tidak berwarna menjadi merah muda). Ulangi percobaan 3 kali catat kebutuhan NaOH. Lakukan hal yang sama diatas untuk sampel air PDAM.

7. Analisa kadar HCO3 dalam sampelCara: Melanjutkan titrasi pada analisa kadar CO2 diatas dengan larutan HCl dan sebelumnya sampel air mineral ditambah dengan indikator MO 2 tetes. Titrasi hingga TAT ( merah muda menjadi kuning). Titrasi dilakukan 3 kali, catat kebutuhan HCl. Lakukan hal yang sama diatas untuk sampel air PDAM. Catatan : syarat air minum di Indonesia berdasarkan data DPMB Bandung adalah : CO2= max 20 ppm HCO3= max 100 ppm2.4 Hasil Percobaan2.4.1 Data Pengamatan1. Standarisasi larutan HCl dengan larutan NaBOTitrasiVolume Na2B4O7Volume HCl

I10 ml19,8 ml

II10 ml20,2 ml

III10 ml20,1 ml

Rata-Rata10 ml20,03 ml

2. Standarisasi NaOH dengan larutan HClTitrasiVolume HClVolume NaOH

I10 ml19,0 ml

II10 ml21,0 ml

III10 ml20,0 ml

Rata-Rata10 ml20,0 ml

3. Analisa kadar CO2 dalam sampel (air mineral)TitrasiVolume SampelVolume NaOH

I20 ml0,05 ml

II20 ml0,05 ml

III20 ml0,05 ml

Rata-Rata20 ml0,05 ml

4. Analisa kadar CO2 dalam sampel (air PDAM)TitrasiVolume SampelVolume NaOH

I20 ml0,1 ml

II20 ml0,1 ml

III20 ml0,1 ml

Rata-Rata20 ml0,1 ml

5. Analisa kadar HCO3dalam sampel (air mineral)TitrasiVolume SampelVolume HCl

I20 ml0,1 ml

II20 ml0,1 ml

III20 ml0,1 ml

Rata-Rata20 ml0,1 ml

6. Analisa kadar HCO3 dalam sampel (air PDAM)TitrasiVolume SampelVolume HCl

I20 ml0,2 ml

II20 ml0,2 ml

III20 ml0,2 ml

Rata-Rata20 ml0,2 ml

2.4.2 Data Perhitungan1) Standarisasi HCl dengan Na2B4O7Perhitungan normalitas HCl yang sesungguhnya : N HCl= M HCl . valensi= 0,09 x 1 N HCl= 0,09 N2) Standarisasi NaOH dengan HCl yang telah distandarisasiPerhitungan normalitas NaOH :V HCl . N HCl = V NaOH . N NaOH 3) Analisa kadar CO2 dalam sampel (air mineral) 4) Analisa kadar CO2 dalam sampel ( air PDAM) 5) Analisa kadar HCOdalam sampel (air mineral)

6) Analisa kadar HCO3 dalam sampel (air PDAM)Perhitungan

2.5 Penutup2.5.1. Kesimpulan1) Kadar CO2 dalam sampel air mineral yang di uji adalah 4,95 ppm, sedangkan kadar CO2 dalam sampel air PDAM yang di uji adalah 9,9 ppm. Dengan demikian sampel air minum dan air PDAM memenuhi syarat berdasarkan data DPMB Bandung.2) Kadar HCO3 dalam sampel air mineral yang di uji adalah 20,58 ppm, sedangkan kadar HCO3 dalam sampel air PDAM yang diuji adalah 41,18 ppm. Dengan demikian sampel air minum dan air PDAM memenuhi syarat berdasarkan data DPMB Bandung.2.5.2. PembahasanPada percobaan kali ini, bertujuan untuk dapat membuat larutan dan melakukan standarisasi pada larutan HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Penggunaan larutan NaOH dan HCl didasarkan pada pengertian acidimetri dan alkalimetri. Titrasi merupakan cara reaksi netralisasi yang dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Titik ketika melakukan titrasi dimana titrasi yang diteteskan cukup untuk membuat reaksi yang sempurna yang disebut titik ekivalen yang ditandai oleh perubahan warna pada indikator. Dalam reaksi Asidi-alkali diperlukan 2 macam larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder untuk menentukan kadar dalam sampel.

BAB IIIARGENTOMETRI

3.1 Dasar TeoriIstilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992).Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :1. Indikator2. Amperometri3. Indikator KimiaTitik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektroda perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektroda perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :1. Perubahan warna harus dalam batas range pada p-function dari reagen/analit2. Perubahan warna harus terjadi dalam bagian kurva titrasi untuk analit.(skogg,1965)Argentometri merupakan salah satu proses analisa dengan pereaksi AgNO3 metode ini disertai pengedapan sehingga perlu sekali adanya data-data hasil kali larutan. Penentuan titik akhir titrasi dalam Argentometri dan reaksi pembentukan kompleks ditunjukkan dengan :a. Terbentuknya endapan berwarnab. Terbentuknya kekeruhan/turbidityc. Terbentuknya larutan berwarnad. Terbentuknya endapan dengan indikator adsorbsiTerjadinya endapan dapat dipakai sebagai dasar dari suatu titrasi asal ada indikator yang sesuai untuk menyatakan titik ekivalen. Dalam analisa Argentometri ada 4 metode dalam pengerjaan :1. Metode MOHR ( berdasarkan terbentuknya endapan warna)Cara ini menggunakan larutan standar garam perak (AgNO3). Zat-zat yang bisa ditetapkan dengan cara ini adalah halida-halida, Rhodanida dan Cyanida. Pada titrasi ion klorida dengan larutan standar AgNO3 pada suasana netral ditambahkan sedikit demi sedikit larutan K2CrO4 sebagai indikator dan pada TAT akan membentuk endapan merah coklat.Reaksi : Ag+ + ClAgClputih2Ag+ + CrO4Ag2CrO4 merah coklatTitrasi ini dilakukan pada pH 6 10. Bila pH 10 (sangat basa) Ag+ akan teroksidasi menjadi Ag2O yang berwarna hitam.2. Metode VOLHARDMetode ini digunakan untuk menentukan ion-ion Cl, Br dan CNS-. Dalam hal ini larutan ditambah larutan standar AgNO3 secara berlebihan dalam suasana asam, kelebihan Ag+ dititrasi kembali dengan larutan KCNS dan indikatornya Ferri Amonium Sulfat 40%. TAT ditandai dengan terbentuknya larutan merah darah (terbentuknya ion komplek dari Fe(CNS)).Reaksi :Ag+ + CNS-AgCNSFe + CNS-Fe(CNS)Cara ini disebut cara tak langsung karena banyaknya zat yang ditetapkan dapat dihitung setelah kelebihan AgNO3 dihitung.3. Metode FAYANS (dengan indikator adsorbsi)Pada cara ini TAT ditandai dengan terjadinya perubahan warna dan endapan karena adsorbsi. Indikator adsorbsi yang digunakan misalnya fluorescein, eosin dan dicholo fluorescein. Adapun syarat-syarat indikator adsorbsi :a. Endapan yang terbentuk sebaiknya dalam bentuk koloidb. Ion indikator harus berlawanan dengan ion pereaksinyac. Ion indikator tidak boleh diadsorbsi dahulu sebelum senyawa diendapkan sempurna, tetapi dapat segera diadsorbsi setelah titik ekivalen tercapai.4. Metode TURBIDITY ( terbentuknya kekeruhan)Cara ini menggunakan indikator, ada bermacam-macam antara lain :a. Dengan terbentuknya kekeruhan pada penetapan CN secara leibig. Proses ini ditemukan oleh Leibig (1851). Prinsip titrasi ini adalah terjadinya kekeruhan pada TE, karena terbentuknya komplek, misal :CN- dengan AgNO3 CN- + Ag+AgCN terjadi kekeruhan

b. Dengan terbentuknya larutan yang berisi, misal :Pada penetapan Ag+ dengan larutan standar Cl-, maka titik ekivalen belum tercapai. Metode yang digunakan pada praktikum kimia analisa argentometri ini adalah metode MOHR. Karena sesuai dengan tujuan menentukan Cl- maka metode yang tepat dan akurat adalah metode MOHR. Metode MOHR biasanya digunakan untuk menitrasi ion-ion halida (Cl-, Br-,I-). Perak nitrat (AgNO3) sebagai peniter (baku sekunder) dan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator, kemudian yang digunakan sebagai baku primer adalah Natrium Klorida (NaCl). Ketika natrium klorida dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator Kalium Kromat yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan perak nitrat akan terbentuk endapan putih yang merupakan perak klorida (AgCl). Dan ketika natrium klorida sudah habis bereaksi dengan perak nitrat sementara jumlah perak nitrat masih ada maka perak nitrat akan bereaksi dengan indikator kalium kromat yang menghasilkan warna merah bata.3.2 TujuanMenentukan kadar Cl dalam sampel (air mineral dan air PDAM)3.3 Metodologi Percobaan3.3.1 Alat dan Bahan PercobaanA. Alat-Alat Percobaan1. Labu takar2. Gelas ukur3. Erlenmeyer4. Beaker glass5. Pengaduk6. Pipet mata7. Buret, statif, klemB. Bahan-Bahan Percobaan1. Larutan AgNO3 0,1N2. Larutan NaCl 0,1N3. Indikator MO dan PP4. Aquadest5. Sampel (air mineral dan air PDAM)

3.3.2 Gambar Alat-Alat Percobaan 1234 5 67

3.3.3 Prosedur Kerja1. Membuat larutan AgNO3 0,1 N 250 mlPerhitungan: BM AgNO=170 gr/mol1 grek ~ 1 grolValensi=1 grol/grekBerat AgNO yang ditimbang =

Cara: Menimbang 4,25 gram AgNO3 menggunakan gelas arloji dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass. Kemudian memasukkannya dalam labu takar 250 ml dan menambahkannya aquadest hingga tanda batas, gojog hingga homogen.

2. Membuat larutan NaCl 0,1 N 100 mlPerhitungan: BM NaCl = 58,5 gr/mol1 grek ~1 grolValensi = 1 grol/grekBerat NaCl yang ditimbang=

Cara: Menimbang 0,6 gram NaCl menggunakan gelas arloji dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass. Kemudian memasukkannya dalam labu takar 100 ml dan menambahkannya aquadest hingga tanda batas, gojog hingga homogen.3. Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaClCara: Mengambil larutan NaCl 10 ml masukkan dalam erlenmeyer, kemudian tambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 4 tetes. Kemudian titrasi dengan larutan AgNO3 samapai endapan kuning yang terbentuk berubah menjadi endapan merah. Ulangi percobaan 3 kali dan catat kebutuhan AgNO3.4. Menentukan kadar Cl dalam sampelCara: Mengambil sampel 20 ml ditambah dengan indikator K2CrO4 ( 1ml) dalam erlenmeyer. Kemudian titrasi dengan larutan AgNO3 sampai TAT (endapan kuning menjadi merah bata). Ulangi percobaan 3 kali dan catat kebutuhan AgNO3.3.4 Hasil Percobaan3.4.1 Data Pengamatan1. Standarisasi larutan AgNO3 0,1 N dengan larutan NaCl 0,1 NTitrasiVolume NaClVolume AgNO3

I10 ml12,8 ml

II10 ml13,3 ml

III10 ml12,8 ml

Rata-Rata10 ml12,97 ml

2. Analisa kadar Cl dalam sampel air mineralTitrasiVolume sampelVolume AgNO3

I20 ml0,2 ml

II20 ml0,1 ml

III20 ml0,1 ml

Rata-Rata20 ml0,133 ml

3. Analisa kadar Cl dalam sampel air PDAM TirasiVolume SampelVolume AgNO3

I20 ml0,2 ml

II20 ml0,2 ml

III20 ml0,1 ml

Rata-Rata20 ml0,166 ml

3.4.2 Data Perhitungan1) Standarisasi AgNO dengan NaClPerhitungan normalitas AgNO yang sesungguhnya :

2) Analisa kadar Cl dalam sampel (air mineral) 3) Analisa kadar Cl dalam sampel ( air PDAM)

3.5 Penutup3.5.1 Kesimpulan

1) Dari hasil analisa argentometri dapat diketahui bahwa normalitas AgNO yang sesungguhnya adalah 0,077 N.2) Kadar Cl dalam sampel air mineral yang di uji adalah 18,18 ppm.3) Kadar Cl dalam sampel air PDAM yang di uji adalah 22,69 ppm.

3.5.2 PembahasanPada percobaan titrasi pengendapan argentometri ini larutan harus bersifat netral, tidak terlalu asam juga tidak terlalu basa (pH antara 6-8). Pada titrasi ini terbentuk endapan yang berwarna putih, yaitu endapan AgCl karena larutan AgNO bereaksi terlebih dahulu dengan larutan NaCl. Kemudian larutan AgNO bereaksi dengan KCrO, pada titik akhir titrasi akan terbentuk warna endapan merah bata yaitu sebagai endapan perak kromat.Pada percobaan analisa sampel air mineral diperoleh hasil kadar Cl yang terkandung adalah 18,18 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air mineral tidak memenuhi syarat sebagai air minum yang diperbolehkan, menurut WHO yang memiliki standart kadar yaitu 200-600 ppm dan menurut DPMP Bandung yaitu 200 ppm. Sedangkan analisa sampel air PDAM diperoleh hasil lebih besar yaitu kadar Cl yang terkandung adalah 22,69 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air PDAM juga tidak memenuhi syarat sebagai air minum yang diperbolehkan, menurut WHO yang memiliki standart kadar yaitu 200-600 ppm dan menurut DPMP Bandung yaitu 200 ppm.

BAB IVPERMANGANOMETRI

4.1 Dasar TeoriPermanganometri adalah teknik pengukuran penetapam kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan KMnO4 . Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam, netral, basa. Permanganometri merupakan suatu analisa kuantitatif volumetri yang dalam hal ini KMnO4 dimana dapat berfungsi sebagai larutan standar sekunder, oksidator, dan auto indikator. Adapun sifat-sifat KMnO4 adalah :A. Dalam keadaan asamReaksinya sebagai berikut :MnO4+ 8H++ 5e Mn2+ + 5Cl + 8H2O Eo = 1,51 VoltReaksi ionnya :5Fe2+ MnO4 + 8H+ 5Fe3+ Mn2+ + 4H2OTurunnya valensi atau bilangan oksidasi Mn sebanyak 5, menunjukkan bahwa KMnO4 mengikat 5 buah elektron. Dimana potensial oksidasinya sangat mempengaruhi oleh adanya kepekaan ion hidrogen, akan tetapi konsentrasi ion mangan (II) pada persenyawaan diatas tidak terlalu berpengaruh terhadap potensial redoks, karena konsentrasi ion mangan (II) dan mangan oksida (MnO2). Dalam suasana asam reaksi diatas berjalan sangat lambat, tetapi masih cukup cepat untuk memucatkan warna dari permanganat setelah reaksi sempurna. Jadi umumnya titrasi dilakukan dalam suasana encer lebih mudah mengamati titik akhirnya.B. Dalam suasana basaReaksinya dalam keadaan basa adalah :MnO4 + 4H+ + 3eMnO2 + 2H2O Eo = 1,70 VoltKalium Permanganat digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi. Kalium Permanganat merupakan suatu pereaksi oksidasi yang mudah diperoleh, tidak mahal dan tidak memerlukan suatu indikator. Karena KMnO4 sendiri bisa digunakan sebagai Auto indikator. Kelebihan sedikit dan permanganat yang ada pada titik akhir titrasi cukup untuk menyebabkan pengendapan bebertapa MnO2. Tetapi karena reaksinya lambat maka MnO4 yang semula ada pada permanganat atau terbentuk oleh reaksi permanganat dengan zat-zat pereduksi air menyebabkan penguraian. Pemanasan untuk merusak zat-zat pereduksi dan penyaringan melalui asbes untuk menghilangkan MnO2. Pada umumnya KMnO4 tidak murni, selalu mengandung MnO2. Sehingga alam pembuatan larutannya harus disimpan 7-10 hari dan harus terbebas dari cahaya. Dalam masa penyimpanan ini zat-zat reduktor yang terdapat dalam larutan akan teroksidasi oleh KMnO4 secara sempurna, sehingga konsentrasi KMnO4 secara sempurna, sehingga konsentrasi KMnO4 relatif tidak mudah berubah.4.2 TujuanMenentukan kadar zat organik dalam sampel (air mineral dan air PDAM).4.3 Metodologi Percobaan4.3.1 Alat dan BahanA. Alat Alat1. Buret, statif, klem2. Beaker glass3. Erlenmeyer4. Labu Takar5. Pipet mata6. Pipet volume7. Gelas ukur8. Corong gelasB. Bahan1. Glass wool2. Sampel3. KMnO44. H2SO45. H2C2O4, H2O4.3.2 Gambar Alat-Alat Percobaan 12345 678

4.3.3 Prosedur Kerja1. Membuat larutan KMnO4 0,1 N sebanyak 100 ml Perhitungan : BM KMnO = 158 gr/molValensi = 1/5 grol/grek

Cara : Menimbang 0,316 gram KMnO4 dalam gelas arloji lalu larutkan dengan aquadest dalam beaker glass sedikit demi sedikit hingga homogen. Setelah itu didihkan dengan ditutup gelas arloji selama 25 menit, kemudian dinginkan sampai suhu kamar dan disaring dengan glasswool. Lalu simpan dalam wadah kedap cahaya selama 7-10 hari.2. Membuat larutan H2C2O4 . 2H2O 0,1 N 250 mlPerhitungan : BM HCO. 2HO = 126,07 gr/molValensi = grol/grekBerat HCO. 2HO yang ditimbang

Cara : Menimbang asam oksalat 1,58 gram dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass. Kemudian memasukkannya dalam labu takar 250 ml, tambahkan aquadest sampai tanda batas. Gojog hingga homogen.3. Membuat larutan H2SO4 25% sebanyak 100 mlPerhitungan : Volume yang diambil :

Cara : Mengambil H2SO4 98% 16,40 ml dan memasukkannya ke dalam labu takar 100 ml yang telah diberi sebagian aquadest, lalu gojog dan tambahkan aquadest hingga tanda batas. Lalu gojog hingga homogen.4. Standarisasi larutan KMnO4 dengan H2C2O4 . 2H2O 0,1NCara : Mengambil larutan asam oksalat sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer, tambahkan H2SO4 25% sebanyak 2,5 ml dan memanaskannya sampai 700C. Titrasi dengan larutan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna dari jernih menjadi merah jambu. 5. Menentukan kadar zat organik dalam sampelCara : Mengambil 10 ml sampel dan memasukkannya dalam erlenmeyer serta tambahkan larutan H2SO4 25% sebanyak 5 ml, panaskan sampai suhu 700C. Tambahkan 10 ml larutan KMnO4 jika warna hilang, percobaan diulangi lagi dengan mengurangi sampel. Lalu tambahkan 10 ml larutan H2C2O4 . 2H2O. Titrasi dengan larutan KMnO4 hingga warnanya menjadi merah muda. 4.4 Hasil Pengamatan dan Pembahasan4.4.1 Data Pengamatan1. Standarisasi KMnO 0,1 N dengan HCO . 2HO 0,1 NTitrasiVolume H2C2O4Volume KMnO4

I10 ml20,3 ml

II10 ml20,1 ml

III10 ml20,0 ml

Rata-Rata10 ml20,13 ml

2. Analisa kadar zat organik dalam sampel air mineralTitrasiVolume SampelVolume KMnO4

I10 ml24,8 ml

II10 ml24,9 ml

III10 ml25,0 ml

Rata-Rata10 ml24,9 ml

3. Analisa kadar zat organik dalam sampel air PDAMTitrasiVolume SampelVolume KMnO4

I10 ml30,0 ml

II10 ml30,2 ml

III10 ml30,2 ml

Rata-Rata10 ml30,13 ml

4.4.2 Data Perhitungan1. Standarisasi KMnO dengan HCO . 2HO 0,1 NNormalitas KMnO yang sesungguhnya:

2. Kadar zat organik dalam sampel (air mineral)Perhitungan :

3. Kadar zat organik dalam sampel (air PDAM)Perhitungan :

b. Penutup4.5.1 Kesimpulan1) Kadar zat organik yang terkandung dalam sampel air mineral yaitu 1,97 ppm.2) Kadar zat organik yang terkandung dalam sampel air PDAM yaitu 2,38 ppm.4.5.2 PembahasanPada percobaan analisa sampel air mineral diperoleh hasil kadar zat organik yang terkandung adalah 1,97 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air mineral masih memenuhi syarat sebagai air minum yang diperbolehkan, menurut DMI-B Bandung yang memiliki batas maximum adalah 10 ppm. Sedangkan analisa sampel air PDAM diperoleh hasil kadar zat organik yang terkandung adalah 2,38 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air PDAM juga memenuhi syarat sebagai air minum yang diperbolehkan, menurut DMI-B Bandung yang memiliki batas maximum adalah 10 ppm.

BAB VIODO IODIMETRI

5.1 Dasar TeoriIodo Iodimetri adalah analisa volumetri yang menggunakan larutan baku Kalium atau Natrium dalam bentuk K2S2O3. 5H2O / Na2S2S3. 5H2O2. Garam tersebut biasanya sebagai pentahidrat. Reaksi Iodium dan Thiosulfat berlangsung sempurna. Titrasi dengan cara ini dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :A. Cara Langsung atau Iodimetri Titrasi langsung dengan larutan baku Iodium sebagai pengoksidasi. Karena Iodium merupakan pengoksidasi lemah maka penggunaan cara ini terbatas.B. Cara Tidak LangsungZat yang akan ditentukan direaksikan dengan ion Iodida yang berlebih. Zat tersebut akan direduksi dan akan membebaskan Iodium yang ekivalen jumlahnya. Iodium yang akan dibebaskan ini kemudian dititrasi dengan larutan baku thiosulfat. Larutan standar yang digunakan pada kebanyakan proses Iodometri adalah Na2S2O. 5H2O. Larutan thiosulfat ini tidak stabil untuk waktu yang lama. Adanya SO3 dan SO4 atau belerang koloidal akan menyebabkan kekeruhan sehingga larutan harus dibuang. Selain itu larutan ini mudah terkontaminasi kuman. Dalam larutan asam juga terurai membentuk belerang sebagai endapan seperti susu. Oleh karena itu biasanya ditambahkan KI dan tidak boleh berhubungan dengan udara untuk waktu yang lama, karena Iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi seperti di bawah ini :4H+ + 4I + O2 2I2 + 2H2O5.2 TujuanMenentukan kadar Cu++ dalam sampel (air mineral dan air PDAM)5.3 Metodologi Percobaan5.3.1 Alat dan BahanA. Alat-Alat Percobaan1. Buret, statif, klem2. Erlenmeyer dan Iodine flask3. Corong gelas4. Labu takar5. Pipet volume6. Beaker glassB. Bahan-Bahan Percobaan1. Na2S2032. K2Cr2O73. KI4. Indikator Amylum5. Aquadest6. Sampel (air mineral dan air PDAM)5.3.2 Gambar Alat-Alat Percobaan 1234 56

5.3.3 Prosedur Kerja1. Membuat larutan Na2S2O3 0,1 N 100 mlPerhitungan : BM NaSO = 248,18 gr/molValensi = 1 grol/grekBerat NaOO yang ditimbangCara : Memanaskan aquadest dalam beaker glass secukupnya, kemudian didinginkan. Lalu timbang 2,48 gram thiosulfat yang diperlukan, masukkan dalam beaker glass lalu dilarutkan dengan aquadest yang telah dipanaskan tadi secukupnya, aduk hingga homogen. Masukkan dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest tadi hingga tanda batas dan gojog hingga homogen.2. Membuat larutan K2Cr2O7 0,1N 100 mlPerhitungan : BM KCrO = 294,18 gr/mol1 grek ~ 1 grolBerat KCrO yang ditimbangCara : Menimbang 2,94 gram K2Cr2O7 yang diperlukan dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass. Lalu memasukkannya dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas dan gojog hingga homogen.3. Membuat larutan KI 0,1 N 100 mlPerhitungan : BM KI = 166,01 gr/molValensi = 1 grol/grekBerat KI yang ditimbang Cara : Menimbang 1,66 gram KI yang diperlukan dan melarutkannya dengan aquadest secukupnya dalam beaker glass. Lalu masukkan dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas dan gojog hingga homogen.4. Membuat larutan Amylum 1% 500 mlPerhitungan : BJ air = 1 gr/mlBerat amylum yang dibutuhkan = Cara : Menimbang amylum 5 gram dan dilarutkan dalam sedikit aquadest yang sedang mendidih dan aduk hingga homogen. Masukkan dalam labu takar 500 ml dan tambahkan aquadest yang telah mendidih sampai tanda batas. Panaskan larutan tersebut sampai menjadi jernih.5. Standarisasi Na2S2O3 0,1 N dengan larutan K2Cr2O0,1 NCara : Mengambil 10 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N dalam Iodine flask. Tambahkan 2 ml HCl pekat dan 10 ml larutan KI 0,1N. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (merah coklat menjadi kuning cerah). Tambahkan indikator amylum sampai warna biru tua. Titrasi dilanjutkan dengan Na2S2O3 0,1 N sampai jernih. 6. Menentukan kadar Cu++ dalam sampelCara : Mengambil sampel 10 ml dan memasukkannya dalam Iodine flask. Tambahkan 10 ml K2Cr2O7 dan 12 ml KI serta 2 ml HCl pekat. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (merah coklat menjadi kuning cerah). Lalu ditetesi dengan indikator amylum yang telah dibuat sampai berwarna biru tua dan titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna menjadi jernih.5.4 Hasil Percobaan5.4.1 Data Pengamatan1. Standarisasi Na2S2O3 0,1N dengan K2Cr2O7 0,1NTitrasiVolume K2Cr2O7Volume Na2S2O3

I10 ml46,5 ml

II10 ml46,3 ml

III10 ml46,7 ml

Rata-Rata10 ml46,5

2. Menentukan Cu++ dalam sampel air minumTitrasiVolume SampelVolume Na2S2O3

I10 ml35,0 ml

II10 ml35,2 ml

III10 ml35,4 ml

Rata-Rata10 ml35,2 ml

3. Menentukan Cu++ dalam sampel air PDAMTitrasiVolume SampelVolume Na2S2O3

I10 ml41,3 ml

II10 mk41,70 ml

III10 ml41,50 ml

Rata-Rata10 ml41,5 ml

5.4.2 Data Perhitungan1. Standarisasi NaSO dengan KCrO 0,1 NNormalitas NaSO yang sesungguhnya :

2. Kadar Cu++ dalam sampel (air mineral)Perhitungan =

3. Kadar Cu++ dalam sampel (air PDAM)Perhitungan =

5.5 Penutup5.5.1 Kesimpulan1) Kadar Cu++ dalam sampel air mineral adalah 0,45 ppm.2) Kadar Cu++ dalam sampel air PDAM adalah 0,53 ppm.

5.5.2 Pembahasan Kadar Cu++ dalam sampel air mineral sebesar 0,45 ppm dan kadar Cu++ dalam sampel air PDAM sebesar 0,53 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air mineral dan air PDAM masuk syarat menurut BAMB yang memiliki batas maximum 1-1,5 ppm.

BAB VIKOMPLEKSOMETRI

6.1 Dasar TeoriKompleksometri adalah suatu analisa volumetri yang didasarkan atas pembentukan senyawa kompleks yang stabil. Analisa ini digunakan untuk menentukan bermacam-macam kation yaitu :Ca++, Mg++, Al3+, Ni++, Cu++ dan lain-lain. Dengan menggunakan larutan standar komplek organik dimana logam-logam tersebut membentuk senyawa stabil. Banyak kompleks organik logam yang tidak larut dalam air dan dipakai untuk pemisahan ion-ion logam. Schwarsen Back telah menemukan asam amino poly karboksilat dan garam-garam, yang ternyata adalah kompleks yang sangat stabil dan baik. Tetapi karena asam tersebut sukar larut dalam air, maka dipakai garamnya yaitu Na-Ethylen diamen tetra acetat dengan rumus bangunnya.

HOOC CH2CH2-COONa N- CH2 CH2 - NHOOC CH2CH2- COONaEDTA sering ditulis dalam bentuk H4 . Reaksi yang terjadi dalam kompleksometri yaitu :NaOOC CH2CH2COONaN-CH2-CH2-N+ H2+CH2CH2COODari titrasi diatas makin lama ion H+ makin banyak maka untuk menjaga agar pH tetap, harus ditambahkan larutan buffer yaitu campuran dari NH4OH dan NH4Cl. Sedangkan indikator yang digumakan adalah Eriochrome Black T (EBT) apabila indikator ditambahkan dalam air yang dianalisa akan membentuk senyawa kompleks dengan Cu++ dan Mg++ dalam bentuk kompleks yang lebih stabil dengan EDTA. Pada titik ekivalen warna merah anggur dari larutan barulah menjadi biru karena terbentuk anion indikator. Metode ini digunakan untuk menetapkan kesadahan air yaitu kesadahan sementara yang disebabkan karena adanya Bicarbonat yang dapat hilang bila dipanasi, kemudian Kesadahan Tetap yang disebabkan adanya garam CaSO4 dan MgCl yang dapat diendapkan dengan menambahkan Na2CO3 dan NaOH. Sedangkan jumlah dari kedua kesadahan tersebut disebut dengan Kesadahan Total. Satuan dari kesadahan air ada 2 macam yaitu :1. Derajat Perancis, ialah larutan yang mengandung CaCO3 dalam 100.000 bagian air.2. Derajat Jerman, ialah larutan yang mengandung 1 bagian CaO dalam 100.000 bagian air.Menurut Basset (1994), bahwa ada prosedur-prosedur yang paling penting untuk titrasi ion-ion logam dengan EDTA, yaitu :1. Titrasi Langsung, larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibuferkan sampai ke pH yang dikehendaki, dan titrasi langsung dengan EDTA standar. Mungkin adalah perlu untuk mencegah pengendapan hidroksida logam itu dengan penambahan sedikit zat kompleks pembantu, seperti asam titrat atau sitrat atau trietanolamina.2. Titrasi Balik, karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung dikarenakan mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkauan pH yang perlu untuk titrasi atau mungkin membentuk komplek-kompleks inert atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal-hal demikian , ditambahkan larutan EDTA standar berlebih , larutan yang dihasilkan di buferkan sampai ke pH yang dikehendaki.3. Titrasi Penggantian atau titrasi subtitusi. Titrasi subtitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tidak memuaskan) dengan indikator logam.4. Titrasi Alkalimetri. Bila suatu larutan EDTA ditambahkan pada suatu larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks disertai dengan pembebasan dua ekivalen ion hidrogen.Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. EDTA merupakan titran yang sering digunakan dan akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk mengetahui titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi ada sedikit kelebihan EDTA maka komplek indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam, eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gholib, 2007)6.2 TujuanMenentukan kesadahan total, kesadahan tetap dan kesadahan sementara di dalam sampel (air mineral dan air PDAM).6.3 Metodologi Percobaan6.3.1 Alat dan BahanA. Alat-Alat Percobaan1. Buret, statif, klem2. Erlenmeyer3. Labu takar4. Pipet mata5. Pipet volume6. Gelas ukur7. Beaker glass8. Corong gelas9. Pipet ukurB. Bahan-Bahan Percobaan1. CaCl22. EDTA3. EBT4. Larutan Buffer5. Aquadest6. Sampel (air mineral dan air PDAM)6.3.2 Gambar Alat-Alat Percobaan 12345

67896.3.3 Prosedur Kerja1. Membuat larutan EDTA 0,1 N 250 mlPerhitungan: BM EDTA = 372,24 gr/mol1 grek ~ 1 grolValensi = 1 grol/grekBerat EDTA yang dibutuhkan

Cara: Menimbang 9,31 gram EDTA yang diperlukan dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass, kemudian menuangkannya dalam labu takar 250 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas. Gojog sampai homogen.2. Membuat larutan CaCl2 0,1 N 100 mlPerhitungan: BM CaCl = 147,02 gr/molValensi = grol/grekBerat CaCl yang dibutuhkan

Cara: Menimbang 0,735 gram CaCl2 yang diperlukan dan melarutkannya dengan aquadest dalam beaker glass, kemudian menuangkannya dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas. Gojog sampai homogen.3. Membuat larutan buffer sebanyak 250 mlCara: Menimbang 17,5 gr NH4Cl dan melarutkannya dengan NH4OH sebanyak 142 ml (71 ml NH3 + 71 ml H2O) dan memasukkannya dalam labu takar 250 ml. Tambahkan aquadest sampai tanda batas dan gojog hingga homogen.4. Membuat larutan indikator EBT 1% sebanyak 50 mlPerhitungan: (Rumus Bangun EBT)Berat EBT yang diambil = 1% x 50 ml x 1 gr = 0,25 grCara: Menimbang EBT sebanyak 0,25 gr dan dimasukkan dalam labu takar 50 ml, kemudian tambahkan etanol sampai tanda batas dan gojog sampai homogen.5. Standarisasi EDTA dengan CaCl2 0,1NCara: Mengambil 10 ml larutan CaCl2 dan tambahkan 2,5 ml larutan buffer serta 5 tetes indikator EBT. Kemudian titrasi dengan EDTA hingga TAT (dari merah muda menjadi biru jernih). Ulangi percobaan 3 kali dan catat kebutuhan EDTA yang dibutuhkan.6. Menentukan Kesadahan Air TotalCara: Mengambil 10 ml sampel dan menambahkan 2,5 ml larutan buffer serta 5 tetes indikator EBT sampai menjadi merah muda. Kemudian titrasi dengan EDTA sampai warna menjadi biru jernih. Ulangi percobaan 3 kali dan catat kebutuhan EDTA yang dibutuhkan.7. Menentukan Kesadahan Air TetapCara: Mengambil 10 ml sampel dan mendidihkannya untuk menghilangkan kesadahan sementara kemudian mendinginkannya sampai suhu kamar lalu disaring. Tambahkan 2,5 ml larutan buffer sampai TAT (dari warna merah muda menjadi biru jernih). Ulangi percobaan 3 kali dan catat volume EDTA yang dibutuhkan.Catatan: Daftar persyaratan air minum yang dikeluarkan Depkes RI nilai kesadahan tetap air minum adalah 500 ppm. Sedangkan menurut DPMB yaitu 50D-100D, ppm adalah bagian persejuta (part per million) = 0,10D.

6.4 Hasil Percobaan6.4.1 Data Pengamatan1. Standarisasi Larutan EDTA dengan CaCl2 0,1NTitrasiVolume CaCl2Volume EDTA

I10 ml2,8 ml

II10 ml2,6 ml

III10 ml2,9 ml

Rata-Rata10 ml2,77 ml

2. Analisa Kesadahan Air Total ( Air Mineral)TitrasiVolume SampelVolume EDTA

I10 ml0,2 ml

II10 ml0,2 ml

III10 ml0,2 ml

Rata-Rata10 ml0,2 ml

3. Analisa Kesadahan Air Total (Air PDAM)TitrasiVolume SampelVolume EDTA

I10 ml0,1 ml

II10 ml0,1 ml

III10 ml0,1 ml

Rata-Rata10 ml0,1 ml

4. Analisa Kesadahan Air Tetap (Air Mineral)TitrasiVolume SampelVolum EDTA

I10 ml0,2 ml

II10 ml0,2 ml

III10 ml0,2 ml

Rata-Rata10 ml0,2 ml

5. Analisa Kesadahan Air Tetap (Air PDAM)TitrasiVolume SampelVolume EDTA

I10 ml0,3 ml

II10 ml0,3 ml

III10 ml0,3 ml

Rata-Rata10 ml0,3 ml

6.4.2 Data Perhitungan1. Standarisasi larutan EDTA dengan CaCl 0,1 NNormalitas EDTA yang sesungguhnya :

2. Penentuan Kesadahan Total (air mineral)Perhitungan = 3. Penentuan Kesadahan Tetap (air mineral)Perhitungan =

Air PDAM = 1000 x 0,36 x 0,1 x 100 10= 360 ppm4. Penentuan Kesadahan Total (air PDAM)Perhitungan = 5. Penentuan Kesadahan Tetap (air PDAM)Perhitungan =

6.5 Penutup6.5.1 Kesimpulan1. Analisa Kesadahan Air Total (Air Mineral) adalah 720 ppm2. Analisa Kesadahan Air Tetap (Air Mineral) adalah 720 ppm3. Analisa Kesadahan Air Total (Air PDAM) adalah 360 ppm4. Analisa Kesadahan Air Tetap (Air PDAM) adalah 1080 ppm6.5.2 Pembahasan1) Kesadahan Air Tetap dalam sampel air mineral yang dianalisa adalah 720 ppm. Dengan demikian sampel air mineral Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai air minum yang dipersyaratkan Depkes RI.2) Kesadahan Air Tetap dalam sampel air PDAM yang dianalisa adalah 1080 ppm. Dengan demikian sampel air PDAM Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai air minum yang dipersyaratkan Depkes RI.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. Et al. 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuatitatif Anorganik. Kedokteran. EGC. Jakarta.Day, R.A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga. JakartaHarjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung. ITBGholib, Ibnu, dan Rohman, Abdul, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. JojakartaDay, R.A. dan A.L. Underwood. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh Lis Sopyan. Erlangga. Jakarta.Buku Petunjuk Praktikum Dasar Teknik Kimia I Universitas 17 Agustus 1945. Semarang

18