Lap or an Torre Faction
-
Upload
lydia-utami -
Category
Documents
-
view
74 -
download
0
Transcript of Lap or an Torre Faction
TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TL-3205
TORREFACTION
Oleh
Kandu Jiwandono (15309020)
Rian Setiadi (15309040)
Bianca Putri Ramadhani (15309042)
Muhammad Ari Ruwaedi (15309082)
Ferlita Andriani (15309086)
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
2012
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi 2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan 4
Bab II Teori Dasar
2.1 Definisi Limbah Padat 5
2.2 Pengolahan Limbah Padat 7
2.3 Dampak Pencemaran Limbah Padat 9
Bab III Pembahasan
3.1 Torrefaction 11
3.2 Pirolisis 11
3.3 Biomassa 12
3.4 Proses Torrefaction 13
3.5 Keunggulan dan Kelemahan Torrefaction 15
3.6 Aplikasi Torrefaction 16
3.7 Potensi Penerapan Torrefaction di Indonesia 21
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan 24
4.2 Saran 24
Daftar Pustaka 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman dengan teknologi yang terus berkembang pesat saat ini, permasalahan limbah di
Indonesia tetap menjadi hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat. Permasalahan limbah dapat dikatakan merupakan permasalahan klasik yang timbul
dari zaman ke zaman dengan penanganan yang tidak jauh berbeda seiring dengan perubahan
waktu. Hal ini didukung oleh pola hidup masyarakat yang terus berkembang tidak diimbangi
dengan berkembangnya kebiasaan dalam menangani limbah.
Walaupun proses perusakan lingkungan tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan
harus ditanggung oleh banyak pihak, tetapi solusinya yang tepat tetap saja belum bisa
ditemukan. Bahkan di sisi lain sebenarnya sudah ada perangkat hukum yaitu Undang-Undang
Lingkungan Hidup, tetapi tetap saja pemecahan masalah lingkungan hidup menemui jalan
buntu. Hal demikian pada dasarnya disebabkan oleh adanya kesenjangan yang tetap terpelihara
menganga antara masyarakat, industri dan pemerintah termasuk aparat penegak hukum.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan yang dilakukan manusia terus meningkat yang diikuti
pula dengan menurunnya kualitas lingkungan yang diakibatkan dari hasil sisa kegiatan tersebut.
Salah satu permasalahan lingkungan yang berkaitan erat dengan pelayanan publik di Indonesia
adalah pengolahan limbah padat. Meningkatnya volume limbah padat seiring dengan
meningkatnya laju pertumbuhan eksponensial yang akan menghadapkan pada permasalahan
kebutuhan lahan pembuangan limbah padat dan juga semakin tingginya biaya pengelolaannya
dan biaya-biaya lainnya dalam rangka mengembalikan kondisi lingkungan menjadi kondisi
yang seharusnya seperti di awal.
Limbah padat merupakan salah satu jenis limbah yang banyak dihasilkan dari aktivitas
manusia. Jika tidak dikelola, limbah padat tentunya akan menimbulkan dampak negatif seperti
timbulnya gas beracun, menurunkan kualitas udara, air dan tanah dan juga dapat menimbulkan
potensi bahaya kesehatan bagi manusia. Banyak jenis pengolahan limbah padat yang
dikembangkan, seperti gasifikasi, pirolisis, insinerasi maupun daur ulang. Akhir-akhir ini telah
dikembangkan teknologi yang memulai produksi pembuatan wood pellet dan wood chip ebagai
bahan bakar terbarukan. Pengolahan limbah biomassa tersebut telah mengurangi polusi limbah
tersebut dan memberikan keuntungan ekonomi. Karena aplikasinya untuk energi maka semakin
tinggi kandungan energi maka akan semakin baik disamping sifat-sifat lainnya. Melalui
torrefaction biomasa tersebut akan mengalami proses termal yang membuat kandungan
volatilnya berkurang dan menyisakan kandungan energi semakin tinggi / energy density (atau
kandungan energi/massanya biasanya dengan satuan kkal/kg) dalam padatan biomassa tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam proses penulisan laporan ini adalah
1. Memahami prinsip Torrefaction
2. Mengetahui keunggulan dan kelemahan pengolahan limbah padat dengan teknologi
Torrefaction
3. Mengetahui aplikasi Torrefaction
4. Mempertimbangkan potensi penerapan proses torrefection di Indonesia
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Definisi Limbah Padat
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah
atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak
berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu
yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga
bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka
menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan
menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bias menjadikan
sampah ini menjadi benda ekonomis.
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang
berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik.
Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan
perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis
limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,
kulit telur, dll.
Gambar 1.1 Asal usul terbentuknya limbah
1. Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan komposisi
baik secara kimia maupun biologis. Mekanisme transformasi yang terjadi hanya bersifat fisis
semata seperti pemotongan, penggergajian, dan sebagainya. Limbah kategori ini sangat cocok
untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Sampah kota banyak termasuk dalam kategori
ini
2. Limbah yang terbentuk akibat hasil samping dari sebuah proses kimia, fisika, dan
biologis, atau karena kesalahan ataupun ketidak-optimuman proses yang berlangsung. Limbah
yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda dari bahan baku semula. Limbah ini ada yang
dapat menjadi bahan baku bagi industri lain atau sama sekali tidak dapat dimanfaatkan. Usaha
modifikasi proses akan mengurangi terbentuknya limbah jenis ini
3. Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya pelarut atau
pelumas. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi proses pembentukkan produk.
Limbah ini kadangkala sangat berarti dari sudut kuantitas dan merupakan sumber utama dari
industrial waste water. Teknik daur ulang ataupun penghematan penggunaan bahan baku
sekunder banyak diterapkan dalam menanggulanginya
4. Limbah yang berasal dari hasil samping proses pengolahan limbah. Pada dasarnya semua
pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi 100% non limbah. Ada produk
samping yang harus ditangani lebih lanjut, baik berupa partikulat, gas, dan abu (dari
insinerator), lumpur (misalnya dari unit pengolah limbah cair) atau bahkan limbah cair
(misalnya dari lindi sebuah lahan urug)
5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran produk industri, misalnya kertas,
plastik, kayu, logam, drum, kontainer, tabung kosong, dan sebagainya. Limbah jenis ini dapat
dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula atau diolah terlebih dahulu agar menjadi produk
baru. Sampah kota banyak terdapat dalam kategori ini.
Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, rayon,
plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging. Secara garis besar limbah padat
terdiri dari :
1) Limbah padat yang mudah terbakar
2) Limbah padat yang sukar terbakar
3) Limbah padat yang mudah membusuk
4) Limbah yang dapat di daur ulang
5) Limbah radioaktif
6) Bongkaran bangunan
7) Lumpur.
2.2 Pengolahan Limbah Padat
Minimasi limbah (waste minimization) merupakan salah satu terminology yang digunakan di
dunia untuk menjelasan kegiatan yang dewasa ini dianggap paling baik dalam menangani lim-
bah, disamping itu dikenal terminology penanganan limbah yang lain yaitu:
a. Pencegahan pencemaran (pollution reduction)
b. Reduksi limbah (waste reduction)
c. Produksi lebih bersih (cleaner production)
d. Teknologi bersih (clean technology)
e. Reduksi sumber (source reduction)
Dalam penanganan limbah secara umum ada yang namanya hierarki penanganan limbah se-
cara terpadu yang sekarang dianjurkan dan merupakan prioritas dalam penanganan limbah
adalah:
Menghilangkan atau mengurangi timbulan sampah di sumberdaya (di hulu
proses industry) baik in-process maupun daur ulang closed loop
Mendaur pakai atau mendaur ulang limbah, terutama pada industry/pabrik itu
sendiri, atau di tempat lain.
Menggunakan teknologi pengolahan limbah yang aman guna mengurangi tok-
sisitas, mobilitas atau mengurangi volume limbah (waste transformation) yang-
dalam banyak hal akhirnya akan menghasilkan limbah padat yang membutuhkan
penanganan pada opsi berikutnya.
Menyingkirkan (dispose) limbah ke lingkungan dengan menggunakan metode
rekayasa yang baik dan aman seperti menyingkirkan pada sebuah lahan urug
yang dirancang dan tidak dianjurkan membuang residue tersebut langsung ke
udara, air, atau tanah.
Hierarki inilah yang biasanya digunakan dan diterapkan dalam melakukan limbah padat.
Faktor – faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah limbah padat tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Jumlah Limbah
Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat membutuhkan penanganan
khusus tempat dan sarana pembuangan.
2. Sifat fisik dan kimia limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana penggankutan dan pilihan
pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat akan merusak dan mencemari lingkungan
dengan cara membentuk senyawa-senyawa baru.
3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran, maka perlu kita
perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang akan terkena, dan tingkat
pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan akhir dari pengolahan
Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat non-ekonomis.
Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan meningkatkan efisiensi pabrik
secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan yang masih berguna untuk di daur ulang
atau di manfaat lain. Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah un-
tuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tentunya dapat men-
jadikan limbah tersebut tidak berdampak buruk bagi lingkungan ataupun kesehatan. Konsep
penanganan limbah didasarkan atas dua pendekatan:
Reaktif: sifatnya menunggu terbentuknya limbah, setelah terbentuk limbah baru
dilakukan upaya-upaya penganganan limbah
Proaktif: upaya yang dilakukan sebelum limbah terbentuk. Limbah teteap
dihasilkan tetapi dengan semaksimal mungkin daur ulang menjadi prioritas.
Dalam melakukan pengelolaan limbah padat, jenis pengolahan dan pra pengolahan limbah
padar ditentukan oleh karakteristik dan sumber limbah padat. Dalam memilih alternative
pengolahan tersebut perlu diperhatikan pula kelebihan dan kelemahan setiap system
pengolahan, disamping biaya investasi dan pemeliharaan keberlangsungan proses. Factor
penting lain yang peru diperhatikan adalah factor ekonomi, social dan lingkungan. Selain itu
dalam pengelolaan limbah padat ada satu hal yang cukup berperan penting yaitu, pemilahan
limbah padat. Pemilahan limbah padat merupakan proses penanganan limbah padat terhadap
suatu limbah yang dalam kondisi tercampur dengan tujuan untuk mendapatkan materi atau
bahan yang lebih seragam yang masih bernilai ekonomi dan dapat didaur ulang (recyclable) dan
atau untuk mempermudah penanganan limbah padat selanjutnya. Proses pemilahan limbah
padat biasa dilakukan terhadap limbah padat industry dan limbah padat domestik (sampah).
Seringkali pemakaian istilah “pemilahan” disamakan dengan istilah “pemisahan”.
Berikut ini adalah pengolahan limbah padat secara umum yang biasa dilakukan dd
berbagai negara termasuk Indonesia, diantaranya adalah:
Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi gas,
dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses
pembakaran. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis
(diperlukan panas dari luar selama proses berlangsung). Media yang paing umum digunakan
pada proses gasifikasi ialah udara dan uap.
Gasifikasi Plasma
Gasifikasi plasma merupakan suatu metode efektif dalam menguraikan berbagai senyawa
organic dan anorganik menjadi elemen-elemen dasar dari sebuah senyawa, sehingga elemen-
elemen tersebut dapat digunakan kembali dan didaur ulang
Insinerasi
Insinserasi adalah teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan
organic. Insinerasi material sampah mengubah sampah e=menjadi abu, gas sisa hasil
pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dbersihkan dari polutan
sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bias dimanfaakan sebagai energy
pembangkit listrik.
Pirolisis
Pirolisis adalah dekompisisi kimia bahan organic melalui proses pemanasan tanpa atau
sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan
struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kaskus khusu termolisis. Pirolisis ekstrem,
yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi.
Anaerobic Digestion
Dikenal sebagai teknologi dalam pengolahan limbah domestic dan limbah organic. Konversi
biological untuk materi organic conversion biodegradable dalam kondisi absen oksigen pada
temperature 55-75 oC (temperature yang paling efektif digestion secara thermophilic).
Residu merupakan materi organic yang stabil yang dapat digunakan untuk memperbaiki
tanah yang kekurangan air. Digestion digunakan terutama untuk mereduksi sejumlah lumpur
yang dibuang/digunakan ulang atau reuse.
2.3 Dampak Pencemaran Limbah Padat
Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika tidak ada pengolahan
yang baik dan benar, dengan adanya limbah padat di dalam lingkungan hidup maka dapat
menimbulkan pencemaran seperti :
1) Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4),
C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk
dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses
pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.
2) Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk,
akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB
(Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50 ppm dapat mengakibatkan
mabuk dan pusing.
3) Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam
perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi
keruh dan rasa dari air pun berubah.
4) Kerusakan permukaan tanah.
Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa dampak limbah yang
lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum.
Dampak limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap
lingkungan adalah sebagai berikut :
Dampak Terhadap Kesehatan
Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a) Penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.
b) Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.
Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan dari limbah – limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya
sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin
lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan
air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan
banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tanggake sungai,
sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Torrefaction
Kata torrefaction berasal dari bahasa prancis “torrefier” yang berarti memanggang. Torrefaction
adalah suatu jenis pyrolisis yang bekerja pada range temperatur 200 – 320o C. Selama proses
torrefaction berlangsung, properti biomass diubah supaya dapat menghasilkan kualitas bahan
bakar yang lebih baik untuk pembakaran dan proses gasifikasi. Torrefaction berujung pada
penghasilan produk kering tanpa melibatkan proses biologi seperti pembusukan. Biomassa akan
didekomposisi sehingga akan menghasilkan berbagai macam tipe volatile. Torrefaction apabila
dikombinasikan dengan proses densifikasi dapat menghasilkan energi yang sangat tinggi, dapat
mencapai 20 – 25 GJ/ton LHV (Lower Heating Value). Hal ini akan menghemat pada biaya
transportasinya. Torrefaction menjadi perhatian penting akhir-akahir ini karena keunggulan
sifat-sifat produk torrefaction tersebut, dibandingkan wood pellet maupun wood chip. Teknologi
yang memadai yang bisa diandalkan sangat dibutuhkan untuk komersialisasi proses tersebut.
Biomass biasanya digunakan sebagai sumber energi berkelanjutan. Agar dapat menghasilkan
efisiensi konversi biomass ke energi yang tinggi, torrefaction seringkali dikombinasikan dengan
proses densifikasi seperti pelletisasi dan briquetting. Langkah ini dinilai sebagai salah satu
solusi untuk mengatasi masalah sumber energi yang berkelanjutan.
3.2 Pirolisis
Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau
sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan
struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang
hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi.
Pirolisis adalah kasus khusus dari thermolysis terkait dengan proses kimia charring, dan yang
paling sering digunakan untuk organik bahan.. Hal ini terjadi secara spontan pada temperatur
tinggi (misalnya, di atas 300 ° C untuk kayu, itu berbeda untuk bahan lainnya), misalnya dalam
kebakaran atau ketika vegetasi datang ke dalam kontak dengan lava dalam letusan gunung
berapi. Secara umum, gas dan cairan menghasilkan produk dan meninggalkan residu padat kaya
kandungan karbon. Extreme pirolisis, yang daun karbon sebagai residu, disebut karbonisasi. Hal
itu tidak melibatkan reaksi dengan oksigen atau reagen lainnya, tetapi dapat terjadi dalam
kehadiran mereka.
Pirolisis yang banyak digunakan dalam industri kimia, misalnya, untuk menghasilkan arang,
karbon aktif, metanol dan bahan kimia lainnya dari kayu, untuk mengubah ethylene dichloride
ke vinil klorida untuk membuat PVC, untuk memproduksi kokas dari batubara, untuk
mengubah biomassa menjadi gas sintesis, untuk mengubah limbah menjadi bahan sekali pakai
dengan aman, dan untuk retak menengah-berat hidrokarbon dari minyak untuk memproduksi
lebih ringan yang seperti bensin.
Ini adalah proses kimia penting di beberapa memasak prosedur seperti memanggang,
menggoreng, memanggang, dan karamel. Pirolisis juga merupakan alat analisis kimia, misalnya
dengan pirolisis kromatografi gas spektrometri massa dan di carbon-14 kencan. Memang,
banyak zat kimia penting, seperti fosfor dan asam sulfat, pertama kali diperoleh dengan proses
ini. Telah diasumsikan berlangsung selama catagenesis, konversi dimakamkan bahan organik
untuk bahan bakar fosil.
3.3 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk
maupun buangan. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah
pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Biomassa, dalam industri produksi energi,
merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber
bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan
yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan
atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula
meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak
mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti
batu bara atau minyak bumi. Biomassa biasanya diukur dengan berat kering.
Selain digunakan untuk tujuan primer seperti serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati,
bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai bahan energi (bahan bakar).
Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya
rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Biomassa terutama dalam
bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang,
biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama untuk negara-negara
berkembang.
3.4 Proses Torrefaction
Gambar 3.1 Proses Torrefaction
Pada proses torrefaction, biomass terlebih dahulu dikeringkan untuk mengurangi kadar
airnya. Pengeringan biomass dilakukan dengan memanfaatkan “flue gas”. Flue gas adalah gas
yang dikeluarkan melalui sebuah pipa hasil pembakaran. Gas tersebut mempunyai kandungan
nitrogen, CO2, dan uap air. Flue gas juga mengandung sedikit oksigen serta hanya mengandung
sangat sedikit polutan. Suhu flue gas ini cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk proses
pengeringan biomassa
Setelah biomassa dikeringkan, biomasska kemudian dimasukkan ke dalam tungku
pemanasan torrefaction. Pada tungku ini, biomassa akan dipanaskan pada suhu 250-3500C.
Selain itu, tekanan pada tungku pun dijaga agar berada pada tekanan atmosfer dan juga
dipastikan tidak ada udara dalam tungku. Panas pada tungku dihasilkan oleh tungku
pembakaran. Tungku pembakaran menggunakan bahan bakar dasar dan juga gas-gas dari hasil
torrefaction. Jadi, gas dari proses torrefaction tidak dibuang, melainkan digunakan kembali
sebagai bahan bakar untuk memanaskan tungku pembakaran. Jika terdapat gas yang tidak dapat
digunakan kembali, maka gas tersebut akan didaur ulang dan melalui proses “heat exchange”.
Heat exchange adalah suatu proses yang memungkinkan perpindahan panas pada fluida.
Perpindahan panas dilakukan dengan melakukan kontak antara fluida yang ingin
dipanaskan/didinginkan dengan pemanas/pendingin pada suatu alat yang disebut Heat
Exchanger. Setelah melalui proses heat exchange, gas tersebut akan digunakan untuk
pemanasan tungku terrofaction atau sebgai gas pemanas biomassa. Sementara itu, gas yang
keluar dari tungku pembakaran pun digunakan kembali sebagai pemanas biomassa pada proses
awal.
Pada proses pemanasan di tungku torrefaction, air yang terkandung dalam biomassa akan
menguap. Begitu juga dengan berbagai polimer yang ada akan menguap. Biomassa akan
kehilangan 20% dari berat awalnya tetapi hanya kehilangan 10% dari energinya. Energi yang
hilang menjadi uap tersebut pun sebenarnya digunakan kembali untuk bahan bakar tungku
pemanas.
Setelah melalui proses torrefaction, maka produk tersebut akan didinginkan. Setelah
didinginkan, produk pun akan siap untuk digunakan. Selain itu,ada juga produk yang
dipeletisasi untuk memudahkan pengangkutan dan agar lebih efisien ketika digunakan. Produk
yang dihasilkan merupakan produk yang mempunyai sifat hydrophobic sehingga dapat disimpan
pada ruang terbuka dalam jangka waktu yang panjang karena tidak akan menyerap air dan tidak
membusuk. Kandungan dalam produknya hampir seluruhnya berisikan karbon. Hal inilah yang
menyebabkan produk terrofaction sangat baik untuk dijadikan bahan bakar.
Gambar 3.2 Ilustrasi Proses Torrefaction
Contoh bentuk sistem torrefaction secara sederhana dapat terlihat pada gambar berikut :
Gambar 3.3 Instrumentasi Torrefaction
3.5 Keunggulan dan Kelemahan Torrefaction
Dalam Penerapannya, Torrefaction memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut
antara lain :
Produksi dari partikel bubuk yang dihasilkan lebih seragam dan lebih bulat
akibat dari proses grinding
Konversi dari kayu yang menjadi bahan yang hydrophobic, bukan menjadi
hydrophilic sehingga pengangkutan dan penyimpanan menjadi lebih mudah
Menambah densitas energy dengan mehilangkan beberapa material volatile
dalam kayu sebagai air
Mengurangi kebutuhan energy untuk menggiling kayu. Kayu menjadi lebih
rapuh setelah pengolahan.
Menghasilkan bahan bakar yang lebih seragam untuk gasifikasi
Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menjadi lembab
Selain keunggulan diatas, Torrefaction juga memiliki beberapa kelemahan antara lain :
Secara ekonomis, biaya untuk operasional untuk torrefaction tergolong cukup
tinggi
Saat dioperasikan dengan suhu tinggi (>250OC) akan terjadi pengurangan
efisiensi dari proses Torrefaction dan pengurangan energy yang dihasilkan dari
proses torrefaction.
3.6 Aplikasi Torrefaction
Sampai saat ini, torrefaction telah berhasil diaplikasikan pada beberapa negara di dunia,
antara lain :
India
Di India, penanganan limbah bambu jenis bambusa dilakukan dengan teknologi
torrefaction. Bambu merupakan biomassa yang masih dapat digunakan sebagai
sumber energi. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang mampu memanfaatkan
kembali limbah bambu tersebut. Torrefaction dipilih karena pada prosesnya
metode ini tidak memanaskan dengan suhu yang terlalu tinggi sehingga bentuk
bambu masih dapat dipertahankan untuk kemudian digunakan kembali sebagai
bahan bakar.
Gambar 3.4 Bambu Jenis Bambusa
Gambar 3.5 Grafik Fractional Loss vs Temperatur
Gambar 3.6 Sampel bambu selama berbagai tahapan pemanasan
Proses torrefaction untuk bambu didesain untuk operasi kontinu, dimana satu
atau lebih ruangan digunakan untuk berlangsungnya proses torrefaction. Proses
torrefaction harus berjalan pada temperatur 250 C selama 6-7 jam agar dapat
berlangsung secara optimum. Temperataur tersebut dipilih, karena dari hasil
pengujian (grafik di gambar 3.5) diperoleh data bahwa pada suhu di atas 200oC
bambu menjadi lebih rapuh, artinya bambu tersebut telah ter-torrefaction dengan
baik dan siap digunakan sebagai bahan dasar dari arang. Flue gas panas perlu
disalurkan dari ruang pembakaran, oksigen yang terkandung dalam flue gas
perlu dipastikan agar berkisar 2-3 % supaya mencegah pembakaran zat yang
mudah menguap selama proses torrefaction. Kondisi ini dapat dikontrol dengan
memvariasikan banyaknya produsen gas dan campuran gas. Setelah tahap
pemanasan selama 6-7 jam usai, set pertama diisolasi dengan menutup katup
yang sesuai dan langsung memulai proses torrefaction untuk ruang selanjutnya.
Berikut merupakan grafik yang menunjukkan hasil analisis bambu yang telah
ditorrefaction :
Gambar 3.7 Ultimate Analysis of Torrified Bamboo
Dari hasil ultimate analysis, dapat terlihat bahwa torrified bamboo mempunyai
kandungan karbon yang lebih besar dari bambu mentah. Terjadi sedikit kenaikan
pada kandungan hidrogennya, tetapi kandungan oksigennya menurun. Hal ini
membutikan bahwa torrified bamboo memang mempunyai kandungan karbon
yang tinggi sehingga cocok untuk dijadikan arang untuk bahan bakar. Kenaikan
kandungan karbon akan meningkatkan densitas energi. Densitas energidari
bambu mentah adalah sekitar 17,6 MJ / kg , sementara bambu yang telah
ditorefaksi pada suhu 350oC dapat mempunyai densitas sekitar 1,36 kali dari
bambu mentah
Gambar 3.8 Grafik kenaikan energi vs temperatur
Malaysia
Kelapa sawit merupakan salah satu hasil bumi yang banyak ditemukan di
Malaysia. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah dari inti kelapa sawit
(Palm Kernel Shell). Proses torrefaction digunakan untuk menjadikan biomassa
ini sebagai sumber energi solid. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Universiti Teknologi PETRONAS, diketahui bahwa inti kelapa sawit yang telah
ditorrefaction mengalami kenaikan nilai Carbon dan penurunan nilai H dan O.
Hal ini tentunya membuktikan bahwa inti kelapa sawit yang telah ditorrefaction
cocok untuk dijadikan bahan bakar.
Gambar 3.9 Palm Kernel Shell
Gambar 3.9 atas menunjukkan bentuk dari palm kernel shell. Palm kernel shell
adalah bagian cangkang dari buah kelapa sawit yang tidak mengandung minyak
sehingga dibuang dan seringkali menjadi limbah. Di Malaysia, dilakukan
penelitian terhadap limbah tersebut dan dietahui bahwa limah ini mempunyai
potensi yang cukup besar sebagai bahan dasar dari arang. Oleh karena itu,
dilakukan pembuatan arang dari limbah kelapa sawit dengan menggunakan
proses torrefaction.
Gambar 3.10 Arang Hasil Torrefaction Inti Kelapa Sawit
Dari Hasil ultimate analysis dari torrefaction Palm Kernel Shell pun dapat
diketahu bahwa nilai kalor limbah yang telah ditorrefaction meningkat sehingga
memang efektif untuk dijadikan bahan bakar.
Gambar 3.11 Hasil Ultimate Analysis Torrefaction of Palm Kernal Shell
Eropa (terutama Belanda)
Di beberapa negara di Eropa, pellet hasil torrefaction telah banyak digunakan,
antara lain untuk proses pemanasan di industri, produksi tenaga listrik skala
besar, dan juga pemanasan pada daerah pemukiman. Pemanfaatan metode
torrefaction ini terutama dilakukan di negara Belanda. Bahkan di negara ini telah
dibentuk suatu organisasi khusus yang fokus pada penggunaan torrefation, yaitu
Dutch Torrefaction Associaton (DTA)
Gambar 3.12 Perusahaan yang bergerak di bidang Torrefaction
3.7 Potensi penerapan Torrefaction di Indonesia
Indonesia sebagai negara tropis kaya akan sumber alam hayati. Berbagai biomassa
banyak dijumpai yang dianggap sebagai limbah, sebagai contoh limbah pertanian,
perkebunan, hutan dan sebagainya. Pada proses pengolahan sumber daya alam hayati
tersebut juga dihasilkan limbah biomassa, sebagai contoh industri penggergajian kayu
(sawmill) akan dihasilkan serbuk gergaji, industri penggilingan padi akan dihasilkan
sekam, industri CPO (crude palm oil) akan dihasilkan cangkang sawit, tandan kosong
dan serabut, industri minyak kelapa akan dihasilkan tempurung kelapa. Industri-industri
pengolahan tersebut hampir tersebar pada semua daerah di Indonesia. Hal ini mengingat
Indonesia merupakan negara tropis sehingga berbagai komoditas pertanian, perkebunan
dan hutan pada semua wilayahnya. Proses penghancuran limbah secara alami
berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat menganggu lingkungan
sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui pendekatan
teknologi, limbah pertanian atau perkebunan tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi
bernilai guna dan bernilai ekonomi tinggi.
Gambar 3.13 Contoh biomassa di Indonesia (Cangkang Sawit dan Serbuk Gergaji)
Gambar 3.14 Biomassa di Indonesia (Sekam, tandan, serabut, dan tempurung kelapa)
Limbah-limbah biomassa tersebut jumlahnya sangat melimpah, sehingga berpotensi
mencemari lingkungan dan belum dimanfaatkan secara optimal. Luas area hutan
Indonesia pada tahun 2005 sebesar 88,50 juta ha, dengan ekspor kayu gergajian pada
tahun 2002 sebesar 0,39 juta m3/Cu M, maka limbah berupa sawdust yang dihasilkan
akan sangat besar, dan saat ini banyak dibuang ke sungai sehingga mencemari
lingkungan sekitar. Sedangkan sekam padi yang komposisinya 20-23% dari gabah. Pada
tahun 2009 saja dengan produksi gabah sekitar 63,84 juta ton, maka jumlah sekam yang
dihasilkan lebih dari 14,6 juta ton.
Seiring kebutuhan energi yang terus meningkat maka limbah-limbah biomassa tersebut
berpotensial digunakan pembangkit energi. Upaya meningkatkan kualitas bahan bakar
dari biomassa adalah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah penguraian bahan organik
secara termis, yaitu dengan memberikan panas pada bahan organik hingga
terdekomposisi. Perbedaan dengan pembakaran biasa adalah pada pirolisis keberadaan
oksigen dikontrol atau bahkan ditiadakan. Pirolisis merupakan salah satu metode untuk
mengubah biomassa menjadi bahan bakar stabil. Keuntungannya adalah bahan bakar
yang dihasilkan tidak menimbulkan asap, bernilai kalor tinggi dan menurunkan biaya
transportasi bila dibandingkan dengan biomassa dalam keadaan awalnya.
Kenaikan nilai kalor didapat pada proses pirolisis ini, sebagai contoh arang yang
dihasilkan dari pirolisis mempunyai nilai kalor 2 kali nilai kalor kayu bakar pada berat
yang sama. Arang dengan komponen penyusun utamanya berupa karbon dapat
digunakan sebagai bahan bakar, filter atau penjerap dengan diolah menjadi karbon aktif,
pewarna dengan diolah menjadi karbon black, arang briket untuk sumber energi, biochar
untuk aplikasi di pertanian dan berbagai kebutuhan industri kimia lainnya. Penggunaan
arang yang lain sebagai reduktor sebagaimana halnya coke pada industri logam, karena
mengandung karbon bebas yang tinggi (>70%).
Pengolahan limbah biomassa sebagai produk-produk bernilai ekonomi tinggi akan
memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan hutan, menghemat
bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan
memperkuat sektor pangan, mereduksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif
bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya bernilai
ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
kelestarian lingkugan. Dan konsep Zero Waste Activity bisa kita mulai dari sini.
Banyak kalangan memperhatikan bahwa biomass torrefaction akan segera menemukan
masa keemasannya pada beberapa tahun mendatang. Indonesia dan Malaysia khususnya
sebagai negara yang kaya akan jumlah biomassa maka akan sangat potensial untuk
mengaplikasikan teknologi ini. Industri kelapa sawit adalah salah satu potensi yang
sangat potensial untuk implementasinya. Banyaknya jumlah pabrik sawit dan tingginya
limbah padat yang dihasilkan mengindikasikan besarnya potensi bahan baku yang
berlimpah. Sementara dari sisi pasar adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa
kebutuhan energi akan terus meningkat berbanding lurus dengan peningkatan populasi
manusia.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Torrefaction adalah suatu jenis pyrolisis yang bekerja pada range temperatur 200 – 320o C.
Selama proses torrefaction berlangsung, properti biomass diubah supaya dapat menghasilkan
kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk pembakaran dan proses gasifikasi. Torrefaction
adalah sebuah teknologi yang sangat luar biasa untuk meningkatkan biomassa untuk aplikasi
pembakaran dan gasifikasi. Energy yang dihasilkan oleh torrefaction cukup besar sehingga
dapat menutupi biaya transportasinya, tetapi tidak untuk secara keseluruhan biaya operasional.
Beberapa keunggulan torrefaction antara lain, penyimpanan dan pengangkutan lebih mudah,
menghasilkan bahan bakar yang lebih seragam untuk proses gasifikasi, dan dapat menghasilkan
energy yang cukup besar jika digabungkan dengan proses gasifikasi.
4.2 Saran
Teknologi Torrefaction perlu dikenalkan lebih lanjut dalam penanganan limbah padat di
Indonesia. Dilihat dari karakteristik limbah padat yang dihasilkan di Indonesia, torrefaction
berpotensi menjadi sebuah solusi untuk mereduksi limbah padat yang berupa biomass yang ada
di Indonesia. Meskipun biaya operasional yang cukup tinggi, dengan banyaknya jenis limbah
padat yang ada di Indonesia, Torrefaction dapat menjadi salah satu solusi dalam memecahkan
masalah dalam mencari energy pengganti minyak bumi dan batu bara dalam pembangkit listrik.
DAFTAR PUSTAKA
http://gapra.files.wordpress.com/2009/01/makalah-limbah-padatgapra.pdf
http://jfe-pyroproject.blogspot.com/?z
http://pellets-wood.com/torrefaction-and-pelleting-o93.html
http://torrefication.blogspot.com/2009_05_01_archive.html
http://www.topellenergy.com/technology/torrefaction/
http://newenergyandfuel.com/http:/newenergyandfuel/com/2008/11/19/torrefaction-%E2%80%93-
a-new-process-in-biomass-and-biofuels/
ECN_Torrefaction of Biomass as pretreatmentLille.pdf
Persson – Torrefaction BFR – poster 1b. Pdf
Bergman, P.C.A. 2005.Combined Torrefaction and Pelletisation. Utrecht : SenterNovem
Mitchell_Elder_torrefaction. Pdf
Overview of European Torrefaction.pdf
Torrefaction Bamboo in India.pdf
Torrefaction Palm in Malaysia.pdf
http://www.dutchtorrefactionassociation.eu
http://www.tradeindia.com/fp438602/Palm-Kernel-Shell-Pellet.html
http://www.alibaba.com/buyofferdetail/103866876/Palm_Kernel_Shell_PKS_.html
http://riq7sun.wordpress.com/2010/10/09/cangkang-kelapa-sawit-dapat-menjadi-bahan-bakar-
pengganti-batu-bara/
http://agribrit.blogspot.com/2009/08/tempurung-kelapa-sebagai-bahan-baku.html