Lap Bioqmm

59
BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL PRAKTIKUM Pemeriksaan Methemoblobin B. TANGGAL Senin, 17 Mei 2010 C. TUJUAN 1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar methehemoglobin dalam darah dengan menggunakan spektrofometer. 2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan methehemoglobin pada saat praktikum setelah membandingkanya dengan nilai normal.

Transcript of Lap Bioqmm

Page 1: Lap Bioqmm

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL PRAKTIKUM

Pemeriksaan Methemoblobin

B. TANGGAL

Senin, 17 Mei 2010

C. TUJUAN

1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar methehemoglobin dalam

darah dengan menggunakan spektrofometer.

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan

methehemoglobin pada saat praktikum setelah membandingkanya dengan

nilai normal.

Page 2: Lap Bioqmm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI

Methemoglobin (MetHb) adalah suatu hasil oksidasi hemoglobin yang

yang tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengangkut oksigen. Banyak

zat misalnya amin aromatik, senyawa nitro aromatic, klorat, serta senyawa

nitrit dapat menyebabkan pembentukan metHb. Mekanismenya adalah karena

terjadi oksidasi Fe dalam Hb dari ferro menjadi ferri. Oksidasi ini mengubah

warna Hb menjadi coklat kehitaman. MetHb dalam darah adalah < 4 %

(WHO, 1997 dalam Sumirat 2003). Bila kadar MetHb meningkat sampai 15

%, contohnya pada keracunan nitrit, maka kulit akan menjadi kebiruan

(sianosis) yang timbul sebagai gejala kekurangan oksigen. Keracunan nitrit

pada bayi dengan kadar MetHb > 11 % akan menyebabkan penyakit “blue

Babies” atau methehemoglobinemia. Hal ini disebabkan karena system enzim

(NADH – NADPH) masih belum sempurna.

Hemoglobin yang berikatan dengan CO kandungan besi yang

terkandung di dalalamnya akan berubah dari besi ferro (Fe+2) menjadi ferri

(Fe+3). Hemoglobin merupakan suatu protein yang kompleks, tersusun dari

protein globin dan suatu senyawa bukan protein yang dinamakan hem. Hem

tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin, bagian pusatnya

ditempati oleh logam besi ( Fe). Jadi hem adalah senyawa porfirin-besi (Fe-

porfirin), sedangkan hemoglobin adalah kompleks antara globin-hem. Satu

molekul hem mengandung satu atom besi, demikian pula 1 protein globin

Page 3: Lap Bioqmm

hanya mengikat 1 molekul hem. Jadi, dalam tiap molekul hemoglobin

terkandung 4 atom besi. (Murray, 2003)

Protein tetramer komplek yang ada di dalam hemoglobin berikatan 4

atom oksigen dan atom oksigen ini terikat pada atom Fe2+ yang terdapat pada

hem. Besi yang berada dalam molekul hemoglobin sangat penting untuk

menjalan fungsi pelepasan dan pengikatan oksigen. Bila tubuh kekurangan zat

besi, maka jumlah hemoglobin akan berkurang sehingga jumlah oksigen yang

dibawa juga berkurang. Misalnya dalam keadaan defisiensi besi yang

menimbulkan kekurangan darah atau anemia (tepat disebutkan sebagai

kekurangan hemoglobin). Adanya besi ini dalam hemoglobin dapat dituliskan

sebagai Hb(Fe). Untuk dapat menjalankan fungsi mengikat oksigen, besi yang

terkandung dalam molekul hemoglobin harus dalam valensi rendah atau

tereduksi (Fe2+ atau ferro). Reaksi pengikatan oksigen oleh hemoglobin :

Hb(Fe2+ ) + O2 ↔ Hb(Fe2+ )O2 .Hemoglobin dengan besi dalam keadaan

tereduksi disebut hemoglobin tereduksi. Tetapi ion besi mempunyai valensi

yang lebih tinggi sehingga bisa terjadi reaksi oksidasi dan besi dalam keadaan

teroksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e- . Sehingga terbentuk hemoglobin teroksidasi atau

methemoglobin. Dalam keadaan teroksidasi, methemoglobin ini tidak dapat

menjalankan fungsinya untuk mengikat oksigen. (Murray, 2003) Peningkatan

tingkat dari nitrit dalam darah dapat memicu oksidasi hemoglobin,

menyebabkan methemoglobinemia (1, 2). Mekanisme oksidasi nitrit-

tergantung dari deoxyhemoglobin (deoxyHb) 2 dalam kondisi anaerobik, dan

potensi fisiologis dalam vasodilasi hipoksia baru-baru ini telah didirikan (,3-

Page 4: Lap Bioqmm

5). Namun, mekanisme reaksi antara oksihemoglobin (oxyHb) dan nitrit

belum sepenuhnya ditetapkan. (Barbara P, 2008)

Untuk mengetahui kadar normal dalam darah dapat dilakukan perhitungan

dengan rumus :

Kadar MetHb

Dimana :

Methb : Methemoglobin

OksiHb : Oksihemoglobin

DeoksiHb : Deoksihemoglobin

Page 5: Lap Bioqmm

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Spuit 3 cc

b. Tourniket

c. Plakon

d. Tabung reaksi

e. Rak tabung reaksi

f. Erlenmeyer 25 cc

g. Mikropipet (10 µl – 100 µl)

h. Yellow tip

i. Kuvet

j. Spektrofometer

2. Bahan

a. Sample darah

b. EDTA

c. Na Nitrit

d. Aquadest

Page 6: Lap Bioqmm

B. TATA URUTAN KERJA

Penetapan Oksihemoglobin

1. Ambil darah probandus menggunakan spuit, lalu masukan ke dalam

plakon yang telah di beri EDTA sebanyak satu spatula, untuk mencegah

penggumpalan.

2. Masukan aquadest 20 cc dalam erlenmeyer 25 cc.

3. Tambahkan plasma pada aquadest sebanyak 10 µl, homogenkan.

4. Masukan pada kuvet sebanyak 5 cc untuk dibaca absorbansinya pada

spektofometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai faktor 100

Penetapan Deoksihemoglobin

1. Ambil darah probandus menggunakan spuit, lalu masukan ke dalam

plakon yang telah di beri EDTA sebanyak satu spatula, untuk

mencegah penggumpalan.

2. Masukan aquadest 20 cc dalam erlenmeyer 25 cc.

3. Tambahkan plasma pada aquadest sebanyak 10 µl, homogenkan.

4. Lalu tambahkan Na Nitrit hingga warna kecoklatan.

5. Masukan pada kuvet sebanyak 5 cc untuk dibaca absorbansinya pada

spektofometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai faktor 100

C. NILAI NORMAL

Kadar MetHb dalam darah < 4 %

Page 7: Lap Bioqmm

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Identitas Probandus

Nama : Unggul Anugrah Pekerti

NIM : G1A009121

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Kadar : Oksihemoglobin : 4

Deoksihemoglobin : 2

MetHb = (absorb oksi – absorb deoksi) × 100 %

= 4 % - 2 %

= 2 %

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, dapat diketahui probandus dalam keadaan

normal karena kadar MetHb 2 % < 4 %.

Oksihemoglobin

+

Aquadest 20 cc Whole Blood 10 µl Homogenkan

Kuvet 5 cc

Di baca absorbansinya dalam spektrofotometer ( λ 546 nm)

Page 8: Lap Bioqmm

Deoksihemoglobin

+

Aquadest 20 cc Wole Blood 10µl Homogenkan + Na nitrit

Kuvet 5 cc

B. PEMBAHASAN

Praktikum pemeriksaan MetHb (Methemoglobin) dalam darah, diawali

dengan pengambilan darah probandus dengan menggunakan spuit sebayak 3 cc.

Setelah diambil, darah dimasukan ke dalam tabung EDTA sebanyak ± 2,5 cc

untuk dilakukan sentrifugasi yang akan digunakan untuk praktikum selanjutnya.

Masukan sisa darah ± 0,5 cc yang berada di sepet ke dalam plakon yang

sudah diberi EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetic Acid) sebanyak satu spatula

agar darah tidak menggumpal. Ambil tabung reaksi dua buah lalu isi dengan

aquadest masing – masing 20 ml yang dimana tabung satu untuk pengukuran

oksihemoglobin dan tabung dua untuk pengukuran deoksihemoglobin.

Untuk pengukuran oksihemoglobin yang pertama dilakukan adalah

masukan Whole Blood (darah yang telah ditambah EDTA) sebanyak 10 µl

dengan menggunakan mikro pipet ke dalam tabung satu, lalu homogenkan.

Di baca absorbansinya dalam spektrofotometer ( λ 546 nm)

Page 9: Lap Bioqmm

Setelah itu masukan sebanyak 5 cc ke dalam kuvet untuk dilakukan pengukuran

absorbansi oksihemoglobin di spektrofometer dengan panjang gelombang 546

nm dengan nilai faktor 100.

Sedangkan untuk pengukuran deoksihemoglobin sedikit berbeda yaitu,

setelah dilakukan pencampuran aquadest dengan whole blood dan

dihomogenkan pada tabung dua, ditambahkan Na nitrit sampai berwarna jernih.

Dalam hal ini, Na Nitrit berperan sebagai katalisator untuk mengoksidasi Fe2+

menjadi Fe3+, sehingga terbentuk methemoglobin. Lalu masukan ke dalam kuvet

sebanyak 5 cc. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi deoksihemoglobin

dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm

dengan nilai faktor 100.

C. APLIKASI KLINIS

Keadaan MetHb yang tidak normal dalam darah dapat membuat kadar

oksigen yang terikat dalam hemoglobin darah (oksihemoglobin) juga tidak

normal, dengan kata lain keduanya saling berkaitan. Berikut beberapa kelainan

mengenai MetHb :

1. Sianosis

Hemoglobin reduksi mempunyai warna gelap , dan bila konsentrasi

hemoglobin reduksi di dalam darah kapiler lebih besar dari 5 gr/dl, terlihat

warna biru kehitaman pada jaringan, yang disebut sianosis. Terlihatnya

sianosis bergantung pada jumlah total hemoglobin dalam darah, jumlah

hemoglobin yang tidak tersaturasi, serta derajat konstriksi kapiler dalam

sirkulasi. Sianosis paling mudah dilihat pada kuku dan membran mukosa

serta pada cuping telinga, pipi dan jari-jari yaitu pada bagian kulit tertipis.

Page 10: Lap Bioqmm

Sianosis tidak tampak pada:

a.Hipoksia anemia, karena kandungan hemoglobin total yang rendah

b. Pada keracunan karbon monoksida, karena warna hemoglobin reduksi

tertutup oleh warna merah-ceri dari karbon monoksihemoglobin

c.Hipoksia histotoksik, karena kandungan gasa dalam darah normal.

Kadar methemoglobin pada orang yang menderita sianosis lebih

tinggi dari kadar toleransi methemoglobin dalam tubuh. Peningkatan

methemoglobin ini terjadi karena adanya proses oksidasi besi.

2. Methemoglobinemia

Methemoglobinemia dapat diklasifikasikan sebagai keadaan yang

diturunkan atau didapat melalui pemberian obat dan zat kimia tertentu.

Kedua tipe methemoglobinemia ini jarang dijumpai. Penggunaan beberapa

obat tertentu (misal, golongan sulfonamida) atau zat kimia tertentu (misal,

anilin) dapat menyebabkan methemoglobinemia

Methemoglobinemia dapat terjadi jika bila kadar methemoglobin

>11 %. Hal ini disebabkan karena sistem enzim (NADH-NADPH) masih

belum sempurna. Enzim mengalami defisiensi yang menyebabkan kadar

metHb tinggi dan kadar Hb rendah sehingga menghambat pengikatan

oksigen dan terjadi pemupukan karbondioksida.

Methemoglobinemia pada bayi atau yang sering dikenal dengan

penyakit “ Blue Babies “ dapat terjadi bila kadar methemogolobin >11%.

Hal ini disebabkan karena system enzim (NADH-NADPH) masih belum

sempurna. Enzim mengalami defisiensi yang menyebabkan kadar MetHb

Page 11: Lap Bioqmm

tinggi sehingga menghambat pengikatan oksigen dan terjadi penumpukan

karbon dioksida yang memunculkan warna kebiruan.

3. Hipoksia

Hipoksia adalah kadaan dimana tubuh kekurangan oksigen, hal ini

dapat terjadi karena ketidak mampuan sel untuk mengikat oksigen. Kadar

hemoglobin dan MetHb pada orang yang mengalami hipoksia sangat

bervariasi, tergantung jenis hipoksia yang diderita. Kadar hemoglobin

tidak normal (kurang) pada jenis hipoksia anemia.

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Hipoksia dibagi

menjadi 4 jenis, yaitu

a. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), Yaitu apabila PO2 darah

arteri berkurang

b. Hipoksia anemia, yaitu apabila PO2darah arteri normal tetapi

jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangut O2 berkurang.

c. Hipoksia stagnan atau iskemik, bila aliran darah menuju jaringan

Sangay rendah sehingga tidak cukup O2 diantarkan ke jaringan

meskipun PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal.

d. Hipoksia Histotoksik, bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan

memadai, tetapi oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tidak

mampu menggunakan O2 yang diantarkan.

4. Anoksia

Istilah hipoksia lebih tepat dibandingkan anoksia , sebab jarang

dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal pada jaringan. Anoksia

adalah suatu keadaan dimana tubuh kehabisan O2 yang berada pada

Page 12: Lap Bioqmm

jaringan. Kehabisan oksigen ini dapat disebabkan oleh berbagai macam

sebab. Salah satunya adalah karena hemoglobin tidak dapat mengikat O2

sehingga sel kekurangan O2. (Guyton & Hall, 1997)

Page 13: Lap Bioqmm

BAB V

KESIMPULAN

1. Dari hasil pemeriksaan MetHb, oksiHb 4 dan deoksiHb 2 maka probandus

memiliki kadar MetHb 2 % yang merupakan kadar normal, karena < 4 %

2. MetHb merupakan hasil oksidasi hemoglobin yang dimana tidak dapat

mengikat oksigen kembali.

3. MetHb dapat diakibatkan oleh Na nitrit yang merupakan senyawa nitrit,

amin aromatik, nitro aromatik dan zat – zat lain yang dapat mengoksidasi

hemoglobin.

4. Aplikasi klinis untuk MetHb antara lain :

a. Sianosis

b. Methemoglobinemia

c. Hipoksia

d. Anoksia

Page 14: Lap Bioqmm

DAFTAR PUSTAKA

Agnes Keszler,Barbora Piknova,Alan N.Schechter et Neil Hogg.2008.The

Reaction between Nitrite and Oxyhemoglobin.America.The Journal of

Biological Chemistry.(Online),vol 283,no.15, (http://www.jbc.org,

diakses 19 Mei 2010).

Enika Nagababu et all.2003.Active Nitric Oxide Produced in the Red Cell under

Hypoxic Conditions by Deoxyhemoglobin-mediated Nitrite Reduction.

America: The Journal of Biological Chemistry.(Online). Available on

URL : http://www.jbc.org

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Maria .T Salgado, Enika Nagababu et Joseph .M Rifkind. 2009.Quantification

of Intermediates Formed during the Reduction of Nitrite by

Deoxyhemoglobin. America.: The Journal of Biolobical Chemistry.

(Online). Available on URL : http://www.jbc.org

Murray, Robert K., et.al. 2003. Biokimia Harper. Jakarta:EGC.

Soemirat,Juli.2003.Toksikologi Lingkungan. Bandung : Gajah Mada University

Press

Page 15: Lap Bioqmm

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL

Pemeriksaan Karboksihemoglobin (Metode Hinsberg – Lang)

B. TANGGAL

Senin, 17 Mei 2010

C. TUJUAN

1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar hemoglobin

dengan metode Hindsberg – Lang.

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil

pemeriksaan karboksihemoglobin dalam darah pada saat praktikum setelah

membandingkanya dengan nilai normal.

3. Mahasiswa akan dapat melakukan pemeriksaan

penunjang untuk membantu menegakan diagnosa dangan bantuan hasil

praktikum yang dilakukan.

Page 16: Lap Bioqmm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI

Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah

(SDM) dan berfungsi antara lain untuk :

1. Mengikat dan membawa oksigen dari paru – paru ke seluruh jaringan

tubuh.

2. Mengikat dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke

paru – paru.

3. Memberi warna merah pada darah.

4. Mempertahankan asam – basa tubuh.

Sel – sel darah merah (eritrosit) mampu mengkonsentrasikan

hemoglobin dalam cairan sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak

pernah meningkat dari nilai tersebut, karena merupakan batas metabolik dari

mekanisme pembentukan hemoglobin sel.

Hemoglobin merupakan protein tetramet komplek yang setiap

monomernya terikat pada gugus prostetik hem dan keseluruhan mempunyai

berat molekul 64.450 dalton. Darah mengandung 7,8 – 11,2 mmol hemoglobin

monomer 12,6 – 18,4 mol, tergantung pada umur dan jenis kelamin suatu

individu.

Pigmen merah hemoglobin dalam keadaan normal akan mengikat O2

dengan membentuk ikatan oksihemoglobin atau HbO2. Oksigen menempel

pada Fe2+ dalam heme, sedangkan pada orang yang keracunan CO maka

tempat hemoglobin mengikat O2 akan digantikan oleh CO sehingga

Page 17: Lap Bioqmm

membentuk ikatan karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Ikatan

karboksihemoglobin dapat mengantikan ikatan oksihemoglobin karena afinitas

O2 untuk hemoglobin jauh lebih rendah daripada afinitas karbon monoksida

oleh karena itu akan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen.

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dengan

tekanan dan temperatur yang tinggi, seperti pembakaran bensin, batu bara

maupun asap rokok. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak

berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak

berwarna. Gas CO juga merupakan pencemar yang amat berbahaya dan dapat

meracuni manusia karena ikatannya terhadap hemoglobin membentuk ikatan

karboksihemoglobin (HbCO). Ikatan HbCO lebih besar 200 kali dibandingkan

dengan ikatan Hb dengan oksigen. Jadi aliran oksigen dalam darah ke seluruh

tubuh dihambat oleh adanya gas CO. Gejala keracunan CO adalah sesuai

dengan gejala hipoksia dalam jaringan. Terdapat dua cara untuk megukur

kadar CO, yaitu dengan mengukur kadar karboksi hemoglobin dalam darah

dan mengukur kadar CO dalam udara ekspirasi. Pada keracunan CO yang

berat, akan terbentuk HbCO tinggi yang memberikan tanda sifat merah jambu

pada wajah penderita. Pengangkutan CO memerlukan media yang akan

mengikat dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Satu komponen utama

eritrosit yang berperan dalam hal tersebut adalah Hb. Molekul Hb terdiri dari

2 bagian yaitu globin dan gugus hem. Globin merupakan protein yang

terbentuk dari 4 rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat. Gugus hem

adalah gugus nitrogenosa nonprotein yang mengandung besi, yang masing-

Page 18: Lap Bioqmm

masing terikat ke satu polipeptida. Selain dengan oksigen juga berikatan

dengan CO2 , bagian ion hidrogen asam dari asam karbonat yang terionisasi,

dan CO (Sherwood, 2001).

Muatan Fe2+ dapat berubah menjadi Fe3+, hal ini dikarenakan oksidasi

oleh senyawa – senyawa pengoksidasi. Hemoglobinya disebut Methemoglobin

(MetHb) atau (HbFe3+) yang dimana hemoglobin dalam bentuk tersebut tidak

dapat mengikat oksigen kembali atau kehilangan afinitasnya dengan oksigen

yang dimana oksigen sangat diperlukan untuk semua sel tubuh. Pengenceran

dapat dilakukan untuk membedakan derivat dari hemoglobin misalnya

oksiHb, Hb dan HbCO yang dimana setiap pengenceran tersebut memiliki ciri

yang khas. OksiHb jika diencerkan akan berwarna merah kakuning –

kuningan, Hb berwarna merah kecoklatan dan HbCO berwarna terang

(carmine tint). Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilakukan pengukuran dengan

spektrofometer.

Mayoritas CO endogen diproduksi dalam reaksi dikatalisis oleh enzim

heme oxygenase (HO). Diinduksi HO (HO-1) dan HO konstitutif (HO-2)

sebagian besar diakui untuk peran mereka dalam oksidasi heme dan produksi

CO dan biliverdin. Jaringan distribusi jenis khusus dari HO isoform sebagian

besar terkait dengan tindakan biologis khusus CO pada sistem yang berbeda.

CO berfungsi sebagai molekul sinyal dalam sistem saraf, yang melibatkan

pengaturan neurotransmiter dan melepaskan neuropeptide, pembelajaran dan

memori, dan adaptasi bau respon dan banyak kegiatan saraf lainnya. (Ling

Yun Wu & Rui Wang, 2005)

Page 19: Lap Bioqmm

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Spuit 3 cc

b. Tourniquet

c. Plakon

d. Pipet ukur 5 ml

e. Mikro pipet (10 µl – 100 µl)

f. Yellow tip

g. Erlenmeyer 50 ml

h. Spatula

i. Tabung reaksi 10 ml

j. Rak tabung reaksi

k. Kuvet

l. Spektrofometer

2. Bahan

a. Sampel darah

b. EDTA

c. Amonia 0,1 %

d. Sodium dithionit

Page 20: Lap Bioqmm

B. TATA URUTAN KERJA

1. Siapkan sampel darah probandus berupa whole blood (darah 1 cc +

EDTA) di dalam plakon.

2. Masukan ammonia 0,1 % sebanyak 20 ml ke dalam erlenmeyer 50 ml.

3. Ambil whole blood sebanyak 10 µl dengan menggunakan mikro pipet dan

yellow tip.

4. Masukan ke dalam erlenmeyer yang berisi ammonium 0,1 %

5. Kemudian bagi menjadi dua ke dalam tabung reaksi, masing – masing

sebanyak 10 ml.

a. Tabung 1 : tanpa ditambahkan sodium dithionit.

b. Tabung 2 : ditambahkan sodium dithionit sebanyak satu spatula.

6. Inkubasi selama 5 menit,

7. Masukan kedua campuran tersebut ke dalam kuvet secukupnya,

8. Lalu ukur absorbansinya pada spektrofometer dengan panjang gelombang

546 nm dan nilai faktor 6,08.

C. NILAI NORMAL

CO endogen : 0,7 %

HbCO : < 1 %

Batas toleransi HbCO : 2 % - 4 %

5 % : mulai timbul gejala / tidak normal / keracunan

Page 21: Lap Bioqmm

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Identitas Probandus

Nama : Unggul Anugrah Pekerti

NIM : G1A009121

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Hasil pengukuran :

a. Tabung 1 : tanpa ditambah sodium dithionit = 0,06 BR (A)

b. Tabung 2 : dengan ditambah sodium dithionit = 0,02 %

Dari hasil pengukuran sampel darah probandus didapatkan kadar HbCO 0,02

% yaitu kadar HbCO dalam darah probandus dalam keadaan normal, karena

kadar HbCO < 1 %.

Page 22: Lap Bioqmm

Tabung 1

+

Whole Blood Ammonia 0,1 % Homogenkan Tabung 210 µl 20 ml

+ Sodium dithionit

inkubasi kuvet

Spektrofometer ( gel 546 nm )

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum pemeriksaan HbCO, menggunakan sampel darah

probandus yang diambil menggunakan spuit. Darah yang telah diambil lalu

dimasukan ke dalam plakon yang telah di beri EDTA (Etilen Diamin Tetra

Acetic Acid) sebanyak satu spatula agar tidak menggumpal. Whole blood

(darah + EDTA) diambil sebanyak 10 µl dengan menggunakan mikro pipet

dan yellow tip, lalu masukan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan

ammonia 0,1 % sebanyak 20 ml, homogenkan.

Campuran whole blood dengan ammonia yang telah dihomogenkan

dibagi menjadi dua pada tabung reaksi satu dan dua yang masing – masing 10

ml. Pemberian amonium salisilat pada saat praktikum bertujuan untuk

Page 23: Lap Bioqmm

melarutkan HbCO dan membuat ikatan antara Hb dan CO menjadi lebih

renggang. Pada tabung reaksi satu tidak ditambahkan dengan sodium dithionit

sedangkan pada tabung reaksi dua ditambahkan sodium dithionit sebanyak

satu spatula untuk mengukur kadar HbCO, lalu diinkubasi selama 5 menit.

Setelah diinkubasi kemudian tuang campuran pada tabung satu dan tabung dua

ke dalam masing – masing kuvet secukupnya, untuk dilakukan pengukuran

absorbansi dengan menggunakan alat spektrofometer.

Hemoglobin yang berikatan dengan CO kandungan besi yang

terkandung di dalalamnya akan berubah dari besi ferro (Fe+2) menjadi ferri

(Fe+3). Hemoglobin merupakan suatu protein yang kompleks, tersusun dari

protein globin dan suatu senyawa bukan protein yang dinamakan hem. Hem

tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin, bagian pusatnya

ditempati oleh logam besi ( Fe). Jadi hem adalah senyawa porfirin-besi (Fe-

porfirin), sedangkan hemoglobin adalah kompleks antara globin-hem. Satu

molekul hem mengandung satu atom besi, demikian pula 1 protein globin

hanya mengikat 1 molekul hem. Jadi, dalam tiap molekul hemoglobin

terkandung 4 atom besi.

Protein tetramer komplek yang ada di dalam hemoglobin berikatan 4

atom oksigen dan atom oksigen ini terikat pada atom Fe2+ yang terdapat pada

hem. Besi yang berada dalam molekul hemoglobin sangat penting untuk

menjalan fungsi pelepasan dan pengikatan oksigen. Bila tubuh kekurangan zat

besi, maka jumlah hemoglobin akan berkurang sehingga jumlah oksigen yang

dibawa juga berkurang. Misalnya dalam keadaan defisiensi besi yang

menimbulkan kekurangan darah atau anemia (tepat disebutkan sebagai

Page 24: Lap Bioqmm

kekurangan hemoglobin). Adanya besi ini dalam hemoglobin dapat dituliskan

sebagai Hb(Fe)4. Untuk dapat menjalankan fungsi mengikat oksigen, besi

yang terkandung dalam molekul hemoglobin harus dalam valensi rendah atau

tereduksi (Fe2+ atau ferro). Reaksi pengikatan oksigen oleh hemoglobin :

Hb(Fe2+ ) + O2 ↔ Hb(Fe2+ )O2 .Hemoglobin dengan besi dalam keadaan

tereduksi disebut hemoglobin tereduksi. Tetapi ion besi mempunyai valensi

yang lebih tinggi sehingga bisa terjadi reaksi oksidasi dan besi dalam keadaan

teroksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e- . Sehingga terbentuk hemoglobin teroksidasi atau

methemoglobin. Dalam keadaan teroksidasi, methemoglobin ini tidak dapat

menjalankan fungsinya untuk mengikat oksigen. (Murray, 2003)

C. APLIKASI KLINIS

1. Sickle Sell (anemia bulan sabit)

Pada penderita penyakit ini, hemoglobin yang umum ditemukan

bukan HbA, melainkan hemoglobin khusus bernama HbS. Globin β dalam

HbS berbeda dengan yang ada dalam HbA. Asam amino ke 6 dari globin β

tersebut tidak lagi asam glutamat melainkan sudah digantikan dengan

asam amino lain, yaitu valin. Walaupun perubahan ini sangat kecil, hanya

1 asam amino dari 574 asam amino molekul hemoglobin utuh (0,17 %),

tetapi dampaknya sangat besar. HbS menjadi sukar larut bila telah

melepaskan oksigen dan mengikat H+. Akibatnya, bentuk sel darah merah

yang mengandung HbS tidak lagi bikonkaf melainkan seperti sabit.

Perubahan ini terjadi terutama ketika sel darah merah tersebut berada

dalam pembuluh kapiler. Sel yang berubah bentuk ini juga dengan cepat

Page 25: Lap Bioqmm

dihancurkan oleh sel-sel fagosit, sehingga dalam jangka panjang terjadilah

anemia.

Mutasi pada salah satu amino yang mengakibatkan terjadinya Hb

tidak lazim tidak selalu menyebabkan anemia. Anemia baru akan terjadi

jika Hb tidak lazim yang terbentuk mengalami perubahan sifat-sifat

fisikokimia sehingga terlacak oleh sel-sel fagosit sebagai suatu benda

asing atau sebagai sel darah merah yang sudah menua sehingga harus

disingkirkan.

2. Thalasemia

Seperti yang telah diketahui, molekul hemoglobin merupakan

heterotetramer (tetramernya tidak seragam) dan tersusun dari dua macam

protein globin. Pada penyakit ini, sel bakal darah merah tidak mampu

mensintesis salah satu globin tersebut, biasanya globin β. Akibatnya,

sebagai imbangannya dibuatlah globin γ dalam jumlah yang tidak

mencukupi, atau bahkan hanya globin α. Dalam keadaan yang terakhir ini,

hemoglobin yang terbentuk bukan lagi heteritetramer melainkan

homotetramer, berupa α4. Hemoglobin seperti ini tidak stabil dan mudah

dioksidasi oksigen yang dibawanya sendiri. Akibatnya, hemoglobin

tersebut rusak karena teroksidasi menjadi methemoglobin dan sel darah

merah yang mengandung hemoglobin yang teroksidasi dan rusak tersebut

dengan cepat dihancurkan oleh sel-sel fagosit. Dengan demikian terjadilah

anemia.

Page 26: Lap Bioqmm

3. Hipoksia

Suatu keadaan insufisiensi O2 tingkat sel. Ada 4 macam kategori

hipoksia yaitu hipoksia hipoksik, hipoksia anemik, hipoksia sirkulasi, dan

hipoksia hiptotoksik. Salah satu dari jenis hipoksia yang berkaitan

dengan penurunan kapasitas darah dalam mengangkut O2 yaitu hipoksia

anemik. Salah satu penyebabnya adalah keracunan CO. CO

menyebabkan Hb tidak bisa mengikat O2 sehingga sel mengalami

kekurangan O2 sehingga gagal dalam proses pembentukan ATP. Selain

CO, penyebab hipoksia anemik diantaranya adalah penurunan jumlah

eritrosit dalam sirkulasi dan jumlah Hb yang tidak adekuat untuk

mengikat O2. Pada umumnya, hipoksia anemik memiliki kondisi dengan

tekanan O2 normal, namun kandungan O2 arteri lebih rendah karena Hb

yang tersedia tidak adekuat (Sherwood, 2001).

Page 27: Lap Bioqmm

BAB V

KESIMPULAN

1. Hasil pengukuran sampel darah probandus didapatkan kadar HbCO

0,02 % yaitu kadar HbCO dalam darah probandus dalam keadaan normal,

karena kadar HbCO < 1 %.

2. Gas karbonmonoksida (CO) merupakan gas yang berbahaya,

karena karakteristiknya yang dapat mengikat Hb 200 kali lebih kuat dari

pada dengan oksigen (O2) tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna

sehingga sulit untuk diidentifikasi dan dapat menimbulkan kematian.

3. Manifestasi klinik antara lain yaitu :

a. Sickle Sell (anemia bulan sabit)

b. Thalasemia

c. Hipoksia

Page 28: Lap Bioqmm

DAFTAR PUSTAKA

Agnes Keszler,Barbora Piknova,Alan N.Schechter et Neil Hogg.2008.The

Reaction between Nitrite and Oxyhemoglobin.America.The Journal of

Biological Chemistry.(Online),vol 283,no.15, (http://www.jbc.org,

diakses 19 Mei 2010).

Ling Yun Wu et Rui Wang. 2005. Carbon Monoxide: Endogenous Production,

Physiological Functions, and Pharmacological Applications. America:

Pharmacology and Experimental Therapeutics.(online). Available on

URL : http://pharmrev.aspetjournals.org

Maria .T Salgado, Enika Nagababu et Joseph .M Rifkind. 2009.Quantification

of Intermediates Formed during the Reduction of Nitrite by

Deoxyhemoglobin. America.: The Journal of Biolobical Chemistry.

(Online). Available on URL : http://www.jbc.org

Murray, Robert K., et.al. 2003. Biokimia Harper. Jakarta:EGC.

Sherwood, Lauralle.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Soemirat, Juli.2003.Toksikologi Lingkungan. Bandung : Gajah Mada Unoversity

Press

Page 29: Lap Bioqmm

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL

Pemeriksaan Asetilkolinesterase (Metode DGKC – New)

B. TANGGAL

Senin, 17 Mei 2010

C. TUJUAN

1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar enzim asetilkolinesterase dengan

metode DGKC new.

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hesil pemeriksaan enzim

asetilkolinesterase pada saat praktikum setelah membandingkanya dengan

nilai normal.

3. Mahasiswa akan dapat melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang

ditandai oleh hasil aktivitas enzim asetilkolinesterase abnormal / patologis

melalui bantuan hasil praktikum yang dilakukan.

Page 30: Lap Bioqmm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI

Asetilkolin (Ach) merupakan zat yang dilepaskan oleh nervus yang

terkena rangsang. Dalam ujung saraf kolinergik, Ach disimpan dalam

gelembung sinaps yang dilepaskan oleh NAP (Nervus Action Potencial).

Sebagai transmitter asetilkolin harus diinaktifkan dalam waktu yang cepat.

Pada sambungan saraf otot, Ach dirusak secara cepat dalam waktu kurang dari

satu milidetik. Kolinesterase yang tersebar luas di berbagai jaringan dan cairan

tubuh, menghidrolisis Ach menjadi kolin dan asam asetat. Ada dua macam

kolinesterase yaitu asetilkolinesterase (AchE) dan butirilkolinesterase

(BuchE). Asetilkolinesterase terutama terdapat pada tempat transmisi

kolinergik pada membran pra maupun post sinaps dan AchE merupakan

kolinesterase sejati yang terutama berfungsi memecah Ach. Sedangkan

butirilkolinesterase (BuchE) berfungsi dalam mengeliminasi suksinilkolin

yaitu suatu obat relaksan otot rangka dan fungsi fisiologis lainya belum

diketahui, lalu AchE menghidrolisis metakolin.

Enzim AchE menghentikan transmisi kolinergik sehingga

penghambatan terhadap enzim ini misal oleh suatu senyawa organophospat

(sejenis insektisida) menyebabkan aktifitas kolinergik yang berlebihan dan

perangsangan reseptor kolinergik secara terus menerus yang diakibatkan oleh

penumpukan Ach yang tidak dihidrolisis oleh kolinesterase. Zat yang

menghambat Ach dikenal sebagai antikolinesterase (anti AchE). Dalam urutan

kekuatan yang meningkat dikenal senyawa – senyawa anti AchE sebagai

Page 31: Lap Bioqmm

berikut : fisostigmin, prostigmin, diisoprophil fluoro phospat (DFP) dan

senyawa – senyawa insektisida organophospat seperti malation, paration, dll.

Kontraksi otot terjadi dimana jika suatu potensial aksi berjalan di

sepanjang saraf motorik sampai ke ujung dan pada setiap ujung saraf

mengekskresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin. Asetilkolin bekerja

pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka banyak gerbang

asetilkolin. Potensial aksi terjadi bila natrium masuk melalui gerbang

asetilkolin yang terbuka dan berjalan di sepanjang membran serat otot

sehingga menimbulkan depolarisasi. Pada tempat dimana potensial aksi

retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium yang

menimbulkan kekuatan yang menarik antara filamen aktin dan miosin yang

menyebabkan gerak bersama – sama dan menghasilkan proses kontraksi.

(Guyton & Hall, 1997)

Inaktivasi ACh disebabkan oleh adanya enzim asetilkolinesterase yang

terdapat pada membran motor end plate. Enzim ini mengontrol kontraksi otot

dengan menghentikan aktvitas listrik di serat otot jika tidak ada sinyal.

Kontraksi otot terjadi karena ACh berkontak dengan motor end plate sehingga

aliran Na+ dan K+ tetap ada untuk menimbulkan energi potensial. Jika kerja

ACh ini terus dibiarkan maka otot akan terus bekerja hingga kelelahan

walaupun tidak ada potensial aksi lebih lanjut di neuron motorik (Sherwood,

2001).

Dengan tidak adanya aktivitas otot postsynaptic atau menimbulkan

pelepasan neurotransmitter saraf presynaptic, penyisipan AChE mengalami

penurunan secara signifikan, sedangkan stimulasi langsung dari otot

Page 32: Lap Bioqmm

dipulihkan sepenuhnya penyisipan AChE untuk mengendalikan jumlahnya.

AChE bergantung ditengahi oleh kalsium intraselular. Pada otot dirangsang

dengan adanya blocker saluran Ca2 + atau chelator + kalsium-permeabel Ca2,

penyisipan AChE ke sinapsis menurun, sedangkan ryanodine atau ionofor

A12387 pengobatan diblokir dan unstimulated sinapsis penyisipan AChE

mengalami peningkatan yang signifikan. Ini menunjukkan bahwa aktivitas

sinaptik sangat penting untuk dimasukkan AChE dan menunjukkan kenaikan

kalsium intraselular kalsium baik melalui saluran tegangan gated atau dari

toko intraseluler sangat penting untuk dimasukkan AChE tepat ke sinaps

dewasa. (Martinez et all, 2005)

Page 33: Lap Bioqmm

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Spuit 3 cc

b. Tourniquet

c. Plakon

d. Eppendorf

e. Sentrifugator

f. Mikro pipet (10 µl – 1000 µl)

g. Yellow tip

h. Pipet ukur 5 ml

i. Kuvet

j. Spektrofometer

2. Bahan

a. Darah

b. EDTA

c. Reagen 1 (buffer kolinesterase)

d. Reagen 2 (substrat butiril kolin)

Page 34: Lap Bioqmm

B. TATA URUTAN KERJA

1. Persiapan sampel (plasma) :

a. Ambil darah probandus sebanyak 3 cc menggunakan spuit.

b. Masukan darah ke dalam tabung eppendorf yang sebelumya telah

diberi EDTA dan didiamkan selama 10 menit dalam suhu ruangan.

c. Darah yang sudah diberi EDTA kemudian disentrifuge dengan

kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.

2. Persiapan working reagen :

Reagen 1 (buffer kolinesterase) dicampur dengan reagen 2 (substrat

butirilkolin) dengan perbandingan 4 : 1, kemudian diambil sebanyak 1000

µl untuk dilakukan pengujian.

3. Working reagen sebanyak 1000 µl dicampur dengan 10 µl

plasma pada kuvet, lalu diinkubasi selama 3 menit.

4. Setelah inkubasi kemudian dilakukan pengukuran pada

spektofometer dengan panjang gelombang 405 nm dan nilai faktor 13160

dalam satu menit.

C. NILAI NORMAL

Laki – laki : 5100 – 11700 U/l

Permpuan : 4000 – 12600 U/l

Aktivasi kolinterase = X × 100 %

Nilai normal (min)

Ket :

X : hasil pengukuran ×10

Page 35: Lap Bioqmm

Aktivasi :

≥ 75 % : normal

50 – 74 % : ringan

25 – 49 % : sedang

< 25 % : berat

Page 36: Lap Bioqmm

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Identitas Probandus

Nama : Unggul Anugrah Pekerti

NIM : G1A009121

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Setelah diukur menggunakan spektofometer menunjukan hasil : 915,21

Jadi X = 915,21 × 10

= 9152,1

Ini menunjukan bahwa probandus memiliki kadar kolinterase normal, karena

dalam rentang 5.100 – 11.700.

Sedangkan untuk aktivasi kolinterase didapat :

Aktivasi kolinterase = X × 100 % Nilai normal (min)

= 9152,1 × 100 %

5.100

= 179,45 %

Berdasarkan dari hasil perhitungan aktivasi kolinterase, probandus dalam

keadaan normal karena ≥ 75 %.

Page 37: Lap Bioqmm

Plasma

Darah Serum

Sentrifuge 10 menit pada 4000 rpm

Plasma 10 µl Beaker glass Tabung reaksi

+

Reagen 1 Reagen 2 Kuvet 4 ml 1 ml

Spektrofometer 405 nm

Page 38: Lap Bioqmm

B. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan asetilkolinesterase (AchE) yang pertama dilakukan

adalah mengambil darah probandus dengan menggunakan spuit sebanyak 3 cc.

Tetapi pada pemeriksaan sebelumnya telah dilakukan pengambilan darah

probandus sebanyak 3 cc, dan telah digunakan pada pemeriksaan MetHb dan

HbCO sebanyak 0,5 cc sehingga tersisa darah 2,5 cc. Darah tersebut telah

dimasukan ke dalam tabung eppendorf lalu disentrifuge pada 4000 rpm selama

10 menit.

Setelah 10 menit, pada tabung eppendorf tampak plasma dan serum

darah. Plasma pada bagian atas berwarna kuning jernih sedangkan serum di

bagian bawah berwarna merah gelap. Pada praktikum ini yang digunakan

adalah plasma darah. Ambil plasma sebanyak 10 µl dengan menggunakan

mikro pipet dan yellow tip, lalu masukan ke dalam tabung reaksi yang telah

berisi reagen 1 (buffer kolinterase) dan reagen 2 (substrat butirilkolin) dengan

pebandingan 4 : 1 setelah itu homogekan dan inkubasi selama 3 menit.

Setelah diinkubasi tuang campuran ke dalam kuvet untuk dilakukan

pengukuran pada spektrofometer. Setelah dilakukan pengukuran dihasilkan

angka 915,21 pada spektrofometer. Untuk mengukur kadar asetilkolinesterase

dilakukan perhitungan perkalian dengan 10 maka dihasilkan kadar

asetilkolinesterase 9152,1.

Page 39: Lap Bioqmm

C. APLIKASI KLINIS

1. Botulism

Botulism merupakan penyakit yang diakibatkan oleh toksin

Clostridium botulinum yang dimana bakteri tersebut hidup anaerob. Gejala

awal pada botulism adalah mata tidak dapat berfokus dan kelemahan otot yang

terakhir dengan paralisis tungkai. (Sumirat, 2003)

Toksin yang dihasilkan sangat mematikan, karena dalam satu miligram

toksin murni dapat mematikan satu juta hewan uji. Toksin ini merupakan

protein dengan berat molekul 1500.000. Toksisitas terjadi apabila toksin

berikatan dengan membran pre-sinaptik pada sinaps neuro-muskuler, dan

memblokir pengeluaran (eksositosis) enzim asetilkolin. Dengan tidak adanya

asetilkolin, maka impuls saraf tidak dapat diteruskan pada otot dan kontraksi

otot tidak terjadi sehingga terjadi kelumpuhan. (Sumirat, 2003)

2. Miastenia Gravis

Miastenia gravis merupakan kelumpuhan ketidak mampuan

sambungan neuro muskular untuk menghantarkan sinyal dari serat syaraf ke

serat otot. Secara patologis, di dalam darah penderita terlihat antibodi yang

menyerang protein transpor bergerbang asetilkolin. Pada penyakit ini ada

anggapan bahwa orang yang mengalami miastenia gravis adalah akibat reaksi

autoimun, karena pada penderita terbentuk antibodi yang melawan saluran ion

teraktivasi asetilkolin miliknya sendiri. Apabila penyakit cukup parah,

penderita meninggal akibat paralisis, terutama paralisis otot pernapasan.

Biasanya penyakit ini dapat disembuhkan dengan pemberian neostigmin atau

beberapa obat antikolinesterase lainya. (Guyton & Hall, 1997)

Page 40: Lap Bioqmm

BAB V

KESIMPULAN

1. Hasil pengukuran AchE pada probandus didapatkan kadar 9152,1 dalam

keadaan normal, karena dalam rentang 5.100 – 11.700 U/l. Untuk aktivasi

AchE didapatkan 179,45 %.

2. Enzim AchE merupakan enzim yang amat penting untuk mengatur kadar

neurotransmiter.

3. Dalam jumlah yang tidak normal Ach maupun AchE dapat menimbulkan

gejala patologis seperti gemetar.

4. Aplikasi klinis antara lain :

a. Botulism

b. Miastenia Gravis

Page 41: Lap Bioqmm

DAFTAR PUSTAKA

Deschenes, Julie et all. 2005. The RNA-binding Protein HuR Binds to

Acetylcholinesterase Transcripts and Regulates Their Expression in

Differentiating Skeletal Muscle Cells. America: The Journal of Biological

Chemistry. (online). Available on URL : http://www.jbc.org

Carlos .A Ruiz et Richard .L Rotundo.2009. Dissociation of Transcription,

Translation, and Assembly of Collagen-tailed Acetylcholinesterase in

Skeletal Muscle. America: The Journal of Biological Chemistry. (online).

Available on URL : http://www.jbc.org

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Martinez, Isabel et all. 2005. In Vivo Regulation of Acethylcolinesterase

Insertion at The Neuro Muscular Junction. America: The Journal of

Biological Chemistry. (online). Available on URL : http://www.jbc.org

Murray, Robert K., et.al. 2003. Biokimia Harper. Jakarta:EGC.

Sherwood, Lauralle.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Soemirat, Juli.2003.Toksikologi Lingkungan. Bandung : Gajah Mada University

Press