LANDASAN TEORI Menurut Umar (2008:128) manajemen · PDF fileMenurut Umar ... tersebut karyawan...
Transcript of LANDASAN TEORI Menurut Umar (2008:128) manajemen · PDF fileMenurut Umar ... tersebut karyawan...
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Umar (2008:128) manajemen sumber daya manusia adalah suatu
perencanaan, pengorganisasian, dalam pergerakan dan pengawasan atas
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk pencapaian tujuan organisasi
perusahaan secara terpadu.
Menurut Dessler (2005:4) manajemen sumber daya manusia adalah suatu
kebijakan dan praktek yang melibatkan seseorang atau aspek sumber daya manusia
dari posisi manajemen yang termasuk perekrutan, memilih, melatih, memberikan
penghargaan, dan menilai. Jadi dari definisi sumber daya manusia di atas dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah suatu
fungsi organisasi yang terdiri atas proses dan sistem yang dapat memengaruhi
kepegawaian yang efektif dan efisien, sehingga tujuan organisasi dan individual pun
dapat dicapai.
Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu didalam suatu
organisasi dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan.
2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk mencapai tujuan, strategi, misi, dan kebijakan dari perusahaan, manajemen
sumber daya manusia memiliki fungsi-fungsinya sehingga perusahaan dapat bersaing
secara baik dengan perusahaan lainnya (Bohlander dan Snell 2010:150). Fungsi-
fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut adalah:
1) Recruitment
Karyawan merupakan seseorang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
menjalankan kegiatan perusahaan. Untuk itu sebelum perusahaan dijalankan maka
pihak perusahaan akan melakukan suatu proses yang disebut dengan proses
pencarian para karyawan (Bohlander dan Snell 2010:150). Proses pencarian para
karyawan dilakukan berdasarkan standarisasi perusahaan. Standarisasi tersebut
haruslah berkaitan dengan kriteria-kriteria yang dibutuhkan perusahaan, seperti
6
contohnya seorang karyawan haruslah mempunyai pengetahuan yang baik dan
cakap, kemampuan intelektual, efisiensi dalam bekerja, karakter khusus yang baik
dan beberapa pemikiran yang nantinya dapat membantu sebuah perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya (Bohlander dan Snell 2010:150).
2) Selection
Tahap selanjutnya adalah perusahaan akan menjalankan sebuah proses yang disebut
dengan proses penyeleksian. Calon karyawan yang telah memberikan data mengenai
data diri mereka atau data yang berhubungan dengan spesifikasi sebuah pekerjaan
akan diseleksi dan dipilih oleh perusahaan berdasarkan kualifikasinya. Dalam tahap
penyeleksian biasanya perusahaan.melakukan suatu proses calon karyawan di mana
kriteria dan data calon karyawan tersebut sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Dalam tahap tersebut perusahaan melakukan pendataan dan pencatatan, dan
kemudian perusahaan akan memasukkan dan mengkategorikan calon karyawan
tersebut kepada deskripsi pekerjaan atau yang biasa disebut job description. Arti dari
job description adalah penetapan akan sebuah pekerjaan, tanggung jawab dan
kewajiban seorang karyawan dalam melakukan tugasnya (Bohlander dan Snell
2010:151).
3) Training dan developing
Setelah itu tahap selanjutnya adalah proses pelatihan dan pengembangan dimana
dalam tahap ini karyawan yang telah diterima oleh perusahaan harus melakukan
beberapa proses pelatihan dan pengembangan sehingga nantinya karyawan tersebut
menjadi terbiasa kepada pekerjaan yang ada dalam perusahaan tersebut. Proses
tersebut karyawan baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja
lapangan (Bohlander dan Snell 2010:151).
4) Performance appraisal
Proses ini haruslah didukung dan dibantu dengan kemampuan dan keahlian
karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi terhadap
pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai target atau bekerja
melebihi batas kemampuan dan standarisasi perusahaan maka karyawan tersebut
berhak atas suatu penghargaan yang didasari kepada kinerja atau performance
appraisal (Bohlander dan Snell 2010:151).
5) Compensation management
Tahap yang terakhir adalah proses pemberian kompensasi dimana setiap karyawan
bekerja atas keinginan pencapaian akan suatu materi, sedangkan di lain pihak
7
perusahaan sangat membutuhkan karyawan untuk dapat menggunakan kemampuan
dan keahlian mereka untuk dapat menjalankan perusahaan tersebut. Selain itu juga
perusahaan membutuhkan karyawan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu berupa
keuntungan (Bohlander dan Snell 2010:151).
2.2 Organizational Justice
2.2.1 Equity Theory
Menurut Robbins dan Judge. (2008:255) Equity adalah sebuah teori yang
mengatakan bahwa kepuasan seseorang tergantung dari individu yang merasakan ada
keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya.
Ada empat perbandingan rujukan karyawan untuk menambah kompleksitas teori
ekuitasyaitu :
1. Self-inside : Pengalaman seorang karyawandalam posisi berbeda yang terdapat
dalam organisasi saat ini.
2. Self-outside : Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi diluar
organisasi saat ini.
3. Other-inside : Individu lain atau kelompok individu yang ada didalam organisasi
karyawan.
4. Other-Outside : Individu lain atau kelompok individu yang ada diluar organisasi
karyawan.
2.2.2 Pengertian Organizational Justice
George Dan Jones (2008:175) menyatakan, "teori Organizational Justice
berkaitan dengan persepsi karyawan terhadap keadilan secara keseluruhan dalam
organisasi mereka. Tiga bentuk Organizational Justice adalah Distributif Justice,
Procedural Justice, Interacsional Justice. Persepsi Organizational Justicedapat
memiliki konsekuensi luas untuk merubah motivasi karyawan, sikap, dan perilaku.
Koperasi keadilan organisasional berkaitan dengan persepsi pegawai terhadap
keadilan secara keseluruhan.
Organizational justice merupakan salah satu elemen dasar dari teori equity
yang berarti keadilan di mana seseorang menilainya berdasarkan perlakuan yang
mereka dapatkan serta bagaimana sesorang merasa adil secara merata dilihat dari
tempat kerja dan prakteknya (Schermerhorn et al2012:109-110). Menurut Glinow,
Von Marry Ann and McShane, Steven L (2007:128), Ia berpendapat Organizational
8
Justice adalah sejauh mana para pekerja percaya bahwa mereka diperlakukan secara
adil. Bisa berhubungan dengan seleksi, promosi penilaian kinerja, meningkatkan
kinerja, dan lainnya. Menurut Greenberg dan Colquitt (2005:93) Organizational
Justice berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan manajerial, persepsi
kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor individu dan situasional serta
menjelaskan persepsi keadilan individu dalam organisasi. Menurut Tabibnia, Satpute
dan Lieberman (2008:339) Organizational Justice dapat mencakup masalah yang
berkaitan dengan persepsi gaji yang adil, kesempatan yang sama untuk mendapatkan
promosi kenaikan jenjang karir dan prosedur seleksi yang benar. Menurut Hughes
(2006:288) Organizational Justice merupakan pendekatan kognitif berdasarkan
penyimpulan daripernyataan beberapa orang yang diperlakukan tidak adil
dankehilangan produktivitas, kepuasan, dan komitmen untuk organisasi mereka.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Organizational Justice adalah sejauh mana
keadilanseseorang dinilai berdasarkan perlakuan yang mereka dapatkan dari persepsi
karyawan masing-masing terhadap keadilan dalam organisasi. Bisa berhubungan
dengan kepuasan, komitmen untuk organisasi, atau meningkatkan kinerja.
2.2.3 DimensiOrganizational Justice
Menurut Crow (2010:402-423), jenis-jenis Organizational Justice dibedakan
ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Distributif Justice (keadilan distributif)
Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan dengan
imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi.
persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu dengan berbagai
pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan
kesempatan untuk kemajuan.
Selanjutnya, Muchinsky mengatakan bahwa keadilan distrbutif dinilai melalui tiga
perspektif. Perspektif ini merupakan tambahan dari pandangan sebelumnya, yaitu :
(1) Equity, hasil yang didapat individu harus sesuai dengan kontribusi yang
diberikannya. Misalnya: semakin tinggi produktivitas kerja individu, semakin tinggi
bonus yang didapat.
(2) Equality, semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam
mendapatkan hasil/keputusan. Misalnya: semua pegawai mendapatkan jumlah bonus
yang sama di akhir tahun.
9
(3) Need, pengalokasian hasil yang ideal sesuai dengan kebutuhan individu.
Misalnya: dalam pembagian bonus, individu yang sedang membutuhkan bantuan
finansial mendapat bonus lebih besar.
Menurut Greenberg dan Baron(2008:46) keadilan distributif didefinisikan sebuah
bentuk Organizational Justice yang berfokus pada keyakinan karyawan bahwa
mereka telah menerima jumlah imbalan yang sesuai serta mendapatkan penghargaan.
1. Imbalan atau kompensasi
merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang
bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.usahaan harus
cukup kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan,
mempertahankan, dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam
organisasi. Sistem kompensasi dalam organisasi harus dihubungkan dengan dengan
tujuan dan strategi organisasi serta keseimbangan antara keuntungan dan biaya
pengusaha dengan harapan dari karyawan. Program kompensasi dalam organisasi
harus memiliki empat tujuan, antara lain :
(1) Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan hukum yang sesuai
(2) Efektifitas biaya untuk organisasi
(3) Keseimbangan indivdual, internal, eksternal untuk seluruh karyawan dan
(4) Peningkatan keberhasilan kinerja organisasi.
2. Penghargaan
Kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi karyawan dalam rangka untuk
mendistribusikan penghargaan moneter dan non moneter cukup langsung dan tidak
langsung dalam kemampuan organisasi untuk membayar berdasarkan peraturan
hukum. penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik (intrinsic rewards)
dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Penghargaan ekstrinsik
dibedakanmenjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji,upah, imbalan
berdasarkankinerja) penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteks
bayarandiluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan). Penghargaan intrinsik
adalah penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas pekerjaannya yang
tidak dalam bentuk uang. Biasanyapenghargaan tersebut dapat berupa rasa aman
dalam pekerjaan, status, penghargaan masyarakat dan harga diri. Penghargaan
ekstrinsik langsung disebut juga penghargaan berupa uang merupakanimbalan yang
diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan
10
berdasarkan kinerja dapat berupa pembayaran lainnyayang berdasarkan hasil
produktivitas yang terdiri dari insentif dan bonus.
Teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan
mengevaluasi distribusi setiap hasil organisasi dengan memperhatikan beberapa
aturan distribusi dan aturan yang paling sering digunakan yaitu aturan hak menurut
keadilan. Keadilan distributif berfokus pada persepsi keadilan akan hasil bagi
karyawan dalam sebuah organisasi dan didasarkan pada gagasan ekuitas.
2) Procedural Justice (keadilan prosedural)
Keadilan prosedural adalah keadilan yang berfokus pada proses yang digunakan
untuk membuat keputusan. Proses pembutan keputusan dapat berbentuk: pembuatan
peraturan yang ada di organisasi, pemberian hukuman, dll.
Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, maka mereka akan lebih
termotivasi untuk berpartisipasi dalan kegiatan, mengikuti aturan, dan menganggap
hasil yang relavan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan
prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi,
untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang
relavan adalah tidak adil.
Menurut Leventhal yang dikutip Kozlowski (2012:528) keadilan proseduraladalah
persepsi mengenai proses keikutsertaan untuk mencapai suatu hasil dengan
menfokuskan beberapa kriteria untuk memenuhi prosedur adil seperti:
1) Konsistensi :Diterapkan secara konsisten terhadap orang dan waktu.
2) Akurasi : Memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan
dalam pengambilan keputusan.
3) Prosedur etis: Sesuai dengan standar pribadi atau sesuai dengan etika dan
moralitas.
4) Bebas bias:Memastikan bahwa pihak ketiga tidak memiliki kepentingan dalam
penyelesaian permasalahan dalam bentuk apapun.
Lynd dan Tyler dalam Dunnet dan Douglas (2005:140) mengatakan bahwa ada
empat nilai yang membentuk keadilan prosedural, yaitu:
1) Voice, kesempatan pegawai untuk menympaikan aspirasinya.
2) Trust, kepercayaan pegawai terhadap pembuatan keputusan.
3) Neutrality, persepsi pegawai tentang kejujuran dan ketidakbiasan pembuatan
keputusan.
11
4) Standing, perlakuan yang didapat oleh pegawai dari otoritas yang membuat
keputusan.
3) Interacsional Justice ( keadilan interaksional)
Keadilan interaksional adalah interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang yang
akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan, atau metode yang menceritakan bagaimana
untuk melakukan sesuatu dan apa yang harus dilakukan kepada orang-orang dalam
proses pengambilan keputusan.
2.3 Job Satisfaction
2.3.1 Pengertian Job Satisfaction
Job Satisfaction telah didefinisikan dalam beberapa cara dan definisi yangberbeda.
Menurut Luthans (2006:243) Job Satisfaction adalah keadaan emosi yang senang
atau emosi yang positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman
seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa
baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.
Dalamarti yang mendasar, Job Satisfaction adalah keadaan emosional yang positif
yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja sesorang (Mathis dan Jackson,
2006:121). Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi.
Jika kebutuhan individu terpenuhi dalam situasi mereka saat ini, maka individu
cenderung akan bahagia. Kerangka kerja tersebut mendalilkan bahwa kepuasan kerja
tergantung pada keseimbangan antara work-role input (pendidikan, waktu kerja,
usaha) dan work-roleoutput (upah, tunjangan, status kondisi kerja,dan aspek intrinsik
pekerjaan). Jika work - role output mengalami peningkatan yang relative terhadap
work-role input, maka Job Satisfaction akan meningkat (European Foundation of the
improvement of living and working conditions,2007).
Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan pada isu-isu manusia dan keterlibatan
karyawan telah meningkat dalam bidang manajemen mutu. Banyak komentator
berpendapat bahwa untuk sepenuhnya berhasil, manajemen mutu membutuhkan
praktek-praktek yang lebih luas yang terdiri dari unsur-unsur dimensi manajemen
sumber daya manusia. Banyak ahli percaya bahwa tren kepuasan kerja dapat
mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja dan produktivitas dan kinerja kerja, usaha
kerja, ketidakhadiran karyawan, dan pergantian staf. Selain itu kepuasan kerja
dianggap sebagai predikor kuat kesejahteraan individu secara keseluruhan, serta
prediksi yang baik untuk niat atau keputusan karyawan untuk meninggalkan
12
pekerjaan (European Foundation of the improvement of living and working
conditions,2007).
Menurut Gibson (2009:106) Job Satisfaction erat kaitannya dengan sikap karyawan
terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas
pekerjaannya. Job Satisfaction adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukkan
oleh karyawan selama bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Ketika karyawan
tersebut merasa puas dengan perkerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan
memberikan suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau
komitmen terhadap organisasi atau perusahaan di mana dia bekerja. Sedangkan
ketika karayawan tidak merasa puas maka karyawan cenderung belakukan
keterbalikan dari ketika merasa puas dengan pekerjaannya.
Menurut Hasibuan (2007:202-203) Job Satisfaction adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan harus
diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja. Job Satisfaction dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan
kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Job Satisfaction dalam pekerjaan adalah Job
Satisfactionyang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik.
Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih
mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Menurut Rivai (2006:243) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor
intrinsic dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dalam diri
karyawan dan dibawa oleh karyawan sejak mulai bekerja. Sedangkan faktor
ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, seperti kondisi
fisik, lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain,dan dukungan dari atasan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Job Satisfaction adalah perasaan seseorang yang
di lakukan secara tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan selama
bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Jika karyawan merasa puas dengan
pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan memberikan timbal balik berupa kinerja
atau komitmen yang lebih baik bagi organisasi atau perusahaan.
13
2.3.2 Dampak Ketidakpuasan Kerja
Stephen P. Robbins (2003:82) mengemukakan bahwa ada beberapa respon
ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada respon ketika karyawan
menyukai pekerjaan mereka. Respon-respon ketidakpuasan kerja pegawai
didefinisikan sebagai berikut :
1. Keluar (Exit) : Perilaku ketidakpuasan kerja yang ditujukan untuk
meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi,
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan
beberapa bentuk aktifitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty) : Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal
dan mempercayai organisasidan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
4. Pengabaian (Neglect) : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha,
dan meningkatnya angka kesalahan.
2.3.3 Dimensi Job Satisfaction
Beberapa faktor penentu Job Satisfaction menurut Robbins dan Coulter
dalam Hidayat et al (2011:382) adalah sebagai berikut :
1. The work it self (pekerjaan itu sendiri) pekerjaan itu sendiri merupakan
sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari
kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang,
serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. Menurut
Munandar (2006:357), berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil
tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan Job Satisfaction, yaitu :
a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin
kurang membosankan pekerjaan.
b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan
keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang
lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan
menimbulkan rasa tidak puas.
c. Tugas penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika
14
tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan, maka ia cenderung mempunyai
Job Satisfaction.
d. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang
mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan Job Satisfaction.
e. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaan membantu meningkatkan
tingkat Job Satisfaction.
2. Pay (gaji)
Job Satisfaction merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, sejauh
mana derajat gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji di
berikan.Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji
dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan
tertentu, maka akan nada Job Satisfaction.
3. Promotion Opportunity (Kesempatan Promosi)
Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam Job
Satisfactionini disebabkan promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan
memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi.Contohnya, apabila
seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan
jabatannya dan Job Satisfactionkaryawan tersebut juga meningkat. Menurut
Hasibuan (2005:108), mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap
penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan
objektif, tidak pilih kasih.Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya
mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku,
golongan, dan keturunannya.
4. Supervisor (Atasan)
Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan
keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan
membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi
karyawan, misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan
keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap
dasar dan nilai-nilai yang serupa.
5. Co-Worker (Rekan Kerja)
Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang
15
bercorak fungsional.Job Satisfaction yang ada pada para pekerja timbul karena
mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat
saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi.Rekan kerja
memberikan sumber-sumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada
karyawan individu.Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerja menjadi
menyenangkan.
6. Working Condition (Kondisi Kerja)
Keadaan atau suasana ditempat kerja merupakan factor lain yang memengaruhi Job
Satisfaction. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan
akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti
itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
2.4 Organizational Commitment
2.4.1 Pengertian Organizational Commitment
Menurut Mathis dan Jackson (2006:122) Organizational Commitment adalah tingkat
sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat
berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan
bahwa orang-orang yang relative puas denngan pekerjaannya akan sedikit lebih
berkomitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan
pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau
perputaran secara permanen.
Menurut Gibson (2009:315) komitmen terhadap organisasi melibatkan tiga sikap:
identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaaan keterlibatan dalam tugas-tugas
organisasi, dan perasaaan loyalitas terhadap organisasi. Sehingga dimaknai bahwa
Organizational Commitmentmerupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan
keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. (Gibson,
2009:315). Pegawai yang memiliki komitmen yang baik berarti bahwa pegawai
tersebut memiliki loyalitas terhadap organisasi dimana ia berada saat ini dan akan
berupaya untuk berusaha dengan optimal mencapai tujuan organisasi tempat ia
bekerja.
Organizational Commitment menurut Ivancevich (2007:234) adalah perasaan
idenifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh pegawai terhadap
organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diidentifikasi bahwa komitmen
16
terhadap organisasi melibatkan tiga sikap yaitu, rasa identifikasi dengan tujuan
organisasi, perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, dan perasaan setia
terhadap organisasi. Bukti penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya
Organizational Commitment dapat mengurangi efektivitas organisasi.
Jadi Organizational Commitment pada setiap karyawan sangat penting karena
dengan suatu komitmen seorang karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya dibanding dengan karyawan yang tidak mempunyai
komitmen. Biasanya karyawan yang memiliki suatu komitmen, akan bekerja secara
optimal sehingga dapat mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya untuk
pekerjaanya, sehingga apa yang sudah dikerjakannya sesuai dengan yang diharapkan
oleh perusahaan.
2.4.2 Dimensi Organizational Commitment
Tiga dimensi terpisah dari Organizational Commitmentyang diutarakan oleh
Luthans,(2006:249-250) adalah:
1) Komitmen efektif (Affectif Commitment) merupakan perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh, seorang karyawan
Pecto mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena
keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2) Komitmen berkelanjut (continuance commitment) adalah nilai ekonomi yang
dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan
organisasi tersebut.Seorang karyawan mungkin akan berkomitmen kepada seorang
pemberi kerja karena ia di bayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari
perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3) Komitmen normatif (normative commitment) adalah kewajiban untuk bertahan
dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.Sebagai contoh,seorang
karyawan yang memelopori sebuah inisatif baru mungkin bertahan dengan seorang
pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit”
bila ia pergi.
17
2.4.3 Cara Menumbuhkan Organizational Commitment
Menurut Buchanan dalam Cortez (2008:13) Organizational Commitmentmemiliki
tiga aspek utama yaitu :
1. Identifikasi
Identifikasi terlaksanakan dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi
jika dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi. Sehingga mencakup beberapa
tujuan pribadi para karyawan atau organisasi memasukkan pula kebutuhan dan
keinginan mereka dalam tujuan organisasi. Hal ini dibutuhkan untuk saling
mendukung diantara para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut,
suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu
bagi tercapainya tujuan organisasi karena karyawan yang dipercaya menerima tujuan
organisasi tersebut telah dipilih dan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi mereka pula.
2. Keterlibatan
Keterlibatan karyawan dalam semua aktivitas kerja penting untuk diperhatikan
karena adanya keterlibatan karyawan mendorong mereka saling bekerjasama dengan
baik antar sesama rekan kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk melibatkan
semua karyawan adalah dengan mendorong partisipasi mereka dalam berbagai
pembuatan keputusan yang dapat menimbulkan keyakinan pada karyawan bahwa apa
yang telah diputuskan merupakan keputusan secara bersama.
3. Loyalitas
Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk
mempererat hubungan dengan organisasi, dengan mengorbankan kepentingan
pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk
mempertahankan diri bekerja dalam organisasi merupakan hal yang penting dan
menunjang komitmen mereka terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini
dapat dilakukan apabila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam
organisasi.
18
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga didukung dengan beberapa penelitian terdahulu sebagai
berikut:
Tabel 2.1Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil
Crow, Matthew. M.
et al (2010)
Organizational
justice and
organizational
commitment among
south Korean police
officers an
investigation of job
satisfaction as a
mediator
Path Analisis Organizational
Justice memiliki
pengaruh terhadap
Job satisfaction
secara signifikan
yang berdampak
pada
Organizational
Commitment
Hossein Zainalipour,
Ali Akbar Sheikhi
Fini, Siyed
Mohammad
Mirkamali, (2010)
A study of
relationship between
organizational
justice and job
satisfaction among
teachers in Bandar
Abbas middle school
Korelasi - Regresi Organizational
Justice
berpengaruh secara
signifikan terhadap
Job satisfaction
Saimir Suma, Jonida
Lesha (2013)
Job Satisfaction And
Organizational
Commitment: The
Case Of Shkodra
Municipality
Korelasi - Regresi Job Satisfaction
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap perubahan
pada
Organizational
Commitment
İrfan Yazicioğlu, Işıl
Gökçe Topaloğlu,
(2009)
The Relationship
Between
Organizational
Justice And
Commitment: A
Korelasi - Regresi Organizational
Justice
berpengaruh secara
signifikan terhadap
Organizational
19
Case Study In
Accommodation
Establishments
Commitment
2.6 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Model penelitian
Sumber: Peneliti,2014
2.7 Rancangan Uji Hipotesis
Rancangan Uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Untuk Tujuan 1
Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Job
Satisfaction pada PT. Hong Canton International.
Ha: Ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Job Satisfaction pada
PT. Hong Canton International.
Untuk Tujuan 2
Ho:Tidak ada pengaruh signifikan Job Satisfaction terhadap Organizational
Commitment pada PT. Hong Canton International.
Ha:Ada pengaruh signifikan Job Satisfaction terhadap Organizational Commitment
pada PT. Hong Canton International.
Untuk Tujuan 3
Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Organizational
Commitment pada PT. Hong Canton International.
Ha:Ada pengaruh signifikan Organizational justice terhadap Organizational
Commitment pada PT. Hong Canton International.
Organizational Justice
X
Job Satisfaction
Y
Organizational Commitment
Z
20
Untuk Tujuan 4
Ho:Tidak ada pengaruh yang signifikan Organizational justice terhadap
Organizational Commitment melalui Job Satisfaction selaku variabel mediator
pada PT. Hong Canton International.
Ha: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational justice terhadap Organizational
Commitment melalui Job Satisfaction selaku variabel mediator pada PT. Hong
Canton International.