Laktasi Dan Maternal Behaviour (2)
-
Upload
novia-liza -
Category
Documents
-
view
12 -
download
5
description
Transcript of Laktasi Dan Maternal Behaviour (2)
LAKTASI dan MATERNAL BEHAVIOUR
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dai ASI diproduksi sampai proses
bayi menghisap dan menelan ASI. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan
pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun
secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami
(Ambarwati, 2010).
Fisiologi laktasi
Setelah persalinan, plasenta terlepas. Dengan terlepasnya plasenta, maka produksi
hormon esterogen dan progesteron berkurang. Pada hari kedua atau ketiga setelah
persalinan, kadar esterogen dan progesteron turun drastis sedangkan kadar prolaktin
tetap tinggi sehingga mulai terjadi sekresi ASI. Saat bayi mulai menyusu, rangsangan
isapan bayi pada puting susu menyebabkan prolaktin dikeluarkan dari hipofise
sehingga sekresi ASI semakin lancar.
Pada masa laktasi terdapat refleks pada ibu dan refleks pada bayi. Refleks
yang terjadi pada ibu adalah:
a. Refleks prolaktin
Rangsangan dan isapan bayi melalui serabut syaraf memicu kelenjar hipofise
bagian depan untuk mengeluarkan hormon proaktin ke dalam peredaran darah yang
menye-babkan sel kelenjar mengeluarkan ASI. Semakin sering bayi menghisap
semakin banyak hormon prolaktin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise. Akibatnya
makin banyak ASI dipro-duksi oleh sel kelenjar. Sebaliknya berkurangnya isapan
bayi menyebabkan produksi ASI berkurang, mekanisme ini disebut supply and
demand.
b. Refleks oksitosin (let down reflex)
Rangsangan isapan bayi melalui serabut saraf, memacu hipofise bagian
belakang untuk mensekresi hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin ini
menyebabkan sel – sel myopytel yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkon-traksi,
sehingga ASI mengalir dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan
demikian sering menyusu baik dan penting untuk pengosongan payudara agar tidak
terjadi engorgement (pembengkakan payudara), tetapi sebaliknya memperlancar
pengeluaran ASI.
Oksitosin juga merangsang otot rahim berkontraksi sehingga mempercepat
terlepasnya plasenta dari dinding rahim dan mengurangi perdarahan setelah
persalinan. Let down reflex dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir, rasa sakit dan
kurang percaya diri.
Sedangkan untuk refleks pada bayi adalah:
a. Refleks mencari puting (rooting reflex)
Bila pipi atau bibir bayi disentuh, maka bayi akan menoleh ke arah sentuhan,
membuka mulutnya dan beru-saha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah
keluar dan melengkung mengangkap puting dan areola.
b. Refleks menghisap (sucking reflex)
Refleks terjadi karena rangsangan puting susu pada palatum durum bayi bila areola
masuk ke dalam mulut bayi. Gusi bayi menekan areola, lidah dan langit – langit
sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Kemudian terjadi
gerakan peristaltik yang mengeluarkan ASI dari payudara masuk ke dalam mulut
bayi.
c. Refleks menelan (swallowing reflex)
ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan.
(Pinem, 2009; h. 16-18)
Pengaruh Hormonal
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-hormon yang
berperan adalah:
1. Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini
menstimulasi produksi secara besar-besaran.
2. Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.
Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa
bulan selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB
hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah
produksi ASI.
3. Follicle stimulating hormone (FSH)
4. Luteinizing hormone (LH)
5. Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.
6. Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu,
pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli
untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses
turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
7. Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara,
puting, dan areola sebelum melahirkan.
Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.
Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).
Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Laktogenesis I
2. Laktogenesis II
3. Laktogenesis III
Laktogenesis I
Merupakan fase penambahan dan pembesaran lobulus-alveolus. Terjadi pada fase
terakhir kehamilan. Pada fase ini, payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa
cairan kental kekuningan dan tingkat progesteron tinggi sehingga mencegah produksi
ASI. Pengeluaran kolustrum pada saat hamil atau sebelum bayi lahir, tidak
menjadikan masalah medis. Hal ini juga bukan merupakan indikasi sedikit atau
banyaknya produksi ASI.
Laktogenesis II
Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan menurunnya kadar hormon
progesteron, esterogen dan HPL. Akan tetapi kadar hormon prolaktin tetap tinggi.
Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran.
Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak
dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga
jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengemukakan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI
lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah
saat payudara terasa penuh.
Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam
proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi
mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah
melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73
jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak
langsung keluar setelah melahirkan.
Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum
mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya,
khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi
usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga
mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan,
kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.
Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan
beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem
kontrol autokrin dimulai. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara
akan memproduksi ASI banyak. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara
dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan
demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi
menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan.
Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari:
Kurang sering menyusui atau memerah payudara
Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat:
struktur mulut dan rahang yang kurang baik; teknik perlekatan yang salah.
Kelainan endokrin ibu (jarang terjadi)
Jaringan payudara hipoplastik
Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna
ASI
Kurangnya gizi ibu
PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI
A. Anatomi Fisiologi Payudara
1) Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara disebut Glandulla Mammae, berkembang sejak usia janin 6 minggu dan
membesar karena pengaruh hormon ibu yang tinggi yaitu estrogen dan progesteron.
Estrogen meninggkatkan pertumbuhan duktus-duktus dan saluran penampung.
Prosesteron merangsang pertumbuhan tunas-tunas alveoli. Hormon-hormon lain
seperti prolaktin, growth hormon, adenokostikosteroid. dan tiroid juga diperlukan
dalam kelenjar air susu.
Payudara tersusun dari jaringan kelenjar, jaringan ikat, dan jaringan lemak.
Diameter payudara sekitar 10-12 cm. Pada wanita yang tidak hamil berat rata-r4ata
sekitar 200 gram, tergantung individu. Pada akhir kehamilan beratnya berkisar 400-
600 gram, sedangkan pada waktu menyusui beratnya mencapai 600-800 gram.
Besarnya payudara setiap wanita berbeda, tidak menjadi ukuran banyaknya ASI yang
di produksi. Payudara terbagi 3 bagian:
1. Korpus (badan) yaitu bagian yang besar
2. Areola yaitu bagian tengah yang berwarna kehitaman
3. Papilla (putting) yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Struktur payudara terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kulit
b. Jaringan subkutan (jaringan di bawah kulit)
c. Corpus mammae terdiri dari:
Parenkin: duktus laktiferus uktus), duktulus (duktuli), lobus,alveoli.
Stroma
Ada 15-20 duktus laktiferus. Tiap duktus bercabang-cabang menjadi
20-40 duktuli. Duktulus bercabang-cabang menjadi 10-100 alveolus yang berfungsi
sebagai satu kasatuan kelenjar. Payudara merupakan kumpulan dari sejumlah
kelenjar susu tunggal.
Masing-masing duktus akan membentuk lobus dan duktulus akan
membentuk lobulus. Duktulus dan duktus berpusat kearah puting susu.
Sebelum bermuara pada puting susu, masing-masing duktus melebar membentuk
ampulla atau sinus yang akan berfungsi sebagai gudang air susu ibu. Sinus, duktus,
dan alveolus dikelilingi oleh myoepitel yang dapat berkontraksi untuk memompa
ASI. Alveolus juga dikelilingi pembuluh darah yang memberi zat-zat gizi pada sel-
sel kelenjar air susu untuk proses pembentukan atau sintesis air susu ibu. Bagian
stroma mdari payudara tersusun dari bagian-bagian berikut:
1. Jaringan ikat
2. Jaringan lemak
3. Pembuluh darah
4. Syaraf
5. Pembuluh limpa
Puting susu dan areola (daerah sekitar puting susu yang berpigmentasi lebih)
adalah gudang susu yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan menyusui.
Pada puting susu dan areola terdapat ujung-ujung syaraf peraba yang penting pada
proses refleks saat menyusui. Puting susu mengandung otot polos yang dapat
berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusu. Dengan cekapan bibir bayiyang
menyeluruh pada daerah tersebut, ASI akan keluar dengan lancar.
Pada umumnya putting susu menonjol keluar. Meskipun demikian, kadang
dijumpai putting yang panjang, datar (flat nipples), atau masuk ke dalam (inverted
nipples). Namun, bentuk putting tidak selalu berpengaruh pada proses laktasi. Hal
terpenting adalah bahwa putting susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk
tonjolan seperti dot ke dalam mulut bayi. Kadang-kadang terdapat pula putting yang
tidak lentur, terutama pada bentuk yang terbenam sehingga butuh penanganan
khusus, ibu dengan kondisi seperti itu perlu mendapatkan perawatan payudara sejak
sebelum masa laktasi.
Pada ujung putting susu terdapat 15-25 muara lobus (duktus laktiferus),
sedangkan areola mengandung sejumlah kelenjar, misalnya Kelenjar Montgory yang
berfungsi sebagai kelenjar minyak yang mengeluarkan cairan agar putting tetap
lunak dan lentur.
2) Fisiologi Laktasi
Kemampuan laktasi setiap ibu berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang
lebih besar dibanding dengan yang lain. Dari segi fisiologi, kemampuan laktasi
mempunyai hubungan dengan makanan, faktor endokrin, dan faktor fisiologi. Laktasi
mempunyai dua pengertian berikut ini:
1. Pembentukan / produksi air susu
2. Pengeluaran air susu
Pada masa hamil terjadi perubahan payudara, terutama mengenai besarnya. Hal ini
disebabkan oleh berkembangnya kelenjar payudara proliferasi sel-sel duktus
laktiferus dan sel-sel- kelenjar pembuatan air susu ibu. Proses proliferasi dipengaruhi
oleh hormon yang dihasilkan plasenta yaitu laktogen, prolaktin, koriogonadotropin,
estrogen dan progesteron. Selain itu, perubahan tersebut juga disebabkan bertambah
lancarnya peredaran darah pada payudara.
Pada kehamilan lima bulan atau lebih, kadang-kadang dari ujung putting
keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi (keluarnya) cairan tersebut karena
pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari hipofise.
Keadaan tersebut adalah normal, meskipun cairan yang dihasilkan tidak berlebihan
sebab meskipun kadar prolaktin cukup tinggi, pengeluaran air susu juga dihambat
oleh hormon estrogen.
Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun dengan lepasnya
plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap
prolaktin dan estrogen. Oleh karena itu, air susu ibu segera keluar. Biasanya,
pengeluaran air susu dimulai pada hari kedua atau ketiga setelah kelahiran. Setelah
persalinan, segera susu-kan bayi karena akan memacu lepasnya prolaktin dari
hipofise sehingga pengeluaran air susu bertambah lancar. Dua hari pertama pasca
persalinan, payudara kadang-kadang terasa penuh dan sedikit sakit. Keadaan yang
disebut engorgement disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah ke payudaran
serta mulainya laktasi yang sempurna.
3) Refleks pada laktasi
Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi. Refleks
yang terjadi pada ibu, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran (let down reflex).
Kedua refleks ini bersumber dari rangsangan putting susu akibat isapan bayi. Adapun
refleks pada bayi, yaitu refleks menangkap (rooting refleks), refleks mengisap, dan
refleks menelan. Refleks tersebut adalah dasar dari laktasi.
a. Refleks prolactin
Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada putting susu
terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di
dasar otak, lalu dilanjutkan ke bagian depan kelenjar hipofise yang memacu
pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah.
Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar memproduksi air susu. Jadi,
semakin sering bayi menyusu, semakin banyak prolaktin yang dilepas oleh hipofise,
sehingga semakin banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar. Prolaktin terdiri
dari protein yang sangat kompleks dan belum dapat dibuat secara sintesis. Oleh
karena itu, tindakan sering menyusui bayi merupakan cara terbaik untuk
mendapatkan air susu yang banyak.
b. Refleks Aliran
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar sampai bagian belakang
kelenjar hipofise yang akan melepaskan hormon oksitosin masuk ke dalam darah.
Oksitosin akan memacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktuli
berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktuli, dan sinus menuju
putting susu.
Dengan demikian, sering menyusui sampai payudara terasa kosong sangat
penting agar tidak terjadi pembendungan pada payudara. Pembendungan pada
payudara akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit. Tidak jarang,
mengakibatkan payudara mudah terkena infeksi. Kadang-kadang, tekanan akibat
kontraksi otot-otot polos tersebut begitu kuat sehingga air susu menyembur keluar.
Hal ini dapat menyebabkan bayi tersedak. Keluarnya air susu karena kontraksi otot
polos tersebut disebut refleks aliran.
Oksitosin juga mempengaruhi jaringan otot polos rahim berkontraksi
sehingga mempercepat lepasnya plasenta dari dinding rahim dan membantu
mengurangi terjadinya perdarahan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir harus segera
disusukan pada ibunya jika keadaan memungkinkan. Dengan seringnya menyusui,
penciutan rahim akan semakin cepat dan makin baik. Perlu ibu ketahui, tidak jarang
perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui. Hal ini
merupakan mekanisme alamiah yang baik untuk kembalinya rahim pada bentuk
semula.
Refleks aliran dipengaruhi oleh keadaan kejiwaan ibu, Rasa khawatir dan rasa sakit
(misalnya luka jahitan) yang dirasakan ibu dapat menghambat refleks tersebut.
Diduga, hal tersebut menyebabkan lepasnya adrenalin yang menghambat oksitosin
tidak dapat mencapai otot polos. Dengan demikian, tidak ada rangsangan kontraksi
dari otot polos.
c. Refleks Menangkap (Rooting Reflex)
Jika disentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Jika bibirnya dirangsang
atau disentuh, bayi akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk
menyusu. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah reflaks menangkap.
d. Refleks Mengisap.
Reflaks mengisap pada bayi akan timbul jika putting merangsang langit-langit
(palatum) dalam mulutnya. Untuk dapat merangsang langit-langit bagian belakan
secara sempurna, sebagian besar areola harus tertangkap oleh mulut (masuk ke dalam
mulut) bayi. Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan
tertekan oleh gusi, lidah, serta langi-langit sehingga air susu diperas secara sempurna
ke dalam mulut bayi.
e. Refleks Menelan
Air susu yang penuh dalam mulut bayi akan ditelan sebagai pernyataan reflaks
menelan dari bayi. Pada saat bayi menyusu, akan terjadi peregangan putting susu dan
areola untuk mengisi rongga mulut. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus ikut
ke dalam mulut. Lidah bayi akan menekan ASI keluar dari sinus laktiferus yang
berada di bawah areola.
Mekanisme menyusu pada payudara berbeda dengan mekanisme minum
dengan botol ayau dot. Dot memiliki karet panjang yang tidak perlu diregangkan
sehingga bayi tidak perlu mengisap kuat. Jika bayi telah diajarkan minum dari
botol/dot, akan timbul kesulitan menyusu pada ibunya. Ia akan mencoba mengisap,
seperti halnya mengisap dot. Pada keadaan ini, ibu dan bayi perlu bantuan untuk
belajar proses ini dengan baik dan benar.
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI:
MotivaSi diri dan dukungan suami/keluarga untuk menyusui bayinya sangat
penting.
Adanya pembengkakan payudara karena bendungan ASI.
Pengosongan ASI yang tidak teratur.
Kondisi status gizi ibu yang buruk dapat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas ASI.
Ibu yang lelah atau kurang istirahat /stress /sakit.
Oleh karena itu, hindari faktor-faktor di atas dengan lebih meningkatkan percaya diri,
melakukan perawatan payudara secara rutin, serta lebih sering menyusui tanpa
dijadwal sesuai kebutuhan bayinnya. Semakin sering bayi menyusu dan semakin kuat
daya isapnya, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.
Produksi ASI selalu berkesinambungan. Setelah payudara disusukan, ASI akan terasa
kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tetap tidak akan kekurangan
ASI karena ASI akan terus diproduksi, asal bayi tetap mengisap serta ibu cukup
makan dan minum. Selain itu ibu mempunyai keyakinan mampu memberikan ASI
pada bayinya. Dengan demikian, ibu dapat menyusui bayinya secara eksklusif murni
selama 4-6 bulan dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia dua tahun untuk
mendapatkan anak yang sehat dan cerdas.
DAFTAR PUSTAKA
JHIPIEGO. 2001. Asuhan Kebidanan pada Ibu Post Partum. Pusdiknakes. WHO
Depkes RI. 1992. Manajemen Laktasi
Modul Pelatihan Tatalakasana Ibu Hamil. 2001. Bersalin dan BBL. PERINASIA Cab. Jawa Barat.
V. Ruth Bennet & Linda. 1999. Myles Texbook for Midwifery
Alfarisi, 2008. Fisiologi Laktasi. aku-anak-peternakan.blogspot.com/2008/05/ fisiologi-laktasi.html. Diunduh 6 September 2009
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Salemba Medika. Jakarta