LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii...

15
LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI SPRIG ANCHOR DAN POLYBAG PADA JUMLAH TEGAKAN YANG BERBEDA DALAM RIMPANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN Rani Seprianti Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Ita Karlina Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Henky Irawan Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi dengan metode Sprig anchor dan Polybag dengan jumlah tegakan yang berbeda sehingga didapatkan jumlah tegakan yang optimal bagi pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii yang di transplantasi dengan metode Sprig anchor dan Polybag. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei tahun 2016 di Kampe Desa Malangrapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental. Lamun Thalassia hemprichii yang ditransplantasi dengan metode sprig anchor dan polybag diberi 5 perlakuan yaitu tegakan 1, tegakan 2, tegakan 3, tegakan 4 dan tegakan 5. Analisis data dengan One-Way ANOVA menunjukkan laju pertumbuhan daun lamun dengan hasil laju pertumbuhan pada metode sprig anchor terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan tegakan lamun yang berbeda (p<0,05) dengan penmabahan panjang daun berkisar 0,41 cm/minggu hingga 0,64 cm/minggu. Laju pertumbuhan daun lamun pada metode polybag tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) dengan penambahan panjang daun berkisar 0,43 cm/minggu hingga 0,72 cm/minggu. Pada tingkat kelangsungan hidup, data tergolong tidak normal sehingga data dianalisis secara nonparametrik dengan uji Kruskal Wallis. Tingkat kelangsungan hidup lamun Thalassia hemprichii menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap ukuran tegakan lamun yang berbeda (p>0,05) dengan nilai rata-rata tingkat kelangsungan hidup metode sprig anchor 67,64 % dan metode polybag 99,2 %. Tegakan optimal Lamun Thalassia hemprichii pada metode sprig anchor dicapai oleh tegakan 2 dan pada metode polybag tegakan optimal lamun dicapai oleh tegakan 1. Penentuan tegakan optimal lamun ini berdasarkan tegakan yang paling sedikit, tetapi memiliki parameter laju pertumbuhan yang paling cepat ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan tercepat atau tertinggi. Hasil dari tegakan optimal yang dicapai merupakan pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii yang efisien dan efektif dalam pemanfaatan secara berkelanjutan. Kata Kunci: Transplantasi Lamun, Thalassia hemprichii, Sprig anchor, Polybag

Transcript of LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii...

LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii DENGAN TEKNIK

TRANSPLANTASI SPRIG ANCHOR DAN POLYBAG PADA JUMLAH TEGAKAN

YANG BERBEDA DALAM RIMPANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN

Rani Seprianti

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Ita Karlina

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Henky Irawan

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun

jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi dengan metode Sprig anchor dan Polybag

dengan jumlah tegakan yang berbeda sehingga didapatkan jumlah tegakan yang optimal bagi

pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii yang di transplantasi dengan metode Sprig

anchor dan Polybag. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei tahun

2016 di Kampe Desa Malangrapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Metode

yang digunakan adalah metode eksperimental. Lamun Thalassia hemprichii yang

ditransplantasi dengan metode sprig anchor dan polybag diberi 5 perlakuan yaitu tegakan 1,

tegakan 2, tegakan 3, tegakan 4 dan tegakan 5. Analisis data dengan One-Way ANOVA

menunjukkan laju pertumbuhan daun lamun dengan hasil laju pertumbuhan pada metode

sprig anchor terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan tegakan lamun yang berbeda

(p<0,05) dengan penmabahan panjang daun berkisar 0,41 cm/minggu hingga 0,64

cm/minggu. Laju pertumbuhan daun lamun pada metode polybag tidak memberikan

pengaruh yang nyata (p>0,05) dengan penambahan panjang daun berkisar 0,43 cm/minggu

hingga 0,72 cm/minggu. Pada tingkat kelangsungan hidup, data tergolong tidak normal

sehingga data dianalisis secara nonparametrik dengan uji Kruskal Wallis. Tingkat

kelangsungan hidup lamun Thalassia hemprichii menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

nyata terhadap ukuran tegakan lamun yang berbeda (p>0,05) dengan nilai rata-rata tingkat

kelangsungan hidup metode sprig anchor 67,64 % dan metode polybag 99,2 %. Tegakan

optimal Lamun Thalassia hemprichii pada metode sprig anchor dicapai oleh tegakan 2 dan

pada metode polybag tegakan optimal lamun dicapai oleh tegakan 1. Penentuan tegakan

optimal lamun ini berdasarkan tegakan yang paling sedikit, tetapi memiliki parameter laju

pertumbuhan yang paling cepat ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan

parameter pertumbuhan tercepat atau tertinggi. Hasil dari tegakan optimal yang dicapai

merupakan pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii yang efisien dan efektif dalam

pemanfaatan secara berkelanjutan.

Kata Kunci: Transplantasi Lamun, Thalassia hemprichii, Sprig anchor, Polybag

ABSTRACT

This research was conducted in order to determine the rate of growth of seagrass types

Thalassia hemprichii transplanted with methods Sprig anchor and polybag with a number of

different stands to obtain the number of stands to the growth of seagrass types Thalassia

hemprichii that in transplantation with method Sprig anchor and polybag the research was

conducted in February and May 2016 in the village Kampe Malangrapat Gunung Kijang

District Bintan regency. The method used is the experimental method. Seagrass Thalassia

hemprichii transplanted with method sprig anchor and polybag given 5 treatments, stands 1,

2 stands, stands 3, 4 stands and stands 5. Analysis of data with One-Way ANOVA showed

the pace of growth of seagrass leaves with the results of the growth rate in the method sprig

anchor there is a real impact on seagrass stands of different treatment (p <0.05) with increase

leaf length ranging from 0.41 cm / week up to 0.64 cm / week. The rate of growth of seagrass

leaves on methods polybag no significant effect (p> 0.05) with the addition of leaf length

ranging from 0.43 cm / week up to 0.72 cm / week. At the level of survival, data is classified

as not normal, so the data is analyzed with the nonparametric test. Kruskal Wallis The

survival rate of seagrass Thalassia hemprichii showed no significant difference to the size of

the stands of seagrass different (p> 0.05) with an average value level survival methods sprig

anchor 67.64% and method. polybag 99.2% Seagrass optimal stands Thalassia hemprichii at

method anchor sprig is achieved by the stand 2 and the method polybag optimal of seagrass

stands achieved by the stand 1. Determination of optimal seagrass stands is based on the

stands at least, but has parameters fastest growth rate or that are not significantly different

from treatment with the fastest or highest growth parameters. The results of the optimal stand

achieved a growth of seagrass Thalassia hemprichii efficient and effective in sustainable use.

Keywords: Seagrass Transplantation, Thalassia hemprichii, Sprig anchor, polybag

I PENDAHULUAN

Ekosistem lamun merupakan salah satu

ekosistem laut yang memiliki tingkat

produktifitas organik tinggi di perairan. Pada

habitat lamun ini hidup bermacam-macam

biota laut dari jenis crustacea, mollusca, cacing

dan beberapa jenis ikan. Secara ekologis,

lamun bagi biota laut digunakan sebagai

tempat untuk mencari makan, untuk memijah

dan sebagai daerah asuhan (Nontji, 2002).

Lamun adalah tumbuhan laut yang

memiliki tunas berdaun yang tegak, tangkai

daun yang merayap yang efektif untuk

berkembang biak, memiliki bunga, berbuah

menghasilkan biji serta mempunyai akar dan

sisitem internal untuk mengangkut gas dan zat-

zat hara (Romimohtarto, 2001).

Lamun di Bintan ditemukan 10 jenis

lamun dari 12 jenis yang ada di perairan

Indonesia. Adapun jenis-jenis lamun yang

ditemukan yaitu Halodule uninervis, Halodule

pinifolia, Cymodecea rodundata, Cymodocea

serrulata, Syringodium isoetifolium, Halophila

ovalis, Halophila spinulosa, Thalassia

hemprichii, Thalassodendron ciliatum dan

Enhalus acoroides. Menurut TRISMADES

“Trikora Seagrass Managenment

Demonstration Site” yang berlokasi pesisir

Timur Bintan Kabupaten Bintan, padang

lamun tersebut tersebar di sepanjang Pantai

Trikora (25 km). Lokasi yang memiliki

keanekaragaman jenis lamun yang tinggi

adalah di Desa Malangrapat, Teluk Bakau dan

Desa Pengudang (Bappeda Kabupaten Bintan,

2008 dalam Dirgandini, 2013)

Walaupun Bintan memiliki padang

lamun yang luas, namun keberadaan padang

lamun rentan terhadap ancaman dan gangguan

baik secara alami maupun aktivitas manusia

seperti yang terjadi di Bintan lamun

mengalami kerusakan fisik karena adanya

pembangunan resort pariwisata di pantai yang

tidak mengindahkan garis sempadan pantai,

dan banyak mengorbankan padang lamun

(Nontji, 2003).

Ekosistem padang lamun mengalami

degradasi. Salah satu upaya untuk

merehabilitasi padang lamun tersebut dengan

cara rehabilitasi keras yaitu transplantasi

lamun. Transplantasi lamun telah berkembang

dengan berbagai metode di indonesia. Untuk

di Bintan transplantasi yang pernah dilakukan

yaitu dengan metode plug utuk jenis lamun

Enhalus acoroides pada substrat yang berbeda

oleh Dirgandini (2013). Sedangkan di Bintan

tidak hanya ada 1 jenis lamun melainkan ada

10 jenis lamun. Tingkat keberhasilan

transplantasi dan pertumbuhan lamun berbeda-

beda di setiap pelaksanaanya sebagaiamana

sesuai dengan kondisi lingkungan, metode,

jenis lamun dan perlakuannya.

Berdasarkan hal tersebut, pada

penelitian ini akan dilakukan transplantasi

lamun Thalasia hemprichii menggunakan

metode Sprig anchor dan Polybag. Penelitian

ini menggunakan 2 metode berbeda untuk

mengetahui tingkat Keberhasilan lamun dan

laju pertumbuhan daun lamun Thalasia

hemprichii yang ditransplantasi. Perlakuan

penanaman lamun ini akan divariasikan

berdasakan jumlah tegakan lamun dengan

tujuan untuk mengetahui pertumbuhan yang

optimal dari berbagai jumlah tegakan yang

diujikan. Walaupun lamun thalasia hemprichi

tersedia di lokasi penelitian, perlu diperhatikan

jumlah yang akan didonorkan untuk satu

transplan. Jumlah tegakan lamun donor yang

digunakan dalam transplantasi, akan

berpengaruh keberadaan lamun donor karena

pada saat pengambilan lamun donor rentan

terhadap kerusakan seperti terinjak,

pengambilan yang salah, padahal tujuan dari

transplantasi untuk menumbuhkan lamun pada

kondisi yang rusak atau tidak ada bukan

menjadi penyebab rusaknya keberadaan lamun

donor tersebut.

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu

Untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun

jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi

dengan metode Sprig anchor dan Polybag

dengan jumlah tegakan yang berbeda dan

Untuk mengetahui jumlah tegakan yang

optimal bagi pertumbuhan lamun jenis

Thalassia hemprichii yang di transplantasi

dengan metode Sprig anchor dan Polybag.

sehingga kedepannya dapat diterapkan dalam

kegiatan transplantasi lamun agar terciptanya

efisiensi dan efektivitas dan sebagai informasi

ilmiah yang bermanfaat dalam hal

pengembangan teknik transplantasi lamun.

II TINJAUAN PUSTAKA

Thalasia hemprichii memiliki daun

melengkung dengan bintik-bintik kecil

berwarna hitam, ujung daun bulat dan

bergerigi, memiliki rhizoma tebal. Rimpang

berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut

kaku. Panjang daun berkisar 100-300 mm dan

lebar daun 4-10 mm (Soedharma, 2007)

Thalassia tergolong bentuk pertumbuhan daun

Magnozosterids, dengan daun memanjang atau

berbentuk pita tetapi tidak lebar (Den Hartog,

1967 dalam Azkab, 2000)

Transplantasi adalah memindahkan dan

menanam di tempat lain; mencabut dan

memasang pada tanah lain atau situasi lain.

Restorasi adalah membuat kembali atau

meletakkan kembali ke bentuk sebelumnya

atau keadaan aslinya, memperbaiki,

memperbarui dan membuat kembali (Bethel

1961 dalam Azkab 1999b).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan

pada bulan Februari 2016- April 2016. Lokasi

perairan yang dipilih yaitu di Perairan

Kampung Kampe Desa Malangrapat

Kabupaten Bintan.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian

transplantasi lamun yaitu lamun Thalassia

hemprichii dengan jumlah tegakan 1, tegakan

2, tegakan 3, tegakan 4, dan tegakan 5 dan

aquades. Sedangkan alat yang digunakan yaitu

alat snorkling, kamera, GPS, Polybag, Jangkar

dari besi 15 mm dan 5 mm, box, gunting, alat

tulis, plastik sampel, multi tester, salt meter,

secchi disk.

C. Prosedur Kerja

1. Persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan

konsultasi kepada dosen Penasehat Akademik,

selanjutnya konsultasi kepada dosen

pembimbing; tahap selanjutnya yaitu

melakukan studi literatur dan melakukan

survei di lokasi penelitian.

2. Pemilihan Lokasi Penanaman

Pemilihan lokasi untuk kegiatan

transplantasi lamun mengikuti cara yang

dijelaskan oleh F.T. Short, et al, (2002) dalam

BTNKpS (2006) dalam Kawaroe, Indra Jaya

dan Indarto (2008) dengan sedikit perubahan

untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi

yang akan dilakukan transplantasi. Informasi

tentang karakteristik padang lamun yang ada /

sumber bibit (reference sites) pada lokasi

yang akan dilakukan transplantasi diambil

untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi

penanaman atau preliminary transplant

suitability index (PTSI) dan memilih

proritasnya.

3. Pembuatan kurungan di lokasi

trasnplantasi

Lokasi transplantasi lamun dibuat

dalam kurungan jaring seluas 30m x 20 m.

Tujuan dari pembuatan kurungan ini agar

transplantai lamun di lapangan tidak terganggu

oleh aktifitas manusia, grazer dan kondisi

alam.

4. Penanganan Bibit Lamun

Penanganan bibit lamun saat di

transplantasi yaitu dengan cara bibit lamun

diambil dari habitat asli saat air surut (dalam

kondisi masih tergenang air). Pengambilan

bibit metode sprig anchor menggunakan

linggis atau sekop. Bibit lamun dibersihkan

dari kotoran-kotoran yang menempel dan

dipilah-pilah dari jenis yang lain. Bibit lamun

yang diambil ditampung dalam keranjang atau

wadah tetapi tetap berada dalam air. Untuk

metode sprig anchor bibit langsung ditanam

tanpa substrat di daerah transplantasi( metode

sprig anchor ). Untuk metode polybag bibit

lamun di ambil dengan menggunakan pvc atau

sekop di daerah lamun donor bersama

substratnya, masukkan dalam polybag satu

persatu dan lalu bawa lamun bibit ke daerah

transplantasi.

5. Metode Transplantasi Lamun

Metode transplantasi lamun yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu Sprig

anchor dan polybag dengan perlakuan jumlah

tegakan yang berbeda pada rimpang.

Tegakan 1 Tegakan 2 Tegakan 3

Tegakan 4 Tegakan 5

Gambar 2. Gambar Lamun Satu (1) sampai

Lima (5) Tegakan

Pada setiap perlakuan terdiri dari bibit utama

dan bibit cadangan (stock). Setiap perlakuan

diulang 5 kali.

Tabel 1. Metode Transplantasi Lamun Metode Jenis

Perlakuan

Pengulangan

Bibit Utama Bibit Cadangan

TERFs 1 tegakan 5 kali 5 kali

2 tegakan 5 kali 5 kali

3 tegakan 5 kali 5 kali

4 tegakan 5 kali 5 kali

5 tegakan 5 kali 5 kali

PLUG 1 tegakan 5 kali 5 kali

2 tegakan 5 kali 5 kali

3 tegakan 5 kali 5 kali

4 tegakan 5 kali 5 kali

5 tegakan 5 kali 5 kali

a. Sprig anchor

Sprig anchor (jangkar), bibit tanaman

lamun diambil tanpa subtract dengan

menggunakan pisau dan kemudian

ditransplantasikan pada lokasi yang baru. Bibit

tanaman dikaitkan pada jangkar kemudian

dimasukkan ke dalam substrat yang telah

digali sebelumnya (Azkab, 1999).

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Siapkan 1 buah plot dengan ukuran

1,2x1,2 meter dengan jarak setiap

petakan 25 cm sebanyak 25

petakan/kisi.

2. Siapkan jangkar dari besi berdiameter

15 mm sebanyak 4 buah sepangjang

50 cm untuk sisi-sisi plot dan jangkar

besi berdiameter 5 mm sepanjang 20

cm sebanyak 50 buah untuk

menancapkan bibit lamun.

3. Pasang plot di lokasi transplantasi dan

pasangkan jangkar besi di setiap sudut

plot.

4. Tancapkan linggis pada daerah sekitar

lamun donor, putar 1 arah dengan

kemiringan 30º, lalau ambil bibit

lamun.

5. Bibit yang telah diambil dipotong

menjadi 1, 2, 3, 4, dan 5 tegakan pada

rimpang dan bersihkan dari jenis

lamun yang lain.

6. Buat lubang sekitar 3-5 cm, ambil

bibit dan masukkan ke dalam lubang,

tancapkan dengan jangkar besi bibit

lamun tersebut kemudian tutup dengan

substrat.

b. Polybag

Transplantasi lamun yang diujicobakan

pada penelitian ini yang berlokasi di Perairan

Kabupaten Bintan yaitu Kampung Kampe

menggunakan metode Polybag modifikasi peat

pot. Menurut Calumpong and Fonseca (2001)

dalam Taurusman, et.al¸(2009) metode peat

pot adalah metode transplantasi lamun yang

menggunakan wadah dalam kegiatan

penanaman, wadah tersebut dapat berbentuk

kotak ataupun bulat dan diharapkan akan

terdegradasi secara alami. Dengan

menggunakan metode ini lamun donor diambil

dari lokasi yang memiliki kepadatan lamun

tinggi dengan menggunakan cangkul ataupun

corer.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Pasang patok petakan untuk penanda

lokasi transplantasi lamun.

2. Siapkan polybag sebanyak 50 buah.

3. Beri label pada polybag tersebut.

4. Ambil bibit lamun pada lokasi lamun

donor dengan menggunakan sekop

atau PVC corer.

5. Ambil satu polybag (satu-persatu),

kemudian masukkan bibit lamun yang

sudah diambil beserta substratnya ke

dalam polybag.

6. Bersihkan dari jenis lamun yang lain.

7. Potong sesuai dengan tegakan yang

diperlukan (1 hingga 5).

8. Tambahkan substrat dari lokasi donor

pada polybag tersebut.

9. Buat lubang pada petakan dan

masukkkan polybag yang berissi bibit

ke dalam lubang kemudian benamkan

agar polybag tidak terbawa arus

6. Metode Pengamatan Pertumbuhan

Lamun

Pengamatan terhadap pertumbuhan

lamun yang sudah ditransplantasi dan

parameter perairan rinciannya dapat dilihat

pada tabel 2 dan 3 berikut:

Tabel 2. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan

Lamun No Perhitungan

lamun

Waktu Jumlah

Pengamatan

1 Tingkat

kelangsungan

hidup lamun

Awal dan

Akhir

pengamatan

2 kali

2 Laju pertumbuhan

daun lamun

Setiap minggu pengamatan

selama 2 bulan

8 kali

Tabel 3. Perhitungan Parameter Perairan No Waktu

Pengamatan

Parameter Tempat

1 Hari ke 7, 14, 21, 28, 35, 42,

49, dan 56

Suhu Salinitas

DO

Kecerahan Kecepatan

arus Ph

Di lokasi transplantasi yaitu

di dalam plot

transplantasi

2 Hari ke 7 Nutrien Di lokasi

transplantasi yaitu di dalam plot

transplantasi.

Sampel di uji di laboratorium Balai

Budidaya Laut

Batam

7. Pengolahan Data

1) Pengukuran Pertumbuhan Lamun

a. Laju Pertumbuhan Daun Lamun

Pengukuran pertumbuhan panjang daun

lamun dilakukan pada setiap bibit lamun yang

ditransplantasi yaitu bibit utama dan bibit

cadangan dengan menggunakanalat ukuran

meteran.

Laju pertumbuhan daun lamun jenis

Thalassia hemprichii yang ditransplantasi

dihitung dengan rumus yang dijelaskan

Supriadi (2003); yaitu:

Keterangan :

P : Laju pertumbuhan panjang daun (cm)

Lt : Panjang daun akhir setelah waktu t (cm)

Lo : Panjang daun pada pengukuran awal (cm)

t : Selang waktu pengukuran (Minggu)

b. Tingkat Kelangsungan Hidup

Lamun yang Ditransplantasi

Perhitungan tingkat kelangsungan

hidup lamun ini dilakukan pada setiap tegakan

lamun yang sama.

Untuk menghitung tingkat kelangsungan

hidup yang ditransplantasi digunakan rumus

yang dikemukakan oleh Royce, 1972 dalam

Febriantoro et al, 2013, yaitu:

Keterangan :

SR = tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah tegakan lamun utama yang masih

hidup pada akhir penelitian

N0 = jumlah tegakan lamun utama yang

ditransplantasi pada awal penelitian

8. Analisis Data

1. Analisis Data dengan Aplikasi SPSS

Data yang didapat dari hasil

pengamatan di lapangan akan dianalisis secara

kuantitatif. Hasil perhitungan data tingkat

kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan

daun lamun yang ditransplantasi dengan

jumlah tegakan berbeda, setiap parameter

untuk tiap perlakuan dianalisis menggunakan

One Way Anova dengan post hoc test dengan

tingkat ketelitian 95% menggunakan aplikasi

Statistical Product an Service Solution (SPSS).

Data diuji sebaran normalitasnya

menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov

sedangkan sebaran data yang tidak normal

dianalisis secara nonparametrik dengan uji

Kruskal Wallis.

2. Penentuan Jumlah Tegakan yang

Optimal

Penentuan jumlah tegakan lamun yang

optimal dari semua perlakuan adalah dari hasil

analisis data selisih masing-masing parameter

pertumbuhan lamun Thallasia hemprichii yang

dihitung. Data hasil analisis dilihat perlakuan

jumlah tegakan yang paling sedikit tetapi

memiliki parameter laju pertumbuhan yang

paling cepat ataupun yang tidak berbeda nyata

dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan

tercepat atau tertinggi dan didukung dengan

tingkat kelangsungan hidup yang terbaik.

3. Analisis Parameter Perairan

Data parameter perairan yang diukur di

lapangan akan ditampilkan dalam bentuk tabel

dan grafik dan dianalisis secara deskriptif

dengan membandingkan data hasil pengukuran

secara langsung di lapangan dengan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut

untuk Biota Laut. Analisis paramater perairan

digunakan untuk melihat pengaruh parameter

perairan di lokasi penelitian terhadap

pertumnbuhan lamun Thalassia hemprichii

yang ditransplantasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Laju Pertumbuhan Daun Lamun

Thalassia hemprichii

1. Laju pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii pada metode Sprig

anchor

Hasil pengukuran pertumbuhan rata-rata

daun lamun Thalassia hemprichii yang

ditransplantasi dengan metode sprig anchor

dari minggu ke-0 (saat transplantasi) hingga

minggu ke-8 dapat digambarkan pada gambar

3 dan untuk mengetahui pertumbuhan panjang

daun lamun Thalassia hemprichii setiap

minggu pengamatan dapat terlihat pada

gambar 4.

Gambar 3. Pertumbuhan rata-rata daun lamun

Thalassia hemprichii metode

sprig anchor

Gambar 4. Laju Pertumbuhan rata-rata daun

Thalassia hemprichii setiap

minggu

Berdasarkan gambar 3 dan 4 rata-rata

pertumbuhan Lamun Thalassia hemprichii

perminggu pada masing-masing perlakuan

metode sprig anchor adalah Tegakan 1 ( 0,44

cm), Tegakan 2 ( 0,56 cm), Tegakan 3(0,50

cm), Tegakan 4( 0,52 cm) dan tegakan 5 (0,55

cm). Laju pertumbuhan lamun terendah adalah

tegakan 1 dan laju perumbuhan lamun

tertinggi adalah tegakan 2.

Berdasarkan data hasil pengukuran

pertumbuhan lamun yang diperoleh di

lapangan setiap pengamatan selama 8 minggu

pada masing-masing tegakan dan perlakuan,

data yang diperoleh akan dianalisis

menggunakan one-Way ANOVA dengan

aplikasi SPSS. Sebelum dianalisis data diuji

normalitasnya dengan tujuan untuk

mengetahui data yang diperoleh mendekati

distribusi normal. Uji normalisasi data

menggunakan test Kolmogorv-Smirnov pada

aplikasi SPSS. Dari tabel uji normalisasi pada

kolom Kolmogorv-Smirnov terlihat bahwa p-

value = 0,776, artinya bahwa data

'pertumbuhan panjang daun lamun'

berdistribusi normal. Karena p-value > 0,05.

Setelah diketahui data hasil penelitian

berdistribusi normal, data hasil pengukuran

setiap minggu selama delapan minggu

dianalisis menggunakan one-Way ANOVA

dengan aplikasi SPSS.

Tabel 4. Uji One-Way ANOVA pertumbuhan

lamun Thalassia hemprichii pada metode

Sprig anchor

Berdasarkan uji one- Way ANOVA

pada pertumbuhan daun Thalassia hemprichii

didapatkan bahwa nilai signifikan dari

perlakuan tegakan yaitu α (p<0,05) dengan

nilai (0,019<0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa tegakan memberikan perbedaan pada

pertumbuhan panjang daun lamun Thalassia

hemprichii. Oleh karena itu, dilakukan

pengujian statistik lanjutan menggunakan uji

Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95

% untuk melihat nilai perbedaan antara

pertumbuhan panjang daun lamun Thalassia

hemprichii pada setiap perlakuan sebagaimana

hasil uji lanjut dapat terlihat pada gambar di

bawah ini.

Tabel 5. uji Post Hoc Duncan Pertumbuhan

daun lamun Thalassia hemprichii

pada metode Sprig anchor

Berdasarkan uji lanjutan menggunakan

analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat

ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii metode sprig anchor

didapatkan bahwa nilai perbedaan

pertumbuhan panjang daun antar perlakuan

diperoleh signifikan sebesar 0,153 untuk

perlakuan tegakan 1 dan tegakan 3. Sedangkan

nilai signifikan 0,088 cm untuk perlakuan

tegakan 3, tegakan 4, tegakan 5 dan tegakan

2.

2. Laju pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii pada metode

Polybag

Hasil pengukuran Pertumbuhan daun

lamun Thalassia hemprichii yang

ditransplantasi dengan metode polybag dari

minggu ke-0 (saat transplantasi) hingga

minggu ke-8 dapat digambarkan pada gambar

5 dan untuk mengetahui laju pertumbuhan

daun lamun Thalassia hemprichii setiap

minggu pengamatan dapat terlihat pada

gambar 6.

Gambar 5. Pertumbuhan rata-rata daun lamun

Thalassia hemprichii pada

metode polybag (cm/minggu)

Gambar 6. Laju Pertumbuhan rata-rata

Thalassia hemprichii setiap

pengamatan

Berdasarkan gambar 5 dan gambar 6

pertumbuhan rata-rata daun Lamun Thalassia

hemprichii perminggu pada masing-masing

perlakuan metode polybag adalah tegakan 1 (

0,54 cm), tegakan 2 ( 0,58 cm), tegakan 3(

0,61 cm), tegakan 4 ( 0,62 cm) dan tegakan 5 (

0,56 cm). Laju pertumbuhan lamun terendah

adalah tegakan 1 dan laju perumbuhan lamun

tertinggi adalah tegakan 4

Berdasarkan data hasil pengukuran

pertumbuhan lamun yang diperoleh di

lapangan setiap pengamatan selama 8 minggu

pada masing-masing tegakan dan ulangan,

data yang diperoleh akan dianalisis diuji

normalitasnya dengan tujuan untuk

mengetahui data yang diperoleh mendekati

distribusi normal. Uji normalisasi data

menggunakan test Kolmogorv-Smirnov pada

aplikasi SPSS.

Dari tabel uji normalisasi pada kolom

Kolmogorv-Smirnov terlihat bahwa p-value =

0,985, artinya bahwa data 'pertumbuhan

panjang daun lamun' berdistribusi normal,

karena p-value > 0,05. Setelah diketahui data

hasil penelitian berdistribusi normal, data hasil

pengukuran setiap minggu selama delapan

minggu dianalisis menggunakan one-Way

ANOVA dengan aplikasi SPSS.

Tabel 6. Uji One-Way ANOVA pertumbuhan

lamun Thalassia hemprichii pada

metode polybag

Berdasarkan uji one- Way ANOVA

pada pertumbuhan daun Thalassia hemprichii

didapatkan bahwa nilai signifikan dari

perlakuan tegakan yaitu α (p>0,05) dengan

nilai (0,565>0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa tegakan tidak memberikan perbedaan

pada pertumbuhan panjang daun lamun

Thalassia hemprichii.

Tabel 7. Uji Post Hoc Duncan Pertumbuhan

daun lamun Thalassia hemprichii

pada metode polybag

Berdasarkan uji lanjutan menggunakan

analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat

ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii metode polybag

didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang

nyata antar masing-masing tegakan, yang

dalam penelitian ini tegakan adalah perlakuan.

Jika diamati, laju pertumbuhan lamun

Thallasia hemprichii yang ditransplantasi di

lokasi tranplantasi, kisaran rata-rata

pertumbuhan lamun dalam waktu 8 minggu

dari tegakan 1 hingga 5 untuk metode sprig

anchor adalah kisaran 0,41 cm/minggu dan -

0,64 cm/minggu. Sedangkan kisaran rata-rata

pertumbuhan lamun untuk metode polybag

adalah 0,43 cm/minggu-0,72 cm perminggu.

Laju pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii

di lokasi transplantasi tergolong lebih rendah

jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain

yang memiliki rata-rata pertumbuhan daun

lamun Thalassia hemprichii yang

ditransplantasi di Pulau Pramuka dan Pulau

Harapan 0,78 mm/hari dan 0,89 mm/hari

(Apramilda, 2011). Penelitian lain juga

menunjukkan bahwa kisaran rata-rata

pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii di

Perairan Teluk Awur 0,13 cm/hari - 0,16

cm/hari. Sedangkan kisaran rata-rata laju

pertumbuhan lamun transplantasi T.

Hemprichii Bandengan adalah 0,16 cm/hari

(Wulandari, 2013).

Pertumbuhan daun lamun berbeda-

beda antara lokasi yang satu dengan yang

lainnya, hal ini dikarenakan kecepatan atau

laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor-

faktor internal seperti fisiologi, metabolisme

dan faktor-faktor eksternal seperti zat-zat hara,

tingkat kesuburan substrat dan parameter

lingkungan lainnya. (Kiswara, 1999).

Penurunan laju pertumbuhan lamun

transplantasi di lokasi transplantasi lamun

diduga karena adanya pengaruh ketersediaan

nutrisi yang rendah di perairan yang diserap

oleh lamun transplantasi, pendapat ini

didukung dengan Nitrat merupakan unsur

nutrien dalam perairan yang membatasi

pertumbuhan lamun (McRoy dan McMillan,

1977; Short, 1981 dalam Phillips dan Menez,

1988 dalam Dirgandini, 2013). Faktor lain

yang terjadi di lokasi penelitian yaitu pada

minggu kelima pengamatan terjadi

pencemaran minyak.

B. TINGKAT KELANGSUNGAN

HIDUP LAMUN Thalassia hemprichii

1. Tingkat Kelangsungan hidup Lamun

Thalassia hemprichii pada metode sprig

anchor

Gambar 7. Rata-rata tingkat kelangsungan

hidup lamun Thalassia hemprichii

metode Sprig anchor

Berdasarkan gambar 7 tingkat

kelansungan hidup lamun Thalassia hemprichii

pada metode sprig anchor, menunjukkan

bahwa rata-rata tingkat kelangsungan hidup

lamun terendah terdapat pada tegakan 1 dan 5

dengan tingkat hidup 60 %, sedangkan tingkat

kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada

perlakuan tegakan 4 yaitu 75%.

2. Tingkat Kelangsungan hidup Lamun

Thalassia hemprichii pada metode

Polybag

Gambar 8. Rata-rata Tingkat Kelangsungan

hidup lamun Thalassia hemprichii metode

polybag

Berdasarkan gambar 8 tingkat

kelangsungan hidup lamun Thalassia

hemprichii pada metode polybag,

menunjukkan bahwa rata-rata tingkat

kelangsungan hidup lamun terendah terdapat

pada tegakan 5 dengan tingkat hidup 96 %,

sedangkan tingkat kelangsungan hidup

tertinggi terdapat pada perlakuan tegakan 1,

tegakan 2, tegakan 3 dan tegakan 4 yaitu

100%.

Menurut Ganassin dan Gibbs (2008)

dalam Asriani (2014), beberapa faktor yang

dilaporkan dapat berkontribusi pada kegagalan

transplantasi lamun adalah erosi, penguburan

dengan pasir, perubahan kondisi perairan yang

drastis, kekeruhan, konsentrasi amonia

sedimen yang tinggi, pertumbuhan epifit,

akibat kegiatan antropogenik dan jangkar yang

digunakan saat transplantasi.

Pada lokasi penelitian, beberapa faktor

yang menjadi penyebab terjadinya

kematian/pembusukan pada transplan

sehingga mengurangi tingkat kelangsungan

hidupnya adalah aktivitas grazer dari ikan, dan

adanya lubang udang disekitar lokasi

transplantasi lamun pada metode sprig anchor

dan pada minggu ke 5 di lokasi transplantasi

terjadi pencemaran minyak sebagaimana

menurut Bengen, (2001) dalam Shoedarma,

2007 minyak tersebut dapat menghalangi

lamun untuk berfotosintesis.

C. Penentuan Tegakan Lamun Yang

Optimal

Penentuan jumlah tegakan optimal

lamun Thalasia hemprichii dilakukan oleh

setiap metode dengan melihat dari hasil

analisis parameter pertumbuhan. Hasil analisis

dilihat perlakuan jumlah tegakan lamun yang

sedikit tetapi memiliki parameter

pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi

ataupun yang tidak berbeda nyata dari

perlakuan dengan parameter pertumbuhan

yang tercepat atau tertinggi DAN

DIDUKUNG DENGAN .

a. Tegakan optimal metode sprig anchor

Penentuan jumlah tegakan yang

optimal pada lamun Thalassia hemprichii,

dilihat dari data analsis laju pertumbuhan

daun lamun (dan tingkat kelangsungan hidup

lamun Thalassia hemprichii:

Tabel 8. Penentuan Tegakan Optimal Laju

Pertumbuhan daun lamun Thalassia

hemprichii pada metode Sprig anchor

Tabel 9. Penentuan tegakan optimal Tingkat

Kelangsungan Hidup lamun Thalassia

hemprichii metode Sprig anchor

b. Tegakan Optimal Lamun Metode

Polybag

Pertimbangan sebelum menentukan

jumlah tegakan yang optimal pada lamun

Thalassia hemprichii, maka dilihat dari data

analsis laju pertumbuhan daun lamun dan

tingkat kelangsungan hidup lamun Thalassia

hemprichii:

Tabel 10. Penentuan Tegakan Optimal Laju

Pertumbuhan daun lamun Thalassia

hemprichii pada metode polybag

TEGAKAN N Subset

1 1 2

TEGAKAN 1 5 ,4480

TEGAKAN 3 5 ,5000 ,5000

TEGAKAN 4 5 ,5280

TEGAKAN 5 5 ,5560

TEGAKAN 2 5 ,5680

Sig. ,153 ,088

Tegakan N Subset

1 1

Tegakan 1 5 ,5480

Tegakan 5 5 ,5660

Tegakan 2 5 ,5840

Tegakan 3 5 ,6120

Tegakan 4 5 ,6200

Sig. ,204

Tabel 11. Penentuan Tegakan Optimal

Tingkat Kelangsungan hidup

Thalassia hemprichii metode

polybag

Tegakan optimal lamun Thalassia

hemprichii berdasarkan parameter

pertumbuhan lamun yang ditentukan, maka

hasil analisis dengan uji post Hoc Duncan

pada laju pertumbuhan daun lamun dan Rank

Uji Kruskal wallis pada tingkat kelangsungan

hidup lamun menunjukkan bahwa ukuran

lamun optimal yang ditransplantasi ditentukan

pada masing-masing metode. Pada metode

sprig anchor tegakan optimal lamun yang

ditransplantasi dicapai oleh tegakan lamun 2

(Lihat table 8 dan 9) Karena tegakan 2

pertumbuhannya tertinggi dan didukung

dnegan tingkat kelangsungan hidup yang

tergolong tinggi sedangkan pada metode

polybag dicapai oleh tegakan lamun 1 (lihat

Tabel 10 dan Tabel 11). Karena tegakan 1

walaupun pertumbuhannya tergolong rendah

dibandingkan tegakan yang lain, namun tidak

terdapat perbedaan yang nyata sehingga dipilih

tegakan 1 jumlah tegakan yang terkecil dan

didukung dengan tingkat kelangsungan hidup

yang tergolong tinggi. Tegakan optimal

lamun Thalassia hemprichii yang dihasilkan

dianggap sebagai tegakan lamun optimal yang

efisien dan efektif dalam transplantasi lamun.

D. PARAMETER PERAIRAN DI

LOKASI TRANSPLANTASI LAMUN

Parameter fisika dan kimia suatu

perairan memegang peranan penting bagi

kelangsungan hidup lamun. Keadaan

parameter fisika dan kimia yang optimum

sangat dibutuhkan oleh lamun untuk

melangsungkan kehidupannya. Di bawah ini

disajikan Tabel 12 yang berisi nilai-nilai

parameter yang diukur selama penelitian.

Tabel 12. Nilai Rata-rata Parameter Perairan

di Lokasi Transplantasi Lamun

1. Suhu

Hasil pengukuran suhu di lokasi

transplantasi lamun di setiap minggu

pengamatan berkisar 27°C -31 °C dengan hasil

rata-rata 28,6 °C. Berdasarkan KEPMEN LH

No 51 Tahun 2004 suhu perairan untuk biota

laut kisaran 28-30, jadi suhu di lokasi

transplantasi tergolong masuk dalam kisaran

karena rata-rata suhu selama pengamatan 28,6

°C.

2. Salinitas

Rata-rata salinitas di perairan lokasi

transplantasi masih berada dalam kisaran bagi

lamun untuk tumbuh dengan baik sebesar 32,1

‰ sebagaimana menurut KEPMEN LH N0 51

Tahun 2004 untuk biota laut sebesar 33-34 ‰

sedangkan menurut Badria (2007) Kisaran

optimum untuk pertumbuhan Thalassia

dilaporkan dari salinitas 24-35 ‰.

3. Kecepatan arus

Berdasarkan hasil rata-rata

pengukuran kecepatan arus di perairan lokasi

transplantasi adalah 0,18 m/s. Jika mengacu

kepada pendaput Phillips & Menez (1988)

dalam Sambara (2014) yang menyatakan

bahwa lamun umumnya dapat tumbuh pada

perairan tenang dengan kecepatan arus sampai

3,5 knots (0,7m/detik), kondisi akecepatan

arus di lokasi penelitian termasuk di bawah

kisaran arus yang optimum.

4. pH

Berdasarkan hasil pengukuran pH

dihasilkan nilai rata-rata 8,7. Kondisi pH di

lokasi transplantasi ini sedikit lebih tinggi dari

kisaran pH optimun untuk biota laut menurut

KEPMEN LH NO 51 Tahun 2004 sebesar 7-

8,5. Jika dibandingkan dengan menurut Philips

in Burrel & Schubell (1977) in Zulkifli dan

Efriyaldi (2003) yang menyatakan bahwa nilai

kisaran pH optimum untuk pertumbuhan

lamun berkisar 7,3-9,0. Oleh karena itu,

kisaran pH di lokasi transplantasi masih dalam

kisaran untuk pertumbuhan lamun.

5. Kecerahan

Kecerahan Perairan mencapai 100 %

artinya bahwa penentrasi cahaya mencapai 100

%, Christon, Djunaidi dan Purba (2012)

menyatakan bahwa tingkat kecerahan 100%

sangat menguntungkan bagi lamun karena

proses fotosintesis dapat berlangsung secara

optimal, cahaya yang masuk ke dalam perairan

sangat penting untuk aktivitas fotosintesis.

6. DO

Hasil pengukuran DO di lokasi penelitian,

dihasilkan nilai rata-rata pengukuran setiap

minggu sebesar 6,6 mg/l. Kandungan oksigen

terlarut pada data diatas sesuai dengan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.51

Tahun 2004 yang menyatakan standar

konsentrasi oksigen terlarut yang layak untuk

kehidupan biota laut adalah > 5 mg/l.

7. Nitrat dan fosfat

Hasil pengukuran nitrat pada sedimen di

lokasi transplantasi adalah 0,8 m/L tergolong

sangat rendah. Hal ini didukung dengan

pendapat Yatim (2005) dalam Sambara

(2014), konsentrasi nitrat dalam tanah dibagi

menjadi 3 bagian yaitu <3 ppm (rendah), 3-10

ppm (sedang), dan >10 (tinggi). Kandungan

nitrat yang tinggi cenderung menyebabkan laju

pertumbuhan yang tinggi pula karena

merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun

(Effendi, 2003 dalam Hasanudin, 2013).

Selain nitrat, fosfat juga merupakan

faktor pembatas pertumbuhan lamun. Lamun

memanfaatkan fosfat di kolom air melalui

daun dan di sedimen melalui akar dan

rhizoma. Fosfat digunakan dalam proses

fotosintesis dan respirasi lamun. Senyawa ini

menunjukkan subur tidaknya suatu perairan

(Effendi, 2003 dalam Sambara, 2014 ).

Berdasarkan hasil pengujian niai fosfat yang

dihasilkan adalah 0,733 mg/L. Menurut

Suleman (2005) dalam Hasanuddin (2013)

mengelompokkan tingkat kesuburan perairan

ditinjau dari kandungannya. Jadi, kandungan

fosfat di lokasi penelitian sangat rendah yaitu

<5 ppm.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Laju pertumbuhan lamun jenis Thalassia

hemprichiii yang ditransplantasi pada

metode Spirg anchor menghasilkan rata-

rata pertumbuhan lamun dari tegakan 1

hingga tegakan 5 dalam waktu 8 minggu

adalah kisaran 0,41 cm/minggu hingga

0,64 cm/minggu. Sedangkan rata-rata

pertumbuhan lamun untuk metode

polybag adalah kisaran 0,43 cm/minggu

hingga 0,72 cm/minggu. Untuk hasil

tingkat kelansungan hidup lamun pada

metode sprig anchor adalah 67,64% ,

sedangkan pada metode polybag sebesar

99,2 %.

2. Pada masing-masing metode dihasilkan

jumlah tegakan optimal lamun Thalassia

hemprichii, metode sprig anchor tegakan

optimal dicapai oleh tegakan 2, dan pada

metode polybag tegakan optimal pada

tegakan 1.

B. SARAN

Sebaiknya pemanfaatan lamun untuk

transplantasi lamun Thalassia hemprichii di

Perairan Bintan menggunakan jumlah tegakan

optimal yang dihasilkan yaitu untuk metode

sprig anchor tegakan 2, dan metode polybag

tegakan 1 agar tercipta efisiensi dan efektifitas

pemanfaatan secara berkelanjutan dan

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

penambahan kandungan nutrient terhadap

pertumbuhan lamun, dan transplantasi lamun

pada musim yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Apramilda, Riesna. 2011. Status Temporal

Komunitas Lamun Dan Keberhasilan

Transplantasi Lamun Pada Kawasan

Rehabilitasi Di Pulau Pramuka Dan

Harapan, Kepulauan Seribu, Provinsi

Dki Jakarta; (Skripsi) IPB

Apriyanti, Rahayu. 2013. Pengaruh

Kelimpahan dan Komposisi Mikroalga

Epifit Terhadap Pertumbuhan Lamun

Enhalus acoroides di Pulau Pari

Kepulauan Seribu. Skripsi. FPIK.

Universitas Padjadjaran. Bandung

Asriani, Neni. 2014. Tingkat

Kelangsungan Hidup Dan Persen

Penutupan Berbagai Jenis Lamun Yang

Ditransplantasi Di Pulau

Barranglompo. (skripsi) FIKP. Unhas

Azkab, M.H. 1999. Pedoman Inventarisasi

Lamun. Oseana. Volume XXIV, Nomor

1, 1999. ISSN 0216-1877 Balitbang

Biologi Laut, Puslitbang Biologi Laut-

LIPI, Jakarta.

Azkab, M.H. 1999b. Petunjuk penanaman

lamun. Oseana. Volume XXIV, nomor

3: 11-25. ISSN 0216-1877. Balitbang

Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi -

LIPI, Jakarta.

Azkab, M. H. 2000. Struktur dan Fungsi pada

Komunitas Lamun. Oseana, Volume

XXV, Nomor 1, 2000 : 1 – 11. ISSN

0216-1877. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Osenologi-

LIPI.Jakarta.

Azkab, M.H. 2006. Ada apa dengan Lamun.

Oseana Volume XXI Nomor 3 2006:45-

55. ISSN 0216.1877 Pusat Oseanografi

LIPI.

Azkab, M.H. dan Kiswara 1994. Transplantasi

Lamun Thalassia hemprichii (Ehrenb)

Aschers di Rataan Terumbu Pulau Pari,

Kepulauan Seribu. Dalam Teluk

Jakarta;biologi, budidaya, oseanografi,

geologi dan kondisi perairan (M.K.

Moosa, D. P. Praseno dan Sukarno,

eds). Puslitbang Oseanografi-LIPI,

Jakarta, 105-111

Badria, S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun

Lamun (Enhalus acroides) pada Dua

Substrat Yang Berbeda Di Teluk Banten

(Skripsi). Program Studi Ilmu dan

Teknologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Calumpong HP & Fonseca MS. 2001.

Seagrass Transplantation and Other

Seagrass Restoration Methods. Chapter

22, pp. 427. In: Short FT, Coles RG

(eds). Global Seagrass Research

Methods. Elsevier Science B. V.

Amsterdam.

Christon., Otong Suhara Djunaidi dan NoIr

Primadona Purba. 2012. Pengaruh

Tinggi Pasang Surut terhadap

Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides

di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta.

Jurnal Perikanan dan Kelautan . ISSN

2088-3137 Vol 3. No 3 September

2012: 287-294

Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J.

Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati

Laut. Gramedia, Jakarta.

Damar, Ario., Nyoman D Adi., Am Azbas

Taurusman., Beginer Subhan., Ari

Gunawan., Husnileili., Arif Trihandoyo.

2011. Pemantauan Dan Pemeliharaan

Berkelanjutan Program Peningkatan

Kualitas Lingkungan Kepulauan Seribu.

Working Paper Pkspl-Ipb Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut

Pertanian Bogor. Vol 2 No 3 ISSN:

2086-907.

Dirgandini, Lita. 2013. Laju Pertumbuhan

Lamun Enhalus acoroides Hasil

Transplantasi pada Kerapatan dan

Substrat yang berbeda di Bintan

Kepualaun Riau. (skripsi) FPIK;

UNPAD

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Pulau Pulau Kecil, Direktorat

Konservasi dan Taman Nasional Laut.

2008. Identifikasi dan Monitoring

Lamun. Departemen Kelautan dan

Periakanan

Erftemeijer P.I.A and Meddelburg. J.J. 1993.

Sediment-nutrient Interactions in

Tropical Seagrass Beds: a Comparison

Between a Terrigenous and a Carbonate

Sedimentary Environment in South

Sulawesi (Indonesia). Marine Ecology

Progress Series, Vol,102: 187-198.

Netherlands Institute of Ecology, Center

for Estuarine and Coastal Ecology.

Netherlands.

Febriyantoro, Ita Riniatsih, Hadi Endrawati,

2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi

Lamun(Enhalusacoroides) Di Kawasan

Padang Lamun Perairan Prawean

Bandengan Jepara.

JurnalPenelitianKelautan. Volume 1,

Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10.

Fonseca, M.S., W.J. Kenworthy, B.E. Julius,

S. Shutler and S Fluke. 2002. Seagrasses

Pages 149-170 in M.R. Perrow and A.J.

Davy (Eds), Handbook of Ecological

Restoration, vol 2. Cambridge

University Press, New Tork.

Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara

Kerapatan dan Morfometrik Lamun

Enhalus acoroides dengan Substrat dan

Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab.

Pangkep. Skripsi: Jurusan Ilmu

Kelautan, FIKP, Universitas

Hasanuddin. Makassar

Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 2000.

Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Kawaroe, Mujizat, Indra Jaya Dan Indarto.

2008. Rekayasa Teknologi

Transplantasi Lamun Pada Jenis

Enhalus Acoroides Dan Thallassia

Hemprichii Di Kepulauan Seribu, DKI

Jakarta. IPB

KEPMEN LH No.51 (2004). Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51

Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air

Laut untuk Biota Laut. MENLH.

Jakarta

KEPMEN LH No.200 (2004). Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor

200 Tahun 2004 Tentang Kriteria

Baku Kerusakan dan Pedoman

Penentuan Status Padang Lamun.

MENLH. Jakarta

Kiswara, W. 1992. Vegetasi Lamun (Seagrass)

di Rataan Terumbu Pulau Pari,

Kepulauan Seribu. Buletin Ilmiah

Oseana No 25. Jakarta.

Kiswara, W. 1994. Dampak Perluasan

Kawasan Industri Terhadap Luas

Penutupan Padang Lamun di Teluk

Banten, Jawa Barat. Seminar Nasional

Dampak Pembangunan Terhadap

Wilayah Pesisir.2-3 Februari 1994.

Jakarta, Indonesia.

Kiswara, W. 1999. Perkembangan Penelitian

Ekosistem Lamun di Indonesia. Hlm

181-195. In Sutomo, Kinarti A.

Soegiarto, Asikin Djamali, dan Otto

S.R. Ongkosongo (ed). Prosiding

seminar tentang oseanologi dan ilmu

lingkungan laut dalam rangka

penghargaan kepada Prof. Dr. Apriliani

Soegiarto, M.Sc., APU. Puslitbang

Oseanologi LIPI. Jakarta.

Kiswara, W. 2004. Kondisi Padang Lamun

(seagrass) di Perairan Teluk Banten.

LIPI. Jakarta.

Kordi K, M Ghufran H & Bancung, A Baso,

2011. Ekosistem Lamun(Sea grass).

Rineka Cipta. Jakarta.

McKenzie L.J dan R.L. Yoshida. 2009.

Seagrass-watch: Proceedings of a

workshop for monitoring seagrass

habitats in Indonesia. The Nature

Concervacy, Coral Triangel Center,

Sanur, Bali, 9th May 2009.

Nontji, A. 1987. Laut nusantara. Penerbit

Djambatan. Jakarta. vii + 372 hlm

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara.

Penerbit Djambatan. Cetakan ketiga.

Jakarta

Nontji, Anugerah.2003. Pengelolaan dan

Rehabilitasi Lamun. Program

TRISMADES.http://www.d.yimg.com/k

q/groups/25104075/.../name/REHABILI

TASI+LAMUN.doc Diakses pada 8

Desember 2015

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu

Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta

Qurahman, Taufiq. 2013. Studi densitas

terhadap biomassa daun lamun

Thalassia hemprichii dengan enhalus

acoroides Pada ekosistem padang

lamun Di perairan pulau

bonetambung, Kota makassar.

Universitas Hassanudin : Makassar

Rahmawati, Susi., Indarto Happy Supriyadi,

Muhammad Husni Azkab, Wawan

Kiswara . 2014. Panduan monitoring

padang lamun : CRITC COREMAP

CTI LIPI dalam

http://eol.org/data_objects/19205465

diunduh pada 5 November 2015

Romimohtarto dan Sri Juwana. 2001. Biologi

Laut. Jakarta; Djambatan

Sambara, Zusan Rapi. 2014. Laju Penjalaran

Rhizoma lamun yang ditransplantasi

secara multispesies di Pulau

BarrnagLompo. (Skripsi) FIKP. Unhas

Seagrasswatch.

http://www.seagrasswatch.org/id_seagra

ss.html diunduh pada November 2015

Soedharma, D. 2007.Pertumbuhan,

ProduktivitasdanBiomassa,

FungsidanPerananLamun. InstitutPertanian

Bogor. Bogor.

Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E.

Acoroides (Lim F) Royle dan Thalassia

hemprichii (Enrenb) Ascherson di Pulau

Barrang Lompo Makassar. Fkultas

Perikana dan Ilmu Kelautan. IPB: Bogor

Wulandari, D., I. Riniatsih dan E. Yudiati.

2013. Transplantasi Lamun

Thalassia hemprichii Dengan

Metode Jangkar di Perairan Teluk

Awur dan Bandengan, Jepara.

Journal of Marine Research. Vol: 2,

No. 2 Hal. 30-38

Zulkifli dan Efriyeldi, 2003, Kandungan Zat

Hara dalam Air Poros dan Air

Permukaan Padang Lamun Riau

http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal

natur/vol5(2)/Zulkifli.pd diunduh

pada 17 April 2016

.