LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii...
Transcript of LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii...
LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN Thalassia hemprichii DENGAN TEKNIK
TRANSPLANTASI SPRIG ANCHOR DAN POLYBAG PADA JUMLAH TEGAKAN
YANG BERBEDA DALAM RIMPANG DI PERAIRAN KABUPATEN BINTAN
Rani Seprianti
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Ita Karlina
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Henky Irawan
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun
jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi dengan metode Sprig anchor dan Polybag
dengan jumlah tegakan yang berbeda sehingga didapatkan jumlah tegakan yang optimal bagi
pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii yang di transplantasi dengan metode Sprig
anchor dan Polybag. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei tahun
2016 di Kampe Desa Malangrapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Metode
yang digunakan adalah metode eksperimental. Lamun Thalassia hemprichii yang
ditransplantasi dengan metode sprig anchor dan polybag diberi 5 perlakuan yaitu tegakan 1,
tegakan 2, tegakan 3, tegakan 4 dan tegakan 5. Analisis data dengan One-Way ANOVA
menunjukkan laju pertumbuhan daun lamun dengan hasil laju pertumbuhan pada metode
sprig anchor terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan tegakan lamun yang berbeda
(p<0,05) dengan penmabahan panjang daun berkisar 0,41 cm/minggu hingga 0,64
cm/minggu. Laju pertumbuhan daun lamun pada metode polybag tidak memberikan
pengaruh yang nyata (p>0,05) dengan penambahan panjang daun berkisar 0,43 cm/minggu
hingga 0,72 cm/minggu. Pada tingkat kelangsungan hidup, data tergolong tidak normal
sehingga data dianalisis secara nonparametrik dengan uji Kruskal Wallis. Tingkat
kelangsungan hidup lamun Thalassia hemprichii menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
nyata terhadap ukuran tegakan lamun yang berbeda (p>0,05) dengan nilai rata-rata tingkat
kelangsungan hidup metode sprig anchor 67,64 % dan metode polybag 99,2 %. Tegakan
optimal Lamun Thalassia hemprichii pada metode sprig anchor dicapai oleh tegakan 2 dan
pada metode polybag tegakan optimal lamun dicapai oleh tegakan 1. Penentuan tegakan
optimal lamun ini berdasarkan tegakan yang paling sedikit, tetapi memiliki parameter laju
pertumbuhan yang paling cepat ataupun yang tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan
parameter pertumbuhan tercepat atau tertinggi. Hasil dari tegakan optimal yang dicapai
merupakan pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii yang efisien dan efektif dalam
pemanfaatan secara berkelanjutan.
Kata Kunci: Transplantasi Lamun, Thalassia hemprichii, Sprig anchor, Polybag
ABSTRACT
This research was conducted in order to determine the rate of growth of seagrass types
Thalassia hemprichii transplanted with methods Sprig anchor and polybag with a number of
different stands to obtain the number of stands to the growth of seagrass types Thalassia
hemprichii that in transplantation with method Sprig anchor and polybag the research was
conducted in February and May 2016 in the village Kampe Malangrapat Gunung Kijang
District Bintan regency. The method used is the experimental method. Seagrass Thalassia
hemprichii transplanted with method sprig anchor and polybag given 5 treatments, stands 1,
2 stands, stands 3, 4 stands and stands 5. Analysis of data with One-Way ANOVA showed
the pace of growth of seagrass leaves with the results of the growth rate in the method sprig
anchor there is a real impact on seagrass stands of different treatment (p <0.05) with increase
leaf length ranging from 0.41 cm / week up to 0.64 cm / week. The rate of growth of seagrass
leaves on methods polybag no significant effect (p> 0.05) with the addition of leaf length
ranging from 0.43 cm / week up to 0.72 cm / week. At the level of survival, data is classified
as not normal, so the data is analyzed with the nonparametric test. Kruskal Wallis The
survival rate of seagrass Thalassia hemprichii showed no significant difference to the size of
the stands of seagrass different (p> 0.05) with an average value level survival methods sprig
anchor 67.64% and method. polybag 99.2% Seagrass optimal stands Thalassia hemprichii at
method anchor sprig is achieved by the stand 2 and the method polybag optimal of seagrass
stands achieved by the stand 1. Determination of optimal seagrass stands is based on the
stands at least, but has parameters fastest growth rate or that are not significantly different
from treatment with the fastest or highest growth parameters. The results of the optimal stand
achieved a growth of seagrass Thalassia hemprichii efficient and effective in sustainable use.
Keywords: Seagrass Transplantation, Thalassia hemprichii, Sprig anchor, polybag
I PENDAHULUAN
Ekosistem lamun merupakan salah satu
ekosistem laut yang memiliki tingkat
produktifitas organik tinggi di perairan. Pada
habitat lamun ini hidup bermacam-macam
biota laut dari jenis crustacea, mollusca, cacing
dan beberapa jenis ikan. Secara ekologis,
lamun bagi biota laut digunakan sebagai
tempat untuk mencari makan, untuk memijah
dan sebagai daerah asuhan (Nontji, 2002).
Lamun adalah tumbuhan laut yang
memiliki tunas berdaun yang tegak, tangkai
daun yang merayap yang efektif untuk
berkembang biak, memiliki bunga, berbuah
menghasilkan biji serta mempunyai akar dan
sisitem internal untuk mengangkut gas dan zat-
zat hara (Romimohtarto, 2001).
Lamun di Bintan ditemukan 10 jenis
lamun dari 12 jenis yang ada di perairan
Indonesia. Adapun jenis-jenis lamun yang
ditemukan yaitu Halodule uninervis, Halodule
pinifolia, Cymodecea rodundata, Cymodocea
serrulata, Syringodium isoetifolium, Halophila
ovalis, Halophila spinulosa, Thalassia
hemprichii, Thalassodendron ciliatum dan
Enhalus acoroides. Menurut TRISMADES
“Trikora Seagrass Managenment
Demonstration Site” yang berlokasi pesisir
Timur Bintan Kabupaten Bintan, padang
lamun tersebut tersebar di sepanjang Pantai
Trikora (25 km). Lokasi yang memiliki
keanekaragaman jenis lamun yang tinggi
adalah di Desa Malangrapat, Teluk Bakau dan
Desa Pengudang (Bappeda Kabupaten Bintan,
2008 dalam Dirgandini, 2013)
Walaupun Bintan memiliki padang
lamun yang luas, namun keberadaan padang
lamun rentan terhadap ancaman dan gangguan
baik secara alami maupun aktivitas manusia
seperti yang terjadi di Bintan lamun
mengalami kerusakan fisik karena adanya
pembangunan resort pariwisata di pantai yang
tidak mengindahkan garis sempadan pantai,
dan banyak mengorbankan padang lamun
(Nontji, 2003).
Ekosistem padang lamun mengalami
degradasi. Salah satu upaya untuk
merehabilitasi padang lamun tersebut dengan
cara rehabilitasi keras yaitu transplantasi
lamun. Transplantasi lamun telah berkembang
dengan berbagai metode di indonesia. Untuk
di Bintan transplantasi yang pernah dilakukan
yaitu dengan metode plug utuk jenis lamun
Enhalus acoroides pada substrat yang berbeda
oleh Dirgandini (2013). Sedangkan di Bintan
tidak hanya ada 1 jenis lamun melainkan ada
10 jenis lamun. Tingkat keberhasilan
transplantasi dan pertumbuhan lamun berbeda-
beda di setiap pelaksanaanya sebagaiamana
sesuai dengan kondisi lingkungan, metode,
jenis lamun dan perlakuannya.
Berdasarkan hal tersebut, pada
penelitian ini akan dilakukan transplantasi
lamun Thalasia hemprichii menggunakan
metode Sprig anchor dan Polybag. Penelitian
ini menggunakan 2 metode berbeda untuk
mengetahui tingkat Keberhasilan lamun dan
laju pertumbuhan daun lamun Thalasia
hemprichii yang ditransplantasi. Perlakuan
penanaman lamun ini akan divariasikan
berdasakan jumlah tegakan lamun dengan
tujuan untuk mengetahui pertumbuhan yang
optimal dari berbagai jumlah tegakan yang
diujikan. Walaupun lamun thalasia hemprichi
tersedia di lokasi penelitian, perlu diperhatikan
jumlah yang akan didonorkan untuk satu
transplan. Jumlah tegakan lamun donor yang
digunakan dalam transplantasi, akan
berpengaruh keberadaan lamun donor karena
pada saat pengambilan lamun donor rentan
terhadap kerusakan seperti terinjak,
pengambilan yang salah, padahal tujuan dari
transplantasi untuk menumbuhkan lamun pada
kondisi yang rusak atau tidak ada bukan
menjadi penyebab rusaknya keberadaan lamun
donor tersebut.
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu
Untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun
jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi
dengan metode Sprig anchor dan Polybag
dengan jumlah tegakan yang berbeda dan
Untuk mengetahui jumlah tegakan yang
optimal bagi pertumbuhan lamun jenis
Thalassia hemprichii yang di transplantasi
dengan metode Sprig anchor dan Polybag.
sehingga kedepannya dapat diterapkan dalam
kegiatan transplantasi lamun agar terciptanya
efisiensi dan efektivitas dan sebagai informasi
ilmiah yang bermanfaat dalam hal
pengembangan teknik transplantasi lamun.
II TINJAUAN PUSTAKA
Thalasia hemprichii memiliki daun
melengkung dengan bintik-bintik kecil
berwarna hitam, ujung daun bulat dan
bergerigi, memiliki rhizoma tebal. Rimpang
berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut
kaku. Panjang daun berkisar 100-300 mm dan
lebar daun 4-10 mm (Soedharma, 2007)
Thalassia tergolong bentuk pertumbuhan daun
Magnozosterids, dengan daun memanjang atau
berbentuk pita tetapi tidak lebar (Den Hartog,
1967 dalam Azkab, 2000)
Transplantasi adalah memindahkan dan
menanam di tempat lain; mencabut dan
memasang pada tanah lain atau situasi lain.
Restorasi adalah membuat kembali atau
meletakkan kembali ke bentuk sebelumnya
atau keadaan aslinya, memperbaiki,
memperbarui dan membuat kembali (Bethel
1961 dalam Azkab 1999b).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan
pada bulan Februari 2016- April 2016. Lokasi
perairan yang dipilih yaitu di Perairan
Kampung Kampe Desa Malangrapat
Kabupaten Bintan.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian
transplantasi lamun yaitu lamun Thalassia
hemprichii dengan jumlah tegakan 1, tegakan
2, tegakan 3, tegakan 4, dan tegakan 5 dan
aquades. Sedangkan alat yang digunakan yaitu
alat snorkling, kamera, GPS, Polybag, Jangkar
dari besi 15 mm dan 5 mm, box, gunting, alat
tulis, plastik sampel, multi tester, salt meter,
secchi disk.
C. Prosedur Kerja
1. Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan
konsultasi kepada dosen Penasehat Akademik,
selanjutnya konsultasi kepada dosen
pembimbing; tahap selanjutnya yaitu
melakukan studi literatur dan melakukan
survei di lokasi penelitian.
2. Pemilihan Lokasi Penanaman
Pemilihan lokasi untuk kegiatan
transplantasi lamun mengikuti cara yang
dijelaskan oleh F.T. Short, et al, (2002) dalam
BTNKpS (2006) dalam Kawaroe, Indra Jaya
dan Indarto (2008) dengan sedikit perubahan
untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi
yang akan dilakukan transplantasi. Informasi
tentang karakteristik padang lamun yang ada /
sumber bibit (reference sites) pada lokasi
yang akan dilakukan transplantasi diambil
untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi
penanaman atau preliminary transplant
suitability index (PTSI) dan memilih
proritasnya.
3. Pembuatan kurungan di lokasi
trasnplantasi
Lokasi transplantasi lamun dibuat
dalam kurungan jaring seluas 30m x 20 m.
Tujuan dari pembuatan kurungan ini agar
transplantai lamun di lapangan tidak terganggu
oleh aktifitas manusia, grazer dan kondisi
alam.
4. Penanganan Bibit Lamun
Penanganan bibit lamun saat di
transplantasi yaitu dengan cara bibit lamun
diambil dari habitat asli saat air surut (dalam
kondisi masih tergenang air). Pengambilan
bibit metode sprig anchor menggunakan
linggis atau sekop. Bibit lamun dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang menempel dan
dipilah-pilah dari jenis yang lain. Bibit lamun
yang diambil ditampung dalam keranjang atau
wadah tetapi tetap berada dalam air. Untuk
metode sprig anchor bibit langsung ditanam
tanpa substrat di daerah transplantasi( metode
sprig anchor ). Untuk metode polybag bibit
lamun di ambil dengan menggunakan pvc atau
sekop di daerah lamun donor bersama
substratnya, masukkan dalam polybag satu
persatu dan lalu bawa lamun bibit ke daerah
transplantasi.
5. Metode Transplantasi Lamun
Metode transplantasi lamun yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Sprig
anchor dan polybag dengan perlakuan jumlah
tegakan yang berbeda pada rimpang.
Tegakan 1 Tegakan 2 Tegakan 3
Tegakan 4 Tegakan 5
Gambar 2. Gambar Lamun Satu (1) sampai
Lima (5) Tegakan
Pada setiap perlakuan terdiri dari bibit utama
dan bibit cadangan (stock). Setiap perlakuan
diulang 5 kali.
Tabel 1. Metode Transplantasi Lamun Metode Jenis
Perlakuan
Pengulangan
Bibit Utama Bibit Cadangan
TERFs 1 tegakan 5 kali 5 kali
2 tegakan 5 kali 5 kali
3 tegakan 5 kali 5 kali
4 tegakan 5 kali 5 kali
5 tegakan 5 kali 5 kali
PLUG 1 tegakan 5 kali 5 kali
2 tegakan 5 kali 5 kali
3 tegakan 5 kali 5 kali
4 tegakan 5 kali 5 kali
5 tegakan 5 kali 5 kali
a. Sprig anchor
Sprig anchor (jangkar), bibit tanaman
lamun diambil tanpa subtract dengan
menggunakan pisau dan kemudian
ditransplantasikan pada lokasi yang baru. Bibit
tanaman dikaitkan pada jangkar kemudian
dimasukkan ke dalam substrat yang telah
digali sebelumnya (Azkab, 1999).
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Siapkan 1 buah plot dengan ukuran
1,2x1,2 meter dengan jarak setiap
petakan 25 cm sebanyak 25
petakan/kisi.
2. Siapkan jangkar dari besi berdiameter
15 mm sebanyak 4 buah sepangjang
50 cm untuk sisi-sisi plot dan jangkar
besi berdiameter 5 mm sepanjang 20
cm sebanyak 50 buah untuk
menancapkan bibit lamun.
3. Pasang plot di lokasi transplantasi dan
pasangkan jangkar besi di setiap sudut
plot.
4. Tancapkan linggis pada daerah sekitar
lamun donor, putar 1 arah dengan
kemiringan 30º, lalau ambil bibit
lamun.
5. Bibit yang telah diambil dipotong
menjadi 1, 2, 3, 4, dan 5 tegakan pada
rimpang dan bersihkan dari jenis
lamun yang lain.
6. Buat lubang sekitar 3-5 cm, ambil
bibit dan masukkan ke dalam lubang,
tancapkan dengan jangkar besi bibit
lamun tersebut kemudian tutup dengan
substrat.
b. Polybag
Transplantasi lamun yang diujicobakan
pada penelitian ini yang berlokasi di Perairan
Kabupaten Bintan yaitu Kampung Kampe
menggunakan metode Polybag modifikasi peat
pot. Menurut Calumpong and Fonseca (2001)
dalam Taurusman, et.al¸(2009) metode peat
pot adalah metode transplantasi lamun yang
menggunakan wadah dalam kegiatan
penanaman, wadah tersebut dapat berbentuk
kotak ataupun bulat dan diharapkan akan
terdegradasi secara alami. Dengan
menggunakan metode ini lamun donor diambil
dari lokasi yang memiliki kepadatan lamun
tinggi dengan menggunakan cangkul ataupun
corer.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Pasang patok petakan untuk penanda
lokasi transplantasi lamun.
2. Siapkan polybag sebanyak 50 buah.
3. Beri label pada polybag tersebut.
4. Ambil bibit lamun pada lokasi lamun
donor dengan menggunakan sekop
atau PVC corer.
5. Ambil satu polybag (satu-persatu),
kemudian masukkan bibit lamun yang
sudah diambil beserta substratnya ke
dalam polybag.
6. Bersihkan dari jenis lamun yang lain.
7. Potong sesuai dengan tegakan yang
diperlukan (1 hingga 5).
8. Tambahkan substrat dari lokasi donor
pada polybag tersebut.
9. Buat lubang pada petakan dan
masukkkan polybag yang berissi bibit
ke dalam lubang kemudian benamkan
agar polybag tidak terbawa arus
6. Metode Pengamatan Pertumbuhan
Lamun
Pengamatan terhadap pertumbuhan
lamun yang sudah ditransplantasi dan
parameter perairan rinciannya dapat dilihat
pada tabel 2 dan 3 berikut:
Tabel 2. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan
Lamun No Perhitungan
lamun
Waktu Jumlah
Pengamatan
1 Tingkat
kelangsungan
hidup lamun
Awal dan
Akhir
pengamatan
2 kali
2 Laju pertumbuhan
daun lamun
Setiap minggu pengamatan
selama 2 bulan
8 kali
Tabel 3. Perhitungan Parameter Perairan No Waktu
Pengamatan
Parameter Tempat
1 Hari ke 7, 14, 21, 28, 35, 42,
49, dan 56
Suhu Salinitas
DO
Kecerahan Kecepatan
arus Ph
Di lokasi transplantasi yaitu
di dalam plot
transplantasi
2 Hari ke 7 Nutrien Di lokasi
transplantasi yaitu di dalam plot
transplantasi.
Sampel di uji di laboratorium Balai
Budidaya Laut
Batam
7. Pengolahan Data
1) Pengukuran Pertumbuhan Lamun
a. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Pengukuran pertumbuhan panjang daun
lamun dilakukan pada setiap bibit lamun yang
ditransplantasi yaitu bibit utama dan bibit
cadangan dengan menggunakanalat ukuran
meteran.
Laju pertumbuhan daun lamun jenis
Thalassia hemprichii yang ditransplantasi
dihitung dengan rumus yang dijelaskan
Supriadi (2003); yaitu:
Keterangan :
P : Laju pertumbuhan panjang daun (cm)
Lt : Panjang daun akhir setelah waktu t (cm)
Lo : Panjang daun pada pengukuran awal (cm)
t : Selang waktu pengukuran (Minggu)
b. Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun yang Ditransplantasi
Perhitungan tingkat kelangsungan
hidup lamun ini dilakukan pada setiap tegakan
lamun yang sama.
Untuk menghitung tingkat kelangsungan
hidup yang ditransplantasi digunakan rumus
yang dikemukakan oleh Royce, 1972 dalam
Febriantoro et al, 2013, yaitu:
Keterangan :
SR = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah tegakan lamun utama yang masih
hidup pada akhir penelitian
N0 = jumlah tegakan lamun utama yang
ditransplantasi pada awal penelitian
8. Analisis Data
1. Analisis Data dengan Aplikasi SPSS
Data yang didapat dari hasil
pengamatan di lapangan akan dianalisis secara
kuantitatif. Hasil perhitungan data tingkat
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan
daun lamun yang ditransplantasi dengan
jumlah tegakan berbeda, setiap parameter
untuk tiap perlakuan dianalisis menggunakan
One Way Anova dengan post hoc test dengan
tingkat ketelitian 95% menggunakan aplikasi
Statistical Product an Service Solution (SPSS).
Data diuji sebaran normalitasnya
menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov
sedangkan sebaran data yang tidak normal
dianalisis secara nonparametrik dengan uji
Kruskal Wallis.
2. Penentuan Jumlah Tegakan yang
Optimal
Penentuan jumlah tegakan lamun yang
optimal dari semua perlakuan adalah dari hasil
analisis data selisih masing-masing parameter
pertumbuhan lamun Thallasia hemprichii yang
dihitung. Data hasil analisis dilihat perlakuan
jumlah tegakan yang paling sedikit tetapi
memiliki parameter laju pertumbuhan yang
paling cepat ataupun yang tidak berbeda nyata
dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan
tercepat atau tertinggi dan didukung dengan
tingkat kelangsungan hidup yang terbaik.
3. Analisis Parameter Perairan
Data parameter perairan yang diukur di
lapangan akan ditampilkan dalam bentuk tabel
dan grafik dan dianalisis secara deskriptif
dengan membandingkan data hasil pengukuran
secara langsung di lapangan dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut
untuk Biota Laut. Analisis paramater perairan
digunakan untuk melihat pengaruh parameter
perairan di lokasi penelitian terhadap
pertumnbuhan lamun Thalassia hemprichii
yang ditransplantasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thalassia hemprichii
1. Laju pertumbuhan daun lamun
Thalassia hemprichii pada metode Sprig
anchor
Hasil pengukuran pertumbuhan rata-rata
daun lamun Thalassia hemprichii yang
ditransplantasi dengan metode sprig anchor
dari minggu ke-0 (saat transplantasi) hingga
minggu ke-8 dapat digambarkan pada gambar
3 dan untuk mengetahui pertumbuhan panjang
daun lamun Thalassia hemprichii setiap
minggu pengamatan dapat terlihat pada
gambar 4.
Gambar 3. Pertumbuhan rata-rata daun lamun
Thalassia hemprichii metode
sprig anchor
Gambar 4. Laju Pertumbuhan rata-rata daun
Thalassia hemprichii setiap
minggu
Berdasarkan gambar 3 dan 4 rata-rata
pertumbuhan Lamun Thalassia hemprichii
perminggu pada masing-masing perlakuan
metode sprig anchor adalah Tegakan 1 ( 0,44
cm), Tegakan 2 ( 0,56 cm), Tegakan 3(0,50
cm), Tegakan 4( 0,52 cm) dan tegakan 5 (0,55
cm). Laju pertumbuhan lamun terendah adalah
tegakan 1 dan laju perumbuhan lamun
tertinggi adalah tegakan 2.
Berdasarkan data hasil pengukuran
pertumbuhan lamun yang diperoleh di
lapangan setiap pengamatan selama 8 minggu
pada masing-masing tegakan dan perlakuan,
data yang diperoleh akan dianalisis
menggunakan one-Way ANOVA dengan
aplikasi SPSS. Sebelum dianalisis data diuji
normalitasnya dengan tujuan untuk
mengetahui data yang diperoleh mendekati
distribusi normal. Uji normalisasi data
menggunakan test Kolmogorv-Smirnov pada
aplikasi SPSS. Dari tabel uji normalisasi pada
kolom Kolmogorv-Smirnov terlihat bahwa p-
value = 0,776, artinya bahwa data
'pertumbuhan panjang daun lamun'
berdistribusi normal. Karena p-value > 0,05.
Setelah diketahui data hasil penelitian
berdistribusi normal, data hasil pengukuran
setiap minggu selama delapan minggu
dianalisis menggunakan one-Way ANOVA
dengan aplikasi SPSS.
Tabel 4. Uji One-Way ANOVA pertumbuhan
lamun Thalassia hemprichii pada metode
Sprig anchor
Berdasarkan uji one- Way ANOVA
pada pertumbuhan daun Thalassia hemprichii
didapatkan bahwa nilai signifikan dari
perlakuan tegakan yaitu α (p<0,05) dengan
nilai (0,019<0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa tegakan memberikan perbedaan pada
pertumbuhan panjang daun lamun Thalassia
hemprichii. Oleh karena itu, dilakukan
pengujian statistik lanjutan menggunakan uji
Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95
% untuk melihat nilai perbedaan antara
pertumbuhan panjang daun lamun Thalassia
hemprichii pada setiap perlakuan sebagaimana
hasil uji lanjut dapat terlihat pada gambar di
bawah ini.
Tabel 5. uji Post Hoc Duncan Pertumbuhan
daun lamun Thalassia hemprichii
pada metode Sprig anchor
Berdasarkan uji lanjutan menggunakan
analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat
ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun
Thalassia hemprichii metode sprig anchor
didapatkan bahwa nilai perbedaan
pertumbuhan panjang daun antar perlakuan
diperoleh signifikan sebesar 0,153 untuk
perlakuan tegakan 1 dan tegakan 3. Sedangkan
nilai signifikan 0,088 cm untuk perlakuan
tegakan 3, tegakan 4, tegakan 5 dan tegakan
2.
2. Laju pertumbuhan daun lamun
Thalassia hemprichii pada metode
Polybag
Hasil pengukuran Pertumbuhan daun
lamun Thalassia hemprichii yang
ditransplantasi dengan metode polybag dari
minggu ke-0 (saat transplantasi) hingga
minggu ke-8 dapat digambarkan pada gambar
5 dan untuk mengetahui laju pertumbuhan
daun lamun Thalassia hemprichii setiap
minggu pengamatan dapat terlihat pada
gambar 6.
Gambar 5. Pertumbuhan rata-rata daun lamun
Thalassia hemprichii pada
metode polybag (cm/minggu)
Gambar 6. Laju Pertumbuhan rata-rata
Thalassia hemprichii setiap
pengamatan
Berdasarkan gambar 5 dan gambar 6
pertumbuhan rata-rata daun Lamun Thalassia
hemprichii perminggu pada masing-masing
perlakuan metode polybag adalah tegakan 1 (
0,54 cm), tegakan 2 ( 0,58 cm), tegakan 3(
0,61 cm), tegakan 4 ( 0,62 cm) dan tegakan 5 (
0,56 cm). Laju pertumbuhan lamun terendah
adalah tegakan 1 dan laju perumbuhan lamun
tertinggi adalah tegakan 4
Berdasarkan data hasil pengukuran
pertumbuhan lamun yang diperoleh di
lapangan setiap pengamatan selama 8 minggu
pada masing-masing tegakan dan ulangan,
data yang diperoleh akan dianalisis diuji
normalitasnya dengan tujuan untuk
mengetahui data yang diperoleh mendekati
distribusi normal. Uji normalisasi data
menggunakan test Kolmogorv-Smirnov pada
aplikasi SPSS.
Dari tabel uji normalisasi pada kolom
Kolmogorv-Smirnov terlihat bahwa p-value =
0,985, artinya bahwa data 'pertumbuhan
panjang daun lamun' berdistribusi normal,
karena p-value > 0,05. Setelah diketahui data
hasil penelitian berdistribusi normal, data hasil
pengukuran setiap minggu selama delapan
minggu dianalisis menggunakan one-Way
ANOVA dengan aplikasi SPSS.
Tabel 6. Uji One-Way ANOVA pertumbuhan
lamun Thalassia hemprichii pada
metode polybag
Berdasarkan uji one- Way ANOVA
pada pertumbuhan daun Thalassia hemprichii
didapatkan bahwa nilai signifikan dari
perlakuan tegakan yaitu α (p>0,05) dengan
nilai (0,565>0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa tegakan tidak memberikan perbedaan
pada pertumbuhan panjang daun lamun
Thalassia hemprichii.
Tabel 7. Uji Post Hoc Duncan Pertumbuhan
daun lamun Thalassia hemprichii
pada metode polybag
Berdasarkan uji lanjutan menggunakan
analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat
ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun
Thalassia hemprichii metode polybag
didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang
nyata antar masing-masing tegakan, yang
dalam penelitian ini tegakan adalah perlakuan.
Jika diamati, laju pertumbuhan lamun
Thallasia hemprichii yang ditransplantasi di
lokasi tranplantasi, kisaran rata-rata
pertumbuhan lamun dalam waktu 8 minggu
dari tegakan 1 hingga 5 untuk metode sprig
anchor adalah kisaran 0,41 cm/minggu dan -
0,64 cm/minggu. Sedangkan kisaran rata-rata
pertumbuhan lamun untuk metode polybag
adalah 0,43 cm/minggu-0,72 cm perminggu.
Laju pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii
di lokasi transplantasi tergolong lebih rendah
jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain
yang memiliki rata-rata pertumbuhan daun
lamun Thalassia hemprichii yang
ditransplantasi di Pulau Pramuka dan Pulau
Harapan 0,78 mm/hari dan 0,89 mm/hari
(Apramilda, 2011). Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa kisaran rata-rata
pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii di
Perairan Teluk Awur 0,13 cm/hari - 0,16
cm/hari. Sedangkan kisaran rata-rata laju
pertumbuhan lamun transplantasi T.
Hemprichii Bandengan adalah 0,16 cm/hari
(Wulandari, 2013).
Pertumbuhan daun lamun berbeda-
beda antara lokasi yang satu dengan yang
lainnya, hal ini dikarenakan kecepatan atau
laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal seperti fisiologi, metabolisme
dan faktor-faktor eksternal seperti zat-zat hara,
tingkat kesuburan substrat dan parameter
lingkungan lainnya. (Kiswara, 1999).
Penurunan laju pertumbuhan lamun
transplantasi di lokasi transplantasi lamun
diduga karena adanya pengaruh ketersediaan
nutrisi yang rendah di perairan yang diserap
oleh lamun transplantasi, pendapat ini
didukung dengan Nitrat merupakan unsur
nutrien dalam perairan yang membatasi
pertumbuhan lamun (McRoy dan McMillan,
1977; Short, 1981 dalam Phillips dan Menez,
1988 dalam Dirgandini, 2013). Faktor lain
yang terjadi di lokasi penelitian yaitu pada
minggu kelima pengamatan terjadi
pencemaran minyak.
B. TINGKAT KELANGSUNGAN
HIDUP LAMUN Thalassia hemprichii
1. Tingkat Kelangsungan hidup Lamun
Thalassia hemprichii pada metode sprig
anchor
Gambar 7. Rata-rata tingkat kelangsungan
hidup lamun Thalassia hemprichii
metode Sprig anchor
Berdasarkan gambar 7 tingkat
kelansungan hidup lamun Thalassia hemprichii
pada metode sprig anchor, menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat kelangsungan hidup
lamun terendah terdapat pada tegakan 1 dan 5
dengan tingkat hidup 60 %, sedangkan tingkat
kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada
perlakuan tegakan 4 yaitu 75%.
2. Tingkat Kelangsungan hidup Lamun
Thalassia hemprichii pada metode
Polybag
Gambar 8. Rata-rata Tingkat Kelangsungan
hidup lamun Thalassia hemprichii metode
polybag
Berdasarkan gambar 8 tingkat
kelangsungan hidup lamun Thalassia
hemprichii pada metode polybag,
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
kelangsungan hidup lamun terendah terdapat
pada tegakan 5 dengan tingkat hidup 96 %,
sedangkan tingkat kelangsungan hidup
tertinggi terdapat pada perlakuan tegakan 1,
tegakan 2, tegakan 3 dan tegakan 4 yaitu
100%.
Menurut Ganassin dan Gibbs (2008)
dalam Asriani (2014), beberapa faktor yang
dilaporkan dapat berkontribusi pada kegagalan
transplantasi lamun adalah erosi, penguburan
dengan pasir, perubahan kondisi perairan yang
drastis, kekeruhan, konsentrasi amonia
sedimen yang tinggi, pertumbuhan epifit,
akibat kegiatan antropogenik dan jangkar yang
digunakan saat transplantasi.
Pada lokasi penelitian, beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya
kematian/pembusukan pada transplan
sehingga mengurangi tingkat kelangsungan
hidupnya adalah aktivitas grazer dari ikan, dan
adanya lubang udang disekitar lokasi
transplantasi lamun pada metode sprig anchor
dan pada minggu ke 5 di lokasi transplantasi
terjadi pencemaran minyak sebagaimana
menurut Bengen, (2001) dalam Shoedarma,
2007 minyak tersebut dapat menghalangi
lamun untuk berfotosintesis.
C. Penentuan Tegakan Lamun Yang
Optimal
Penentuan jumlah tegakan optimal
lamun Thalasia hemprichii dilakukan oleh
setiap metode dengan melihat dari hasil
analisis parameter pertumbuhan. Hasil analisis
dilihat perlakuan jumlah tegakan lamun yang
sedikit tetapi memiliki parameter
pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi
ataupun yang tidak berbeda nyata dari
perlakuan dengan parameter pertumbuhan
yang tercepat atau tertinggi DAN
DIDUKUNG DENGAN .
a. Tegakan optimal metode sprig anchor
Penentuan jumlah tegakan yang
optimal pada lamun Thalassia hemprichii,
dilihat dari data analsis laju pertumbuhan
daun lamun (dan tingkat kelangsungan hidup
lamun Thalassia hemprichii:
Tabel 8. Penentuan Tegakan Optimal Laju
Pertumbuhan daun lamun Thalassia
hemprichii pada metode Sprig anchor
Tabel 9. Penentuan tegakan optimal Tingkat
Kelangsungan Hidup lamun Thalassia
hemprichii metode Sprig anchor
b. Tegakan Optimal Lamun Metode
Polybag
Pertimbangan sebelum menentukan
jumlah tegakan yang optimal pada lamun
Thalassia hemprichii, maka dilihat dari data
analsis laju pertumbuhan daun lamun dan
tingkat kelangsungan hidup lamun Thalassia
hemprichii:
Tabel 10. Penentuan Tegakan Optimal Laju
Pertumbuhan daun lamun Thalassia
hemprichii pada metode polybag
TEGAKAN N Subset
1 1 2
TEGAKAN 1 5 ,4480
TEGAKAN 3 5 ,5000 ,5000
TEGAKAN 4 5 ,5280
TEGAKAN 5 5 ,5560
TEGAKAN 2 5 ,5680
Sig. ,153 ,088
Tegakan N Subset
1 1
Tegakan 1 5 ,5480
Tegakan 5 5 ,5660
Tegakan 2 5 ,5840
Tegakan 3 5 ,6120
Tegakan 4 5 ,6200
Sig. ,204
Tabel 11. Penentuan Tegakan Optimal
Tingkat Kelangsungan hidup
Thalassia hemprichii metode
polybag
Tegakan optimal lamun Thalassia
hemprichii berdasarkan parameter
pertumbuhan lamun yang ditentukan, maka
hasil analisis dengan uji post Hoc Duncan
pada laju pertumbuhan daun lamun dan Rank
Uji Kruskal wallis pada tingkat kelangsungan
hidup lamun menunjukkan bahwa ukuran
lamun optimal yang ditransplantasi ditentukan
pada masing-masing metode. Pada metode
sprig anchor tegakan optimal lamun yang
ditransplantasi dicapai oleh tegakan lamun 2
(Lihat table 8 dan 9) Karena tegakan 2
pertumbuhannya tertinggi dan didukung
dnegan tingkat kelangsungan hidup yang
tergolong tinggi sedangkan pada metode
polybag dicapai oleh tegakan lamun 1 (lihat
Tabel 10 dan Tabel 11). Karena tegakan 1
walaupun pertumbuhannya tergolong rendah
dibandingkan tegakan yang lain, namun tidak
terdapat perbedaan yang nyata sehingga dipilih
tegakan 1 jumlah tegakan yang terkecil dan
didukung dengan tingkat kelangsungan hidup
yang tergolong tinggi. Tegakan optimal
lamun Thalassia hemprichii yang dihasilkan
dianggap sebagai tegakan lamun optimal yang
efisien dan efektif dalam transplantasi lamun.
D. PARAMETER PERAIRAN DI
LOKASI TRANSPLANTASI LAMUN
Parameter fisika dan kimia suatu
perairan memegang peranan penting bagi
kelangsungan hidup lamun. Keadaan
parameter fisika dan kimia yang optimum
sangat dibutuhkan oleh lamun untuk
melangsungkan kehidupannya. Di bawah ini
disajikan Tabel 12 yang berisi nilai-nilai
parameter yang diukur selama penelitian.
Tabel 12. Nilai Rata-rata Parameter Perairan
di Lokasi Transplantasi Lamun
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu di lokasi
transplantasi lamun di setiap minggu
pengamatan berkisar 27°C -31 °C dengan hasil
rata-rata 28,6 °C. Berdasarkan KEPMEN LH
No 51 Tahun 2004 suhu perairan untuk biota
laut kisaran 28-30, jadi suhu di lokasi
transplantasi tergolong masuk dalam kisaran
karena rata-rata suhu selama pengamatan 28,6
°C.
2. Salinitas
Rata-rata salinitas di perairan lokasi
transplantasi masih berada dalam kisaran bagi
lamun untuk tumbuh dengan baik sebesar 32,1
‰ sebagaimana menurut KEPMEN LH N0 51
Tahun 2004 untuk biota laut sebesar 33-34 ‰
sedangkan menurut Badria (2007) Kisaran
optimum untuk pertumbuhan Thalassia
dilaporkan dari salinitas 24-35 ‰.
3. Kecepatan arus
Berdasarkan hasil rata-rata
pengukuran kecepatan arus di perairan lokasi
transplantasi adalah 0,18 m/s. Jika mengacu
kepada pendaput Phillips & Menez (1988)
dalam Sambara (2014) yang menyatakan
bahwa lamun umumnya dapat tumbuh pada
perairan tenang dengan kecepatan arus sampai
3,5 knots (0,7m/detik), kondisi akecepatan
arus di lokasi penelitian termasuk di bawah
kisaran arus yang optimum.
4. pH
Berdasarkan hasil pengukuran pH
dihasilkan nilai rata-rata 8,7. Kondisi pH di
lokasi transplantasi ini sedikit lebih tinggi dari
kisaran pH optimun untuk biota laut menurut
KEPMEN LH NO 51 Tahun 2004 sebesar 7-
8,5. Jika dibandingkan dengan menurut Philips
in Burrel & Schubell (1977) in Zulkifli dan
Efriyaldi (2003) yang menyatakan bahwa nilai
kisaran pH optimum untuk pertumbuhan
lamun berkisar 7,3-9,0. Oleh karena itu,
kisaran pH di lokasi transplantasi masih dalam
kisaran untuk pertumbuhan lamun.
5. Kecerahan
Kecerahan Perairan mencapai 100 %
artinya bahwa penentrasi cahaya mencapai 100
%, Christon, Djunaidi dan Purba (2012)
menyatakan bahwa tingkat kecerahan 100%
sangat menguntungkan bagi lamun karena
proses fotosintesis dapat berlangsung secara
optimal, cahaya yang masuk ke dalam perairan
sangat penting untuk aktivitas fotosintesis.
6. DO
Hasil pengukuran DO di lokasi penelitian,
dihasilkan nilai rata-rata pengukuran setiap
minggu sebesar 6,6 mg/l. Kandungan oksigen
terlarut pada data diatas sesuai dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.51
Tahun 2004 yang menyatakan standar
konsentrasi oksigen terlarut yang layak untuk
kehidupan biota laut adalah > 5 mg/l.
7. Nitrat dan fosfat
Hasil pengukuran nitrat pada sedimen di
lokasi transplantasi adalah 0,8 m/L tergolong
sangat rendah. Hal ini didukung dengan
pendapat Yatim (2005) dalam Sambara
(2014), konsentrasi nitrat dalam tanah dibagi
menjadi 3 bagian yaitu <3 ppm (rendah), 3-10
ppm (sedang), dan >10 (tinggi). Kandungan
nitrat yang tinggi cenderung menyebabkan laju
pertumbuhan yang tinggi pula karena
merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun
(Effendi, 2003 dalam Hasanudin, 2013).
Selain nitrat, fosfat juga merupakan
faktor pembatas pertumbuhan lamun. Lamun
memanfaatkan fosfat di kolom air melalui
daun dan di sedimen melalui akar dan
rhizoma. Fosfat digunakan dalam proses
fotosintesis dan respirasi lamun. Senyawa ini
menunjukkan subur tidaknya suatu perairan
(Effendi, 2003 dalam Sambara, 2014 ).
Berdasarkan hasil pengujian niai fosfat yang
dihasilkan adalah 0,733 mg/L. Menurut
Suleman (2005) dalam Hasanuddin (2013)
mengelompokkan tingkat kesuburan perairan
ditinjau dari kandungannya. Jadi, kandungan
fosfat di lokasi penelitian sangat rendah yaitu
<5 ppm.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Laju pertumbuhan lamun jenis Thalassia
hemprichiii yang ditransplantasi pada
metode Spirg anchor menghasilkan rata-
rata pertumbuhan lamun dari tegakan 1
hingga tegakan 5 dalam waktu 8 minggu
adalah kisaran 0,41 cm/minggu hingga
0,64 cm/minggu. Sedangkan rata-rata
pertumbuhan lamun untuk metode
polybag adalah kisaran 0,43 cm/minggu
hingga 0,72 cm/minggu. Untuk hasil
tingkat kelansungan hidup lamun pada
metode sprig anchor adalah 67,64% ,
sedangkan pada metode polybag sebesar
99,2 %.
2. Pada masing-masing metode dihasilkan
jumlah tegakan optimal lamun Thalassia
hemprichii, metode sprig anchor tegakan
optimal dicapai oleh tegakan 2, dan pada
metode polybag tegakan optimal pada
tegakan 1.
B. SARAN
Sebaiknya pemanfaatan lamun untuk
transplantasi lamun Thalassia hemprichii di
Perairan Bintan menggunakan jumlah tegakan
optimal yang dihasilkan yaitu untuk metode
sprig anchor tegakan 2, dan metode polybag
tegakan 1 agar tercipta efisiensi dan efektifitas
pemanfaatan secara berkelanjutan dan
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
penambahan kandungan nutrient terhadap
pertumbuhan lamun, dan transplantasi lamun
pada musim yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Apramilda, Riesna. 2011. Status Temporal
Komunitas Lamun Dan Keberhasilan
Transplantasi Lamun Pada Kawasan
Rehabilitasi Di Pulau Pramuka Dan
Harapan, Kepulauan Seribu, Provinsi
Dki Jakarta; (Skripsi) IPB
Apriyanti, Rahayu. 2013. Pengaruh
Kelimpahan dan Komposisi Mikroalga
Epifit Terhadap Pertumbuhan Lamun
Enhalus acoroides di Pulau Pari
Kepulauan Seribu. Skripsi. FPIK.
Universitas Padjadjaran. Bandung
Asriani, Neni. 2014. Tingkat
Kelangsungan Hidup Dan Persen
Penutupan Berbagai Jenis Lamun Yang
Ditransplantasi Di Pulau
Barranglompo. (skripsi) FIKP. Unhas
Azkab, M.H. 1999. Pedoman Inventarisasi
Lamun. Oseana. Volume XXIV, Nomor
1, 1999. ISSN 0216-1877 Balitbang
Biologi Laut, Puslitbang Biologi Laut-
LIPI, Jakarta.
Azkab, M.H. 1999b. Petunjuk penanaman
lamun. Oseana. Volume XXIV, nomor
3: 11-25. ISSN 0216-1877. Balitbang
Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi -
LIPI, Jakarta.
Azkab, M. H. 2000. Struktur dan Fungsi pada
Komunitas Lamun. Oseana, Volume
XXV, Nomor 1, 2000 : 1 – 11. ISSN
0216-1877. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Osenologi-
LIPI.Jakarta.
Azkab, M.H. 2006. Ada apa dengan Lamun.
Oseana Volume XXI Nomor 3 2006:45-
55. ISSN 0216.1877 Pusat Oseanografi
LIPI.
Azkab, M.H. dan Kiswara 1994. Transplantasi
Lamun Thalassia hemprichii (Ehrenb)
Aschers di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Dalam Teluk
Jakarta;biologi, budidaya, oseanografi,
geologi dan kondisi perairan (M.K.
Moosa, D. P. Praseno dan Sukarno,
eds). Puslitbang Oseanografi-LIPI,
Jakarta, 105-111
Badria, S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun
Lamun (Enhalus acroides) pada Dua
Substrat Yang Berbeda Di Teluk Banten
(Skripsi). Program Studi Ilmu dan
Teknologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Calumpong HP & Fonseca MS. 2001.
Seagrass Transplantation and Other
Seagrass Restoration Methods. Chapter
22, pp. 427. In: Short FT, Coles RG
(eds). Global Seagrass Research
Methods. Elsevier Science B. V.
Amsterdam.
Christon., Otong Suhara Djunaidi dan NoIr
Primadona Purba. 2012. Pengaruh
Tinggi Pasang Surut terhadap
Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides
di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta.
Jurnal Perikanan dan Kelautan . ISSN
2088-3137 Vol 3. No 3 September
2012: 287-294
Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J.
Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati
Laut. Gramedia, Jakarta.
Damar, Ario., Nyoman D Adi., Am Azbas
Taurusman., Beginer Subhan., Ari
Gunawan., Husnileili., Arif Trihandoyo.
2011. Pemantauan Dan Pemeliharaan
Berkelanjutan Program Peningkatan
Kualitas Lingkungan Kepulauan Seribu.
Working Paper Pkspl-Ipb Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut
Pertanian Bogor. Vol 2 No 3 ISSN:
2086-907.
Dirgandini, Lita. 2013. Laju Pertumbuhan
Lamun Enhalus acoroides Hasil
Transplantasi pada Kerapatan dan
Substrat yang berbeda di Bintan
Kepualaun Riau. (skripsi) FPIK;
UNPAD
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau Pulau Kecil, Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut.
2008. Identifikasi dan Monitoring
Lamun. Departemen Kelautan dan
Periakanan
Erftemeijer P.I.A and Meddelburg. J.J. 1993.
Sediment-nutrient Interactions in
Tropical Seagrass Beds: a Comparison
Between a Terrigenous and a Carbonate
Sedimentary Environment in South
Sulawesi (Indonesia). Marine Ecology
Progress Series, Vol,102: 187-198.
Netherlands Institute of Ecology, Center
for Estuarine and Coastal Ecology.
Netherlands.
Febriyantoro, Ita Riniatsih, Hadi Endrawati,
2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi
Lamun(Enhalusacoroides) Di Kawasan
Padang Lamun Perairan Prawean
Bandengan Jepara.
JurnalPenelitianKelautan. Volume 1,
Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10.
Fonseca, M.S., W.J. Kenworthy, B.E. Julius,
S. Shutler and S Fluke. 2002. Seagrasses
Pages 149-170 in M.R. Perrow and A.J.
Davy (Eds), Handbook of Ecological
Restoration, vol 2. Cambridge
University Press, New Tork.
Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara
Kerapatan dan Morfometrik Lamun
Enhalus acoroides dengan Substrat dan
Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab.
Pangkep. Skripsi: Jurusan Ilmu
Kelautan, FIKP, Universitas
Hasanuddin. Makassar
Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 2000.
Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Kawaroe, Mujizat, Indra Jaya Dan Indarto.
2008. Rekayasa Teknologi
Transplantasi Lamun Pada Jenis
Enhalus Acoroides Dan Thallassia
Hemprichii Di Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta. IPB
KEPMEN LH No.51 (2004). Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut untuk Biota Laut. MENLH.
Jakarta
KEPMEN LH No.200 (2004). Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor
200 Tahun 2004 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman
Penentuan Status Padang Lamun.
MENLH. Jakarta
Kiswara, W. 1992. Vegetasi Lamun (Seagrass)
di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Buletin Ilmiah
Oseana No 25. Jakarta.
Kiswara, W. 1994. Dampak Perluasan
Kawasan Industri Terhadap Luas
Penutupan Padang Lamun di Teluk
Banten, Jawa Barat. Seminar Nasional
Dampak Pembangunan Terhadap
Wilayah Pesisir.2-3 Februari 1994.
Jakarta, Indonesia.
Kiswara, W. 1999. Perkembangan Penelitian
Ekosistem Lamun di Indonesia. Hlm
181-195. In Sutomo, Kinarti A.
Soegiarto, Asikin Djamali, dan Otto
S.R. Ongkosongo (ed). Prosiding
seminar tentang oseanologi dan ilmu
lingkungan laut dalam rangka
penghargaan kepada Prof. Dr. Apriliani
Soegiarto, M.Sc., APU. Puslitbang
Oseanologi LIPI. Jakarta.
Kiswara, W. 2004. Kondisi Padang Lamun
(seagrass) di Perairan Teluk Banten.
LIPI. Jakarta.
Kordi K, M Ghufran H & Bancung, A Baso,
2011. Ekosistem Lamun(Sea grass).
Rineka Cipta. Jakarta.
McKenzie L.J dan R.L. Yoshida. 2009.
Seagrass-watch: Proceedings of a
workshop for monitoring seagrass
habitats in Indonesia. The Nature
Concervacy, Coral Triangel Center,
Sanur, Bali, 9th May 2009.
Nontji, A. 1987. Laut nusantara. Penerbit
Djambatan. Jakarta. vii + 372 hlm
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara.
Penerbit Djambatan. Cetakan ketiga.
Jakarta
Nontji, Anugerah.2003. Pengelolaan dan
Rehabilitasi Lamun. Program
TRISMADES.http://www.d.yimg.com/k
q/groups/25104075/.../name/REHABILI
TASI+LAMUN.doc Diakses pada 8
Desember 2015
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta
Qurahman, Taufiq. 2013. Studi densitas
terhadap biomassa daun lamun
Thalassia hemprichii dengan enhalus
acoroides Pada ekosistem padang
lamun Di perairan pulau
bonetambung, Kota makassar.
Universitas Hassanudin : Makassar
Rahmawati, Susi., Indarto Happy Supriyadi,
Muhammad Husni Azkab, Wawan
Kiswara . 2014. Panduan monitoring
padang lamun : CRITC COREMAP
CTI LIPI dalam
http://eol.org/data_objects/19205465
diunduh pada 5 November 2015
Romimohtarto dan Sri Juwana. 2001. Biologi
Laut. Jakarta; Djambatan
Sambara, Zusan Rapi. 2014. Laju Penjalaran
Rhizoma lamun yang ditransplantasi
secara multispesies di Pulau
BarrnagLompo. (Skripsi) FIKP. Unhas
Seagrasswatch.
http://www.seagrasswatch.org/id_seagra
ss.html diunduh pada November 2015
Soedharma, D. 2007.Pertumbuhan,
ProduktivitasdanBiomassa,
FungsidanPerananLamun. InstitutPertanian
Bogor. Bogor.
Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E.
Acoroides (Lim F) Royle dan Thalassia
hemprichii (Enrenb) Ascherson di Pulau
Barrang Lompo Makassar. Fkultas
Perikana dan Ilmu Kelautan. IPB: Bogor
Wulandari, D., I. Riniatsih dan E. Yudiati.
2013. Transplantasi Lamun
Thalassia hemprichii Dengan
Metode Jangkar di Perairan Teluk
Awur dan Bandengan, Jepara.
Journal of Marine Research. Vol: 2,
No. 2 Hal. 30-38
Zulkifli dan Efriyeldi, 2003, Kandungan Zat
Hara dalam Air Poros dan Air
Permukaan Padang Lamun Riau
http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal
natur/vol5(2)/Zulkifli.pd diunduh
pada 17 April 2016
.