Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus …repository.umrah.ac.id/661/1/ARTIKEL DINA...

13
1 Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus acoroides Dan Thalassia hemprichii Di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan Dina Septilia Riyani 1 , Febrianti Lestari, Tri Apriadi [email protected] 1 Manajemen Sumberdaya Perairan, Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2017 di perairan Kampung Bugis, Kabupaten Bintan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan software archGis 10.3. Metode untuk laju pertumbuhan lamun dengan metode pemangkasan daun lamun dengan memilih daun lamun yang dikira usia sedang. Untuk biomassa daun lamun, pemangkasan daun awal sebagai biomassa alami dan biomassa akhir setelah 60 hari. Laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides setelah 60 hari sebesar 0,964 cm/hari dan Thalassia hemprichii sebesar 0,191 cm/hari. Biomassa daun lamun Enhalus acoroides yang tertinggi pada saat pengambilan akhir sebesar 11,92 gbk/m 2 dan Thalassia hemprichii sebesar 3,50 gbk/m 2 . Dari hasil analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa Nitrat menunjukkan nilai positif dengan pertumbuhan lamun jenis Enhalus acoroides dengan tingkat hubungan rendah dan jenis Thalassia hemprichii dengan Fosfat dan DO menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah. Kata kunci: Bintan, Biomassa, Enhalus acoroides, Pertumbuhan, Thalassia hemprichii.

Transcript of Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus …repository.umrah.ac.id/661/1/ARTIKEL DINA...

1

Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus acoroides Dan

Thalassia hemprichii Di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan

Dina Septilia Riyani1, Febrianti Lestari, Tri Apriadi

[email protected]

Manajemen Sumberdaya Perairan, Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan produksi

biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang

dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2017 di perairan Kampung Bugis,

Kabupaten Bintan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan

software archGis 10.3. Metode untuk laju pertumbuhan lamun dengan metode

pemangkasan daun lamun dengan memilih daun lamun yang dikira usia sedang.

Untuk biomassa daun lamun, pemangkasan daun awal sebagai biomassa alami dan

biomassa akhir setelah 60 hari. Laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides

setelah 60 hari sebesar 0,964 cm/hari dan Thalassia hemprichii sebesar 0,191

cm/hari. Biomassa daun lamun Enhalus acoroides yang tertinggi pada saat

pengambilan akhir sebesar 11,92 gbk/m2 dan Thalassia hemprichii sebesar 3,50

gbk/m2. Dari hasil analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa Nitrat

menunjukkan nilai positif dengan pertumbuhan lamun jenis Enhalus acoroides

dengan tingkat hubungan rendah dan jenis Thalassia hemprichii dengan Fosfat

dan DO menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah.

Kata kunci: Bintan, Biomassa, Enhalus acoroides, Pertumbuhan, Thalassia

hemprichii.

2

PENDAHULUAN

Perairan Kampung Bugis merupakan salah satu wilayah pesisir yang terletak di

daerah. Kelurahan Tanjung Uban Utara di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

Riau. Dari beberapa ekosistem laut yang dimiliki perairan Kampung Bugis salah

satunya adalah padang lamun.

Padang lamun secara ekologi berperan penting dalam menunjang kehidupam

dan perkembangan biota yang hidup di laut dangkal (Asriyana & Yuliana 2012).

Beberapa biota akuatik hidup bergantung pada padang lamun, baik sementara

maupun sepanjang hidup yang merupakan habitat, daerah pemijahan, daerah

pengasuhan, tempat mencari makan dan daerah pembesaran biota. Menurut Azkab

(1988) ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang

paling produktif. Kondisi padang lamun berpengaruh terhadap biota – biota

tersebut. Jika ekosistem lamun dalam kondisi baik, maka kehidupan biota-biota

tersebut akan optimal. Berdasarkan hasil praktik lapang Riyani (2017) jenis lamun

yang mendominasi di Perairan Kampung Bugis yaitu Enhaluss acoroides dan

Thalassia hemprichii. Salah satu aspek biologi yang sangat berperan dan

mempunyai keterkaikan erat dengan produktivitas lamun adalah pertumbuhan

lamun. Laju pertumbuhan yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang

tinggi. Daun lamun merupakan bagian yang lebih cepat mengalami pertumbuhan

dibandingkan dengan rhizoma, maka pengukuran biomassa lamun dapat dijadikan

pendekatan dalam perkiraan produksi biomassa secara keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka saat ini

belum ada penelitian terkait laju pertumbuhan dan produksi biomassa lamun di

perairan Kampung Bugis. Dengan demikian, dilakukan penelitian mengenai laju

pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan

Thalassia hemprichii di perairan Kampung Bugis.

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2017-Januari 2018. Berlokasi di

Perairan Kampung Bugis. Pengukuran laju pertumbuhan daun dilakukan di

lapangan, sedangkan sampel daun lamun untuk biomassa, sampel kualitas air dan

substrat dilakukan analisis di Laboraturium FIKP UMRAH dan analisis

konsentrasi Nitrat dan Fosfat dilakukan di BPBL Batam.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Multitester, Current

meter, Turbidymeter, Handfaktometer, Kolorimeter, Spekrofotometer, GPS,

Timbangan analitik, Plot 1 m x 1 m, Sieve net, Oven, Plot 1 x 1 m, Jangka Sorong,

Botol sampel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Asam sulfat

(H2SO4).

C. Prosedur Penelitian

3

1. Penentuan Titik Sampling

Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling, dengan

menggunakan software visual sampling plan dengan Ar.Gis 10.3 citra google eart

2016. Wilayah penelitian di bagi 31 titik di sepanjang perairan Kampung Bugis.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

2. Pengolahan Data

Pengambilan data di lokasi perairan Kampung Bugis meliputi kerapatan lamun,

pengambilan daun lamun, dan parameter fisika, kimia, dan substrat yang di

jelaskan sebagai berikut:

a. Kerapatan Lamun

Pengamatan kerapatan lamun dilakukan dengan meletakkan plot 1x1m pada

titik sampling yang telah ditentukan. Kemudian hitung jumlah tegakan jenis

lamun E. acoroides dan T. hemprichii di dalam petakan plot. Kemudian

dimasukkan ke dalam rumus perhitungan kerapatan lamun (English et al, 1997):

Ki =

Keterangan:

Ki = Kerapatan jenis

ni = Jumlah total tegakan

A = Luas total area pengambilan sampel

b. Pengambilan Contoh Daun Lamun

Pengambilan data pengukuran pertumbuhan daun lamun menggunakan metode

penandaan, yaitu dengan cara mengguntinng atau memangkas daun lamun Zieman

(1974), (Erftermeijer et al, 1993). Memangkas daun lamun dengan memilih daun

4

yang berusia sedang (tidak tua, tidak muda) 1 tegakan lamun jenis E. acoroides

dan T. hemprichii dalam plot. Pemotongan atau pemangkasan dilakukan dengan

jarak 1 cm dari seludang daun lamun dan diberi tanda dengan kabel ties pada

rhizoma lamun tersebut pada tiap titik sampling. Supriadi et al (2006), Jangka

hidup daun lamun diamati bersamaan pertumbuhan. Jangka hidup daun lamun

merupakan lama waktu yang dihitung sejak penandaan suatu daun sampai setelah

waktu yang di tentukan (60 hari). Setelah data daun lamun didapatkan kemudian

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Supriadi et al, 2006):

P =

Keterangan:

P = Pertumbuhan Panjang (cm) Pt = Panjang akhir daun (cm)

P0 = Panjang awal daun (cm) t = Waktu (hari)

Pengambilan data biomassa daun lamun dilakukan dengan mengambil sampel

sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat penandaan daun lamun sebagai berat awal

(berat alami). Kemudian, pada saat setelah 60 sebagai berat akhir. Kemudian

sampel yang sudah di dapat di masukan ke dalam oven (65 oC) selama 48 jam

hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel lamun yang telah kering

diletakkan di atas almunium foil dan ditimbang menggunakan timbangan analitik

dengan ketelitian 0,01. Produksi biomassa daun lamun dihitung dengan

menggunakan rumus (Brower 1989 dalam Zulfikar 2016).

P = W x D

Keterangan:

P = Produksi biomassa lamun (gbk/m2)

W = Berat lamun setelah pengeringan (g)

D = Kerapatan lamun (ind/m2)

c. Parameter Kualitas Perairan

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada saat pasang di 31 titik

pengamatan lamun. Adapun parameter yang diukur yaitu: suhu, kecepatan arus,

kekeruhan, DO, pH, salinitas, nitrat, fosfat, jenis substrat dan BOT. Pengukuran

dilakukan sebagai data penunjang untuk melihat kondisi Perairan Kampung

Bugis. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan

akhir penelitian (60 hari).

D. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan

produksi biomassa daun lamun E. acoroidesdan T. hemprichii adalah analisis

statistik deskriptif. Sedangkan, hubungan antar pertumbuhan daun lamun dengan

kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) dan DO menggunakan analisis regresi

berganda dengan bantuan SPSS versi 21.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Wilayah Perairan Kampung Bugis adalah salah satu daerah di Kelurahan Tanjung Uban

Utara, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan. Kelurahan Tanjung Uban

Utara sendiri terdiri dari Kampung Bugis dan Kampung Sakera dengan luas

wilayah ± 4558 Km2, berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut,

memiliki topografi pantai yang landai dengan panjang pantai ± 500 m dengan

curah hujan berkisar 200 mm/tahun. Secara administratif Kampung Bugis

memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut China Selatan,

Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Uban Selatan,

Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Uban Kota,

Sebelah Timur : Desa Sebong Pereh dan Desa Lancang Kuning

B. Kerapatan Lamun

Kerapatan lamun digambarkan dengan satuan ind/m2

yaitu dengan menghitung

total tegakan jenis lamun E. acoroides dan T. hemprichii dan membandingkan

dengan luasan area yang disampling. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung

Bugis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung Bugis

Berdasarkan hasil perhitungan nilai kerapatan lamun yang dilakukan, diperoleh

hasil yaitu jenis lamun T. hemprichii memiliki kerapatan tertinggi yang mencapai

36,29 ind/m² dibandingkan jenis lamun E. acoroides dengan nilai 28,10 ind/m². Hasil ini dikarenakan menurut hasil penelitian Ballesteros et al. (2007), pada jenis

lamun E. acoroides menunjukkan bahwa alga merah Lophocladialallemandii

yang tumbuh sebagai epifit pada lamun Posidonia oceanica dapat mengurangi

kerapatan lamun, biomassa daun lamun, dan tingkat kelangsungan hidup lamun

tersebut.Nilai kerapatan lamun mengacu pada skala kondisi padang lamun

menurutBraun – Blanquet, nilai kerapatan jenis lamun yang berkisar 25-75 ind/m² termasuk kategori jarang (Haris & Gosari, 2012).

Nilai kerapatan yang rendah dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cenderung

kasar yaitu dengan tipikal berpasir (Tabel 2). Umumnya kerapatan lamun paling

tinggi adalah tipikal substrat halus yang lebih banyak mengandung bahan nutrien.

Bahan nutrien dimanfaatkan oleh lamun untuk tumbuh. Tipikal substrat agak

6

kasar maupun kasar kurang mengandung nutrien bagi lamun. Hal ini sesuai

dengan hasil analisis tipe substrat perairan Kampung Bugis yaitu memiliki tipe

substrat berpasir.

C. Laju Pertumbuhan Daun Lamun

Laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides dan T. hemprichiidi perairan

Kampung Bugis per 15 hari pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Laju Pertumbuhan Lamun Per 15 Hari

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa laju pertumbuhan daun lamun

mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran diperoleh rata-

rata laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides adalah 0,694 cm/hari. Nilai

tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian Azkab dan Kiswara

(1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan yaitu berkisar 0,647 cm/hari. Hal ini

diduga karena daerah Kampung Bugis memiliki pantai yang landai, dengan tipe

substrat berpasir yang memungkian untuk tempat tumbuh dan berkembang

terutama jenis E.acoroides hampir dijumpai di semua tipe substrat, juga memiliki

nilai kekeruhan yang rendah (Tabel 2), sehingga cahaya masih menembus ke

dalam laut untuk lamun melakukan proses fotosintesis dan kandungan nitrat yang

cukup tinggi (Tabel 2) yang memengaruhi pertumbuhan daun lamun di perairan

Kampung Bugis. Dan pada jenis lamun T. hemprichii memiliki nilai rata-rata

sebesar 0,191 cm/hari, lebih rendah bila di bandingkan dengan penelitian Azkab

dan Kiswara (1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan, yang kecepatan

pertumbuhannya sebesar 0,406 cm/hari.

Hasil analisis data yang di dapati adalah nilai rata-rata laju pertumbuhan jenis

lamun E.acoroides lebih tinggi dari jenis T. hemprichii. Perbedaan kecepatan

pertumbuhan daun lamun baik terhadap jenis yang sama maupun jenis yang

berbeda dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologi dan

metabolisme, secara faktor eksternal, seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat

kesuburan perairan, (Kordi 2011). Hal ini didukung oleh pendapat Lanuru (2011),

Lamun jenis E. acoroides memiliki daun yang lebih tebal, lebar dan panjang,

sehingga memiliki ruang fotosintesa yang lebih besar per individunya

dibandingkan jenis lamun T.hemprichii yang memiliki panjang daun hingga 1

meter.

7

D. Produksi Biomassa Daun Lamun

Biomassa adalah hasil perhitungan berat kering daun E.acoroides dan

T.hemprichii pada persatuan luasan pengamatan (m2). Nilai rata-rata biomassa

kedua jenis lamun dapat dilihat pada Tabel 1 .

Tabel 1. Hasil Produksi Daun Lamun

No

Jenis Lamun

Jenis Pengambilan

Biomassa Alami

(gbk/m2)

Biomassa 60 hari

(gbk/m2)

1 Enhalus acoroides 10,71 11,19 2 Thalassia hemprichii 2,92 3,50

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis lamun E.acoroides memiliki nilai rata-

rata sebesar 11,19 gbk/m2 lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata berat

biomasa daun T.hemprichii 3,50gbk/m2

di perairan Kampung Bugis. Hasil dari

pengukuran rata -rata biomasa daun kedua jenis lamun sama-sama menunjukkan

berat biomasa lamun setelah 60 hari lebih besar dari pada berat biomasa alami.

Hal ini dikarena kan penggunaan metode penandaan sampel yaitu dengan cara

menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al. 1974), yang memilih

daun yang dikira berumur sedang, yang diduga kurang dari 60 hari. Hal yang

sama dinyatakan penelitian Irawan (2017), di perairan bagian utara dan timur

pulau Bintan mengatakan bahwa morfologi E.acoroides dengan daunnya yang

lebar dan panjang menyebabkan lebih banyak biomassa yang dapat disimpan.

Menurut Irawan (2017), dalam perhitungan stok karbon teramati bahwa padang

lamun yang kerapatannya lebih tinggi tidak berarti memiliki standing stock atau

biomassa yang lebih tinggi juga. Hal ini karena adanya perbedaan morfologi daun

tiap jenis lamun yang dapat memengaruhi kerapatannya.Lamun berukuran besar

seperti E. acoroides memiliki biomassa yang besar untuk pertegakanya, sehingga

walaupun kerapatannya rendah kandungan biomassanya tinggi. Sebaliknya lamun

yang berukuran lebih kecil memiliki biomassa yang rendah untuk pertegakanya,

sehingga walaupun kerapatanya lebih tinggi, kandungan biomassanya lebih

rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di perairan Kampung

Bugis jenis lamun yang berukuran besar E.acoroides memiliki nilai biomassa

lebih besar dari jenis lamun berukuran kecil T. hemprichii.

E. Parameter Kualitas Perairan

Kondisi lingkungan perairan memengaruhi kehidupan lamun baik secara

langsung maupun tidak langsung. Sejumlah parameter lingkungan perairan

menggambarkan kualitas perairan yang dapat mendukung keberadaan lamun.Hasil

pengukuran parameter lingkungan perairan disajikan dalam Tabel 2.

8

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Perairan Kampung Bugis

No. Parameter Satuan Hasil Rata – Rata Baku Mutu*

Awal Akhir

Fisika

1 Suhu (°C) 28,50 ± 0,5 28,62 ± 0,4 28 – 30 2 Kecepatan Arus (m/s) 0,17 ± 0,09 0,12 ± 0,07 -

3 Kekeruhan (NTU) 0,38 ± 0,39 0,93 ± 1,06 < 5 Kimia 4 DO mg/L 6,4 ± 0,5 7,0 ± 0,3 >5

5 pH - 7,76 ± 0,09 7,95 ± 0,18 7 – 8,5

6 Salinitas (0/00) 32 ± 1 33 ± 1 33 – 34

7 Nitrat mg/L 2,803 ± 0,42 0,067 ± 0,14 0,008 8 Fosfat Mg/L 0,010 ± 0,013 0,034 ± 0,079 0,015

Substrat 9 Tipe Substrat - Berpasir 10 BOT (%) 11,04 ± 4,33 13,24 ± 6,96 -

Sumber data:Data Penelitian (2017)

*KEPMEN LH No 51 Tahun 2004 Lampiran III

Bedasarkan Tabel di atas diketahui hasil pengukuran suhu di perairan

Kampung Bugis pada area lamun sebesar 29°C. Dengan besar kecepatan arus rata-

rata sebesar 0,15 m/s. Nilai kekeruhan sebesar 0,7 NTU. Kandungan salinitas

sebesar 33 0/00. Nilai DO secara keseluruhan dengan rata-rata 6,7 mg/L. Nilai

derajat keasaman (pH) nilai rata-rata awal sebesar 7,75 dan nilai rata-rata pH akhir

sebesar 7,95. Kandungan kadar nitrat sebesar 1,737 mg/L. Kandungan kadar

fosfat sebesar dengan rata-rata 0,022 mg/L. Hasil analisis tipe substrat di perairan

Kampung Bugis adalah tipe substrat berpasir dengan fraksi sand sebanyak 86,7%,

gravel 13,3%. Dan Kandungan BOT (Bahan Organik Terlarut) nilai rata-rata

sebesar 12,14%.

F. Hubungan Nitrat, Fosfat, BOT, DO terhadap Laju Pertumbuhan Daun

Lamun

Pertumbuhan lamun di perairan di pengaruhi oleh parameter kualiatas air

seperti Nitrat, Fosfat, BOT, dan oksigen terlarut (DO). Untuk melihat hubungan

antara parameter dengan laju pertumbuhan dengan kedua jenis lamun dapat

menggunakan persamaan regresi linear berganda, Sedangkan untuk melihat

keeratan hubungan antar parameter terhadap jenis lamun dengan melihat nilai

koefesien korelasi.

Regrasi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan

lamun E. acoroides di jelaskan pada model regresi berikut:

Y = 0,373 – 0,028 X1 + 0,169 X2 – 0,001 X3 – 0,033 X4

Keterangan:

Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan E. acoroides)

X = varibel bebas (X1= nitrat, X2= fosfat, X3 = BOT, X4 = DO)

9

Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r =

-0,028) menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat hubungan rendah sehingga

diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan E. acoroides.

Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r = 0,169)

menunjukkan nilai positif, maka dapat diduga setiap peningkatan fosfat dapat

memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien BOT

terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (-0,001) menunjukkan nilai negatif, maka

dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju

pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien DO terhadap laju pertumbuhan E.

acoroides (-0,033) menunjukan nilai negatif, maka dapat diduga setiap

peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju pertumbuhan E. acoroides.

Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun

E. acoroides yaitu sebesar 0,394 dengan tingkat hubungan rendah yang

menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun E. acoroides dipengaruhi oleh

faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian merupakan perairan

laut terbuka, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi pertumbuhan lamun.

Regresi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan

lamun T. hemprichii di jelaskan pada model regresi berikut:

Y = -0,022 + 0,006 X1 - 0,041 X2 – 0,0000899 X3 + 0,004 X4

Keterangan:

Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan T. hemprichii)

X = varibel bebas (X1= nitrat, X2= fosfat, X3 = BOT, X4 = DO)

Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (r =

0,006) menunjukkan korelasi positif dengan tingkat hubungan rendah sehingga

diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan T.

hemprichii. Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (-

0,041) menunjukkan nilai negatif , maka dapat diduga setiap penurunan fosfat

dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien

BOT terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (-0,0000899) menunjukan nilai

negatif, maka dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi

penurunan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien DO terhadap laju

pertumbuhan T. hemprichiii (0,004) menunjukan nilai positif, maka dapat diduga

setiap peningkatan DO dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T.

hemprichii namun. Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju

pertumbuhan lamun T.hemprichii yaitu sebesar 0,251 dengan tingkat hubungan

rendah yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun T.hemprichii

dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian

merupakan perairan laut lepas, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi

pertumbuhan lamun.

G. Aspek Pengelolaan

Berdasarkan hasil penelitian laju pertumbuhan antara jenis lamun E. acoroides

dan T. hemprichii di perairan Kampung Bugis adalah terdapat adanya perbedaan

yang membuktikan jenis lamun E. acoroides lebih cepat tumbuh dan

menghasilkan produksi biomassa daun lamun lebih besar dari jenis lamun T.

10

hemprichii. Kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) di perairan Kampung Bugis

tergolong mesotrofik. Agar perairan tidak mengalami eutrofik maka perlu untuk

dilakukan pengelolaan yaitu dengan melibatkan tiga pelaku utama: pemerintah,

masyarakat pesisir, dan peneliti. Peningkatan pemahaman dengan cara sosialisasi

mengenai penting menjaga kestabilan lingkungan perairan agar keberlangsungan

kebaikan perairan tetap tergaja sehingga memberikan manfaat kembali ke pada

masyarakat.

Pemanfaatan padang lamun di perairan Kampung Bugis cukup tinggi,

diantaranya kegiatan masyarakat seperti berkarang mencari biota ekonomis,

memasang bubu dan nelayan mencari ikan di kawasan tersebut. Dari kegiatan

tersebut dapat mengkawatirkan keberadaan lamun. Salah satu upaya untuk

menjaga keberadaan padang lamun tetap ada, dengan cara transplantasi lamun di

perairan Kampung Bugis. Berdasarkan kajian penelitian yang diperoleh dari dua

jenis lamun yang dominan di perairan Kampung Bugis, jenis E. acoroides lebih

cocok untuk dilakukan tranplantasi lamun di perairan Kampung Bugis.Selain

cepat tumbuh, jenis lamun ini mampu hidup di berbagai tipe substrat sehingga

adaptasinya tinggi dan juga banyak manfaat untuk memecah ombak agar tidak

terjadi abrasi di sepanjang pantai perairan Kampung Bugis.

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan daun jenis lamun Enhalus acoroides lebih tinggi dari pada

pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii.

2. Produksi biomassa daun lamun alami dan biomassa setelah 60 harijenis

lamun Enhalus acoroides lebih besar dari pada jenis lamun Thalassia

hemprichii.

3. Hubungan laju pertumbuhan daun lamun jenis Enhalus acoroides dengan

nitrat menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah dan jenis

Thalassia hemprichii dengan fosfat dan DO menunjukkan nilai positif dengan

tingkat hubungan rendah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kajian mengenai laju

pertumbuhan dan produksi biomassa tidak hanya diukur dari dimensi panjang

saja, tetapi perlu di ukur dari dimensi lebar, dimensi bobot daun lamun dan tingkat

kerentanan lamun agar data penelitian selanjutnya lebih rinci dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Alie, K. 2010. Pertumbuhan dan Biomassa Lamun Thalassia hemprichii di

Perairan Pulau Bone Batang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Sains

MIPA 16 (2): 105-110.

Asriyana.,Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.

11

Azkab, M. H. 1987. Peranan Lamun di Perairan Laut Dangkal. Oseana 11(1): 12-

23.

Azkab, M. H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di Pari

Pulau Seribu Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan

Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Azkab, M. H., Wawan Kiswara. 1994. Pertumbuhan dan Produksi Lamun di

Teluk Kuta, Lombok Selatan. Lembaga Ilmu Kelautan Pengetahuan Indonesia

1(1) 36-37.

Azkab. M. H. 1999. Pedoman Iventarisasi Lamun. Oseana 24(1): 1-16.

Azkab, M. H., Hutomo M.2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas

Lamun. Oseanografi 25(3): 9-17.

Ballesteros, E., E. Cebrian., Alcoverro. T. 2007. Mortality of shoots of Posi

Posidonia oceanica following meadow invasion by the red alga Lophocladia

lallemandii. Botanica Marina 50(1):8-13.

Christon., O. S. D., Noir, P. P. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap

Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari

Kepulauan Seribu Jakarta. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(3): 287-294.

Erftermeijer.1994. Differences in Nutrient Concentration and Resources between

Seagress Comunities on Carbonateand Terigenous Sediments in South

Sulawesi, Indonesia.Marine Sciene 5(4) :403-419

English, S., Wilkinson, C.,Baker, V. 1997. Survey Manual of Tropical Marine

Resources 2nd

Edition. Townsville: Australia Institute of Marine Science.

Gosari, B. J. A., Haris. A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Lamun di

Kepulauan Spermonde. Ilmu Kelautan dan Perikanan 22(3): 156-162.

Irawan, A. 2017. Potensi Cadangan dan Serapan Karbon oleh Padang Lamun di

bagian Utara dan Timur Pulau Bintan. LIPI 2(3): 1-79.

Kiswara, W. 1992.Vegetasi Lamun (seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari,

Pulau-Pulau Seribu Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25:31-49.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Baku Mutu AirLaut

untuk Biota untuk Air Laut.

Kordi, K. G. 2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi pengelolaan.

Rineka Cipta: Jakarta.

12

Lanuru, M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of

Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South

Sulawesi (Indonesia).3rd International Conference on Chemical, Biological

and Environmental Engineering. IACSIT Singapore. 20.

Mustafa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Fosfat Sebagai Faktor Tingkat

Kesuburan Perairan Pantai. DISPOTEK 6(1):1-8.

Rahman, A. A., Nur, A., I., Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun

(Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten

Konawe Selatan. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(1): 10-16.

Riniatsih, I. 2016. Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan Dengan Sebaran Nutrien

Perairan di Padang Lamun Teluk Awur Jepara.Kelautan Tropis 19(2):101-107.

Sakey. W. F., Wagey. B. T., Gerung. S. 2015. Variasi Morfometrik Pada

Beberapa Lamun di Perairan Semenanjung Minahasa. Pesisir dan Laut Tropis

1(1):1-8.

Simon, P., Hairati, A., Malik S. Abdul. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen

Terlarut dan pH Kaitannya Dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau

Buru.Pesisirdan Laut 1(1):1-9.

Supradi., Soedarma, D., Kaswadji, R. F. 2006. Beberapa Aspek Pertumbuhan

Lamun Enhalus acoroides (Linn.F) Royle di Pulau Barang Lompo

Makassar.Biosfera 23(1): 1-8.

Supriyadi, I. H., Kuriandewa, T.E., 2008. Seagrass Distribution at Small Islands:

Derawan Archipelago, East Kalimantan Province, Indonesia. Oseanologi

danLimnologi34(1):83-99.

Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi).

UMMU-Ternate.Ilmiah Agribisnis dan Perikanan 3(1):1-9.

Tasabaramo. I. A., Kawaroe. M., Rappeo. R. A., 2015. Laju Pertumbuhan

Penutupan, dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang

ditansplantasi Secara Monospesies dan Mulitispesies. 7(2):757-770.

Ulqodry, T. Z., Yulisman., Syahdan. M., Santoso. 2010. Karaketeristik dari

Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa

Tengah. Penelitian Sanis 13(1): 35-41.

Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia yang Dapat Menyebabkan

Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya.

Ilmu Kelautan dan Perikanan 9(1): 47-54.

13

Wangkanusa, M.S., Kondoy. K. F., Rondonuwu. A. B. 2017. Identifikasi

Kerapatan dan Karakter Morfometrik Lamun Enhalus acoroides pada Substrat

yang Berbeda di Pantai Tongkeina Kota Manado. Ilmiah Platax 5(2):1-8.

Wicaksono, S.G., Widianingsih. dan S.T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan

Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten

Jepara. Marine Research 1(2): 1-7.

Zieman, J.C., N.G Wetzed. 1974. Productivity in Seagress: Methods and Rates in

Handbook of Seagress Biology: an ecosystem perspective (R.C. Phillips and

C.P. McRoy eds.) Garland Publ.Inc. New York.: 87-115.

Zulfia, N., Aisyah. 2011. Status Trofik Perairan Rawa Pening Ditinjau Dari

Kandungan Unsur Hara (NO3 dan PO4) Serta Klorofil-a. Bawal 5(3 ): 189-199.

Zulfikar. A., Hartoko., Hendrarto. 2016. Distribusi Dan Kandungan Karbon Pada

Lamun (Enhalus Acoroides) Di Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa

Berdasarkan Citra Satelit Distribution And Carbon Biomass Of Seagrass

(Enhalus Acoroides) In Kemujan Island Karimunjawa NationalPark Based On

Satellite. Mquares 5(4): 165-172