LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA BATUR … · teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di...
Transcript of LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA BATUR … · teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di...
LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA
BATUR DAN DOMBA GARUT
AANG HUDAYA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Pertumbuhan dan
Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Aang Hudaya
NIM D14090076
ABSTRAK
AANG HUDAYA. Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan
Domba Garut. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.
Domba batur dan domba garut memiliki potensi yang bagus untuk
dimanfaatkan wolnya karena kedua jenis domba ini merupakan persilangan antara
domba lokal dengan domba penghasil wol terbaik, yaitu domba merino. Penelitian
tentang kualitas wol domba lokal masih sangat terbatas. Informasi mengenai laju
pertumbuhan dan kualitas wol akan berguna sebagai referensi untuk pemanfaatan
dan pengolahan wol. Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu laju
pertumbuhan, panjang, diameter, kekuatan dan kemuluran serat. Sampel wol yang
diambil berasal dari bagian midside. Penelitian dilaksanakan di peternakan domba
di kabupaten Garut dan kabupaten Banjarnegara dan Laboratorium Evaluasi
Fisika Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Data dianalisis menggunakan
Uji T dengan 2 sampel independen dan 5 ulangan. Data diolah menggunakan
program Minitab 16. Hasil analisis menunjukkan beda nyata pada parameter
panjang, diameter dan laju pertumbuhan serat. Sebaliknya, pada parameter
kekuatan dan kemuluran serat faktor bangsa tidak berpengaruh nyata pada
parameter tersebut. Domba batur memiliki karakteristik dan kualitas wol yang
lebih baik daripada domba garut sehingga lebih berpeluang untuk dikembangkan
sebagai domba penghasil wol.
Kata kunci : domba batur, domba garut, kualitas wol, laju pertumbuhan
ABSTRACT
AANG HUDAYA. Wool Quality and Growth Rate of Batur and Garut Sheep.
Supervised by MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.
Batur sheep and garut sheep have good potential of their wool utilization
because both types of sheep are crossbreed between local sheep with merino
sheep. Research about wool quality of local sheep is still very limited. Information
about growth rate and quality of wool would be useful as a reference for the
utilization and processing of wool. Parameters observed in this research consist of
growth rate, staple length, fibre diametre, staple strength, and staple elongation.
Wool sample taken from midside body of sheep. This experiment was conducted
on a sheep farm in Garut and Banjarnegara and Physical Evaluation Laboratory,
Higher School of Textille Technology Bandung. Data were analyzed using T-
Test method with 2 independent samples with five replicates of each samples and
the data then was processed using Minitab 16. The analysis showed significant
difference in the parameters of length, diameter and fibre growth rate. Conversely,
breed factor had no significantly differences to staple strength and staple
elongation. Batur sheep has a characteristic and wool’s quality better than garut
sheep, so that batur sheep has a more chance to develop as a wools producer.
Key words : batur sheep, garut sheep, growth rate, wool quality
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA
BATUR DAN DOMBA GARUT
AANG HUDAYA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba
Garut
Nama : Aang Hudaya
NIM : D14090076
Disetujui oleh
Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I
Totong, AT MT
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan April sampai Oktober 2013 menggunakan sumber dana
hibah dari Beastudi Etos dan Beasiswa BUMN. Judul penelitian ini adalah Laju
Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yamin, MAgr
Sc dan Bapak Totong, AT MT selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Ir Hj
Komariah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
nasihat. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ryan dan
tim dari Laboratorium Evaluasi Fisika STT Tekstil Bandung, Bapak Mishad dan
Mas Lukman dari kelompok ternak Mandiri, serta Bapak Yudi dari peternak
domba di Leles. Tak lupa juga ungkapan terimakasih untuk rekan seperjuangan
saya selama penelitian, Darojat Ulil Amri. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Aang Hudaya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Ternak 2 Alat 3
Prosedur 3 Pengukuran Laju Pertumbuhan (SNI 08-0590-1989) 3 Pengukuran Panjang Serat (SNI 08-0590-1989) 4 Pengukuran Diameter Serat 4 Pengukuran Kekuatan dan Kemuluran Serat (SNI 08-0461-1989) 4 Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Laju Pertumbuhan Serat 5 Panjang Serat 7 Diameter Serat 7 Kekuatan dan Kemuluran Serat 8
SIMPULAN DAN SARAN 10 Simpulan 10 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 10 LAMPIRAN 12 RIWAYAT HIDUP 13
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh bangsa terhadap laju pertumbuhan, panjang, dan diameter serat
wol 5 2 Pengaruh bangsa terhadap kekuatan dan kemuluran serat wol 8
DAFTAR GAMBAR
1 (a) domba batur dan (b) domba garut 3 2 Sampel wol bagian midside 3
3 (b) stelometer dan (b) microbalance 4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji T panjang serat 12 2 Hasil uji T kekuatan serat 12 3 Hasil uji T kemuluran serat 12 4 Hasil uji T diameter serat 12 5 Hasil uji T laju pertumbuhan serat 12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu jenis ternak yang dikembangkan di Indonesia
dan populasinya terus meningkat. Berdasarkan Data Statistik Peternakan 2013,
jumlah populasi domba di Indonesia hingga 2013 mencapai 9 juta ekor. Hampir
semua jenis domba tersebut dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Diantara
sekian banyak jenis domba yang ada di Indonesia, domba batur dan domba garut
merupakan jenis domba yang bersifat dwiguna, yaitu bisa dimanfaatkan sebagai
domba penghasil daging dan wol.
Wol dari kedua jenis domba tersebut memiliki potensi yang besar untuk
dimanfaatkan karena di Indonesia mulai berkembang industri karpet wol. Populasi
domba pada tahun 2012 di Banjarnegara dalam Banjarnegara dalam angka 2013
mencapai 111 909 ekor. Jika diasumsikan jumlah domba batur mencapai 70% dari
total populasi domba di Banjarnegara yaitu sekitar 78 000 ekor dengan wol yang
dihasilkan sebanyak 3 kg/ekor/pencukuran dan dalam satu tahun dilakukan 2 kali
pencukuran, maka jumlah wol yang bisa diperoleh mencapai 468 ton.
Potensi produksi wol tersebut bisa dimanfaatkan sebagai substitusi wol
impor yang selama ini digunakan untuk industri karpet wol. Berdasarkan Data
Statistik Peternakan 2012, terdapat 12 importir top wol yang tersebar di DKI
Jakarta dan Jawa Barat dengan total wol yang diimpor dari China dan Inggris pada
tahun 2012 sebesar 847 ton. Artinya wol domba batur berpeluang untuk
memenuhi 50% kebutuhan industri wol karpet di Indonesia. Peluang besar ini
perlu didukung oleh pemerintah terhadap domba batur dan domba garut agar
dapat dimanfaatkan wolnya serta mampu menggantikan wol impor.
Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa domba
persilangan merino memiliki rataan diameter wol antara 22-23 mikron. Ukuran
diameter serat tersebut masuk ke dalam klasifikasi jenis wol yang bisa
dimanfaatkan untuk industri karpet wol. Penelitian tentang kualitas wol domba
batur dan domba garut masih terbatas. Penelitian tentang kualitas serat wol domba
garut dilakukan oleh Syamsono (2002) tapi hanya sebatas pada beberapa
parameter saja seperti panjang dan diameter serat. Informasi mengenai kualitas
serat wol domba batur secara khusus belum ditemukan. Beberapa penelitian
tentang wol domba batur hanya meneliti pengaruh pakan terhadap wol serta
potensi pengembangan domba batur, seperti penelitian yang dilakukan oleh
Gayatri dan Handayani (2007). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai
kualitas wol domba batur dan domba garut sehingga diperoleh data karakteristik
wol domba tersebut.
Data yang diperoleh dari penelitian ini harapannya akan bermanfaat bagi
peternak, pelaku industri wol serta pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Bagi
peternak, informasi mengenai data kualitas wol ini akan menjadi salah satu
referensi dalam memelihara domba penghasil wol karena dengan sistem
pemeliharaan yang baik akan menghasilkan wol dengan kualitas yang baik
sehingga menjadi nilai tambah bagi. Pelaku industri wol bisa memanfaatkan data
kualitas wol ini untuk menjadi acuan mereka dalam memperoleh serat wol yang
baik dari peternak domba di dalam negeri. Bagi pemerintah, semoga data ini
2
menjadi salah satu pertimbangan yang kuat untuk mengembangkan dan
meningkatkan populasi domba batur dan domba garut sehinga bisa menghasilkan
wol dalam jumlah yang banyak dan berkualitas baik. Produksi dan kualitas wol
yang baik harapannya mampu bersaing dengan wol yang selama ini diimpor dari
luar negeri sehingga bisa memenuhi permintaan wol dalam negeri.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari laju pertumbuhan dan
kualitas wol domba batur dan domba garut sehingga hasil penelitian ini menjadi
tambahan referensi untuk pemanfaatan wol di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan domba batur dan domba garut. Peubah yang
diuji yaitu laju pertumbuhan, panjang, diameter, kekuatan dan kemuluran serat
wol.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan April sampai Oktober 2013. Pencukuran
sampel serat wol domba dilakukan di Desa Margaluyu, Leles, Kabupaten Garut
dan di Desa Batur, Kabupaten Banjarnegara pada bulan April sampai Juni 2013.
Pengukuran sampel serat wol dilakukan di Laboratorium Evaluasi Fisika, Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung pada bulan September sampai Oktober
2013.
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu domba betina berumur
antara I1 – I2 sebanyak 10 ekor yang terdiri dari 5 ekor domba garut (2 ekor jantan
dan 3 ekor betina) dan 5 ekor domba batur betina. Domba garut berasal dari
kelompok ternak domba di desa Margaluyu, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut
dan domba batur berasal dari kelompok ternak Mandiri, Kecamatan Batur,
Kabupaten Banjarnegara.
Sampel domba batur berasal dari 1 kandang yang sama, sedangkan untuk
domba garut berasal dari beberapa kandang yang berbeda karena kondisi
ketersediaan sampel. Contoh domba batur dan domba garut yang digunakan dalam
penelitian disajikan pada Gambar 1 berikut.
3
(a) domba batur (b) domba garut
Gambar 1 Domba yang digunakan dalam penelitian : (a) domba batur dan
(b) domba garut
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu alat cukur elektrik, plastik klip, pinset,
gunting, ember plastik, mistar, papan hitam, Thickness Gauge, Microbalance dan
Stelometer.
Prosedur
Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel wol domba batur dan
domba garut pada bagian midside sebelah kiri seluas 10x10 cm2 dari setiap ekor.
Pengambilan sampel wol pada bagian midside ini mengacu pada penelitian Yamin
(2006). Bagian midside dianggap bisa mewakili semua bagian tubuh dan
parameter dalam pengujian kualitas wol.
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah pencukur wol
elektrik. Sampel wol dicukur hingga bagian pangkal serat kemudian dimasukkan
ke dalam plastik klip berlabel untuk dilakukan pengukuran panjang serat, laju
pertumbuhan, diameter, kekuatan dan kemuluran serat. Bagian sampel midside
yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Sampel wol bagian midside
Pengukuran Laju Pertumbuhan (SNI 08-0590-1989)
Laju pertumbuhan diukur dengan cara mencukur wol pada hari ke-0 dan
dibiarkan tumbuh untuk dicukur kembali pada hari ke-30. Hasil pencukuran pada
4
hari ke-30 diukur dan dinyatakan sebagai panjang wol yang tumbuh per satuan
waktu. Pengukuran laju pertumbuhan serat sama dengan pengukuran panjang
serat, yaitu menggunakan metode papan hitam.
Pengukuran Panjang Serat (SNI 08-0590-1989)
Panjang serat diukur mulai dari pangkal hingga ujung serat. Pengukuran
panjang serat dilakukan dengan menggunakan metode papan hitam. Serat yang
akan diukur diletakkan di atas papan hitam, kemudian diolesi minyak kelapa atau
pelumas lainnya agar serat terbentang lurus.
Serat kemudian diukur menggunakan mistar stainless steel dengan satuan
millimeter (mm). Pengukuran dilakukan sebanyak 100 helai serat untuk setiap
sampelnya.
Pengukuran Diameter Serat
Diameter serat diukur menggunakan Thickness Gauge dengan ketelitian alat
0.01 mm. Pengukuran dilakukan per helai dengan jumlah 100 helai serat dari
setiap sampel wol.
Pengukuran Kekuatan dan Kemuluran Serat (SNI 08-0461-1989)
Kekuatan dan kemuluran serat diuji menggunakan Stelometer. Bundel serat
mula-mula disisir dan diletakkan pada penjepit serat yang telah dipasang pada
clamp vice. Ujung-ujung serat yang menonjol keluar dari penjepit dipotong hingga
rata. Penjepit serat tersebut lalu dimasukkan pada stelometer, kemudian kunci alat
dilepas hingga serat terputus.
Beban putus dan kemuluran serat dibaca pada skala. Serat lalu ditimbang
menggunakan neraca ukur (Microbalance). Kekuatan serat merupakan
perbandingan antara beban memutus dengan berat serat tersebut.
(a) stelometer (b) microbalance
Gambar 3 Alat pengukur kekuatan dan kemuluran serat : (a) stelometer dan
(b) microbalance
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan 2 jenis sampel dengan 1 perlakuan yaitu
perlakuan bangsa. Bangsa domba yang digunakan yaitu domba batur dan domba
garut. Data yang diperoleh diolah dengan metode uji-T dengan 2 sampel bebas
(independent samples test) (Walpole 1995). Setiap perlakuan mendapat ulangan
sebanyak 5 kali. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan :
5
x x
√(
) (
)
Keterangan:
x
: rata-rata kelompok a
x : rata-rata kelompok b
Sp : standar deviasi gabungan
n1 : jumlah sampel kelompok a
n2 : jumlah sampel kelompok b
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Pertumbuhan Serat
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 1, laju pertumbuhan wol domba
batur lebih cepat dibandingkan wol domba garut, yaitu 0.5 mm hari-1
, sedangkan
wol domba garut laju pertumbuhannya hanya 0.31 mm hari-1
. Domba batur
memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat karena berasal dari persilangan
domba merino yang memiliki karakteristik wol dengan laju pertumbuhan yang
cepat. Laju pertumbuhan wol domba merino adalah 0.2 mm hari-1
(Leeder 1984).
Hasil penelitian ini menunjukkan laju pertumbuhan wol domba batur dan domba
garut lebih cepat dibandingkan dengan domba merino.
Tabel 1 Pengaruh bangsa terhadap laju pertumbuhan, panjang, dan diameter serat
wol
Parameter Domba Batur Domba Garut Hasil
Uji Nilai P
Laju Pertumbuhan Serat (mm hari-1
) 0.50 ± 0.10 0.31 ± 0.05 SN 0.005
Panjang Serat (mm) 72.4 ± 14.3
36.27 ± 5.31
SN 0.001
Diameter Serat (µm) 15.4 ± 1.82 69.6 ± 13.94 SN 0.000 Keterangan : SN (sangat nyata) pada taraf P<0.05
Laju pertumbuhan serat merupakan salah satu parameter yang dapat dilihat
dari produksi wol seekor domba. Laju pertumbuhan dinyatakan sebagai panjang
serat yang tumbuh per satuan waktu. Produksi wol setiap bangsa domba berbeda-
beda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor bangsa, jenis ternak,
dan lingkungan. Bangsa dan jenis ternak yang berbeda akan menghasilkan
produksi wol yang berbeda baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Faktor
lingkungan meliputi iklim dan nutrisi.
Kondisi lingkungan di kedua lokasi penelitian berbeda baik dari segi iklim,
ketinggian maupun sistem perkandangan. Domba batur berasal dari daerah yang
lebih sejuk dibandingkan lokasi pengambilan sampel wol domba garut. Desa
Batur memiliki rataan suhu harian 15 ºC, sedangkan suhu udara di desa Leles
hanya berkisar antara 23-25 ºC. Perbedaan kondisi lingkungan inilah yang
menjadi salah satu faktor perbedaan laju pertumbuhan serat wol. Selain itu, sistem
6
perkandangan yang digunakan di kedua lokasi ini juga berbeda. Domba batur
dipelihara dengan sistem perkandangan yang tertutup dengan sekeliling kandang
yang ditutup menggunakan bilik bambu sehingga kondisi di dalam kandang
sangat lembab. Faktor suhu lingkungan serta desain perkandangan sangat kecil
pengaruhnya terhadap pertumbuhan wol jika dibandingkan dengan pengaruh
bangsa (Charles 1983).
Cekaman panas dan dingin dapat mempengaruhi laju pertumbuhan wol.
Penelitian menunjukkan lingkungan yang mendapat cekaman panas dan dingin
yang berlebih akan mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan wol. Hal ini
terutama terjadi pada domba yang dipelihara di negara sub-tropis. Pada musim
dengan panjang hari yang singkat (musim dingin) laju pertumbuhan wol menurun
dan meningkat pada musim dengan panjang hari yang lama (musim panas), meski
demikian faktor perbedaan bangsa tetap lebih dominan daripada faktor musim
(Bottomley 1979).
Status hormon pada domba memberikan pengaruh signifikan dalam
mengontrol laju pertumbuhan wol di sepanjang tahun. Hormon melatonin yang
disekresikan dari kelenjar pineal menjadi kunci dalam mengontrol siklus
pertumbuhan wol. Sekresi hormon dalam konsentrasi yang tinggi terjadi pada
periode musim dingin dan mengakibatkan peningkatan pembentukan folikel kemp
pada domba Limousin saat musim dingin (Allain et al. 1994). Hormon prolaktin
yang disekresikan dari kelenjar pituitari lebih banyak dihasilkan pada musim
gugur menyebabkan peningkatan pertumbuhan folikel wol.
Menurut Ensminger (1991) laju pertumbuhan wol juga dipengaruhi oleh
kualitas pakan. Kualitas pakan yang mempengaruhi pertumbuhan wol adalah
pakan yang mengandung protein, mineral sulfur dan energi, baik dalam bentuk
konsentrat maupun hijauan. Pertumbuhan maupun efisiensi pertumbuhannya
dinyatakan dalam laju pertumbuhan wol per gram protein ransum. Asam amino
sulfur merupakan asam amino terpenting yang mengatur laju pertumbuhan wol
dan sistein merupakan asam amino yang jumlahnya terbatas dibutuhkan untuk
mensintesis protein wol. Penelitian Reis (1979) menunjukkan bahwa pemberian
pakan dengan suplementasi sistein dan metionin hingga 3 g hari-1
dapat
meningkatkan laju pertumbuhan wol, termasuk panjang serat dan diameter serat
yang signifikan. Masters et al. (1996) menunjukkan bahwa kekuatan dan laju
pertumbuhan serat mengalami peningkatan saat diberikan suplementasi pakan
dengan putih telur dan tepung ikan. Putih telur meningkatkan sistein dalam
plasma dan sulfur dalam wol sedangkan tepung ikan mampu meningkatkan
arginin, histidin, lisin, dan treonin dalam plasma.
Tetapi berdasarkan hasil penelitian Wiradarya (1989) pada percobaan pakan,
tingkat protein yang dikonsumsi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
wol. Penelitian ini tidak memperhatikan kandungan asam amino dalam pakan
sehingga tidak diketahui seberapa besar kandungan asam amino sulfur dalam
pakan tersebut. Demikian juga dengan suhu lingkungan tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan wol. Faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan wol
adalah tipe domba, yaitu domba tipe wol perumbuhan wolnya lebih cepat dari
pada domba tipe rambut. Secara umum terdapat korelasi positif antara asupan
pakan dengan laju pertumbuhan wol, walaupun hasilnya bervariasi antara
penelitian satu dengan yang lainnya.
7
Panjang Serat
Hasil penelitian pada Tabe1 1 menunjukkan bahwa panjang serat wol domba
batur dan domba garut sangat berbeda nyata (P<0.001). Rataan panjang serat wol
domba batur adalah 72.40 mm dan domba garut 36.27 mm . Domba batur
memiliki serat wol yang lebih panjang karena memiliki garis keturunan domba
merino yang merupakan tipe domba yang memiliki serat wol panjang. Rataan
panjang serat wol lebih kecil karena berasal dari persilangan domba merino dan
kapstaad. Domba kapstaad tergolong ke dalam jenis domba dengan tipe wol yang
kualitasnya jelek. Panjang serat sangat mempengaruhi kualitas dan kehalusan
benang yang dihasilkan. Panjang serat diukur mulai dari permukaan kulit hingga
ujung serat. Panjang serat wol menunjukkan kemampuan produksi wol dari seekor
domba. Panjang serat wol dijadikan dasar dalam klasifikasi dan seleksi ternak
domba penghasil wol (Ensminger 1991).
Hasil pengukuran panjang serat ini berbeda dengan hasil penelitian
Syamsono (2002) yaitu 65.86 mm untuk panjang serat wol domba garut. Hal ini
karena domba yang digunakan dalam penelitian Syamsono seragam umurnya dan
domba tersebut belum pernah dicukur sebelumnya, sedangkan domba yang
digunakan dalam penelitian ini umurnya tidak sama (beragam antara I1 – I2) dan
waktu dari pencukuran terakhir sampai ke pencukuran saat penelitian pun berbeda
sehingga hasilnya lebih beragam. Panjang serat juga berkaitan dengan laju
pertumbuhan serat. Domba yang memiliki laju pertumbuhan lebih cepat maka
dalam periode yang sama akan memiliki serat wol yang lebih panjang
dibandingkan dengan domba yang memiliki laju pertumbuhan wol lambat.
Diameter Serat
Berdasarkan hasil analisa terhadap diameter serat diperoleh hasil bahwa
pengaruh bangsa terhadap diameter serat tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan
diameter serat wol domba batur adalah 15.4 µm sehingga tergolong ke dalam serat
wol halus. Rataan diameter serat wol domba garut yaitu 69.6 µm dan tergolong ke
dalam serat wol kasar. Rataan diameter serat wol domba batur ini tidak jauh
berbeda dengan hasil pengukuran pada penelitian Bustomy (1996) untuk domba
peranakan merino, yaitu 22.7 µm yang tergolong ke dalam tipe wol sedang kelas
halus.
Diameter serat merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat
kehalusan wol (Charles 1983). Diameter digunakan dalam menyeleksi domba
penghasil wol dan digunakan pula dalam klasifikasi wol. Wol dianggap halus jika
memiliki rata-rata diameter 17.70 µm dan dikategorikan wol kasar jika memiliki
rata-rata diameter 40.20 µm (Ensminger 1991).
Charles (1983) menjelaskan bahwa penyebab variasi diameter adalah faktor
genotipik dengan heritabilitas 0.6-0.9, artinya 60%-90% sifat genetik yang
dimiliki oleh tetuanya akan diwariskan kepada generasi berikutnya. Faktor
genotipik sangat mempengaruhi diameter serat wol, maka mutu genetik, bangsa
dan tipe domba merupakan faktor utama yang mempengaruhi diameter serat.
Secara umum jika bulu kelihatan bagus dan kerutannya juga bagus
menggambarkan pertumbuhan bulu yang bagus dan memiliki garis tengah serat
8
yang seragam. Berdasarkan pengamatan selama proses penelitian, penampakan
umum wol domba batur jauh lebih bagus dibandingkan dengan wol domba garut.
Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki tekstur yang lebih lembut serta
memiliki jumlah kerutan yang banyak. Karakteristik wol domba garut tidak padat
dan bentuk seratnya terlihat seperti rambut sehingga kerutannya tidak nampak.
Berdasarkan penelitian Bustomy (1996) jumlah kerutan (crimp) serat wol
peranakan merino yaitu 3.04 per milimeter dan pada serat wol domba priangan
yaitu 1.8 per milimeter sehingga tingkat kehalusan dan diameter serat wol domba
peranakan merino tersebut lebih kecil daripada serat wol domba priangan.
Diameter atau garis tengah wol sangat mentukan tingkat kehalusan wol sehingga
dalam industri tekstil garis tengah wol akan mempengaruhi kehalusan benang dan
tenunan, menambah kekuatan benang serta kualitas celupan yang bagus.
Wol domba batur memiliki potensi untuk bersaing dan menggantikan wol
impor dari China karena memiliki rataan diameter yang lebih kecil yaitu 15.4 µm.
wol impor dari China tergolong ke dalam wol medium dengan rataan diameter
antara 22-29 µm.
Kekuatan dan Kemuluran Serat
Kekuatan Serat
Hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan serat wol
domba batur memiliki kekuatan serat yang lebih besar (113.39 N ktex-1
) daripada
serat wol domba garut (102.5 N ktex-1
). Hasil ini jauh berbeda dari standar
internasional untuk kekuatan serat, terutama jika dibandingkan dengan kekuatan
serat wol domba merino. Kekuatan serat wol domba merino berkisar antara 30-60
N ktex-1
(Rottenbury 1986). Perbedaan yang signifikan antara hasil penelitian
dengan pustaka diperkirakan karena faktor metode dan alat yang digunakan saat
pengukuran kekuatan serat berbeda dengan metode dan alat yang umumnya
digunakan dengan standar internasional dan khusus untuk pengujian serat wol.
Metode dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang umumnya
digunakan untuk pengujian serat tekstil secara umum dengan metode yang
mengacu pada SNI 08-0461-1989. Sedangkan pengukuran kekuatan serat wol
internasional, khususnya Australia menggunakan metode ATLAS (Automatic
Testing of Length and Strength) (Yamin 2006).
Tabel 2 Pengaruh bangsa terhadap kekuatan dan kemuluran serat wol
Parameter Domba Batur Domba Garut Hasil
Uji Nilai P
Kekuatan Serat (N ktex-1
) 113.4 ± 0.75 102.5 ± 1.52 TN 0.198
Kemuluran Serat (%) 23.96 ± 3.63 20.48 ± 2.66 TN 0.122
Keterangan : TN (tidak nyata) pada taraf P<0.05
Domba batur memiliki serat wol yang lebih kuat dibandingkan dengan serat
wol domba garut. Hal ini karena lokasi peternakan domba batur yang menjadi
sampel penelitian berada di daerah yang temperaturnya lebih rendah dibandingkan
di daerah Leles, Garut, yaitu dengan kisaran temperatur udara 15 ºC. Temperatur
9
di kecamatan Leles lebih tinggi yaitu sekitar 23-25 ºC sehingga kualitas kekuatan
serat wol domba garut lebih rendah dari pada serat wol domba batur.
Kekuatan serat wol (staple strength) dipengaruhi oleh banyaknya kelokan
keriting (crimp) pada serat (staple), ada atau tidaknya titik rapuh yang disebabkan
oleh kondisi kesehatan hewan, kekurangan pakan, defisiensi sulfur atau faktor
cekaman lainnya. Titik rapuh ini akan meningkatkan tebalnya lapisan serat pendek
pada waktu wol tersebut disisir. Tebalnya lapisan serat pendek dapat juga
disebabkan karena pengguntingan dua kali pada waktu pencukuran (Johnston
1983).
Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan serat wol adalah temperatur dan
kadar air. Semakin tinggi kadar air dalam serat wol, akan semakin mudah wol
mulur. Temperatur memiliki pengaruh yang sama dengan kelembaban, semakin
tinggi temperatur akan membuat serat wol semakin lemah dan semakin mudah
mulur. Selain itu, asam dan alkali juga dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pada serat wol (Tuzcu 2007).
Kekuatan serat merupakan faktor terpenting kedua setelah diameter serat
yang akan berpengaruh terhadap nilai jual serat. Sebaran kontribusi setiap
parameter serat terhadap nilai jualnya masing-masing dari yang terbesar adalah
diameter serat (48%), kekuatan serat (21%), vegetable matter (10%), panjang
serat (7%), bentuk serat (4%), warna serat (4%), yield (3%) dan faktor lainnya
(4%) (Couchman et al. 1992).
Kekuatan serat juga berpengaruh terhadap setiap tahapan proses pengolahan
serat wol seperti proses penyortiran, penyisiran dan pemintalan. Rottenbury
(1986) membagi kelas wol berdasarkan kekuatan serat menjadi 5 kelas, yaitu
sangat lemah, lemah, medium 1, medium 2 dan kuat. Wol yang memiliki kekuatan
serat rendah berpotensi mengalami penyusutan yang tinggi saat proses penyisiran
dan pemintalan. Berdasarkan pustaka tersebut, maka kekuatan serat wol domba
batur dan domba garut tergolong ke dalam kelas kuat. Selain itu, wol yang
memiliki kekuatan serat rendah juga meningkatkan level noil pada serat (serat
yang pendek, kusut, patah dan mudah rontok saat penyisiran).
Kemuluran Serat
Kemuluran serat sangat berkaitan dengan kekuatan serat. Serat yang kuat
akan memiliki kemuluran yang tinggi, karena kemuluran ditentukan oleh daya ikat
dan elastisitas serat. Semakin banyak serat halus maka semakin besar daya ikat
dan elastisitasnya. Serat halus memiliki daya ikat antar serat yang kuat karena
permukaannya bersisik (Syamsono 2002). Kemuluran serat wol domba batur yaitu
23.96%, lebih besar dari kemuluran serat wol domba garut yaitu 20.48%.
Diameter atau kehalusan serat sangat mempengaruhi kemuluran serat. Serat
yang memiliki diameter lebih kecil akan memiliki jumlah kerutan yang lebih besar.
Semakin sedikit jumlah kerutan wol maka elastisitas wol semakin rendah dan
semakin rendah pula kualitas wol tersebut (Bustomy 1996).
Serat wol domba batur memiliki rataan kemuluran yang lebih besar karena
memiliki diameter serat yang halus yaitu 20 µm sehingga jumlah kerutan per
satuan panjangnya akan lebih banyak dan menyebabkan nilai kemulurannya tinggi.
Domba batur memiliki diameter serat yang halus karena merupakan domba hasil
persilangan antara domba merino dan domba lokal. Serat wol domba garut
10
memiliki kemuluran yang rendah karena seratnya tergolong ke dalam serat kasar
dengan rataan diameter 70 µm sehingga jumlah kerutannya sedikit.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Wol domba batur dan domba garut memiliki karakteristik yang berbeda pada
semua parameter, terutama panjang, diameter dan laju pertumbuhan serat. Secara
umum, domba batur memiliki kualitas wol yang lebih baik daripada domba garut.
Wol domba garut sebaiknya dimanfaatkan untuk bahan papan partikel dan
insulator, sedangkan wol domba batur berpotensi besar untuk dimanfaatkan untuk
pembuatan karpet wol. Serat wol domba batur juga memiliki potensi besar untuk
bisa bersaing dan menggantikan wol impor.
Saran
Penelitian ini memerlukan pengujian lanjut untuk mengetahui karakteristik
wol domba batur dan domba garut pada jenis kelamin dan bagian tubuh yang
berbeda. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
menggunakan alat pengujian yang khusus untuk menguji kualitas dan
karakteristik wol.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1989. Cara uji kekuatan Tarik serat kapas per
bundel datar (flat bundle method). SNI 08-0461-1989.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1989. Cara uji panjang serat buatan bentuk
staple (cara per helai). SNI 08-0590-1989.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Alnindra Dunia Perkasa.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI.
[BDA] Banjarnegara Dalam Angka. 2013. Kabupaten Banjarnegara dalam Angka.
Banjarnegara (ID).
Allain D, Thebanet RG, Rougeat J, Marlinel L. 1994. Biology of fibre growth in
mammals producing fine fibre and fur in relation to control by day length :
relation with other seasonal functions. European fine-fibre network.
Occasional Publication, 2 : 23-39.
Bottomley GA. 1979. Whether conditional and fibre growth. In : “Physiologycal
and Environmental Limitations to Wool Growth”, (Eds JL Black and PJ
Reis) pp 115-125. New South Wales (AU): The University of New
England Publishing Unit.
11
Bustomy BS. 1996. Kualitas bulu domba betina dan jantan pada domba Priangan
dan domba Peranakan Merino. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Charles AB. 1983. Sheep Production in The Tropic. Oxford (GB): Oxford
University Pr.
Choucman RC, Hanson PJ, Scott KJ, Vlastuin C. 1992. Wool Quality:
implications for worsted processing, grower receipts and R&D. In:
“Proceding of Nations Workshop on Management for Wool Quality in
Mediterranean Environments”. Proceding pp: 1-23.
Ensminger. 1991. Animal Science .Ed ke-9. Danville Illionis (US): The Interstate
Printers of Publisher, Inc.
Ensminger. 2002. Sheep and Goat Science. Ed ke-6. Illionis (US): Interstate
Printers of Publisher, Inc. Denville.
Gayatri S, Handayani M. 2007. Peranan domba Batur dalam meningkatkan
pendapatan keluarga di desa Batur kabupaten Banjarnegara. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007. Semarang (ID):
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. London (UK): Granada
Publishing.
Leeder JD. 1984. Wool, Nature Woder Fibre. Victoria (AU): Peter Jackson
Graphics Pty Ltd.
Master DG Stewart CA, Mata G, Adam NR. 1996. Responsen in wool and live-
weight when different sources of dietary protein are given to pregnant and
lactating ewes. Animal Sciences. 62 (3) : 497-957.
Reis PJ. 1979. Effect of amino acids and the growh and properties of wool. In :
“Physiological and Environment Limitations to wool growth”. (Eds : JL
Black and PJ Reis). Pp 223-242.
Rottenbury RA, Andrews MW, Bell PJM, and Caffin RN. 1981. The effect of the
strength properties of wool staples on worsted processing. Part 1 : The
level of staple strength. J. Text. 3 : 179-190.
Syamsono O. 2002. Produksi, kualitas dan hasil pengolahan dari wol domba
Priangan dan domba komposit HMG dan MHG. [skripsi]. Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor.
Tuzcu TM. 2007. Hygro-thermal properties of sheep wool insulation. [tesis]. Delft
(AN) : Delft University of Technology.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wiradarya TR. 1989. Performance of hair, wool, and hair x wool sheep feeding
difference level of dietary protein and reared into difference location.
Media Peternakan 14 : 17-44.
Yamin M. 2006. Genetic Determinant of the Responsiveness of Wool Fibres and
Folicle to Nutritions. [thesis]. Adelaide (AU). University of Adelaide.
Yamin M, Mulatsih S. 2012. Potency of wool handicrafts production in Indonesia.
Proceeding of the 2nd
International Seminar on Animal Industry ; 2012 Juli
5-6; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. hlm 614-616.
12
Yamin M, Rahayu S. 1995. Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan
hiasan dinding dan karpet. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji T panjang serat
N Rataan StDev Rataan SE Nilai P
Batur 5 72.4 14.3 6.4 0.001
Garut 5 36.27 5.31 2.4
Lampiran 2 Hasil uji T kekuatan serat
N Rataan StDev Rataan SE Nilai P
Batur 5 11.526 0.747 0.33 0.198
Garut 5 10.46 1.52 0.68
Lampiran 3 Hasil uji T kemuluran serat
N Rataan StDev Rataan SE Nilai P
Batur 5 23.96 3.63 1.6 0.122
Garut 5 20.48 2.66 1.2
Lampiran 4 Hasil uji T diameter serat
N Rataan StDev Rataan SE Nilai P
Batur 5 15.40 1.82 0.81 0.000
Garut 5 69.6 13.9 6.2
Lampiran 5 Hasil uji T laju pertumbuhan serat
N Rataan StDev Rataan SE Nilai P
Batur 5 0.500 0.0962 0.043 0.005
Garut 5 0.314 0.0462 0.021
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cijantung, Jakarta Selatan pada tanggal 25 Juni 1989
dari pasangan Endeng Zenal Arifin dan Ipah Saripah. Penulis merupakan anak ke-
1 dari 8 bersaudara. Lulus dari SMAN 1 Gunungsindur pada tahun 2009,
kemudian melanjutkan ke Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan IPB melalui jalur USMI. Selama di IPB, penulis pernah
tergabung dengan organisasi Kerohanian Islam Asrama (KIA) TPB, Gugus
Disiplin Asrama (GDA) TPB, UKM Bola Voli IPB, LDK Al-Hurriyyah IPB,
Lembaga Dakwah Fakultas FAMM Al-An’am, Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Peternakan, dan Badan Pengawas HIMAPROTER.
Penulis merupakan mahasiswa penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa,
Beasiswa BBM, Beasiswa Cendikia IPB serta Beasiswa BUMN. Penulis juga
berkesempatan untuk menjadi asisten dosen Pendidikan Agama Islam, Tingkah
Laku dan Kesejahteraan Ternak, dan Teknik Pengolahan Hasil Ikutan Ternak.
Selain itu, penulis juga menjadi supervisor Beastudi Etos Bogor tahun 2012
hingga sekarang.
Penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan kegiatan baik skala
nasional maupun internasional, diantaranya adalah International Seminar on
Animal Industry (ISAI) 2012, Fapet Golden Week (FGW) 2011, Hari Pulang
Kandang (HPK) 2011, Hari Susu Nusantara (HSN) 2011, Kontes Ayam Pelung
Nasional 2010, Seminar Nasional Al-Qur’an dan Sains (SQNS) 2010, Festival
Anak Shaleh (FAS) 2012 dan berbagai kepanitiaan lainnya.