Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare...

13
Efisiensi Penggunaan Modal Bab 2 EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL Efisiensi secara umum dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah modal yang digunakan dengan penerimaan yang diperoleh. Semakin besar hasil perbandingan kedua variabel tersebut berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan modal. Upaya untuk mencapai efisiensi penggunaan modal merupakan kegiatan yang dilakukan manajer keuangan dan para pemimpin perusahaan karena efisiensi yang menentukan besar kecilnya laba yang dapat diperoleh perusahaan. Kesalahan dalam mengalokasikan modal dapat menimbulkan akibat yang fatal misalnya mengalami kerugian atau bahkan mengalami kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Hal tersebut menjadi faktor penentu dalam keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam memperoleh laba. Perlunya pengetahuan bagi setiap pemimpin perusahaan mengenai indikator-indikator yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan modal dalam perusahaannya. Tindakan pertama yang harus diketahui dalam menentukan alokasi modal yang efisien dari sejumlah modal yang tersedia dalam suatu perusahaan adalah sejauh mana penggunaan modal yang saai ini digunakan telah memberikan keuntungan tertentu bagi perusahaan. Hal ini diperlukan dalam menentukan perlu tidaknya melakukan realokasi modal berdasarkan hasil analisis tingkat efisiensi yang dicapai. Teknis analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang umumdigunakan yaitu analisis R/C Ratio, analisis B-C Ratio, dan analisis Break Even Point (BEP). Berikut merupakan uraian ketiga jenis teknik analisis tersebut adalah sebagai berikut: A. Analisis R/C Ratio Analisis R/C Ratio digunakan untuk menghitung berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam perusahaan pada periode yang lalu. Rumus R/C Ratio adalah sebagai berikut: R/C = Dimana:

Transcript of Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare...

Page 1: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Bab 2EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL

Efisiensi secara umum dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah modal yang digunakan dengan penerimaan yang diperoleh. Semakin besar hasil perbandingan kedua variabel tersebut berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan modal. Upaya untuk mencapai efisiensi penggunaan modal merupakan kegiatan yang dilakukan manajer keuangan dan para pemimpin perusahaan karena efisiensi yang menentukan besar kecilnya laba yang dapat diperoleh perusahaan. Kesalahan dalam mengalokasikan modal dapat menimbulkan akibat yang fatal misalnya mengalami kerugian atau bahkan mengalami kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Hal tersebut menjadi faktor penentu dalam keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam memperoleh laba. Perlunya pengetahuan bagi setiap pemimpin perusahaan mengenai indikator-indikator yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan modal dalam perusahaannya.

Tindakan pertama yang harus diketahui dalam menentukan alokasi modal yang efisien dari sejumlah modal yang tersedia dalam suatu perusahaan adalah sejauh mana penggunaan modal yang saai ini digunakan telah memberikan keuntungan tertentu bagi perusahaan. Hal ini diperlukan dalam menentukan perlu tidaknya melakukan realokasi modal berdasarkan hasil analisis tingkat efisiensi yang dicapai. Teknis analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang umumdigunakan yaitu analisis R/C Ratio, analisis B-C Ratio, dan analisis Break Even Point (BEP). Berikut merupakan uraian ketiga jenis teknik analisis tersebut adalah sebagai berikut:

A. Analisis R/C RatioAnalisis R/C Ratio digunakan untuk menghitung berapa besarnya penerimaan yang

diperoleh dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam perusahaan pada periode yang lalu. Rumus R/C Ratio adalah sebagai berikut:

R/C =

Dimana:R = Revenue (Penerimaan)C = Cost (Biaya)Yi = Jumlah Produk iPyi = Harga per Unit Produk iXi = Input Produksi iPxi = Harga per Unit Input i

Pengambilan keputusan dalam melihat besarnya R/C Ratio dapat dilakukan dengan melihat hasil perhitungannya dimana:- Apabila R/C Ratio mendekati 1 berarti efisiensi penggunaan modal rendah karena jika

R/C=1 berarti perusahaan mencapai atau berada pada kondisi pulang pokok atau impas. Artinya, jumlah penerimaan yang diperoleh hanya sebesar modal yang digunakan untuk memperoleh penerimaan tersebut.

- Apabila R/C Ratio < 1 berarti penggunaan modal dalam kondisi rugi karena jumlah penerimaannya lebih kecil dari jumlah modal yang digunakan.

- Apabila nilai R/C Ratio > 1 berarti penggunaan modal dalam kondisi efisien, dimana semakin besar dan lebih dari 1 maka penggunaan modalnya semakin efisien.

Page 2: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Besarnya nilai R/C Ratio selanjutnya dapat digunakan oleh perusahaan dalam mengambil kebijakan untuk melakukan pengalokasian modal pada periode berikutnya. Berikut merupakan satu contoh hipotesis mengenai penerimaan dan biaya perusahaan Mekar Sari yang mengusahakan dua komoditas yaitu jagung dan kedelai sebagai berikut.Tabel 1. Data Penerimaan dan Biaya Perusahaan Mekar Sari pada Musim Tanam I Tahun 2019No. Uraian Jumlah Unit

(Yi)Harga/Unit

(Rp)Harga Total

(Rp)1. Penerimaan (R)

1. Jagung2. Kedelai

100 Ton120 Ton

400.000600.000

40.000.00072.000.000

112.000.0002. Biaya (C)

1. Tenaga Kerja2. Benih Jagung3. Benih Kedelai4. Pupuk TSP5. Pestisida6. Biaya Tetap

1.500 HKP2.500 Kg1.000 Kg1.000 Kg20 Liter1 Paket

50.0001.0001.000

50015.000

1.000.000

75.000.0002.500.0001.000.000

500.000300.000

10.000.00088.300.000

Berdasarkan data pada tabel 1, R/C perusahaan Mekar Sari dapat dihitung sebagai berikut.

R/C = = 1,27

Nilai R/C = 1,27 artinya setiap satu rupiah dari modal yang digunakan sebagai biaya variabel dalam perusahaan Perkebunan Jagung dan kedelai Mekar Sari menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,27. Ini berarti pula bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh dari setiap satu rupiah modal kerja = 1,27-1 = 0,27 atau 27%.

Margin keuntungan ini mungkin tergolong kecil dan karena itu pemimpin perusahaan dapat melakukan realokasi modalnya agar nilai R/C pada periode berikutnya menjadi lebih besar. Misalnya biaya tenaga kerja yang jumlahnya cukup besar mungkin bisa dikurangi dengan cara membeli cairan pembasmi rumput. Kemungkinan-kemungkinan seperti inilai yang menjadi tugas manajer perusahaan atau analis pembiayaan agribisnis demi memperoleh laba yang makin besar.

Analisis R/C dapat dirinci lagi menjadi operating ratio (OR) dan fixed ratio (FR). Kedua teknik analisis ini memungkinkan manajer keuangan atau analis keuangan untuk mengkaji lebih jauh mengenai komponen biaya mana yang perlu diubah penggunaannya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan modal. Rumus untuk menghitung operating ratio (OR) dan fixed ratio (FR) adalah sebagai berikut.

OR =

Jika data dalam contoh diatas diaplikasikan dalam rumus diatas, maka dapat diperoleh hasil berikut:

OR = = 0,7

Nilai OR = 0,7 artinya biaya variabel yang digunakan untuk memperoleh setiap rupiah penerimaan = 0,7. Artinya keuntungan kotor yang diperoleh dari setiap satu rupiah penerimaan adalah sebesar 1 – 0,7 = 0,3 rupiah.

Page 3: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

FR =

Jika data dalam contoh diatas diaplikasikan dalam rumus diatas, maka dapat diperoleh hasil berikut:

FR = = 0,09

FR = 0,9 artinya biaya tetap yang digunakan untuk memperoleh setiap satu rupiah peneriamaan = 0,09. Jika operating ratio dijumlahkan dengan fixed ratio jumlahnya adalah sebesar 0,7 + 0,09 = 0,79. Ini berarti bahwa keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap satu rupiah penerimaan perusahaan adalah sebesar 1 – 0,79 = 0,21 rupiah.

B. Analisis B/C RatioAnalisis ini hampir sama dengan analisis R/C ratio tetapi penerapannya lebih

ditekankan pada sejauh mana penerapan suatu teknologi tertentu memberikan keuntungan dibandingkan dengan teknologi lain yang digunakan sebelumnya oleh perusahaan atau yang diterapkan oleh perusahaan lainnya. Berikut merupakan rumus analisis B-C Ratio adalah sebagai berikut.

B/C=

Dimana:R2 = Jumlah penerimaan dari penggunaan teknologi baruC2 = Jumlah biaya yang dikeluarkan dengan penggunaan teknologi baruR1 = Jumlah penerimaan dari penggunaan teknologi lamaC1 = Jumlah biaya yang dikeluarkan dengan penggunaan teknologi lamaBerdasarkan rumus B/C Ratio ditentukan oleh emat faktor yaitu penerimaan dan biaya teknologi baru serta penerimaan dan biaya teknologi lama. Pengambilan keputusan dalam melihat besarnya /C Ratio dapat dilakukan dengan melihat hasil perhitungannya dimana:- Apabila nilai B/C > 0 berati teknologi baru yang digunakan lebih menguntungkan

dibandingkan dengan teknologi lama.- Apabila nilai B/C = 0 berati teknologi baru sama-sama menguntungkan dengan teknologi

lama.- Apabila nilai B/C < 0 berati teknologi baru yang digunakan menguntungkan leboh kecil

dibandingkan dengan teknologi lama.Berikut contoh suatu hasil penelitian mengenai keuntungan penggunaan teknologi INSUS

paket D yang dilaksanakan pada kabupaten X tahun 1991 dengan data seperti pada tabel berikut.Tabel 2. Biaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi

Insus Paket D Tahun 1991

Uraian Insus Paket D Bukan Paket DJumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp)

Produksi (Ton) 5,43 1.086.000 3,93 786.000Benih (Kg) 27,15 14.900 29,85 16.500Urea (Kg) 200,00 42.000 170,00 35.700TSP (Kg) 98,89 29.700 88,50 18.500KCl (Kg) 89,78 18.850 71,66 15.050

Page 4: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Hidrasil (Lt) 0,97 11.650 - -Basudin (Lt) 1,12 13.450 0,80 9.600Diazinon (Kg) 0,80 12.300 0,77 11.550Themik (Kg) 0,70 9.850 0,41 5.800T. Kerja (HKP) 128,44 156.900 50,99 101.900

Jumlah Biaya 309.600 214.600Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa perbedaan kedua teknologi yaitu Insus Paket D dan yang bukan Insus Paket D terletak pada penggunaan hidrasil dan jumlah dari masing-masing input yang digunakan. Total biaya produksi untuk teknologi baru (Insus Paket D) adalah Rp 309.600 dan memperoleh hasil senilai Rp 1.086.000, sedangkan biaya untuk teknologi lama yaitu yang bukan Insus Paket D adalah Rp 214.900 dan memperoleh hasil senilai Rp 786.000.

B/C = = 0,15

= 2,15 – 2,66 = -0,15

Nilai B/C = -0,15 mengindikasikan bahwa meskipun nilai hasil produksi pada teknologi Insus Paket D lebih besar dari nilai produksi teknologi yang bukan Insus Paket D, keuntungan yang diperoleh dari teknologi Insus Paket D tersebut lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi sawah dengan teknologi yang bukan Insus Paket D. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang efektifnya teknologi Insus Paket D dalam meningkatkan hasil produksi. Dasar perhitungan ini digunakan manajer dalam menetapkan bahwa pada musim tanam berikutnya, proses produksi sebaiknya tetap menggunakan teknologi yang bukan Insus Paket D atau merumuskan paket teknologi lainnya yang mungkin lebih efektif.

Jika pengusaha menganalisis lebih lanjut mengenai penerimaan untuk setiap rupiah yang digunakan sebagai modal untuk membiayai teknologi Paket D dengan menggunakan rumus R/C sehingga diperoleh hasil berikut.

R/C untuk teknologi insus paket D =

R/C untuk yang bukan teknologi insus paket D =

Hasil perhitungan R/C kedua paket teknologi menunjukkan bahwa untuk teknologi Insus Paket D setiap Rp 1 yang digunakan untuk membiayai usahatani hanya mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp3,51 atau memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 2,51. Sedangkan usahatani yang bukan Insus Paket D nilai R/C sebesar 3,66 menunjukkan bahwa setiap Rp 1 yang digunakan sebagai biaya usahatani akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 3,66 atau memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 2,66.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbandingan R/C Ratio juga dapat digunakan untuk menilai tinggi rendahnya keuntungan dari suatu paket teknologi dibandingkan dengan paket teknologi lainnya. (1) Apabila R/C suatu paket teknologi baru lebih rendah dibandingkan paket teknologi lama, berarti paket teknologi baru tersebut kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan paket teknologi lama, sebaliknya (2) apabila /C suatu paket teknologi baru lebih besar dibandingkan paket teknologi lama, maka manajer perlu mepertimbangkan untuk menerapkan teknologi baru pada musim tanam atau pada proses produksi berikutnya.

C. Analisis Break Even Point (BEP)

Page 5: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Analisis Break Even Point atau analisis titik pulang pokok adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk menghitung volume produksi perusahaan akan mencapai titik dimana penerimaan persis sama dengan total modal yang digunakan (R=C). Setiap perusahaan harus berproduksi diatas dari volume produksi pulang pokok agar dapat tetap beroperasi. Besarnya hasil poduksi ditentukan oleh besar kecilnya biaya variabel, melalui analisis break even point juga dapat dihitung berapa seharusnya modal yang harus digunakan untuk membeli input-input variabel agar titik pulang pokok tercapai atau bahkan dapat terlampaui. Kondisi pulang pokok secara sederhana dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut.

Gambar 1. Kurva BEP (Break Even Point)Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada volume produksi antara 0 sampai titik

sebelum BEP, biaya produksi (TC) lebih tinggi daripada nilai produksi (TR) sehingga perusahaan masih mengalami kerugian. Pada volume produksi sesudah titik BEP perusahaan sudah memperoleh keuntungan karena nilai produksi sudah lebih besar daripada biaya produksinya. Kondisi dimana biaya produksi lebih besar daripada nilai produksi (kondisi rugi) disebabkan oleh tingginya biaya rata-rata dari setiap unit produk yang dihasilkan ketika volume produksi masih kecil. Ketika volume produksi makin besar maka biaya rata-ratanya akan semakin menurun karena beberapa hal misalnya pengadaan input sudah dilakukan dalam jumlah yang besar sehingga biaya angkutan rata-rata menjadi kecil, biaya penyusutan per unit produk juga makin kecil, sehingga secara keseluruhan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetapnya menjadi semakin kecil dibandingkan dengan nilai jual produk.

Pengusaha dalam suatu perusahaan tidak bertujuan untuk mencapai titik pulang pokok tetapi yang menjadi tujuan utamanya adalah agar keuntungan yang diperoleh makin besar. Oleh karena itu, volume produksi yang dicapai harus lebih besar atau melampaui volume produksi dimana titik pulang pokok terjadi. Berikut merupakan rumus yang digunakan dalam analisis break even point.

YBEP =

Dimana:YBEP = Volume Produksi di mana terjadi pulang pokokTFC = Biaya Tetap Total (total fixed cost)VC = Biaya Variabel per unit produk (variable cost per unit) yang dihitung dengan rumus

Vc = TVC/YTVC = Biaya Variabel Total (total variable cost)Py = Harga tiap Unit Produk YY = Jumlah Produk

Contoh:

Page 6: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Suatu perusahaan beroperasi dengan biaya tetap sebesar 4 juta rupiah. Biaya variabel per unit produknya sebesar 500 rupiah dan harga jual per unit produk sebesar 1000 rupiah. Berapa volume produksi usaha tersebut agar mencapai titik pulang pokok?Jawab:

YBEP = = 8.000 Unit

Jadi, volume produksi harus mencapai 8.000 unit agar perushaan tersebut mencapai kondisi pulang pokok. Jika volume produksi kurang dari 8.000 unit, perusahaan akan rugi karena biaya produksinya masih lebih besar dari hasil produksinya. Jika perusahaan ingin memperoleh keuntungan harus meningkatkan volume produksinya lebih dari 8.000 unit per satuan waktu tertentu. Jika pada musim produksi sebelumnya volume produksinya hanya 7.500 unit, berarti biaya variabel harus ditingkatkan agar kondisi break even point bisa tercapai.Perhitungan mengenai harga penjualan ketika terjadi break even point dapat digitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

BEP =

Dimana:FC = Biaya Tetap (fixed cost)VC = Variable Cost per UnitPy = Harga Jual Produk per Unit

Contoh: Diketahui biaya tetap (FC) = Rp 40.000Harga penjualan per unit produk (Py) = Rp 10Biaya variabel per unit produk (VC) = Rp 6Berapa besar harga penjualan yang memungkinkan kondisi pulang pokok?Jawab:

BEP = = = Rp100.000

Jadi, nilai total penjualan untuk mencapai titik pulang pokok = Rp100.000. Hal ini dapat dibuktikan dengan membagi hasil perhitungan ini dengan harga penjualan per unit sehingga diperoleh volume BEP = 100.000/10 = 10.000 unit

Perhitungan BEP juga dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.FC + (X.Vc) = X.Py

Dimana:FC = Fixed CostVC = Variable Cost per UnitPy = Harga per Unit ProdukX = Volume Produksi Break Even

Contoh:Sebuah perusahaan beroperasi dengan komponen biaya sebagai berikut:Biaya penyusutan mesin per bulan = Rp 200.000Biaya listrik per bulan = Rp 1.000.000Upah Tenaga Kerja per Bulan = Rp 1.000.000

Page 7: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

Biaya pemeliharaan per bulan = Rp 500.000Biaya variabel per unit barang = Rp 1.000Harga jual per unit produk = Rp 2.000Hitunglah pada harga penjualan berapa perusahaan tersebut mencapai titik pulang pokok.Jawab:Dari uraian diatas dapat dihitung FC = Rp 4.500.000

FC + (X . Vc) = X.Py4.500.000 + (X.1000) = X.20004.500.000 + 1.000X = 2.000X

4.500.000 = 1.000XX = 4.500

Jadi, volume break even point = 4.500 unit atau dengan harga penjualan sebesar: 4.500 x Rp2.000 = Rp 9.000.

D. Analisis PendapatanAnalisis pendapatan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator mengenai sejauh

mana perusahaan yang sedang dijalankan telah berjalan dengan efisien. Perhitugan pendapatan dalam perusahaan pertanian relatif lebih kompleks dibandingkan dengan analisis pendapatan dalam perusahaan lain. Hal ini disebabkan oleh cukup bervariasinya komponen biaya dan komponen penerimaan dalam perusahaan pertanian. Berikut beberapa istilah yang perlu diperhatikan terlebih dahulu.1. Penerimaan (Revenue)

Penerimaan adalah hasil penjualan produk perusahaan selama satu tahun. Untuk menghitung penerimaan, data mengenai jenis dan jumlah produk serta harga dari masing-masing jenis produk yang dijual harus diketahui. Berikut rumus untuk menghitung penerimaan.

R = Σ (Yi . Pyi) ± ΔI

Dimana:Yi = Jumlah Produk ke-iPyi = Harga per Unit ke-iΔI = Perubahan Inventori yang Bisa Positif tetapi Bisa juga NegatifHasil perhitungan mengenai penerimaan perusahaan akan berbeda antar perusahaan dan juga berbeda dari waktu ke waktu karena adanya perbedaan dlam cara pengelolaan serta pengaruh dari berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak manajemen. Hasil produksi dalam perusahaan pertanian dapat bervariasi menurut jenisnya dan ukuran kualitasnya. Hal itu disebabkan oleh sifat produk pertanian yang sulit ditentukan ukuran dan kualitasnya. Misalnya untuk produk dari suatu perusahaan perkebunan kentang, dapat dihasilkan beberapa jenis kentang dan masing-masing jenis kentang dapat berbeda-beda ukuran serta tingkat kemulusannya. Variasi jenis, ukuran dan kualitas produk tersebut menyebabkan perlunya teknik perhitungan penerimaan dalam perusahaan pertanian.

2. Pengeluaran (Expenses)Pengeluaran adalah semua dana yang dikeluarkan oleh perusahaan selama satu tahun. Pengeluaran perusahaan pertanian terdiri dari pengeluaran berupa biaya operasional atau biaya variabel (VC) dan pengeluaran tetap atau biaya tetap (FC) yang biasanya berbentuk biaya penyusutan dari mesin dan peralatan atau aset-aset jangka panjang lainnya. Berikut merupakan rumus untuk menghitung total pengeluaran perusahaan pertanian.

Page 8: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

TC = VC + FCDimana:TC = total pengeluaranVC = pengeluaran operasional (VC) yang biasanya terdiri dari harga bahan bakar, harga

bahan baku (input), harga bahan penunjang, upah tenaga kerja, bunga pinjaman operasional, dan lain sebagainya yang sifatnya habis untuk sekali proses produksi. Itu sebabnya biaya variabel (VC) dapat diurai lebih lanjut menjadi:

VC = Σ (Xi . Pxi)Xi = input variabel ke i Pxi = Harga per unit input XiFC = pengeluaran tetap (FC) yang biasanya berbentuk penyusutan (depreciation) aset-aset

tetap, biaya pemeliharaan alat dan mesin (mantenance), rekening listrik, air, dan telepon, bunga pinjaman jangka panjang serta pajak. Dengan komponen biaya tetap yang juga cukup banyak, total pengeluaran tetap juga dapat diurai lebih rinci menjadi:

FC = Σ DAi + Mtc + Σ Ohc + i + Tx

DAi = depreciation dari aset tetap ke i Mtc = biaya pemeliharaan rutinOhc = biaya listrik, air dan teleponi = bunga pinjamanTx = pajak perusahaanDisini ada kemungkinan biaya listrik, air, dan telepon serta pajak tidak segolongan sebagai biaya tetap jika besarnya tidak diterapkan secara setiap tahun melainkan berdasarkan pengeluaran riil. Pada perusahaan-perusahaan skala kecil, biaya pemeliharaan aset kadang-kadang tidak diterapkan besarannya karena hanya berdasarkan kejadian. Biaya hanya dikeluarkan jika ada aset yang rusak. Mengenai pajak, besarannya tergantung pada sistem perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika yang berlaku adalah pajak penghasilan, perusahaan akan membayar pajak sesuai dengan laba yang diperoleh.

3. Pendapatan Bersih Operasi (Net Operating Income)Pendapatan bersih operasi adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran operasional. Pada net operating income, biaya tetap (FC) belum dikeluarkan karena memang hanya memperhitungkan pendapatan setelah dikurangi dengan biaya variabelnya. Net Operating Income secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

NOI = R - VCDimana:NOI= net operating incomeR = revenueVC = operating expenses

4. Pendapatan Bersih Perusahaan (Net Firm Income)Pendapatan bersih perusahaan yaitu sisa dari pendapatan bersih operasi dikurangi dengan pengeluaran tetap (FC) dan pajak. Net Firm Income ini benar-benar merupakan pendapatan bagi perusahaan untuk dibagikan kepada pemilik saham sesuai dengan kebijakan perusahaan. Jika pemilik perusahaan sepakat untuk mengeluarkan dana cadangan dan dana sosial, NFI yang dibagikan kepada para pemilik saham akan lebih kecil lagi. Net Firm Income secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

NFI = NOI – FC atau NFI = R – (VC + FC + Tx)Dimana:NFI = net firm income

Page 9: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

Efisiensi Penggunaan Modal

NOI= net operating incomeR = revenueVC = operating expensesFC = fixed espenses

Page 10: Lab EPP – Laboratorium Ekonomi Pembangunan Pertanian · Web viewBiaya dan Pendapatan per Hektare Usahatani Padi Sawah yang Merupakan Teknologi Insus Paket D Tahun 1991 Uraian Insus

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media.

Padangaran, A. M. 2013. Analisis Kuantitatif: Pembiayaan Perusahaan Pertanian. Bogor: IPB Press.

vii