Kwu Dea Valencia

11
Nominasi # 3 : SocialPreneur. Kandidat ketiga adalah perempuan muda cantik bernama Dea Valencia. Usianya baru 20 tahun. Dia adalah alumnus Universitas Multimedia Nusantara Serpong angerang. Dea lulus kuliah pada saat usianya masih amat muda! "# tahun $ia ikut kelas akselerasi se%ak mulai sekolah SD . SM& hanya dua tahun! SM' hanya dua tahun(. Dea adalah pendiri usaha batik bernama )atik Kultur dan berdomisili di Semaran $kota kelahirannya(. Keunikan desain )atik Kultur adalah menggabungkan beragam kain batik! untuk dikombinasikannya men%adi busana batik perempuan yang modis dan asyik. Desain* desainnya yang keren membuat produknya laris + baik yang di%ual secara online maupun o,,line. -oto ilustrasi di a al tulisan ini adalah Dea Valencia dalam beragam produk buatannya. Karena a%ahnya yang bening ia sekaligus men%adi model bagi usahanya sendiri. Saat ini mampu meraup om/et hingga 00 %uta per bulan1 dengan pro,it margin sekitar 20 . Sebuah pencapaian yang amat mengesankan untuk seorang perempuan muda belia yang baru berusia 20 tahun. Kini ia mempunyai sekitar 3 pega ai. 'ma/ing! dalam seusia semuda itu ia suda bisa ikut menciptakan lapangan ker%a untuk 3 orang. 4ang menggetarkan! sebagian karya annya adalah tuna rungu! tuna icara dan tuna daksa $lumpuh(. Dea bilang 5 membangun bisnis %uga adalah ikut memberi kesempatan pada mereka yang kurang beruntung $dan selama ini terpinggirkan(. Dengan sabar dan telaten! Dea menga%ari karya annya yang cacat ,isik $tuna run dan tuna daksa( agar mampu men%ahit dan membuat batik dengan hebat. Dea berharap! bisnisnya bisa terus tumbuh sehingga ia bisa memberikan lebih banyak peker%aan kepada kaum disabled yang selama ini terabaikan. Dea Valencia yang cantik dan masih single itu ternyata punya visi bisnis yang sungguh mulia. Sungguh sebuah kombinasi yang maut 5 muda! cantik! kaya! berhat mulia dan masih single. )agi 'nda lelaki %omblo di seluruh NK67! berdoalah agar kelak 'nda bisa punya pasangan hidup yang sekaliber Dea Valencia. 8berdoa dimulai8 D9M7K7'N:';! tiga sosok anak muda yang layak masuk nominasi 9nterpreneur o, the 4ear 20"<.

description

tugas

Transcript of Kwu Dea Valencia

Nominasi # 3 : SocialPreneur.Kandidat ketiga adalah perempuan muda cantik bernama Dea Valencia. Usianya baru 20 tahun. Dia adalah alumnus Universitas Multimedia Nusantara Serpong Tangerang.Dea lulus kuliah pada saat usianya masih amat muda, 18 tahun (ia ikut kelas akselerasi sejak mulai sekolah SD . SMP hanya dua tahun, SMA hanya dua tahun).Dea adalah pendiri usaha batik bernama Batik Kultur dan berdomisili di Semarang (kota kelahirannya).Keunikan desain Batik Kultur adalah menggabungkan beragam kain batik, untuk dikombinasikannya menjadi busana batik perempuan yang modis dan asyik. Desain-desainnya yang keren membuat produknya laris baik yang dijual secara online maupun offline.Foto ilustrasi di awal tulisan ini adalah Dea Valencia dalam beragam produk buatannya. Karena wajahnya yang bening ia sekaligus menjadi model bagi usahanya sendiri.Saat ini mampu meraup omzet hingga 300 juta per bulan; dengan profit margin sekitar 20%. Sebuah pencapaian yang amat mengesankan untuk seorang perempuan muda belia yang baru berusia 20 tahun.Kini ia mempunyai sekitar 36 pegawai. Amazing, dalam seusia semuda itu ia sudah bisa ikut menciptakan lapangan kerja untuk 36 orang.Yang menggetarkan, sebagian karyawannya adalah tuna rungu, tuna wicara dan tuna daksa (lumpuh). Dea bilang : membangun bisnis juga adalah ikut memberi kesempatan pada mereka yang kurang beruntung (dan selama ini terpinggirkan).Dengan sabar dan telaten, Dea mengajari karyawannya yang cacat fisik (tuna rungu dan tuna daksa) agar mampu menjahit dan membuat batik dengan hebat.Dea berharap, bisnisnya bisa terus tumbuh sehingga ia bisa memberikan lebih banyak pekerjaan kepada kaum disabled yang selama ini terabaikan.Dea Valencia yang cantik dan masih single itu ternyata punya visi bisnis yang sungguh mulia. Sungguh sebuah kombinasi yang maut : muda, cantik, kaya, berhati mulia dan masih single.Bagi Anda lelaki jomblo di seluruh NKRI, berdoalah agar kelak Anda bisa punya pasangan hidup yang sekaliber Dea Valencia. *berdoa dimulai*DEMIKIANLAH, tiga sosok anak muda yang layak masuk nominasi Enterpreneur of the Year 2014.Ketiganya semua memiliki jejak karya yang menggetarkan. Ketiganya mungkin merupakan manifestasi dari slogan Impossible is Nothing : selama ada kemauan, kreativitas dan kerja keras, pasti akan selalu ada jalan untuk meraih rezeki yang melimpah.- See more at: http://strategimanajemen.net/2014/12/29/3-sosok-anak-muda-dahsyat-yang-layak-menjadi-entrepreneur-of-the-year-2014/#sthash.XxzUOK3x.dpuf

Senin, 20 Januari 2014 | 04:09Dagang Batik, Gadis 19 Tahun Ini Hasilkan Rp 3,5 Miliar

Batik Kultur (Istimewa)Jakarta -Normalnya, seorang yang baru lulus dari universitas (fresh graduate) memiliki pendapatan bulanan pada kisaran jutaan atau belasana juta. Bagi Dea Valencia Budiarto hal tersebut tak berlaku. Masih dalam usia 19 tahun, ia sudah memiliki pendapatan miliaran rupiah per tahun. Semua itu berkat ketekunannya menggeluti bisnis fesyen budaya, Batik Kultur by Dea Valencia.Sejak usia 16 tahun, Dea sudah menggali kreativitasnya. Ketidaksanggupannya membeli batik yang ia inginkan justru menjadi awal mula kesuksesannya. Dea menggeledah batik-batik lawas, menggunting sesuai pola yang ia suka, dan membordirnya. Ia ciptakan pakaian dengan hiasan batik lawas berbordir tadi."Ini pakai batik lawas yang udah lama disimpan di lemari misalnya. Kan sering rusak, entah dimakan ngengat ataupun bolong kena banjir. Ya nggak bisa disimpan lagi kan? Makanya itu saya gunting-guntingin, misalnya bunga-bunganya. Nah dari situ saya bordir dan digabung dengan kain lain," ungkap Dea kepada Beritasatu.com di acara Wirausaha Muda Mandiri, Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (19/1).Dari situ terciptalah kreasi Batik Kultur. Awal produksi, Dea hanya membuat 20 potong pakaian. Kini? Ada 800 potong Batik Kultur yang dipasarkan per bulannya. Dengan harga Rp 250.000 - 1,2 juta, nilainya setara dengan Rp 3,5 M per tahun atau Rp 300 juta per bulan.Dea memulai Batik Kultur benar-benar dari nol. Bahkan ia sendiri yang menjadi model Batik Kultur. Wajar karena wajah Dea terbilang cocok di hadapan kamera. Bahkan Dea sendiri yang mendesain produk Batik Kultur padahal ia mengaku tak bisa menggambar."Desainernya saya sendiri padahal nggak bisa gambar. Imajinasi. Saya ada satu orang yang diandalkan, kerja sama dengan saya. Apa yang ada di otak saya transfer ke dia untuk dijadikan gambar," kata Dea.Salah satu prinsip yang dipegang Dea dalam memasarkan produknya sederhana dan menarik. Ia tak mau menjual barang yang ia sendiri tak suka."Kalau sudah jadi pasti saya bikin prototype ukuran saya sendiri. Saya coba, saya suka apa enggak? Karena saya nggak mau jual barang yang saya sendiri nggak suka. Jadi barangnya itu kalau dilihat tidak terlalu nyentrik, lebih seperti pakaian sehari-hari," imbuh gadis asli Semarang.Tak cuma batik, Batik Kultur pun merambah ke tenun ikat. Khusus yang satu ini, Dea harus membelinya di Jepara, tepatnya di Desa Troso yang merupakan sentra tenun ikat. Jika dulu hanya membeli beberapa meter kain, kini sekali kulakan Dea membeli tak kurang dari 400 meter tenun ikat.Sebagai alumni program studi Sistem Informasi Universitas Multimedia Nusantara, Dea paham betul kekuatan internet untuk pemasaran. Batik Kultur 95 persen memanfaatkan jaringan internet dalam urusan permasalahan.Dea menjadikan Facebook dan Instagram sebagai katalog dan media komunikasi dengan konsumennya. Dari sana, referensi untuk Batik Kultur menyebar dari mulut ke mulut. Integrasi dunia maya dan dunia nyata menyukseskan bisnis Dea.Namun sama seperti bisnis sukses lain, Batik Kultur menapak bukan tanpa hambatan. Dea pernah dibuat depresi selama seminggu dan menjadi tak produkti karena masalah hak paten."Hambatan... dulu pernah masalah di hak paten. Sebenarnya dulu namanya bukan Batik Kultur by Dea Valencia tapi Sinok Culture. Tapi waktu diurus nama mereknya ternyata sudah ada yang pakai merek Sinok. Saya sempat stress selama seminggu. Karena nama Sinok sangat berarti buat saya. Sinok adalah nama panggilan saya sejak kecil," tutur Dea.Melihat segala pencapaian Dea, sulit mempercayai Batik Kultur ada di tangan seorang perempuan muda usia 19 tahun yang sudah memegang gelar sarjana komputer."Saya dulu nggak tahu kenapa sama ibu 22 bulan udah disekolahkan. Umur lima tahun udah masuk SD. SMP dua tahun, SMA dua tahu. Jadi itu 15 tahun masuk kuliah. Tiga setengah tahun kuliah, jadi umur 18 udah lulus," jelas Dea."Setelah lulus pulang ke rumah di Semarang fokus bisnis. Tiap bulan nambah dua tiga pegawai, jadi kini sudah ada 36," imbuh Dea yang tinggal bersama orangtuanya di Gombel, Semarang.Meski masih muda dan memiliki pendapatan miliaran rupiah, Dea tak melupakan lingkungan sekitar. Menarik jika mendengar pengakuan Dea tentang beberapa karyawannya."Saya juga mempekerjakan karyawan yang misal nggak ada kaki tapi tangannya masih bisa kerja. Penjahitnya ada enam yang tuna rungu dan tuna wicara. Pertimbangannya?Giving back to society(timbal balik kepada masyarakat)," terang Dea.http://www.kaskus.co.id/thread/52ddfa1ebecb17807d8b46d1/si-cantik-yang-memiliki-pendapatan-rp-300-juta-bln

February 18, 2014 : byDebora Thea/ Universitas Multimedia Nusantara News Service

Persaingan pasar yang ketat serta konsumen yang berasal dari luar negeri membuat alumni Sistem Informasi UMN ini terus mengembangkan bisnisnya. Dea menambah koleksi pakaian batik untuk pria serta membuka toko ritel di Jakarta agar produknya semakin dikenal.

Meskipun omzetnya sudah mencapai Rp 300 juta setiap bulannya, Dea tetap terus berusaha mengantarkan Batik Kultur masuk ke pasar yang lebih besar. Salah satu cara yang dapat dilakukannya ialah dengan membuka Galeri Batik Kultur di Semarang tahun ini. Seperti yang dilansir dari KONTAN, Dea mengatakan bahwa ia telah membangun galeri dan akan segera selesai.

Selama ini, pemasaran dari Batik Kulturnya masih dilakukan melalui Facebook dan Instagram. Supaya lebih banyak masyarakat yang aware terhadap produknya itu, Dea juga berencana akan segera membuka toko ritel di Jakarta.

Seiring dengan penambahan jumlah toko, gadis asal Semarang ini pun melakukan pengembangan terhadap varian produk batiknya melihat konsumennya tidak hanya dari dalam negeri saja. Sekitar 15% peminat batik buatannya berasal dari luar negeri seperti Singapura, Belanda, Australia, AS dan berbagai negara lainnya. Saat ini, produk batik Dea lebih banyak ditujukan untuk konsumen wanita seperti baju formal wanita, kemeja dan pakaian pesta untuk wanita. Maka dari itu, untuk ke depannya ia akan memproduksi berbagai pakaian untuk para pria juga.

Banyaknya pemain yang bergerak di bisnis yang sama dengannya membuat Dea terus mencari strategi bisnis agar produknya tetap memiliki nilai tersendiri di mata masyarakat. Menurut Dea, strategi yang harus dilakukan ialah dengan menciptakan model yang menarik dan unik, serta menetapkan harga yang sesuai. Jadi harga yang ditetapkan tidak terlalu murah dan tidak terlalu mahal, jelasnya.

Di tahun 2014, Dea menargetkan bisa menambah produksi menjadi 1.300-1.500 per bulan. Hal ini merupakan sebuah upaya peningkatan dari tahun lalu di mana ia baru bisa memproduksi sekitar 800 potong pakaian per bulan. Selain itu, ia juga berniat untuk menambah jumlah karyawannya dari 38 karyawan menjadi sekitar 60 orang. Menjadi bos dari karyawan yang jauh lebih tua ternyata menjadi tantangan tersendiri baginya. Itu menjadi tantangan bagi saya bagaimana untuk tetap menjalin komunikasi yang baik, tuturnya. (*)

http://rajacara.com/amalia-thessen-dan-dea-valencia-kick-andy-kuliah-sambil-bisnis-why-not-part3.html

BanyumasNews.Com Nama Dea Valencia (20 th) sebagai sosok pengusaha muda sukses kerap diperbincangkan. Dea salah satu kaum muda Wira Usaha Mandiri, yang sering tampil dalam talk show televisi, seperti Kick Andy. BanyumsNews.Com pernah mengikuti paparan sukses Dea, yang sukses dengan fesyen budaya bernama Batik Kultur dan memiliki pendapatan miliaran rupiah per tahun. Pendapatan yang fantastis dari pengusaha semuda Dea.Bagaimana Dea Valencia bisa sukses seperti sekarang. Point-point atau tips sukses Dea Valencia dapat dirangkum seperti di bawah ini:1. Mengorbankan banyak waktu untuk hangout. Masa muda seharusnya masa penuh kesenangan, fully have fun. Bagi Dea cukup atau tidak waktu untuk bersenang-senang tergantung prioritas, bukan berarti sama sekali meninggalkan waktu untuk fun.2. Memiliki mimpi.Dea sangat berkeininginan memiliki the best future, masa depan yang terbaik. Pada mulanya ia berusaha jualan batik adalah untuk bekal biaya kuliah ke luar negeri. Tapi Tuhan berkehendak lain, dan Batik Kultur berkembang seperti sekarang, paparnya.3. Sangat mementingkan data. Batik Kultur mengimplementasikan suatu bisnis proses, dengan melakukan maping customer secara detail. Ia yang kuliah di Teknologi Informasi, memanfaatkan keahliannya itu untuk membuat data base yang komplit. Data yang dimiliki, untuk ukuran pengusaha baru 20 tahun, sangat amazing. Ia punya data customer base seperti nama, alamat, jenis kelamin, tanggal-tanggal berapa belanja, ukuran, kota asal, berapa kali belanja rata-rata dalam sebulan/triwulan/semester/tahun, model paling sering dibeli, range harga, dan data lainnya. Dengan data ini ia bahkan bisa menyimpulkan perbedaan ukuran baju yang paling sering dibeli oleh pembeli kota Bandung dan Jakarta.4. Disiplin pelayanan. Dea menerapkan disiplin yang ketat untuk memberikan pelayanan kepada customer. Ada admin yang khusus menjawab pertanyaan vua Facebook. Alasannya, agar fanpage di Facebook-nya kian ramai. Ia mengibaratkan online shop seperti halnya restoran, kalau restoran tampak penuh orang justru akan masuk karena berarti banyak orang suka. Online shop yang trafik-nya ramai, banyak yang komen, orang akan lebih tertarik.5. Menyukai self challenge. Dea suka menantang diri sendiri untuk mencapai target tertentu. Kenapa? Karena ia merasa tidak punya bos yang memerintah untuk mencapai target ini, target itu, makanya ia sendiri yang harus menantang dirinya sendiri.6. Kualitas produk sangat dijaga.Caranya dengan memiliki track record pembuat baju yang selalu ditempel di hasil karyanya. Bagi Dea produksi batik bukan hal yang sederhana. Dalam pengerjaannya melibatkan banyak orang/pegawai. Ada yang khusus pasang kancing, membuat lobang kancing, yang menjahit, sampai dari awal yang memotong kain. Nah tiap produk ada nama-nama si pembuat itu, gunanya agar kalau ada faulty (kesalahan) di bagian tertentu, bisa dicari siapa yang membuat. Dengan itu dan bisa diperingatkan secara lebih spesifik kepada si pegawai. Elok ya?7. Menerapkan kebijakan harga yang stabil,menghindari diskon. Kenapa? Ia menerapkan kebijakan harga yang reasonable. Ia berpendapat ini akan lebih baik daripada memasanag harga 1 juta tapi orang beli saat diskon 70 persen. Dea tidak ingin customer-nya punya habit seperti itu. Apalagi ke depan ia tidak akan mengandalkan online shop lagi, tapi membuka pula toko. Bulan Februari ini, ia akan membuka toko pertamanya di darat di kota Semarang, kota kelahirannya.8. Giving back to society. Memberikan timbal balik ke masyarakat. Ini hal yang terpenting dari seorang Dea Valencia, karena karyawan-karyawannya sebagian adalah para disable. Ia mempekerjakan karyawan yang misalnya tidak punya kaki tapi tangannya masih bisa kerja. Penjahitnya ada enam yang tuna rungu dan tuna wicara. Pertimbangannya? Giving back to society (timbal balik kepada masyarakat), terang Dea. Kepada mereka diperlakukan manusiawi dan saling hormat. Mereka pun sering diajak jalan-jalan.

Dea di tengah karyawan Batik KulturDea bukannya tidak pernah mengalami masalah. Usahanya yang dimulai dari 1 penjahit bernama Dikin, pernah suatu ketika sudah 2000 pieces diproduksi, harus mengganti nama (merk) produk karena nama (merk) sebelumnya sudah ada yang mem-patenkan. Ia merasa merk-nya terdahulu seperti dibajak. Ini hambatan yang dialaminya.Sebenarnya dulu namanya bukan Batik Kultur by Dea Valencia tapiSinok Culture.Tapi waktu diurus nama mereknya ternyata sudah ada yang pakai merekSinok.Saya sempat stress selama seminggu. Karena namaSinoksangat berarti buat saya.Sinokadalah nama panggilan saya sejak kecil, tutur Dea.Sinokadalah panggilan kesayangan dari ibunya (Ariyani Utoyo) salah seorang petinggi Bank Danamon Region Jateng/DIY yang berkantor di Semarang.Ketika nama itu sudah dipajang di facebook, dan ada yang meng-hack, itu seperti pasar kebakaran, katanya. Akhirnya ia memicu semangat sendiri, tanpa nama itu pun bisa sukses. Dan terbukti dengan Batik Kultur dia sukses, dimana 98 persen penjualan lewat Facebook. Ia leader penjualan online shop via FB.Di usianya yang sangat muda ia kadang iri juga melihat temen-teman sebayanya yang tanpa kerja bisa beli barangbranded. Namun dia segera melihat dari sisi lain: bahwa orang lain juga ingin seperti dia, masih muda bisa berusaha den sukses. I do what I love, kata Dea menutup presentasinya.

Dea Valencia Budiarto sudah mengenyam bangku kuliah di usia masih belia, 15 tahun saja. Ketika lulus kuliah di usia 18 tahun, dia memutuskan untuk kembali ke Semarang dan fokus untuk membuka usaha. Labelnya yang bernamaBatik Kulturdirintis karena sejak awal Dea memang suka batik. Menurut Dea, ini merupakan salah satu cara baginya untuk menghargai budaya Indonesia.Lewat Batik Kultur, Dea mendorong generasi muda untuk mengenal dan mengapresiasi batik serta kain tradisional Indonesia lainnya sebagai peninggalan budaya bangsa. Dengan mengenakan kain-kain tradisional asli Indonesia, Dea berharap masyarakat Indonesia sendiri menyadari pentingnya pelestarian kain-kain tradisional tersebut dan merasa bangga mengenakannya.Baca juga:Sukses Itu Dimulai Dari Gagal

image: batikkultur.comDesain Batik Kultur terbilang unik, modern, anak muda banget. Kalo melihat pencapaian yang diraih sekarang, sulit dipercaya kalau Batik Kultur dipegang sama sosok perempuan muda 20 tahun, sarjana komputer pula.Batik Kultur bermula dari keinginan Dea memiliki baju batik cantik seperti yang ia mau. Meskipun Dea nggak bisa beli baju batik yang dia pengen, ia nggak lantas hilang akal. Berbekal kreativitas, Dea pun menggeledah batik lawas punya orang tuanya, digunting-gunting terus dijahit dengan model yang dia pengen. Katanya sih sayang kalau dibuang, apalagi kalo sampai rusak gara-gara cuma disimpan di dalem lemari. Kalo bisa digunting-gunting dan dipadukan dengan bahan lain terus jadi bagus kenapa enggak? Dari situlah kemudian batik lawas berubah jadi modern, yang kemudian diminati banyak orang.Baca juga:Berguru pada Pemilik DagaduSebagai jebolan Program Studi Sistem Informasi Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Dea paham bener gimana besarnya kekuatan internet sebagai media pemasaran produk. Oleh karena itu, 95% pemasaran dan penjualan Batik Kultur memanfaatkan online! Mulai dari Facebook dan Instagram yang dijadikan tempat men-display katalog sampai menjadi media komunikasi dengan pelanggannya. Nggak tanggung-tanggung memanfaatkan online, belakangan ini Dea pun jga sudah meluncurkan website dengan alamat batikkultur.com.Karakteristik desain Batik Kultur yang unik dan orisinal ini kemudian juga menarik lebih dari 3000 customer yang tersebar di Indonesia, juga negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Hongkong, Belanda, Singapura, dan Norwegia. Melalui online pula, Batik Kultur nyebar dari mulut ke mulut. Selain keunikan desain, Dea juga memperhatikan strategi pasar untuk menentukan harga sesuai dengan konsumen yang ia tuju.Baca juga:Pentingnya After-Sales Service Buat BisnisDitambah lagi, Dea bilang kalau dia nggak akan jualan batik yang dia sendiri enggak suka, katanya sih demi menjamin kepuasan konsumen. Jadi, sebelum Dea melempar produk ke pasar, Dea akan bikin dulu prototipe untuk dipake sendiri. Kalau ngerasa nggak bagus buat ia pakai sendiri, ya enggak akan dijual.Serunya, semua desain produk dibikin oleh Dea, meskipun ia sendiri nggak bisa gambar. Lah, terus? Rahasianya, Dea ngajak satu orang untuk jadi partner yang bisa mentransfer imajinasi desain dari otak Dea ke bentuk gambar.Perempuan kelahiran 14 Februari 1994 ini kini menjadiyoung technopreneurshipdi kalangan teman-teman seusianya. Di usia yang terbilang sangat muda, Dea bisa meraih omzet ratusan juta dalam satu bulan.Pencapaian Dea nggak diraih dalam kedipan mata. Dea mulai semuanya dari nol. Dari karyawannya cuman beberapa terus nambah tiap bulan sampai sekarang ada 40 orang. Semua berkat ketekunan dalam menggeluti usahanya.Baca juga:IKEA: The Design CompanyDari hobi jadi ladang berbagi. Lingkungan sekitar nggak pernah luput dari perhatian Dea. Di Batik Kultur, ada beberapa karyawannya yang mengalami cacat fisik tau penyandang difabel. Dea punya tujuan, mendukung mereka untuk hidup lebih mandiri, juga bisa punya karya dan bermanfaat buat banyak orang. Menurut Dea, setiap orang layak mendapat kesempatan yang sama, termasuk mereka."Saya juga mempekerjakan karyawan yang misal nggak ada kaki tapi tangannya masih bisa kerja. Penjahitnya ada enam yang tuna rungu dan tuna wicara. Pertimbangannya? Giving back to society. Saya ingin memberikan mereka kesempatan untuk memberikan kontribusinya di balik perbedaan mereka. Dan ternyata banyak pelajaran yang bisa diambil seperti ketekunan dan semangat untuk belajar,kata Dea.If you never try youll never learn. There is no elevator to success, you have to take the stairs.Berangkat dari situlah Dea memberanikan diri untuk lebih banyak belajar dan mencoba hal-hal baru. Semangatnya adalah ketekunan dan pantang menyerah, karena Dea pun menyadari kalo pencapaiannya saat ini bukan sesuatu yang didapatkan secara instan dan mudah.http://www.finansialku.com/kisah-sukses-dea-valencia-pemilik-batik-kultur/ https://www.uc.ac.id/sukses-di-usia-muda-siapa-takut/ http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/01/27/1454054/Pengusaha.Muda.Ini.Berdayakan.Difabel.sebagai.Karyawannya http://www.finansialku.com/kisah-sukses-dea-valencia-pemilik-batik-kultur/