KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

75
KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA KODING KLINIS Lily Kresnowati

Transcript of KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Page 1: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

KUPAS TUNTAS

PROBLEMATIKAKODING KLINIS

Lily Kresnowati

Page 2: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

✓ S1 Kedokteran Umum

✓ S2 Epidemiologi

✓ TOT & Training Bidang Rekam Medis & Coding (1999-2015)

08122801191

Jl. Taman Kelud

Selatan No.11B,

Semarang

[email protected]

• Direktur Center Of Coding Excellence

• Manajer Umum Klinik & Lab PA “Satmoko” Semarang

• Dosen D3 RM Poltekkes Kemenkes Semarang

• Sekretaris PKFI Wilayah Jateng

• Konsultan Manajemen Kesehatan Bersertifikat BNSP

Page 3: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

LATAR BELAKANG

• Di Era JKN, profesi coder berperan penting dalam

proses reimbursement. Peningkatan peran ini

memunculkan ekspektasi yang tinggi terhadap

kompetensi koder. Merupakan tantangan tersendiri

bagi koder untuk dapat menetapkan kode yang bisa

disetujui oleh verifikator, memperoleh

reimbursement yang sesuai dengan sumber daya

yang dikeluarkan oleh RS, sekaligus bebas dari

potensi fraud.

Page 4: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

• Dalam menetapkan kode diagnosis maupun prosedur medis, koder perlu memastikan bahwa kode yang dipilih dapat merepresentasikan dengan tepat isi dokumen pada episode tersebut, sesuai dengan sistem klasifikasinya, dan tidak menimbulkan dispute dalam pengklaimannya.

Page 5: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

PENGENALAN SISTEM KLASIFIKASI

NOMENKLATUR ?

TATA CARA PENAMAAN

KLASIFIKASI ?

PENGGOLONGAN/KELOMPOK

Huffman & Cofer, 1994

Page 6: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

SYARAT KLASIFIKASI PENYAKIT

• Atas dasar prinsip klasifikasi tunggal; letakanatomi, etiologi, spesialisasi

• Bersifat terbuka dan mampu menampung semuaistilah diagnostik/tindakan

• Harus bersifat ‘mutually exclusive’ → tidakmungkin satu diagnosis memiliki 2 tempat dalamsatu klasifikasi.

Huffman & Cofer, 1994

Page 7: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

• Sistem klasifikasi menyusun elemen-elemen ke dalamkelompok-kelompok berdasarkan suatu kriteria yangditetapkan; antara lain pengelompokan berdasarkanpenyakit, cedera, operasi, dan prosedur lainnya.

• ICD-10 merupakan suatu sistem klasifikasi tertutup,menyediakan hanya satu tempat untukmengklasifikasikan setiap kondisi dan prosedur.

• Kondisi-kondisi tertentu yang jarang dijumpai atau tidakterlalu signifikan dikelompokkan menjadi satu dalamkode-kode residual “other specified” atau “not elsewhereclassified”.

• Kode residual terakhir disediakan untuk diagnoses yangtidak dinyatakan dengan jelas (spesifik)

Leon-Chisen, 2015

Page 8: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Tata Cara / Rules of Coding

Page 9: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 10: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

SUSUNAN BAB DLM ICD-10

Terdapat 22 Bab yang terdiri dari ; - Special Disease- Body Systems- External Causes

Page 11: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 12: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

PENERAPAN

INCLUSION & EXCLUSION

• Sejalan dengan konsep klasifikasi, maka untuk setiap istilah diagnostik tersedia kategori masing-masing

• Prinsip dasarnya, eksklusif mutualis. Artinya satu istilah diagnostik tidak dapat berada pada dua kategori yang berbeda. Kecuali pada dual classification (dagger & asterisk)

• Sistem Klasifikasi bersifat konsisten.

Page 13: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Volume 2 ICD-10 berisikan manual instruksi tentang penggunaan ICD-10, termasuk di dalamnya adalah :

• Aturan Koding Morbiditas : pedoman dan aturan dalam menetapkan kondisi tunggal yang menjadi diagnosis utama (single-condition morbidity analisis), serta tata cara kodingnya.

• Aturan Koding Mortalitas : pedoman dan aturan untuk menetapkan sebab dasar kematian (underlying cause of death) dan tata cara kodingnya.

ATURAN DALAM KODING ICD-10

Page 14: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

PRINSIP KODING MORBIDITAS

• PRINSIP : Single-Condition Morbidity Analysis

• Kondisi utama yang digunakan dalam single-condition morbidity analysis adalah kondisi utama yang dirawat atau di-investigasi sepanjang episode asuhan kesehatan yang terkait

Extracted from WHO : ICD-10 , 2010 Edition, Vol. 2 Instruction Manual.4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding ; 4.4 Morbidity

Page 15: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

DIAGNOSIS UTAMA

• Kondisi utama (Dx Utama) → kondisi yang,didiagnosis pada akhir episode asuhan kesehatan,terutama bertanggung jawab menyebabkanseseorang (pasien) membutuhkan pengobatan ataupemeriksaan.

• Bila terdapat lebih dari satu kondisi yang terekamdalam dokumen → pilih kondisi yg paling banyakmenggunakan sumber daya

Extracted from WHO : ICD-10 , 2010 Edition, Vol. 2 Instruction Manual.4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding ; 4.4 Morbidity

Page 16: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Permenkes no. 76 th 2016

DIAGNOSIS UTAMA

Page 17: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

➢ Kondisi Lain (Dx Lain/Dx Sekunder) → Kondisi yang coexist

atau berkembang selama (dalam) episode pelayanan

kesehatan, dan mempengaruhi manajemen pasien. Kondisi-

kondisi yang terkait episode sebelumnya yang tidak

membawa dampak terhadap episode saat ini seharusnya

tidak dicatat (di-kode).

DIAGNOSIS LAIN

Extracted from WHO : ICD-10 , 2010 Edition, Vol. 2 Instruction Manual.4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding ; 4.4 Morbidity

Page 18: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

DIAGNOSIS LAIN• Komplikasi adalah kondisi yang tidak ditemukan saat

admisi, yang kemudian muncul selama pasien dalamperawatan, atau merupakan akibat dari suatu proseduratau pengobatan selama dirawat. Misalnya; embolisme,efek samping obat, ISK, infeksi post-operatif

• Komorbiditi adalah suatu kondisi yang sudah ada (exist)pada saat admisi, yang mempengaruhi perawatanterhadap pasien, karena membutuhkan tambahan ;prosedur diagnostik, therapeutic treatment, atau akanmeningkatkan monitoring ataupun clinical care

Extracted from Clinical Case-mix Handbook (2014)

Page 19: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Syarat diagnosis sekunder

Page 20: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

DIAGNOSIS SEKUNDER

Permenkes no. 76 th 2016

Page 21: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

• Gejala & tanda yang secara rutin terkait proses penyakit tidak di-kode sekunder *

• Kecuali gejala & tanda yang bukan bagian dari proses penyakitnya, dapat di-kode sekunder

Symptom & Signs Sebagai Dx Sekunder

TIDAK DIATUR DALAM PERMENKES NO. 76

Page 22: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Gejala & tanda yang merupakan bagian dari proses penyakitnya, tdk perlu di-kode sekunder

Page 23: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Kesesuaian diagnosis & tindakan

• Prosedur utama adalah prosedur yang paling signifikan, yang dilakukan untukmengobati/mengatasi diagnosis utama.

Usahakan pencatatan yang kronologis dan menunjukkan pola sesuai pathway

Extracted from Clinical Case-mix Handbook (2014)

Page 24: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 25: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

PRINSIP DOKUMENTASI

& KODING KLINIS

• DIAGNOSIS & PROSEDUR ; menggambarkan permasalahan pasien yang menyebabkan pasien datang ke fasyankes, dan mendapat pengelolaan (pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan tindakan) dari fasyankes pada episode tersebut.

• KODE DIAGNOSIS & PROSEDUR ; merepresentasikan diagnosis & prosedur pada episode tersebut

→ KODING KLINIS (CLINICAL CODING )

→terutama untuk diabadikan dalam lembar RM1 & Resume.

Page 26: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Pasien MRS dg nyeri dada, tindakannya PCI dilakukan stent

jantung,

DU : CAD (I25.1),

DS : AMI (I21.9)

apakah penempatan koding tsbt sudah sesuai?

Dalam Aturan Koding Morbiditas, jika kondisi akut dan kronis (pada penyakit yang sama) terjadi bersamaan, maka berilah kode kombinasi jika ada, dan jika tidak ada kode kombinasi, maka kode kondisi akutnya sebagai DU dan kondisi kroniknya sebagai DS

Maka kode yang tepat adalah ; DU : AMI (I21.9)

DS : CAD (I25.1),

BEBERAPA CONTOH INAKURASI KODING

Page 27: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 28: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Pada kasus trauma kepala selalu disertakan diagnosa sekunder compression of brain, apakah dari aspek koding, compresion of brain bisa dikoding terpisah ato merupakan satu rangkaian diagnosa utama?

Dalam kaidah koding, Compression of brain (G93.5) jika

disebabkan oleh contusion/trauma diarahkan ke S06, jadi kode

kombinasi, tdk dikode tersendiri.

Page 29: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Persalinan Pervaginal dengan bantuan induksi, kode yang benar menggunakan kode O80 atau O83.8. mohon penjelasan.

Memang kriteria normal delivery yang pakai kode O80 adalah sesuai

kriteria di atas

Perhatikan bahwa induksi persalinan yang dianggap normal adalah ;

1. Induksi tanpa obat (induction without medication)

2.Artificial rupture of membranes (pecah KK)

Maka perlu dibaca kembali, bagaimanakah induksi yang diberikan...

Dan pemberian Oksitosin drip/inject disebut induksi jika dilakukan

di awal, saat belum inpartu. Jika diberikan saat inpartu, dianggap

augmentasi dan bukan induksi.

Page 30: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 31: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 32: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 33: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Apakah Efusi Pleura tidak dapat dikode sekunder pada pasien

penyakit jantung ?

Pada kondisi seperti apa Efusi pleura dapat dikode sekunder ?

EF hampir selalu merupakan bagian integral dari penyakit lain,

dan yang diobati adalah underlying disease nya, sehingga tidak

dikode terpisah kecuali memang ada pengelolaan khusus seperti

chest tube atau WSD. Atau pada keganasan / malignancy

Page 34: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 35: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

apa beda koding E43 (malnutrisi) & R64 (cachexia) ?

kapan bs menggunakan E43 & kapan digunakan R64?

Bagaimana penggunaannya pada kasus keganasan ?

Cachexia pada cancer bukan sekedar masalah malnutrisi, tetapi

merupakan syndroma metabolik multifaktor yang berkaitan

dengan penyakit keganasan yang mendasari

Page 36: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 37: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 38: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Izin bertanya dok, apakah kenaikan SGOT dan SGPT pada kasus Thypoid dengan terapi curcuma dikode dg K75.2?

Berdasarkan referensi yang saya baca, Hepatitis Nonspesifik

reaktif merupakan diagnosis histologis yang didapat berdasarkan

biopsi hati, bukan dengan gejala klinis

Page 39: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Perlu hati-hati , karena dalam perjalanan klinis Demam Typhoid dapat terjadi

hepatomegaly dan peningkatan Liver Function Test (LFT) seperti SGOT dan SGPT

Page 40: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 41: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 42: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Pengkodingan prosedur kemo embolisasi (TACE) RS menggunakan 38.86 atau 99.25 ?

TACE = transcatheter arterial chemoembolization

Page 43: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Jadi prosedur TACE memang mengkombinasikan antara infus obat kemoterapi

dengan embolisasi arteri menggunakan catheter

Chemoembolisasi memang kodenya 99.25.

Adapun kateterisasi vena hepatik nya menggunakan 38.91

Kode 38.8 tidak tepat karena menggunakan metode clamping atau surgical

occlusion, sementara TACE hanya menggunakan (trans) catheter.

Page 44: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

apabila ada kondisi tetraplegia, hipokalemi dan hiponatremi,

manakah yang menjadi dx utama. apabila resource yang

dikeluarkan hanya KCL atau KSR saja

Tetraplegia adalah kondisi kelumpuhan 4 anggota gerak yang

disebabkan oleh trauma pada saraf spinal (tulang belakang), jadi

ranahnya adalah Neurosurgery (Bedah Saraf). Jadi tidak mungkin

diatasi hanya dengan infus Kalium saja.

Jika yang dimaksud paralysis adalah kelemahan anggota

gerak akibat hypokalemi, maka kode yang tepat adalah

Paralysis Periodic yang bersifat sementara akibat

hypokalemia. Pada kondisi ini maka terapinya cukup

diberikan infus kalium. Jadi antara paralysis dan hypokalemia

merupakan kode kombinasi, cukup dikode satu saja G72.3

Pada periodic paralysis kelainannya/kelemahannya pada otot

dan bersifat sementara.

Page 45: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 46: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 47: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Periodic Paralysis bahkan bisa dicetuskan oleh stress, kelelahan dll. Jadi jauh

lebih ringan daripada tetraplegia yg kelainan saraf pusat

Page 48: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

apakah ada ketentuan tertentu dalam penggunaan kode neglect T74.3 yang ditagihkan bersamaan dengan kode fraktur S92.3 tindakan 79.40 reduction of fracture and dislocation? terima kasih

T74 merupakan syndrome maltreatment yang bukan

diperuntukkan untuk fraktur, melainkan pada keadaan abusive,

yang bermakna penelantaran (abandonement)

Page 49: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 50: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 51: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Adapun definisi neglected fracture adalah fraktur yang tidak ditangani sampai

dengan 3 minggu setelah cedera.

Beberapa referensi menyebutkan bahwa neglected fracture adalah nonunion

atau malunion fracture. Jadi pada fracture yang neglected, maka yang menjadi

alasan untuk mencari layanan kesehatan adalah kondisi malunion atau non

unionnya,

Page 52: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 53: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 54: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Terkait tanda dan gejala yang tidak dapat dikode sebagai diagnose sekunder, bagaimana dengan diagnose epistaksis pada DHF gr II, atau shock hipovolemik pada Dengue syok syndrome (DHF gr IV) dimana pada ICD kode DHF hanya A90. Apakah kode epistaksis dan syok hipovolemik tadi dapat dikode sebagai diagnose sekunder dari DHF ?

Epistaksis pada DHF merupakan gejala. Karena merupakan

manifestasi perdarahan yang terjadi akibat perubahan hemostatik;

capillary fragility dan thrombocytopenia.

Epistaksis tdk dikode sekunder, namun syok hypovolemik pada

DSS memang ditambahkan sebagai sekunder karena

merupakan komplikasi dari DHF. Tidak termasuk dalam gejala

dan tanda DHF.

Page 55: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 56: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Apakah adhesiolysis dapat dikode sekunder pada operasi appendectomy atau SC ?

https://www.aapc.com/discuss/threads/cpt-code-for-adhesiolysis-of-adhesions.70542/

Page 57: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 58: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Ijin bertanya jika ada kasus fraktur malar dan maxillary bones (S02.4) dan fraktur mandibula (S02.6) apakah bisa dikoding dua2nya atau dapat koding S02.7 ( multiple fraktur involving skull and facial bones) Tindakan yang dilakukan adalah rekonstruksi tulang wajah (76.46)

Kaidah koding multipel ; jika ada yang lebih dominan (lbh banyak resource) dikode sbg DU, yg lain DS. Jika tdk ada yang lebih dominan, boleh dikode multipel (S02.7) diikuti kode rincian.

Tapi yang harus diperhatikan adalah kode tindakannya. Apakah reduksi dg internal fiksasi (ORIF) ? Atau rekonstruksi ?

Apa bedanya rekonstruksi dan reduksi ?

Page 59: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 60: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 61: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 62: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 63: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Jika ada perdarahan akibat arteri yang sobek, kode apa yang

sesuai untuk prosedur repair pada Arteri ?

Perlu dilihat laporan operasinya, apakah jahit arteri, atau

penggantian (plasty) arteri ? Atau yang lebih kompleks seperti

ligasi, clamping dan obliterasi arteri

Page 64: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Berdasarkan buku ICD-9-CM Desk Reference ;

Kode 39.31 adalah untuk jahit artery yang robek/lacerasi. Itupun di omit code

jika jahitnya sekaligus jahit luka di kulit (percutaneous puncture closure).

Sedangkan 39.5 mencakup repair yang termasuk dalam plasty dan restorative

vascular operation lainnya. Inclusion meliputi angioplasty, aneurysm repair,

dan av fistula repair.

Kompleksitas kasusnya lebih tinggi pada 39.5 karena terjadi

penggantian/perbaikan arteri. Berbeda dengan suture of artery

Adapun ligasi artery ditujukan untuk obliterasi dalam rangka

mengurangi pertumbuhan tumor, atau merubah arah aliran darah, dst

sebagaimana tujuan yang ada pada deskripsi tsb di atas. Bukan sekedar

jahit arteri ataupun bukan sekedar kontrol perdarahan sebagaimana

deskripsi 39.41 (kontrol perdarahan).

Page 65: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 66: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 67: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 68: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 69: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Kode angioplasty untuk revisi cimino HD apakah dengan kode revisi

CDL atau angioplasty saja 39.50 (Angioplasty or atherectomy of

other non-coronary vessel(s)) atau 39.42 (Revision of arteriovenous

shunt for renal dialysis), kode tindakan mana yang lebih tepat?

melihat deskripsinya pada buku Coders Desk Reference,

repair/revisi utk HD kodenya yang 39.42

Karena Kode 39.5 adalah untuk Angioplasty ... istilah plasty

berarti repair, umumnya mengganti arteri yg rusak dg arteri

lain. Jadi lebih restoratif sifatnya.

Page 70: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE
Page 71: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

beberapa kasus obgyn yg kami klaim mengalami dispute,dikarenakan untuk

tindakan sectio dgn riwayat prev sc,atau riwayat pendarahan dan dr hasil

pemeriksaan lab didapati jumlah hb 9-10,oleh dpjp sesuai dgn kondisi

pasien diberikan tindakan transfusi.. ttp dari verifikator menyatakan itu

merupakan suatu bagian dr tindakan operasi dan tidak perlu di koding.

sementara itu sudah termasuk anemia dlm kehamilan dgn koding o99.0

tindakan trasnfusi .. apakah mmg ada aturannya jika hb tidak dibawah 8,

tidak dpt dikoding sebagai anemia dlm kehamilan??dikarenakan tidak sesuai

dgn batasan untuk dilakukan transfusi menurut verifikator.

1. Terdapat Berita Acara tentang kriteria Hb untuk anemia sebagai diagnosis sekunder

2. Tidak semua perdarahan perioperative merupakan komplikasi, terkadang transfusi durante operasi merupakan preventif

3. Jika memang ada transfusi, maka kode transfusi dapat diberikan, tanpa harus ada anemia

Page 72: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

Acute Blood Loss Perioperative

• Acute blood loss dapat terjadi selama atau setelah operasi. Tetapi hal ini belum berarti komplikasi prosedur dan seharusnya tidak dikode sebagai komplikasi pasca operasi, kecuali dokter menyatakan demikian

• Banyak tindakan operasi yang memang menyebabkan kehilangan darah yang cukup banyak, misalnya hip replacement atau bedah saraf, yang dapat atau tidak mengakibatkan anemia.

• Jika dokter tidak menyatakan sebagai anemia, atau tidak menyatakan sebagai komplikasi, maka jangan dikode sebagai anemia.

Page 73: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

• Jika hasil pemeriksaan darah pasca operatif menunjukkan nilai yang rendah, konfirmasikan kepada dokter apakah perlu menambahkan kode anemia?

• Koder tidak boleh mengasumsikan, bahwa adanya dokumentasi tentang blood loss dan atau transfusi durante operasi sebagai tanda bahwa terjadi anemia. Transfusi sebagai blood replacement terkadang dilakukan secara preventif, bukan karena anemia.

Leon-Chisen, N. ICD-10 CM and ICD-10PCS Coding Handbook, 2015

Page 74: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE

KESIMPULAN

1. ICD-10 adalah salah satu sistem klasifikasi diagnosis penyakit yang digunakan di Indonesia

2. Sebagaimana prinsip dasar sistem klasifikasi, ICD juga mengklasifikasikan/mengelompokkan satuan penyakit (morbid entities) berdasarkan suatu kriteria

3. Dalam ICD-10 terdapat kriteria sbb ; berdasarkan penyakit (special disease), sistem organ (body system), berdasarkan sebab luar (external causes)

4. DIAGNOSIS & PROSEDUR ; menggambarkan permasalahan pasien yang menyebabkan pasien datang ke fasyankes, dan mendapat pengelolaan (pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan tindakan) dari fasyankes pada episode tersebut.

5. KODE DIAGNOSIS & PROSEDUR ; merepresentasikan diagnosis & prosedur pada episode tersebut

Page 75: KUPAS TUNTAS PROBLEMATIKA - COCEONLINE