kuning bayi materi

12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (Guyton & Hall, 2006). Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan (Suriadi, 2001). Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Pada saat saya berpraktik di RSU Sari Mulia Banjarmasin. Ditemukan satu orang bayi yang mengalami Hiperbilirubinemia. Penyakit ini memiliki pembahasan yang cukup banyak. Untuk Lebih lanjutnya akan saya bahas pada Tinjauan teori. Oleh karena itu, saya ingin memperdalam pengetahuan saya dengan menulis kasus tentang “Asuhan kebidanan pada Bayi dengan Hiperbilirubinemia” saat saya berpraktik di Ruang Bayi RSU Sari Mulia Banjarmasin.

description

doc

Transcript of kuning bayi materi

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (Guyton & Hall, 2006).Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan (Suriadi, 2001).Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.Pada saat saya berpraktik di RSU Sari Mulia Banjarmasin. Ditemukan satu orang bayi yang mengalami Hiperbilirubinemia. Penyakit ini memiliki pembahasan yang cukup banyak. Untuk Lebih lanjutnya akan saya bahas pada Tinjauan teori. Oleh karena itu, saya ingin memperdalam pengetahuan saya dengan menulis kasus tentang Asuhan kebidanan pada Bayi dengan Hiperbilirubinemia saat saya berpraktik di Ruang Bayi RSU Sari Mulia Banjarmasin.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah tentang Bagaimana melakukan Asuhan Kebidanan pada Anak yang mengalami Hiperbilirubinemia dengan baik dan benar, sesuai dengan standar asuhan kebidanan yang dipelajari oleh mahasiswa praktik.

C. Tujuan1. Tujuan Umum :Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi sakit dengan Hiperbilirubinemia.2. Tujuan Khusus :Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa mampu :a. Melakukan pengkajian dan pengumpulan data secara subjektif dan objektif pada kasus bayi dengan Hiperbilirubin.b. Mahasiswa dapat menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa.c. Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan berdasarkan rencana asuhan.d. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan dan evaluasi.

D. Manfaat1. Bagi Rumah SakitDiharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang hiperbilirubinemia pada orang tua bayi sehingga dapat menjadi pedoman dalam memberikan penyuluhan kepada warga sekitar dan memberikan pendidikan kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan pada anak.2. Bagi InstitusiSebagai Tolak ukur penilaian terhadap kemampuan mahasiswa yang telah mendapatkan pengetahuan dan skill yang diberikan oleh para dosen.3. Bagi MahasiswaUntuk menambah wawasan dan keterampilan kepada mahasiswa dalam hal mengetahui sebab-sebab Hiperbilirubinemia pada bayi, serta menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah.

BAB IITINJAUAN TEORI

A. PengertianHiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).Adapun Ikterus pada bayi dapat dibedakan menjadi :1. Ikterus Fisiologis.Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):a. Timbul pada hari kedua - ketiga.b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah

2. Ikterus Patologis/HiperbilirubinemiaMenurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. (Brown dalam Tarigan, 2003) menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. (Utelly dalam Tarigan, 2003) menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3. Kern Ikterus.Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik..

B. EtiologiPeningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut :1. Polychetemia2. Isoimmun Hemolytic Disease3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)5. Hemolisis ekstravaskuler6. Cephalhematoma7. Ecchymosis8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI.9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.

C. Gejala klinisTanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin yaitu:1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul.6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

D. PatofisiologiBilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah ke otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui saluran darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia (AH Markum, 1991).

E. Pathway

F. Diagnosa dan Interverensi1. Resiko tinggi cedera berdasarkan meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.Tujuan : Klien tidak menunjukan gejala sisa neurologis dan berlanjutnya komplikasi phototerapi.Kriteria hasil : Rencana Rational.a. Identifikasi adanya faktor resiko :1) Bruising2) Sepsis3) Delayed ord clamping4) Ibu dengan DM5) Rh, ABO antagonis6) Pletora7) SGAb. Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setia 2-4 jam lima hari pertama kehidupanRasional: BBL sangat rentan terhadap hiperbilirubinemia.c. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara progresif terhadap ikterik setiap pergantian shiftRasional: Mengetahui addanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan segera.d. Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadarRasional: Peningkatan kadar bilirubin yang tinggie. Monittor kadar Hb, Hct ata adanya penurunanRasional: Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitikf. Monitor retikulosit, kolaborasi bila ada peningkatang. Berikan phototerapiRasional: phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya. Selama phototerapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti: hipertermi, Konjungtivitis, dehidrasi.1) Sesuai protocol untuk waktu, prosedur, dan durasi.2) Monitor kadar bilirubin setia 6 12 jam under therapy3) Tutup mata dengan tameng mata, hindari tekanan pada hidung4) Ganti bantalan mata sedikitnya 2 kali sehhari5) Inspeksi mata dengan lampu sedikit nya 8 jam sekali6) Pertahankan terapi cairan parenteral untuk hidrasi kolabborasi medis7) Pertahankan suhu axila 36.5 dderajat Celsiush. Lakukan transfusi tukar kolaborasi medisRasional: Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karena terjadinya proses hemoliitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis.1) Monitor vital sign selama dan setelah transfusi tukar2) Periksa darah yang keluar dan masuk3) Adanya faktor resiko membimbing perawat untuk waspada terhadap kemungkinan munculnya hiperbilirubinemia.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berdasarkan phototerapi.Tujuan : Klien tiidak menunjjukan tanda-tanda kekurangan volume cairanRencana Rasional.a. Pertahankan intake cairan :1) Timbang BB perhari2) Ukur intake output3) Berikan intake extra peroral atau per IV jika ada kehilangan BB progresif,4) meningkatnya suhu, diare, onsentrasi urine,b. Kaji Output:Rasional: Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.1) Kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam2) Kaji Diare yang berlebihan3) Kaji Hidrasi:Rasional: Hidrasi yang adekuat menunjukan keseimbangna cairan tubuh baik yang ditunjukan dengan suhu tubuh 36-37 derajat Celsius dan membran mukosa mulut lembab dan fontanela datar.4) Monitor suhu tubuh tiap 4 jam5) Inspeksi membran mukosa dan pontanel 1. Intake cairan yang adekuat metabolisme bilirubin akan berlangsung sempurna dan terjadii keseimbangan dengan caairan yang keluar selama photo terapi karena penguapan.

3. Kerusakan integritas kulit berdasarkan efek dari phototerapi.Tujuan : Klien tidak menunjukan gangguan integritas kulita. Monitor adanya kerusakan integritas kulitRasional: Deteksi dini kerusakan integritas kulitb. Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAB, BAKRasional: Feses dan urine yang bersifat asam dapat mengiritasi kulitc. Pertahankan suhu lingkungan netral dan suhu axial 36.5 derajat CelsiusRasional: Suhu yang tinggi menyebabkan kulit kering sehingga kulit mudah pecahd. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.Rasional: Perubahan posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah penekanan yang berlebihan pada satu sisi.Berikan istirahat setelah 24 jam phototerapi

G. Komplikasi1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius).2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

H. Penatalaksanan1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.4. FenobarbitalFenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.

6. FototerapiFototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

7. Transfusi Pengganti.Transfusi Pengganti dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi. diindikasikan adanya faktor-faktor :a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.d. Tes Coombs Positife. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

BAB IIITINJAUAN KASUSASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBINDI RUANG BAYI RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN

TIDAK BISA DIPUBLIKASIKAN

BAB IVPEMBAHASAN

BAB VPENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal atau Bayi. EGC. Jakartahttp://arsipguntur.blogspot.com/2013/04/lp-hiperbilirubin.html (19 September 2013)Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta