kumpulan CASE PEB

27
I. IDENTIFIKASI Nama : Ny. Y Umur : 30 tahun Alamat : Sei Baung Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga MRS : 13 Juni 2012 II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 13 Juni 2012,pukul 04.00 wib) Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan darah tinggi Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 1 hari SMRS os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang, R/ keluar darah lendir (+), R/ keluar air- air (-), os lalu ke bidan dan diketahui sudah pembukaan 4 dan disertai darah tinggi. R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah tinggi pada kehamilan sebelumnya (-), R/ darah tinggi pada hamil ini (+) sejak awal kehamilan. R/ pandangan mata kabur (-), R/ sakit kepala hebat (-), R/ mual muntah (-), R/ kejang (-). ± 6 jam SMRS os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang yang semakin lama semakin sering, R/ keluar 1

description

case peb

Transcript of kumpulan CASE PEB

Page 1: kumpulan CASE PEB

I. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. Y

Umur : 30 tahun

Alamat : Sei Baung

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

MRS : 13 Juni 2012

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 13 Juni 2012,pukul 04.00 wib)

Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan darah tinggi

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 1 hari SMRS os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang, R/

keluar darah lendir (+), R/ keluar air-air (-), os lalu ke bidan dan diketahui sudah

pembukaan 4 dan disertai darah tinggi. R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah

tinggi pada kehamilan sebelumnya (-), R/ darah tinggi pada hamil ini (+) sejak awal

kehamilan. R/ pandangan mata kabur (-), R/ sakit kepala hebat (-), R/ mual muntah

(-), R/ kejang (-).

± 6 jam SMRS os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang yang

semakin lama semakin sering, R/ keluar darah lendir (+), R/ keluar air-air (+), pada

pemeriksaan dalam diketahui tetap pembukaan 4cm.Os juga diketahui dengan darah

tinggi.R/ pandangan mata kabur (-), R/ sakit kepala hebat (-), R/ mual muntah (-),

R/ kejang (-). Os lalu dirujuk ke RS H.Abdul Manap.

1

Page 2: kumpulan CASE PEB

Riwayat Obstetri: G2P1A0

No.Tempat

bersalinTahun

Kehamila

n

Jenis

Persalinan

Keadaan Anak

Lahir NifasLain-

lainKelamin Berat

Bidan 2009 Aterm Spontan Laki-laki2800

gram

Riwayat Kehamilan Lalu:

Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis (-)

Perdarahan post partum (-)

Penyakit-penyakit lain (DM (-), jantung (-), riwayat operasi sebelumnya (-))

Riwayat Kehamilan Sekarang

Haid : teratur, siklus 28 hari

Lamanya : 5 hari

Banyaknya : 2 kali ganti pembalut dalam sehari

HPHT : ( pasien lupa)

Tanggal Taksiran Persalinan : -

Nafsu makan : baik

Miksi : normal

Defekasi : normal

Gerakan anak mulai dirasakan : 5 bulan yang lalu

Periksa hamil : kontrol kehamilan ke Bidan

Riwayat Persalinan

Dikirim oleh : Bidan

His mulai sejak tanggal : 12 Juni 2012 jam: 16.00 WIB

Darah lendir sejak tanggal : 12 Juni 2012 jam: 20.00 WIB

Rasa mengendan sejak tanggal : 12 Juni 2012 jam: 20.10 WIB

Ketuban belum/sudah pecah sejak tanggal : 12 Juni 2012 jam: 20.10 WIB

2

Page 3: kumpulan CASE PEB

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Present

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 152 cm

Anemia/Ikterus : -/-

Gizi : Sedang

Payudara : Hiperpigmentasi (+/+)

Jantung : Murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler (+) Normal, wheezing (-), Ronkhi (-)

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Nadi : 77 x/menit

Pernafasan : 21 x/menit

Suhu : 36,5o C

Hati/limfa : Sulit dinilai

Edema : (+/+)

Varises : (-/-)

Refleks : fisiologis (+), patologis (-)

Hb (Sahli) : 11,3 gr/%

Urin : Protein ++

Leukosit : 14.200

3

Page 4: kumpulan CASE PEB

B. STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan Luar (13 Juni 2012 Pukul 05.00)

Fundus uteri : 2 jari dibawah proc. Xypoideus (37 cm)

Detik jantung janin : 130x/ menit, teratur

Letak janin : memanjang, punggung kanan

Terbawah : kepala

Penurunan : 3/5

His tiap : 3x dalam 10 detik

Lamanya : 30 detik

Kualitas : sedang

Taksiran BB : 3800 gram

Pemeriksaan Dalam

Portio :

Konsistensi : lunak

Posisi : medial

Pendataran : 100%

Pembukaan : 4 cm

Ketuban : +

Terbawah : kepala

Penurunan : H II+

Penunjuk : UUK kanan depan

Pemeriksaan panggul

Promontorium : tak teraba

KD : > 13 cm

KV : > 11,5 cm

Lin innom : teraba 1/3 - 1/3

Sakrum : konkaf

Spina ischiadika : tidak menonjol

4

Page 5: kumpulan CASE PEB

Arkus pubika : > 90˚

Dinding samping : lurus

Kesan panggul : luas

Indeks gestosis :

- edema : 1

- proteinuria : 2

- TD sistolik : 1

- TD diastolik : 1

Total = 5

IV. DIAGNOSA

G2P1A0 hamil aterm inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala

dengan PEB.

V. TINDAKAN

Stabilisasi 1-3 jam

Inj. Mg2SO4 40% 8 gram boka/boki dilanjutkan inj. Mg2SO4 40% 4 gram

boka atau boki tiap 6 jam.

Lab : DR, UR, KD

IVFD RL gtt xx/menit

kateter menetap, catat input dan output

antihipertensi : nifedipin 3x10 mg

R/ tindakan SC setelah stabilisasi.

Konsul PDL dan mata

Evaluasi sesuai satgas gestosis

Follow Up

5

Page 6: kumpulan CASE PEB

( 14 Juni 2013 )

Keluhan : Post SC hari pertama

Status present :

KU : sedang

Sense : CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5˚C

Status obstetrik :

Pemeriksaan Luar :

Tifut 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, lokia (+) rubra, vulva tenang

Diagnosa : P2A0 postpartum spontan neonatus hidup laki-laki 3800 gram,54 cm,

APGAR score 7/10, FTAGA

Terapi :

Mobilisasi dini

ASI on demand

IVFD RL

Ketorolac amp 2x1

Cefotaxim amp 2x1

Transamin amp 3x1

Alinamin amp 3x1

Metronidazole 3x1

Follow Up

( 15 Juni 2012 )

6

Page 7: kumpulan CASE PEB

Keluhan : Post SC hari kedua

Status present :

KU : sedang

Sense : CM

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5˚C

Status obstetrik :

Pemeriksaan Luar :

Tifut 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, lokia (+) rubra, vulva tenang

Diagnosa : P2A0 postpartum spontan neonatus hidup laki-laki 3800 gram,

Panjang 54 cm, APGAR score 7/10, FTAGA

Terapi :

Mobilisasi dini

ASI on demand

Asam Mefenamat tab 3x 1

Ciprofloxaxin tab 2x1

Metronidazole tab 3x1

Prenatin tab 1x1

Follow Up

16 Juni 2012 pasien pulang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

7

Page 8: kumpulan CASE PEB

Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang

obstetri adalah pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan

(preeklampsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak

aman, dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995).

Pre-eklampsia merupakan kumpulan gejala yang sering terjadi pada periode

kehamilan. Penyakit ini ditandai dengan adanya hipertensi, edema, dan proteinuria

yang timbul karena kehamilan.

Dalam proses perkembangannya kehamilan dapat disertai hipertensi.

Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya atau

dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut Report on

The National High Blood Pressure Education ProgramWorking Group on High Blood

Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 2000), hipertensi dalam kehamilan

diklasifikasi sebagai berikut:2

1. Hipertensi Gestasional

Pada kehamilan dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tanpa disertai

proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu

pasca-persalinan.

2. Preeklampsia

Apabila dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20

minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan

dipstick ≥ 1 +.

3. Eklampsia

Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai koma.

4. Hipertensi Kronik

Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan tekanan

darah ≥ 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan.

8

Page 9: kumpulan CASE PEB

5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia

Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria ≥ 300 mg/24

jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklampsia

lainnya.

Hipertensi pada pasien dengan pre-eklampsia biasanya timbul lebih dulu

daripada tanda-tanda lain.Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan

tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan,

atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Sedangkan tekanan diastolik naik 15 mmHg

atau lebih, atau mencapai 90 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan darah dilakukan

minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan

kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada

kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-

eklampsi. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat

dianggap normal, tetapi bila kenaikan mencapai 1 kg seminggu beberapa kali

menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia.

Protein urin 24 jam merupakan standar emas untuk pengukuran proteinuria

pada hipertensi kehamilan. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urine

melebihi 0,3 g/liter/ 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1

g/liter atau lebih dalam urine yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang

diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih

lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap

sebagai tanda yang cukup serius.

Sampai sekarang penyebab preeklampsia dan eklampsia masih menjadi tanda tanya,

penyakit ini masih disebut disease of theory (Chesley, 1978), beberapa faktor risiko

pada penyakit ini antara lain adalah:

9

Page 10: kumpulan CASE PEB

Nullipara, terutama usia ≤ 20 tahun, dan kehamilan yang langsung terjadi

setelah perkawinan (Robillard P. Y., 1994).

Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan

terdahulu.

Adanya riwayat penderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga.

Kehamilan ganda, diabetes mellitus, hydrops foetalis, mola hidatidosa, dan

anti phospolipid antibodies, infeksi saluran kemih.

Riwayat penderita hipertensi dan penyakit ginjal.

Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.

PATOGENESIS PRE-EKLAMPSIA

Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia

(Dekker G. A., Sibai B. M., 1998) sebagai berikut:2

1. Iskemia Plasenta

Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan

invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemi pada plasenta.

2. Mal Adaptasi Imun

Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel

tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh

pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.

3. Genetic Inprenting

Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif

tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi

mungkin tergantung pada genotip janin.

4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity

Preventing Activity (TxPA)

Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak

non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang

rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke

10

Page 11: kumpulan CASE PEB

dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana

VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL

akan muncul.

Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi

kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya

iskemia plasenta.

Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang

mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi

karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena

kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan

awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan

sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta

sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis

seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah

ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana

radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M.,

2004).

Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar

dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang

disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel

pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang

bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan

dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II

sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,

sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.

11

Page 12: kumpulan CASE PEB

Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita

preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ

seperti:

Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.

Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.

Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan

oedema menyeluruh.

Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.

Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.

Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,

pelepasan retina, dan pendarahan.

Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia

janin, dan solusio plasenta.

PEMBAGIAN PRE-EKLAMPSIA

Pre-eklampsia dibagi sebagai berikut:2,3

1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan:

- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg

- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 + c

2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala sebagai

berikut (Sibai B. M., 2003):

- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg dan

diastolik ≥ 110 mmHg

- Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2 +

- Oligourie < 500 ml/24 jam

- Serum kreatinin meningkat

- Oedema paru atau cyanosis

3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan

seperti (Lipstein, 2003):

- Nyeri epigastrium

12

Page 13: kumpulan CASE PEB

- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf

pusat)

- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino

transferase

- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

- Trombositopenia < 100.000/mm3

- Munculnya komplikasi sindroma HELLP

4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai kejang

klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

DIAGNOSIS

Pada umumnya diagnosis pre-eklampsi didasarkan atas adanya 2 dari trias

utama: hipertensi, oedema, dan proteinuria. Diagnosis diferensial pre-eklampsia

dengan penyakit hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan

kesukaran.

Tabel 1. Uji diagnostik pre-eklampsia3

1. Uji diagnostik dasar

Pengukuran tekanan darah

Analisis protein dalam urine

Pemeriksaan oedema

Pengukuran tinggi fundus uteri

Pemeriksaan funduskopik

2. Uji laboratorium dasar

Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi

eritrosit pada sediaan apus darah)

Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat

aminotransferase, dan sebagainya)

Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)

13

Page 14: kumpulan CASE PEB

3. Uji untuk meramalkan hipertensi

Roll-over test

Pemberian infus angiotensin II

PENGELOLAAN

Penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang definitif adalah

segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya

kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur kehamilan,

proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai B. M., 2005).

Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:

- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu

mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu hamil.

Pada dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat mungkin

harus berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm

persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea.

Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending

eklampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di

samping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat.

Biometri janin, biophisical profile janin harus dievaluasi 2 x seminggu, bila keadaan

janin memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung dari

keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal.

Pada kehamilan preterm ≤ 34 minggu yang akan dilakukan terminasi

pemberian kortikosteroid seperti dexamethasone atau betamethasone untuk

pematangan paru harus dilakukan.

Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki

keadaan ibu dan janinnya adalah:

1. Magnesium sulfat

14

Page 15: kumpulan CASE PEB

2. Anti hipertensi

3. Kortikosteroid: dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru

EKLAMPSIA

Penderita preeklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang memadai

atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejang-kejang yang

disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan nullipara, kehamilan

kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit ginjal (Ramin K. D., 1999).

Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi antepartum dan 25% sisanya terjadi

pasca-melahirkan.

Eklampsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang luas, yang terjadi akibat

peningkatan tekanan darah yang mendadak dan tinggi yang akan menyebabkan

kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan kejang pada eklampsia

biasanya didahului oleh kumpulan gejala impending eklampsia yang dapat berupa:

nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri epigastrium.

Diperhitungkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di seluruh

dunia (Ramin K. D., 1999) dalam satu tahun, di samping itu kematian janin dalam

kandungan dan kematian neonatal mencapai angka 34/1000. Pada penanganan

penderita eklampsia kita harus bertindak lebih aktif. Stabilisasi keadaan ibu,

pembebasan jalan nafas, sirkulasi udara, dan stabilisasi sirkulasi darah harus segera

dilakukan, terutama bila dijumpai hipoksemia dan acidemia. Kehamilan harus segera

diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin setelah stabilisasi

keadaan ibu tercapai.

Gambaran klinik penderita eklampsia biasanya lebih berat dan dapat disertai

berbagai komplikasi seperti: koma, oedema paru, gagal ginjal, solusio plasenta,

gangguan pertumbuhan janin, dan kematian janin. Oleh karena itu penanganan

penderita eklampsia harus komprehensif dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

SYNDROMA HELLP

15

Page 16: kumpulan CASE PEB

Diperkenalkan oleh Luis Weinstein tahun 1982, merupakan satu kumpulan

gejala multisistem pada penderita preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya:

hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan penurunan jumlah trombosit. Sindroma

HELLP dapat terjadi antara 2–12% pada penderita preeklampsia berat. Bisa terjadi

antepartum pada 69% kasus dan sisanya pada 31% kasus terjadi pasca-persalinan.

Kriteria diagnosis sindroma HELLP ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium. Disebut sindroma HELLP komplit bila dijumpai SGOT >

70 iu/l, LDH > 600 iu/l, bilirubin > 1,2 mg/dl, trombosit < 100.000/mm3, dan disebut

sindroma HELLP parsial jika hanya ditemukan perubahan pada salah satu atau lebih,

tetapi tidak semua dari parameter di atas (Audibert, dkk., 1996).

Sedangkan Martin (1991), hanya mengelompokkan sindroma HELLP

berdasarkan jumlah trombosit, yaitu:

kelas I jika jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3

kelas II jika jumlah trombosit > 50.000/mm3 - ≤ 100.000/mm3

kelas III jika jumlah trombosit > 100.000/mm3 - ≤ 150.000/mm3

Pada umumnya penanganan penderita sindroma HELLP lebih sulit bila

dibandingkan dengan penanganan penderita preeklampsia berat, karena pada

penderita sindroma HELLP umumnya telah terjadi multiorgan disfungsi. Prioritas

utama penanganannya adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah,

keseimbangan cairan, dan gangguan pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan

darah yang tinggi perlu segera dilakukan terutama bila dijumpai tanda-tanda

iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal. Seperti penanganan preeklampsia,

pemberian magnesium sulfat masih merupakan pilihan utama. Transfusi darah dan

pemberian trombosit harus diperhitungkan untuk memberantas anemia, atau jika

ditemui kadar trombosit ≤ 50.000/mm3. Pemberian kortikosteroid dapat

dipertimbangkan terutama untuk pematangan paru, meningkatkan kadar trombosit

dan memperbaiki fungsi hepar. Terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tanpa

memandang usia kehamilan terutama setelah stabilitas keadaan ibu tercapai.

16

Page 17: kumpulan CASE PEB

Pemberian kortikosteroid pasca-persalinan dapat diulangi dengan tujuan untuk

mempercepat perbaikan laboratorium dan keadaan penderita (Martin J. N., dkk.,

1997).

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia 30 tahun datang dengan keluhan utama ingin

melahirkan . Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dirujuk oleh bidan dengan

riwayat ± 8 jam SMRS perut mulas yang menjalar ke pinggang yang semakin lama

semakin sering, R/ keluar darah lendir (+), R/ keluar air-air (+), pada pemeriksaan

17

Page 18: kumpulan CASE PEB

dalam diketahui tetap pembukaan 4cm.Os juga diketahui dengan darah tinggi.R/

pandangan mata kabur (-), R/ sakit kepala hebat (-), R/ mual muntah (-), R/ kejang (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 77

kali/menit, pernafasan 21 kali/menit, suhu 36,5ºC. Pada pemeriksaan obstetri

didapatkan fundus uteri 2 jari dibawah proc.xypoideus. DJJ (+) 130x/menit.

Penurunan 3/5, his 3x dalam 10 menit lamanya 30 detik tiap kali his, pembukaan 4

cm, penurunan HII+, Penunjuk UUK kanan depan. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkan adanya protein urin ++ dan leukositosis (leukosit=

14200/mm2) .

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis

penderita ini adalah G2P1A0 hamil aterm dengan PEB kala I fase laten janin tunggal

hidup presentasi kepala. Maka penatalaksanaan pada penderita ini adalah dengan

pemberian oksigenasi dengan O2 nasal 2 liter/menit, IVFD RL gtt xx/menit,

Stabilisasi 1-3 jam, Inj. Mg2SO4 40% 8 gram boka/boki dilanjutkan inj. Mg2SO4

40% 4 gram boka atau boki tiap 6 jam, antihipertensi : nifedipin 3x10 mg, Cefotaxim

2x1mg, kateter menetap, catat input dan output, Konsul PDL dan mata, Evaluasi

sesuai satgas gestosis, R/ tindakan SC setelah stabilisasi.

Prognosis penderita ini baik quo ad vitam dan quo ad functionam adalah

dubia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Preeclampsia (Toxemia of Pregnancy) Article by Matthew Warden, MD.htm

www.emedicine.com/med

2. Roeshadi, Haryono. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka

Kematian Ibu Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia.

18

Page 19: kumpulan CASE PEB

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2006/ppgb_2006_r_haryono_roesha

di.pdf

3. Rachimhadhi, Trijatmo. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam Ilmu

Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

1999.

19