KULKEL REFERAT

44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan

description

kulkel

Transcript of KULKEL REFERAT

Page 1: KULKEL REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akne  vulgaris  adalah  peradangan  kronik  folikel  pilosebasea  yang

ditandai  dengan  adanya  komedo,  papul,  pustul,  dan  kista. Predileksi  akne

vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.

Akne  pada  pada  dasarnya  merupakan  penyakit  pada  remaja,  dengan

85%  terjadi  pada  remaja  dengan  beberapa  derajat  keparahan.  Dimana

didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua

jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.

Akne vulgaris dapat  disebabkan oleh berbagai  faktor.  Penyebab yang

pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat

menyebabkan,  antara lain :  genetik,  endokrin (androgen,  pituitary sebotropic

factor,  dsb),  faktor  makanan,  keaktifan  dari  kelenjar  sebasea,  faktor  psikis,

pengaruh musim,  infeksi  bakteri  (Propionibacterium aknes),  kosmetika,  dan

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,

peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan

Tidak terdapat  sistem grading yang seragam dan terstandarisasi  untuk

beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan

tipe  (komedoal/papular,  pustular/noduokistik)  dan  atau  beratnya  penyakit

(  ringan/sedang/sedang-berat/berat).  Lesi  kulit  dapat  digambarkan  sebagai

inflamasi dan non-inflamasi.

Diagnosis  akne  vulgaris  dapat  ditegakkan  berdasarkan  anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain

erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.

Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan

diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya

dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari

sekuele yang bersifat permanen.

Page 2: KULKEL REFERAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI ACNE VULGARIS

Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea

yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran klinis yang khas. Ia

merupakan reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang pada umumnya dan

biasanya disertai dengan pembentukan papula, pustula, dan abses terutama di daerah

yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Daerah-daerah predileksinya terdapat di

muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung.

II.2. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.

Pada saat  itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak

pada anak perempuan dibanding anak laki-laki  dengan usia sekitar 13% pada

anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun.  Sejak saat  itu tidak ada

evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat.  Menurut studi yang

berbeda dari literatur berbagai  negara,  usia awal  rata-rata 11 tahun pada anak

perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.

Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%

terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan

frekuensi  yang  lebih  besar  pada  usia  antara  15-18  tahun  pada  kedua  jenis

kelamin.  Pada  umumnya,  involusi  penyakit  terjadi  sebelum usia  25  tahun.

Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi

12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut  secara klinis sampai  usia 44

tahun.  Sebagian kecil  akan menjadi  papul  dan nodul  inflamasi  sampai  usia

dewasa akhir.

Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh

karena stimulasi  folikular oleh kelenjar androgen adrenal  yang berlanjut  pada

periode  neonatal.  Akne  juga  biasanya  bermanifestasi  awal  pada  pubertas,

dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah

kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah

itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai

lebih dari dekade ketiga.

Page 3: KULKEL REFERAT

II.3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Akne vulgaris dapat  disebabkan oleh berbagai  faktor.  Penyebab yang

pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat

menyebabkan,  antara lain :  genetik,  endokrin (androgen,  pituitary sebotropic

factor,  dsb),  faktor  makanan,  keaktifan  dari  kelenjar  sebasea,  faktor  psikis,

musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia

lainnya.

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne

terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada

akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.

2. Bakteri

Mikroba  yang  terlibat  pada  terbentuknya  akne adalah Propionibacterium

aknes,  Stafilococcus  epidermidis,  dan Pityrosporum  ovale.  Dari  ketiga  mikroba 

ini  yang  terpenting yakni Propionibacterium aknes.  Bakteri  ini  merupakan  bakteri 

komensal pada  kulit.  Pada  keadaan  patologik,  bakteri  ini  membentuk  koloni 

pada duktus  pilosebasea  yang  menstimulasi  trigliserida  untuk  melepas  asam

lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan 

menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.

3. Herediter

Faktor  herediter  yang sangat  berpengaruh pada  besar  dan aktivitas

kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut

bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.

Page 4: KULKEL REFERAT

4. Hormon

Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.

Hormon ini  menyebabkan kelenjar  sebasea bertambah besar dan produksi

sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.

Hormon androgen merupakan stimulus  utama pada sekresi  sebum

oleh  kelenjar  sebasea.  Pada  penderita  akne,  kelenjar  sebasea  berespon

sangat  cepat  pada peningkatan kadar  hormon ini  di  atas  normal.  Hal  ini

mungkin  disebabkan  oleh  peningkatan  aktivitas  5α-reductase  yang  lebih

tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.

5. Diet

Pada  beberapa  pasien,  akne  dapat  diperburuk  oleh  beberapa  jenis

makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.

6. Iklim

Di daerah yang mempunyai  empat  musim,  biasanya akne bertambah

hebat  pada musim dingin,  dan dapat  pula meningkat  oleh paparan cahaya

matahari langsung.

7. Faktor iatrogenik

Kortikosteroid  baik  topikal  maupun  sistemik  dapat  meningkatkan

keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin

dapat  menginduksi  akne pada dewasa muda.  Kontrasepsi  oral  dapat  pula

menginduksi terjadinya akne.

Page 5: KULKEL REFERAT

Patogenesis  akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor

dan  kadang-kadang  masih  kontroversial.  Ada  empat  hal  penting  yang

berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya

keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).

1.  Peningkatan sekresi sebum

Faktor  pertama  yang  berperan  dalam  patogenesis  akne  ialah

peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan

memproduksi  lebih  banyak  sebum  dibanding  yang  tidak  terkena  akne

meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah

satu  komponen  dari  sebum  yaitu  trigliserida  mungkin  berperan  dalam

patogenesis  akne.  Trigliserida  dipecah  menjadi  asam  lemak  bebas  oleh

P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas

ini  kemudian  menyebabkan  kolonisasi  P.aknes,  mendorong  terjadinya

inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.

Hormon  androgen  juga  mempengaruhi  produksi  sebum.  Serupa

dengan aktifitasnya pada  keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen

berikatan  dan  mempengaruhi  aktifitas  sebosit.  Orang-orang  dengan  akne

memiliki  kadar  serum androgen yang lebih tinggi  dibanding dengan orang

yang tidak terkena akne. 5α-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk

mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat

pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah,

dada, dan punggung.

Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.

Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih

besar  jika  dibandingkan dengan dosis  yang diperlukan untuk menghambat

ovulasi.  Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara

langsung  melawan  efek  androgen  dalam glandula  sebacea,  menghambat

produksi  androgen  dalam  jaringan  gonad  melalui  umpan  balik  negatif

pelepasan  hormon gonadotropin,  dan meregulasi  gen yang  yang menekan

pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.

Page 6: KULKEL REFERAT

2.  Keratinisasi folikel

Hiperproliferasi  epidermis follikular  menyebabkan pembentukan lesi

primer  akne  yaitu  mikrokomedo.  Epitel  folikel  rambut  paling  atas,  yaitu

infundibulum  menjadi  hiperkeratosis  dengan  meningkatnya  kohesi  dari

keratinosit.  Kelebihan  sel  dan  kekuatan  kohesinya  menyebabkan

pembentukan plug pada ostium follikular.  Plug ini  kemudian menyebabkan

konsentrasi  keratin,  sebum,  dan bakteri  terakumulasi  di  dalam folikel.  Hal

tersebut  kemudian menyebabkan pelebaran folikel  rambut bagian atas,  yang

kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit

dan  peningkatan  daya  adhesi  masih  belum  diketahui.  Namun  terdapat

beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi  keratinosit  yaitu

stimulasi  androgen,  penurunan  asam  linoleat,  dan  peningkatan  aktifitas

interleukin (IL)-1α.

Hormon androgen dapat  berperan dalam keratinosit  follikular  untuk

menyebabkan  hiperproliferasi.  Dihidrotestosteron  (DHT)  merupakan

androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-

hidroksisteroid  dehidrogenase  dan  5α-reduktase  merupakan  enzim  yang

berperan  untuk mengubah  dehidroepiandrosteron  (DHEAS)  menjadi  DHT.

Jika  dibandingkan  dengan  keratinosit  epidermal,  keratinosit  follikular

menunjukkan  peningkatan  aktifitas  17β-hidroksisteroid  dehidrogenase  dan

5α-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi  DHT.  DHT dapat

menstimulasi  proliferasi  keratinosit  follikular.  Hal  lain  yang  mendukung peranan

androgen dalam patogenesis  akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas

androgen komplet  tidak terkena akne.

Proliferasi  keratinosit  follikular  juga  diatur  dengan  adanya  asam

linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan

menurun pada orang-orang yang terkena akne.  Kuantitas  asam linolic akan

kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic

yang tidak normal  dapat  menyebabkan hiperproliferasi  keratinosit  follikular

dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic

diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami  dilusi seiring

dengan meningkatnya produksi sebum. IL-1  juga  memiliki  peranan  dalam 

hiperproliferasi  keratinosit.

Page 7: KULKEL REFERAT

Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan

pembentukan mikrokomedoe ketika diberika  IL-1.  Antagonis  reseptor  IL-1

dapat menghambat pembentukan mikrokome.

3.  Bakteri

Faktor  ketiga yakni  bakteri.  Propionibacterium aknes juga memiliki

peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri

gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.

Remaja  dengan  akne  memiliki  konsentrasi  P.aknes yang  lebih  tinggi

dibanding orang yang normal.  Bagaimanapun tidak terdapat  korelasi  antara

jumlah  P.aknes yang terdapat  pada glandula sebacea dan beratnya penyakit

yang diderita.

Dinding  sel  P.aknes mengandung  antigen  yang  karbohidrat  yang

menstimulasi perkembangan antibodi.  Pasien dengna akne yang paling berat

memiliki  titer antibodi  yang paling tinggi  pula.  Antibodi  propionibacterium

meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada

akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi

inflamasi  dengan  merangsang  reaksi  hipersensitifitas  tipe  lambat  dengna

memproduksi  lipase,  protease,  hyaluronidase,  dan  faktor  kemotaktik.

Disamping  itu,  P.aknes tampak  menstimulasi  regulasi  sitokin  dengan

berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear

yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor

2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.

4.  Inflamasi

Pada  awalnya  telah  diduga  bahwa  inflamasi  mengikuti  proses

pembentukan komedo,  namun terdapat  bukti  baru bahwa inflamasi  dermal

sesungguhnya mendahului  pembentukan komedo.  Biopsi  yang diambil  pada kulit

yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan

inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang

baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.

Page 8: KULKEL REFERAT

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang

lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang

mengakibatkan ruptur  dinding follikular.  Ekstrusi  dari  keratin,  sebum,  dan

bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel

yang dominan pada 24 jam pertama  ruptur  komedo adalah limfosit.  CD4+

limfosit  ditemukan di  sekitar  unit  pilosebacea dimana sel  CD8+ ditemukan

pada  daerah  perivaskuler.  Satu  sampai  dua  hari  setelah  ruptur  komedo,

neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.

Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit

follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang

saling berkaitan dalam pembentukan akne.

II.4. GEJALA KLINIS

Akne  vulgaris  merupakan  penyakit  inflamasi  kronik  dari  folikel

pilosebacea  yang  memiliki  karakteristik  komedo,  papul,  pustul,  dan  nodul.

Komedo merupakan lesi  primer  dari  akne.  Hal  tersebut  dapat  dilihat  sebagai

papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar

berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul

kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk

dapat  terlihat.  Makrokomedo,  yang jarang terjadi,  dapat  mencapai  ukuran 3-4

mm.  Papul  dan  pustul  biasanya  berukuran  1-5  mm dan  disebabkan  oleh

inflamasi,  oleh sebab itu pasti  terdapat  eritema  dan edema.  Bentuk tersebut

dapat  membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang

terindurasi  mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau

pus kekuningan.

Pasien secara umum akan memiliki  lesi  yang bervariasi.  Pada pasien

dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan

sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan

warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan

sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.

Morofologi  yang dibentuk termasuk skar  yang dalam,  narrow ice-pick  yang

terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi  canyon-type atrophic pada wajah,

skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada

Page 9: KULKEL REFERAT

badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.

Predileksi  akne  umunya  pada  wajah,  leher,  badan  bagian  atas,  dan

lengan  atas.  Pada  wajah  hal  tersebut  paling  sering  terjadi  pada  pipi,  dan

sebagian  kecil  pada  hidung,  dahi,  dan dagu.  Telinga  dapat  terlibat,  dengan

komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo

dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi

kistik yang besar dapat mendominasi.

Akne umumnya muncul  pada saat  pubertas dan seringkali  merupakan

tanda awal  dari  produksi  hormon seks yang meningkat.  Ketika akne muncul

pada usia 8-12 tahun,  yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya

muncul  pada  dahi  dan pipi.  Hal  tersebut  dapat  tetap  menjadi  ringan dalam

ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun,

sebagaimana  kadar  hormon  meningkat  pada  usia-usia  pertengahan  remaja,

pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar

pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih

berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia

muda.  Perempuan dapat  mengalami  perjalanan penyakit  yang berat  dari  lesi

papulopustular  seminggu sebelum mensturasi.  Akne juga dapat  muncul  pada

perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.

Akne ini  kebanyakan bermanifestasi  sebagai  papul,  pustul,  dan nodul  dalam

persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.

II.5. KLASIFIKASI

Tidak terdapat  sistem grading yang seragam dan terstandarisasi  untuk

beratny a akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan

berdasarkan

tipe  (  komedoal/papular,  pustular/noduokisitk)  dan/atau  beratnya  penyakit

(  ringan/sedang/sedang-berat/  berat).  Lesi  kulit  dapat  digambarkan  sebagai

inflamasi dan non-inflamasi.

Page 10: KULKEL REFERAT

1. Klasifikasi sederhana

Akne ringan (  Mild akne ) : Komedo merupakan lesi  utama.  Papul

dan pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang

sedikit ( umumnya < 10 ).

Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup

banyak  (10-40).  Jumlah  komedo  yang  cukup  banyak  (10-40)  juga  ada.

Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.

Akne  sedang berat  (Moderately  severe  akne ):  Jumlah papul  dan

pustul  yang sangat  banyak    ( 40-100),  biasanya dengan banyak komedo

(40-100) dan kadang-kadang  terdapat  lesi  nodular dalam  yang besar dan

terinflamasi  (  mencapai  5 ).  Area  yang luas  biasanya  melibatkan wajah,

dada, dan punggung.

Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne

konglobata dengan lesi  yang parah;  banyak lesi nodular/pustular yan besar

dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang

lebih kecil.

2. FDA global grade 

Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi

Grade  2 :  Ringan,  grade 1 ditambah dengan beberapa  lesi  non-inflamasi

dengan sangat sedikit lesi inflamasi  yang ada ( papul/pustul,  tidak ada lesi

nodular )

Grade 3 :Sedang,  grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi  dan

mungkin terdapat  beberapa lesi  inflamasi,  tetapi  tidak lebih dari  satu lesi

nodular

Grade 4 :  Berat,  grade 3 ditambah dengan banyak lesi  non-inflamasi  dan

inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.

Page 11: KULKEL REFERAT

II.6. DIAGNOSIS

Diagnosis  akne vulgaris  dapat  ditegakkan berdasarkan anamnesis  dan

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.

Berdasarkan  anamnesis,  akne  vulgaris  biasanya  terjadi  pada  saat

pubertas,  tetapi  gejala  klinis  yang  muncul  sangatlah  bervariasi.  Perempuan

mungkin  memperhatikan  bentuk  yang  berfluktuasi  berdasarkan  siklus

mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi

pada  berbagai  manifestasi  sistemik,  termasuk  demam,  arthralgia,  myalgia,

hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.

Pada  pemeriksaan  fisis  akne  non-inflamasi  tampak  sebagai  komedo

terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi

dapat  berkembang menjadi  papul,  pustul,  nodul,  atau kista.  Kedua  tipe  lesi

ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.

Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien

dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,

evaluasi  hormonal  untuk  testeteron  bebas,  dehidroepiandrostenedion  sulfat

(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan.  Tes mikrobiologi

rutin tidak perlu pada evaluasi  dan dan penanganan pasien dengan akne.  Jika

lesi  terpusat  pada  peri  oral  dan  area  nasal  dan  tidak  responsif  terhadap

penanganan  akne  konvensional,  tes  kultur  dan  sensitivitas  bakteri  untuk

mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.

II.7. DIAGNOSIS BANDING

Meskipun  terdapat  satu  jenis  lesi  yang  dominan,  akne  vulgaris

didiagnosis  dengan adanya  beberapa  variasi  dari  lesi  akne (komedo,  pustul,

papul,  dan nodul)  yang erdapat  pada wajah,  punggung,  dan dada.  Diagnosis

banding akne vulgaris antara lain erupsi  akneiformis,  rosasea,  dan dermatitis

perioral.

Page 12: KULKEL REFERAT

1. Erupsi akneiformis

Erupsi  akneiformis  merupakan  akne  yang  disebabkan  oleh  induksi

obat,  seperti  kortikosteroid,  Isoniazid,  barbiturat,  bromida,  iodida,

difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat

tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.

2. Rosasea

Rosasea  adalah  penyakit  kronik  yang  etiologinya  belum diketahui

secara pasti,  dengan karakteristik adanya eritema pada sentral  wajah dan

leher.  Penyakit  ini  terdiri  atas  dua  komponen  klinik,  yakni  perubahan

vaskuler  yang terdiri  atas  eritema  intermiten  dan persisten serta  erupsi

akneiform yang terdiri  atas papul,  pustul,  kista,  dan hiperplasia sebasea.

Pada  rosasea  tidak  terdapat  hubungan  antara  eksresi  sebum  dengan

beratnya gejala rosasea.

3. Dermatitis perioral

Perioral  dermatitis  adalah penyakit  kulit  dengan karakteristik papul

dan  pustul  kecil  yang  terdistribusi  pada  daerah  perioral,  dengan

predominan  di  sekitar  mulut.  Dermatitis  perioral  biasanya  pada  wanita

muda,  sering  ditemukan  di  sekitar  mulut,  namun  dapat  pula  di  sekitar

hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga

penyebabnya  oleh  karena:  candida,  iritasi  pasta  gigi  berflouride,  dan

kontrasepsi oral.

Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult,

dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa

dengan diameter  kurang dari  2 mm.  Penyebab  pasti  belum diketahui,

namun terdapat  beberapa faktor  yang mungkin menjadi  penyebab antara

lain  faktor  hormonal,  emosional,  sensitif  terhadap  kosmetik,  pasta  gigi

berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.

Page 13: KULKEL REFERAT

II.8. PENATALAKSANAAN

Terapi  akne  vulgaris  terdiri  atas  terapi  sistemik,  topikal,  fisik,  operasi 

dan diet.

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

Antibiotik  oral  diindikasikan  untuk  pasien  dengan  akne  yang

mansih  meradang.  Antibiotik  yang  diberikan  adalah  Tetrasiklin

(tetrasiklin,  doksisiklin, minosiklin)  eritromisin,  kotrimoksasole,  dan

klindamisin.  Antibiotik  ini  mengurangi  peradangan  akne  dengan

menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.

Tetrasiklin  generasi  pertama  (tetrasiklin,  oksitetrasiklin,

tetrasiklin  klorida)  merupakan  obat  yang  sering  digunakan  unutk

akne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan

harganya  yang murah,  walaupun angka  kejadian  resistensinya  cukup

tinggi.  Dalam 6  minggu  pengobatan  menurunkan  reaksi  peradangan

50% dan biasa diberikan dalam dosis  1 gram/hari  (500mg diberikan

dalam 2 kali),  setelah beberapa  bulan dapat  diturunkan 500 mg/hari.

Karena absorbsinya dihambat  oleh makanan,  maka obat ini  diberika 1

jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal.

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan

100mg-200mg/  hari  dan  50  mg/hari  sebagai  maintainance  dose,

(minosiklin)  biasanya  diberikan 100mg/hari.  Golongan obat  ini  lebih

mahal  akan  tetapi  larut  lemak  dan  diabsorbsi  lebih  baik  di  saluran

pencernaan.

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative.

Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi

yang tinggi  terhadap P.aknes  dan sering dikaitkan dengan kegagalan

terapi.

Klindamisin  merupakan  jenis  obta  yang  sangat  efektif,  akan

tetapi  tidak  baik  digunakan  untuk  jangka  panjang  karena  dapat

menimbulkan  perimembranous  colitis.  Kotrimoksasole

(sulfometoksasol/trimetoprim,  160/800mg,  dua  kali  sehari)

direkomendasikan  untuk  pasien  dengan  inadequate  respon  dengan

antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.

Page 14: KULKEL REFERAT

b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral  merupakan obat  sebosupressive paling efektif

dan  diberikan  untuk  akne  yang  berat.  Seperti  retinoid  lainnya,

isotretinoin  mngurangi  komedogenesis,  mengecilkan  ukuran glandula

sabaseus  hingga  90%  dengan  menurunkan  proliferasi  dari  basal

sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi

termina sebocyte.  Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.aknes,

ini  menghambat  efek  dari  produksi  sebum dan  menurunkan  jumlah

P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.

Masih  terjadi  perdebatan  untuk  dosis  pemeberian (1gram/kgBB/hari  atau 

50mg/kgBB/hari),  walaupun  hasil  yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan

jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan

pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang

berat. Terapi  awal  yang  diberikan  1gram/kgBB/hari  untuk  3  bulan pertama,  dan

diturunkan 0.5mg/kgBB/hari,  jika  memungkinkan dapat diberikan  0.2 untuk 3-9

bulan tambahan  untuk mngoptimalkan  hasil terapi.

Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih

cepat  untuk  lesi  inflamasi  dibandingkan  dnegan  komedo. Pustule

menghilang  lebih  cepat  daripada  papul  atau  nodul,  dan  lesi  yang

berlokasi  di  wajah,  lengan atas,  dan kaki  daripada  di  punggung dan

badan.

c. Hormonal

Terapi  hormonal  diindikasikan  pada  wanita  yang  tidak

mempunyai  respon  terhadap  terapi  konvensional.  Mekanisme  kerja

obat-obat  hormonal  ini  secara  sistemik mengurangi  kadar  testosteron

dan  dehidroepiandrosterone,  yang  pada  akhirnya  dapat  mengurangi

produksi sebum dan mengurangi  terbentuknya komedo.  Ada tiga jenis

terapi  hormonal  yang  tersedia,  yaitu:  estrogen  dengan  prednisolon,

estrogen  dengan  cyproterone  acetate(Diane,  Dianette) dan

spironolakton.

Page 15: KULKEL REFERAT

Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan

penderita  harus  melanjutkan  terapi  topikal.  Seperti  halnya  antibiotik,

tingkat  respon obat-obat  hormonal  juga lambat,  dalam bulan pertama

terapi  tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru

dapat  terlihat  pada bulan ke enam pemakaian.  Terapi  setelah itu akan

terlihat  perubahan  yang  nyata.  Perubahan  yang  dihasilkan  pada

penggunaan  diane hampir  mirip  dengan  tetrasiklin  1  g/hari.  Diane

merupakan  kombinasi  antara  50  µg ethinylestradiol  dan  2  mg

cyproterone  acetate.  Pada  wanita  usia  tua  (>  30  tahun)  dengan

kontraindikasi  relatif  terhadap  pil  kontrasepsi  yang  mengandung

estrogen,  salah  satu  terapi  pilihan  adalah  dengan  penggunaan

spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg.

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan

dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%.  Jika

keputusan untuk hormonal  terapi  telah dibuat,  ada berbagi

macam pilihan  disekitar  androgen reseptor  blocker  dan inhibitors  of

androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.

2. Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara

yang  banyak  dipilih  dalam  mengatasi  penyakit  akne  vulgaris.  Tujuan

diberikan terapi  ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada,

mencegah terbentuknya  spot  yang baru dan mencegah terbentuknya  scar

(bekas jerawat).  Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun,

tergantung dari  tingkat  keparahan akne.  Obat-obatan topikal  tidak hanya

dioleskan  pada  daerah  yang  terkena  jerawat,  tetapi  juga  pada  daerah

disekitarnya.

Page 16: KULKEL REFERAT

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.

Mekanisme kerja dari retinoid topical:

Mengeluarkan komedo yang telah matur.

Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

Menghambat reaksi inflamasi.

Menekan  perkembangan  mikrokomedo  baru  yang  penting  untuk

maintenance terapi.

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh

Stuttgen dan Beer.Mengurangi  komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan

akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu

menurunkan  32-81% untuk non-inflamnatory  lesi  dan 17-71% untuk

inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream

0.025%,  0.1%,  gel  0.01%,  0.025%)  dan  dalam  solution  (0.05%).

Formula  topical  gel  ini  mengandung  polyoprepolymer-2,  tretinoin

prenetration.

c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang

sama  dengan  tretinoin,  mereduksi  komedo  antara  48-78%  dan

inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.

d. Adapalene

Adapalene  adalah generasi  ketiga  dari  retinoid tersedia  dalam

gel,  cream,  atau solution dalam konsentrasi  0.1%.dalam survey yang

melibatkan  1000  pasienditunjukkan  bahwa  adapalen  0.1%  gel

mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%.

e. Tazarotene

Page 17: KULKEL REFERAT

Disamping untuk psoriasis,  tazarotene  juga  digunakan sebagai

terapi untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.

f. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari  antibiotik topical

adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang

resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus. Untuk mengatasi  masalah ini,

klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi

4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs

atau retinoid.

Antibiotika  topikal  banyak  digunakan  sebagai  terapi  akne.

Mekanisme  kerja  antibiotik  topikal  yang  utama  adalah  sebagai

antimikroba.  Hal  ini  telah terbukti  pada  efek klindamisin  1% dalam

mengurangi  jumlah  P.aknes baik  dipermukaan  atau  dalam  saluran

kelenjar  sebasea.Lebih  efektif  diberikan  pada  pustul  dan  lesi

papulopustular  yang kecil.  Eritromisin 3% dengan kombinasi  benzoil

peroksida  5% tersedia  dalam  bentuk  gel.  Thomas  dkk  melakukan

penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin

1% mendapatkan  hasil  yang  sama-sama  efektif,  duapertiga  pasien

mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu,  tetapi

penggunaan eritromisin secara tunggal  tidak direkomendasikan karena

dapat  menyebabkan  resistensi.  Penggunaan  eritromisin  kombinasi

dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan.

Keefektifan  antibiotik  topikal  pada  akne  terbatas  karena

mekanisme  kerja  dalam mengeliminasi  bakteri  membutuhkan  jangka

waktu  yang  panjang.  Bakteri  dapat  timbul  di  mana-mana  dan  tidak

secara  langsung menyebabkan  akne.  Pada  keadaan di  mana  kelenjar

sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih

mudah  terbuka  sehingga  banyak  bakteri  yang  akan  masuk  dan

berkembang.  Adanya sel  kulit  mati  juga bisa memperburuk keadaan.

Bila  kelenjar  sebasea  tidak  memproduksi  sebum  berlebihan,  maka

bakteri  tidak mudah masuk ke dalam kulit.  Dengan kata lain,  jumlah

Page 18: KULKEL REFERAT

produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal

kerjanya  terbatas,  karena  tidak  mengatasi  masalah  dalam  jumlah

produksi sebum.

g. Asam Salisilat

Asam salisilat  efek utamanya adalah keratolitik,  meningkatkan

konsentrasi  dari  substansi  lain,  selain  itu  juga  mempunyai  efek

bakteriostatik dan bakteriosidal.

h. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang

berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis

dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai

salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang

dikembangkan  adalah  tentang  penggunaan  topikal  dari  17α-

propylmesterolone,  akan  tetapi  preparat  ini  belum  tersedia  secara

komersial.

3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan

dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan

menggunakan  alat  ekstraktor  dapat  berguna  dalam mengatasi  akne.

Secara  teori,  pengangkatan  closed  comedos dapat  mencegah

pembentukan  lesi  inflamasi.  Dibutuhkan keterampilan  dan kesabaran

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

b. Kortikosteroid Intralesi

Page 19: KULKEL REFERAT

Akne  cysts dapat  diterapi  dengan  triamsinolon  intralesi  atau

krioterapi.  Nodul-nodul  yang  mengalami  inflamasi  menunjukkan

perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan

dengan  steroid.  Dosis  yang  biasa  digunakan  adalah  2,5  mg/ml triamsinolon

asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat

yang diinjeksikan pada lesi  berkisar  antara 0,025 sampai  0,1 ml  dan

penyuntikan harus ditengah lesi.  Penyuntikan yang terlalu dalam atau

terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.

Injeksi  glukokortikoid  dapat  menurunkan secara  drastic  ukuran

dari  lesi  nodular.Injeksi  0.05-0.25 ml  perlesi  dari  triamcinolone acetat

dengan  suspense  (2.5-10mg/ml)  direkomendasikan  sebagai  anti

inflamasi.  Terapi  jenis ini  sangat  bermanfaat  dibandingkan terapi  lain

untuk  akne  tipe  nodular.  Akan  tetapi  harus  diulang  dalam  2-3

minggu. Manfaat  utamanya  adalah  menghilangkan  lesi  nodular  tanpa

insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.

c. Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi  akne cysts adalah dengan mengaplikasikan

nitrogen  cair  selama  20  detik,  aplikasi  kedua  diberikan  2  menit

berikutnya.  Terapi  ini  bekerja  dengan mendinginkan dinding fibrotik

dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut.

d. Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan

menghambat  aksi  dari  sitokin.  Radiasi  UVA  dn  UVB  sebaiknya

diberikan secara  bersama-sama  untuk meningkatkan hasil  yang ingin

dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet

alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan

sebagai  terapi  tambahan  pada  akne,  tetapi  sekarang  terapi  ini  tidak

dianjurkan lagi.

.

4. Diet

Page 20: KULKEL REFERAT

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne

vulgaris.  Implikasi  dari  penelitian tentang diet  coklat,  susu,  dan makanan

berlemak  dan hubungannya  dengan  akne  masih  diteliti.  Hingga  saat  ini

belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan

berdampak  pada  akne,  akan  tetapi  beberapa  pasien  akan  mengalami

kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

II.9. PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan

kemudian tidak timbul  lagi  hingga umur  20 atau lebih.Kejadian akne ini  biasanya

diikuti  oleh remisi  yang terjadi  secara  spontan.  Walaupun rata-rata  pasien akan

mengalami  penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita

akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.

Akne  pada  wanita  biasanya  berfluktuasi  berkaitan  dengan siklus  haid dan

biasanya  bermunculan  sesaat  sebelum  menstruasi.Kemunculan  akne  ini  tidak

seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak

terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.

Pada  umumnya  prognosis  dari  akne ini  cukup menyenangkan,  pengobatan

sebaiknya  dimulai  pada  awal  onset  munculnya  akne  dan  cukup  agresif  untuk

menghindari sekuele yang bersifat permanen.

Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati

usia remaja dan memasuki  usia 20an.  Alasan untuk hal  ini  masih belum diketahui 

secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun

perubahan komposisi lemak.

Page 21: KULKEL REFERAT

BAB III

KESIMPULAN

Akne  vulgaris  adalah  peradangan  kronik  folikel  pilosebasea  yang

ditandai  dengan  adanya  komedo,  papul,  pustul,  dan  kista.  Predileksi  akne

vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.

empat  hal  penting  yang  berhubungan  dengan  terjadinya  akne  yakni,

peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan

(inflamasi).

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara

lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Penatalaksanaan akne vulgaris

berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan

diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya

dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari

sekuele yang bersifat permanen.

Page 22: KULKEL REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Zaenglein  AL,  Graber  EM,  Thiboutot  DM,  Strauss  JS.  Acne  Vulgaris  and

Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, 

Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-

Hill; 2007. p: 690-703.

3. Hunter  John,  Savin  John,  Dahl  Mark.  Clinical  Dermatology  3

rd ed.Massachusetts: Blackwell  Science,Inc.;2002. p:148-156.

4. Anonim.  Acne  Vulgaris.  Cited  on  02  June  2011. Available  from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classificati

on.html

5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne.  Dermatology, Acne Symposium at the 

World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003

6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings

AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM,

eds.  Andrews’  disease of  the skin Clinical  Dermatology 10th ed.  Canada :  El Sevier;

2000. p: 231-44.

8. Batra,  Sonia.  Acne.  In:  Ardnt  KA,  Hs  JT,  eds.  Manual  of  Dermatology

Therapeutics 7th ed.  Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-

18

9. Sheen,  Barbara.  Diseases  and  Disorders  Acne.  Framington  Hills:  Lucent

Books;2005. p:10-20.

Page 23: KULKEL REFERAT

10. Schalock  PC.  Rosaceae  and  perioral  (periorificial)  dermatitis.  In:  Manual  of

Dermatology  Therapeutics  7th  ed.  Massachusetts:Lippincot  Williams  and

Wilkins; 2007. P:175-180

11. Boothroyd,  Steve.  Topical  therapy and formulation priciples.  In:  Webster  GF,

Rawlings  AV,  eds.  Acne  and  its  Therapy.  London:Informa  Healthcare;2007.

p:253-256

12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,

Herxheimer H, Nalgi L,  Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ

Books;2003. p:125-131.

13. Zouboulis,  Christos  C.  Update  and  Future  of  Systemic  Acne  Treatment.

Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 

2002. p:37-42. 2003

14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H,

Nalgi  L,  Rzany  B.  Evidence-Based  Dermatology. London:BMJ  Books;2003.

p:87-98.

15. Anonim.  Acne  Vulgaris.  Cited  on  02  June  2011.  Available  from  :

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classificati

on.html